Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Diare Akut Pada Anak

disusun oleh :
Wahyuni Fitri
(1410070100052)

Preceptor :
dr.Venny

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS TANJUNG PAKU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis sembahkan kehadirat ALLAH SWT, yang
telah melimpahkan taufik, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session yang berjudul “Diare Akut Pada Anak”. Case Report Session ini
disusun untuk memenuhi  tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada ilmu kesehatan masyarakat
di puskesmas Tanjung Paku.
Dalam penyusunan Case Report Session ini penulis mengalami beberapa hambatan
dan kesulitan, namun atas bantuan dan bimbingan dari dr.Venny selaku pembimbing, maka
Case Report Session ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau yang telah meluangkan
waktu serta ilmu pengetahuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan di masa yang akan datang. Semoga jerih payah dalam penulisan Case Report
Session ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan pembaca terutama dibidang
kesehatan. Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Solok, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
Latar Belakang......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................................3
2.1 Definisi.......................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..............................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................................4
2.4 Etiologi, Patofisiologi dan Mekanisme Penularan.....................................................5
2.5 Diagnosis....................................................................................................................7
2.5.1. Anamnesis...............................................................................................................7
2.5.2. Pemeriksaan Fisik...................................................................................................7
2.6 Penatalaksanaan Diare...............................................................................................7
2.7 Prosedur Penangan Diare9........................................................................................10
2.7.1. Menilai derajat Dehidrasi.....................................................................................10
2.7.2 Menentukan rencana pengobatan..........................................................................10
2.8 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Diare.........................11
2.8.1 Sumber air minum.................................................................................................11
2.8.2 Jenis tempat pembuangan tinja..............................................................................12
2.8.3. Pembuangan sampah............................................................................................12
2.8.4. Perumahan............................................................................................................13
2.8.5. Air limbah............................................................................................................14
2.9 Pencegahan...............................................................................................................14
BAB III...................................................................................................................................15
LAPORAN KASUS...........................................................................................................15
BAB IV...................................................................................................................................20
BAB V....................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama lebih dari 14 hari
(WHO, 2009). Penyakit diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak-anak umur
dibawah lima tahun. Kasus diare secara global hampir 1,7 miliar setiap tahun dan
menyebabkan kematian sebanyak 760.000 anak. Prevalensi tertinggi kejadian diare di
Indonesia pada tahun 2013 terjadi pada anak balita (usia 1-5 tahun) yaitu sebesar 6,7% (Riset
Kesehatan Dasar, 2013).1
Diare dapat menyebabkan tubuh kehilangan cairan dan elektrolit. Mayoritas anak-
anak yang kekurangan gizi dan memiliki gangguan imunitas meninggal karena dehidrasi serta
kehilangan cairan yang berlebihan, hal ini dapat dicegah dan diobati dengan mengonsumsi
makanan serta air minum yang aman, sanitasi yang memadai dan menjaga kebersihan sekitar
lingkungan (WHO, 2013). Angka morbiditas dan mortalitas diare di Indonesia masih tinggi.
Kejadian diare di wilayah Sumatera Barat berada di urutan ke delapan dari 33 provinsi di
Indonesia dengan persentase 7,1%. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok balita
adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare (Riskesdas, 2013). Berdasarkan survei
morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2003 s/d 2010 terlihat
kecenderungan peningkatan insiden diare. Persentase angka kesakitan diare pada tahun 2003
adalah 37,4%, lalu meningkat menjadi 42,3% pada tahun 2006, dan menurun sebesar 41,1%
pada tahun 2010. Persentase kasus diare pada balita di Provinsi Sumatera Barat pada tahun
2015 sebesar 31.400 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2015).1
Proporsi kejadian diare terbanyak pada balita adalah kelompok umur dibawah 1
tahun. Jumlah penderita diare di Kota Padang dari berbagai Puskemas pada tahun 2014
adalah 7.827 orang penderita diare dan terjadi peningkatan yang bermakna pada tahun 2015
yaitu 9.616 orang. Tingginya angka kematian diare merupakan masalah yang perlu menjadi
perhatian semua pihak. Teknologi sederhana dan tepat guna dalam penanggulangan diare,
yaitu dengan pemberian cairan (rehidrasi) dan tablet zinc pada balita sangat diperlukan dalam
menurunkan angka kematian. Pada tahun 2014, WHO-UNICEF merekomendasikan bahwa
pemberian oralit dan tablet zinc, pemberian ASI dan makanan serta antibiotika selektif
merupakan bagian utama dari manajemen diare.2

1
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab kematian secara
total, penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan sekitar 33% atau sepertiga dari total
kematian seluruh kelompok umur. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan dan
ketidaktahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan. Masalah kesehatan
lingkungan misalnya pembuangan kotoran (tinja), pembuangan sampah, pembuangan air
limbah, penyediaan air bersih berpengaruh terhadap kesehatan terutama tingginya penyakit
infeksi saluran pencernaan khususnya penyakit diare. Faktor lingkungan yang berupa
penyediaan air bersih dan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan secara
perilaku manusia akanmempermudah terjadinya penularan penyakit.2
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini diantaranya tingkat
pengetahuan, sikap, perilaku, kualitas air yang dikonsumsi serta fasilitas sanitasi yang
memenuhi syarat khususnya buang air besar, berbagai upaya telah dilakukan untuk
menurunkan angka kejadian diare dengan usaha pencegahan dan pemberantasan seperti
kaporitasi, penyuluhan serta PHBS melalui sumber daya masyarakat namun upaya itu belum
dapat menghasilkan yang optimal.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlansung kurang dari satu minggu.2

2.2 Epidemiologi
Angka morbiditas dan mortalitas diare di Indonesia masih tinggi. Kejadian diare di
wilayah Sumatera Barat berada di urutan ke delapan dari 33 provinsi di Indonesia dengan
persentase 7,1%. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok balita adalah kelompok
yang paling tinggi menderita diare (Riskesdas, 2013). Berdasarkan survei morbiditas yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2003 s/d 2010 terlihat kecenderungan
peningkatan insiden diare. Persentase angka kesakitan diare pada tahun 2003 adalah 37,4%,
lalu meningkat menjadi 42,3% pada tahun 2006, dan menurun sebesar 41,1% pada tahun
2010. Persentase kasus diare pada balita di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2015 sebesar
31.400 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2015). 1
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan
pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih
terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Data KLB diare dapat dilihat pada tabel
berikut: 2

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.Prevalensi diare
menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini:2

3
Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar
10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh yang dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:2

KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia.Angka kematian yang jauh
lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat perhatian para ahli kesehatan
masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare secara tepat. 2
Berdasarkan data rekapan puskesmas Tanjung Paku Januari-Desember tahun 2019,
angka kejadian diare terbanyak terjadi pada usia 1-4 tahun selama 1 tahun terakhir adalah
sebanyak 189 kasus.

4
Kasus diare di Puskesmas Tanjung Paku tahun 2019 berdasarkan umur
25

20

15
0 -<6 BLN
>6 bln - 1thn
1-4 thn
10 5-9 thn
10-4 thn
5-9 thn2
5 >20 thn

0
ri ri et ril ei ni li s
be
r
be
r
be
r
be
r
nua r ua ar ap m ju ju
u stu m to m m
ja b m ag e ve se
fe pt ok
se No De

2.3 Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Lama waktu diare: akut atau kronik, 2.
Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll, 3. Berat ringan diare: kecil atau besar,
4. Penyebab infeksi atau tidak : infeksi atau non-infeksi dan 5. Penyebab organik atau tidak:
organik atau fungsional. 4
Klasifikasi diare berdasarkan derajat dehidrasinya dijabarkan pada tabel berikut:
Tabel : Klasifikasi diare berdasarkan derajat dehidrasi 2

2.4 Etiologi, Patofisiologi dan Mekanisme Penularan


Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,
virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Penyebab lain timbulnya diare

5
akut adalah toksin dan obat,nutrisi enteral yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi
fekal (overflowdiarrhea) atau berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada tahun1993-1994
terhadap 123 pasien dewasa yang menderita diare akut, penyebab terbanyak hasilinfeksi
bakteri E.coli (38.29%), V.cholerae Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp(14.29%).5
Tabe: Pembagian diare berdasarkan penyebab
Diare oleh sebab infeksi Diare oleh sebab non-infeksi
1. Bakteri 1.Defek Anatomi
Shigela, Salmonella, E.colli, Vibrio
 Short Bowel Syndrome
cholera, Staphylococcus aureus,  Penyakit Hirchsprung
2. Malabsorbsi
Campilobacter aeromonas
2. Virus  Defisiensi disakaridase
Rotavirus, Norwalk, Norwalk like  Cholestasis
3.Alergi
agent, Adenovirus
3. Parasit  Alergi susu sapi
Protozoa : Entamoeba histolytica, 4.Keracunan makanan

Giardia lamblia, Balantidium coli,  Logam berat


 Mushroom
Cacing : Ascaris, Trichiuris trichiura

Jamur : Candida
Menurut Mansjoer (2001), diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal ini
disebabkan makanan atau minuman yang masuk terkontaminasi tinja, makanan yang tidak
matang bahkan disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah melalui transmisi orang ke
orang melalui aerosolisasi, tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile). Faktor
penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi yang merusak sel mukosa,
kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus serta daya lekat
kuman. Kuman tersebut membentuk koloni yang dapat menginduksi diare. Patogenesis diare
yang disebabkan karena infeksi bakteri terbagi dua, yaitu :5
 Bakteri noninvasif (enterotoksigenik). Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat
pada usus halus namun tidak merusak mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini
adalah V. cholera,Enterotoksigenik E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-
nonaglutinabel.Secara klinis, diare berupa cairan dan meninggalkan dubur seara deras
danbanyak. Keadaan seperti ini disebut diare sekretorik isotonik voluminal. 4
 Bakteri enteroinvasif. Terjadi kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi
dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lenderdan darah.
6
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah enteroinvasive E.coli,S.paratyphi B,S.
typhimurium, S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersiniadan C.perfingers Tipe C.4
Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut ini:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang
menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar
selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang yang
memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif adalah
pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat
kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh kuman
dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makanan yang merupakan
media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar (BAB)
akan memungkinkan kontaminasi langsung.3

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
.
2.5.1. Anamnesis6
 Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari.
 Lama diare berlansung, frekuensi diaresehari, warna, konsentrasi tinja dan darah
dalam tinja
7
 Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah,
nyeri abdomen,rewel demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif, atau berdarah
tergantung bakteri patogen yang spesifik. Pasien yang memakan toksin atau pasien
yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah
sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam.
Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada
keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan.
 Seberapa banyak cairan yang masuk selama diare
 Jenis makanan dan minuman yang dimakan selama diare
 Apakah ada penderita diare di sekelilingnya
 Sumber air minum dari mana

2.5.2. Pemeriksaan Fisik6


Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai
dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh
dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan
merupakan ”clue” bagi penentuan etiologi.

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang6


Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
antara lain :
 pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit)
 pemeriksaan tinja rutin dilakukan pada diareakut, kecuali apabila adatanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis berupa analisa feses
 hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
 makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah dan bau
 mikroskopik : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
 kimia: pH, clinitest, elektrolit ( Na, K, HCO3)
 biakan dan uji sensitifitas tidak dilakukan pada diare akut
8
 analisis gas darah dan elekrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
keseimbangan asam basa.

2.6 Penatalaksanaan Diare


Prinsip penanganan diare pada anak adalah Lintas Diare (Lima Langkah
Tuntaskan Diare), yaitu: Langkah 1. Pemberian oralit osmolaritas rendah; Langkah 2.
Pemberian zinc; Langkah 3. Pemberian ASI/Makanan; Langkah 4. Pemberian antibiotik
hanya atas indikasi; dan Langkah 5. Pemberian nasihat.7
1. Pemberian oralit osmolaritas rendah Mencegah terjadinya dehidrasi dapat
dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan oralit. Bila tidak tersedia, berikan
lebih banyak cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, kuah sup, sari buah, air
teh, dan air matang. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada: Kebiasaan
masyarakat setempat dalam mengobati diare Tersedianya cairan/sari makanan yang
cocok Jangkauan pelayanan kesehatan Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak),
penderita harus segera dibawa ke petugas/fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan rehidrasi yang cepat dan tepat.

2. Zinc Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi Zinc. Bila
anak diare, akan kehilangan zinc bersama tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih
berat.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari
300 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai ko-faktornya, termasuk
enzim superoksida dismutase. Pemberian zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, dan menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11%.

9
Berdasarkan hasil salah satu pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat
hasil guna sebesar 67%. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka semua anak dengan
diare diberikan zinc segera mungkin.

3. Pemberian ASI/Makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk


memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering
diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering daripada biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
4. Pemberian antibiotik hanya atas indikasi Antibiotik tidak boleh digunakan secara
rutin, karena kecilnya kejadian diare yang memerlukannya (8,4%). Antibiotik hanya
bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar karena shigellosis),
suspek kolera, dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat, seperti
pneumonia. Obat-obatan “anti-diare” tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare, karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan
kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak. Obat anti-protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian nasehat Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasihat tentang: a. Cairan (oralit) dan obat zinc di rumah. b. Kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan:
− Diare lebih sering
− Muntah berulang

10
− Sangat haus
− Makan atau minum sedikit
− Timbul demam
− Tinja berdarah
− Tidak membaik dalam 3 hari

2.7 Prosedur Penangan Diare7


2.7.1. Menilai derajat Dehidrasi

Catatan: Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit, karena: 1) Pada penderita yang gizinya
buruk, kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat walaupun tidak dehidrasi; dan 2) Pada
penderita yang obesitas (terlalu gemuk), kulitnya mungkin saja kembali dengan cepat
walaupun penderita mengalami dehidrasi.

2.7.2 Menentukan rencana pengobatan


a. Rencana Terapi (pengobatan) A untuk penderita diare tanpa dehidrasi di rumah.
b. Rencana Terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan/sedang (tidak berat)
di fasyankes untuk diberikan pengobatan dan pemantauan selama 3 jam.
c. Rencana Terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi berat di fasyankes untuk
pemberian cairan rehidrasi Intra Vena.

11
12
2.8 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
2.8.1 Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia.Di dalam tubuh manusia sebagian besar
terdiri dari air.Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-
anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari.Di
antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum.Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia 7
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral.Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan,
dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,
2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah yang tidak
menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit diare. Hal ini
sejalan dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih dapat
menurunkan risiko diare.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang memanfaatkan
air bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan angka kejadian diarenya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan keluarga yang memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi
syarat kesehatan.8
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air
bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.

13
2.8.2 Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit
tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo
(2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya.
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya.
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Pembuatannya murah
7. Mudah digunakan dan dipelihara.

2.8.3. Pembuangan sampah


Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah
anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi,
pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah
antara lain sebagai berikut: 8
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah.
Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar (Inceneration),
dijadikan pupuk (Composting)

2.8.4. Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan
sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya,
luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut : 8

14
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit
penyakit.Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m 2 untuk tiap
orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan
kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi
maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain.
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur, ruang
berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak

2.8.5. Air limbah


Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan
pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang
terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk,
menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber
pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas
manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi,
persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air
minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak

15
dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan
vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu 8

2.9 Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik.Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan.Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. 10
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus.Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.Jika ada kecurigaan
tentangkeamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus
direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi.Ketika berenang di danau atau sungai,
harus diperingatkan untuk tidak menelan air. 8
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. 8

16
BAB III

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An.A
Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun 3 bulan
Alamat : Tanjung paku
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Pendidikan :-
Tanggal pemeriksaan : 5 Februari 2020

II. Anamnesis
 Keluhan Utama:
BAB cair semakin meningkat sejak 1 hari sebelum di bawa ke puskesmas tanjung
paku

 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluhkan BAB cair sejak 3 hari sebelum ke puskesmas. Mencret ± 5 kali
dalam 1 hari,konsistensi cair, ampas (-), warna kekuningan, lendir (+), darah
(-).Keluhan demam (+), demam hilang timbul dan tidak disertai menggigil. Perut
terasa mules, mual (-), muntah (-).Nafsu makan pasien menurun sejak menderita
mencret. Keluarga pasien mengatakan badan pasien terlihat lemas..BAK sejak
kemarin sebanyak 2x, dengan kualitas dan kuantitas seperti biasa.

 Riwayat Sosial dan Lingkungan:


o Pasien tinggal dengan ayah dan ibu pasien
o Rumah tinggal pasien memiliki 1 lantai, terdiri dari 1 ruang tamu , 1 dapur,
1 WC, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga sangat dekat. Sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah pasien. Terdapat cukup jendela yang juga terbuat dari
kayu dan ventilasi pada ruang keluarga sehingga sinar matahari yang masuk cukup.
Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah pasien juga dari semen dan bata.

17
o Sumber air minum berasal dari air sumur dan direbus untuk minum.
Kamar mandi ada bak sebagai penampung air. Kamar mandi hanya digunakan oleh
keluarga. Untuk BAB pasien menggunakan wc jongkok. yang terdapat dalam
kamar mandi. WC tidak mempunyai septik tank tetapi lansung dialirkan ke selokan
di belakang rumah.
o Untuk mencuci piring dan alat dapur biasanya digunakan air sumur.
o Keluarga pasien mengatakan pasien mencuci tangan dengan sabun setelah
BAB, namun jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
o Keluarga pasien mengatakan pasien sering jajan makanan diluar rumah
o Tidak terdapat tempat sampah di rumah, sampah di buang di belakang
rumah, di tumpuk dan dibakar.
o Pendidikan orangtua pasien: ayah : SD dan Ibu :SMP
.
IKHTISAR
= Pasien An. A, 4,3 th
KELUARGA
= Laki-laki

= Perempuan

 Riwayat penyakit dahulu:


Tidak ada riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:


Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien.

 Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan
lainnya dan untuk keluhannya dan tidak mengkomsumsi obat atau ramuan apapun.
18
 Riwayat alergi
- Makanan : tidak ada
- Obat : tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan umum

Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Composmentis

Nadi 98x/menit, Kuat angkat,reguler

Suhu 37,2°C
Pernafasan 25 x/mnt
Tinggi badan 101 cm
Berat badan 15 kg
Keadaan gizi BB/U: 90 %
TB/U : 98 %
BB/TB : 93 %
Kesan : Status gizi baik, perawakan
normal
Sianosis Tidak ada
Edema Tidak ada
Anemis Tidak ada
Ikterik Tidak ada
Kulit Teraba hangat, turgor kulit lambat

KGB Tidak teraba pembesaran KGB


Kepala Normochepal
Rambut Hitam, tidak mudah rontok
Mata Pupil isokor, diameter 2mm/2mm,
reflek cahaya +/+
Konjungtiva anemis(-/-), sklera
tidak ikterik (-/-),
Edema palpebra (-/-)
19
Telinga Tidak ditemukan kelainan
Hidung Tidak ditemukan kelainan, napas
cuping hidung (-)
Tenggorokan Tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Faring tidak hiperemis

Gigi dan Mulut Mukosa bibir dan mulut lembab,


sianosis tidak ada
Leher JVP 5-2 cmH2O
Pulmo I : kelainan bentuk (-), Tarikan sela
iga (retraksi subcostal) (-),
simetris
P : Taktil fremitus sama kiri kanan
P : Sonor di seluruh lapangan paru
A: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
Cor I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : - Batas kiri : RIC V sejajar linea
Midclavicula sinistra 2 jari kearah
medial
- Batas kanan : RIC IV linea
sternalis dexstra

- Batas atas : RIC II linea


parasternalis sinistra

A : Reguler , Murmur (-), Gallop (-)


Abdomen I : Distensi (-), perut tidak tampak
buncit
P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba,
Balottement (-/-)
P : Timpani, Shifting Dullness (-)
A : Bising usus (+) meningkat
20
Punggung Tidak di temukan kelainan

Genitalia Tidak dievaluasi


Extremitas Akral hangat,edema (-) , CRT < 2 ‘’,
sianosis tidak ada, pitting edema (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


(-)
V. Diagnosis:
Diare akut tanpa dehidrasi
VI. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Oralit dalam 200 ml air matang hangat
Tablet zink 20 mg 1x1 tablet selama 10 hari
2. Non Medikamentosa
Edukasikan kepada orang tua menjaga kebersihan rumah, makanan, mengurangi
kebiasaan makan dan minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan
membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menjaga
kebersihan kuku. Kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
dihindari karena dapat mengkotaminasi makanan dan mempermudah terjadinya
diare.
Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien diberikan penjelasan
mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang efektif, terutama sekali
setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan makanan atau makan.
Edukasi kepada keluarga tentang cara pemberian oralit, dimana untuk anak berumur
2 tahun atau lebih diberikan 100-200 ml setiap kali BAB.
Edukasi kepada keluarga agar tetap melanjutkan pemberian makan dan terus
memberi cairan tambahan (seperti sup, air tajin, kuah sayur dll) sampai diare anak
berhenti.
Edukasi kepada keluarga untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah
parah, atau jika tidak menunjukkan perbaikan untuk kunjungan ulang pada hari ke-
5.

21
Kerangka Konsep Masalah Pasien

PERILAK BIOLOGIS

Pasien sering Pasien anak 4 tahun 3 bulan


makan makanan masuk dalam kriteria
yang dijual di luar BALITA dimana kinerja
sistem imun masih rendah LINGKUNGAN
rumah yang
kebersihannya
tidak diketahui. Rumah pasien tidak
masuk dalam rumah
sehat dan
Pasien jarang kebersihannya tidak
mencuci tangan diperhatikan.
sebelum makan DIARE
dengan sabun. Musim Penghujan :
Lalat tumbuh lebih
banyak sehingga
WC tidak dapat menghinggapi
mempunyai septik makanan
tank tetapi lansung PELAYANAN
dialirkan ke KESEHATAN
selokan di belakang
rumah. Kurangnya penyuluhan
Tidak terdapat mengenai alur penularan
tempat sampah di diare serta pentingnya
rumah, sampah di PHBS
buang di belakang
rumah, di tumpuk
dan dibakar.

22
BAB IV

Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah anak perempuan berumur 4 tahun 3 bulan dengan
keluhan utamanya adalah BAB cair semakinmeningkat sejaksatu hari sebelum dibawa ke
puskesmas tanjung paku. Mencret dengan frekuensi 5x/hari, dengan konsistensi cair dengan
lendir dan tidak ada darah yang berlangsung sejak 3 hari sebelum ke puskesmas tanjung
paku. Berdasarkan keadaan tersebut, pasien di diagnosis awal dengan diare akut. Diare
didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali
sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah.
Dikatakan diare akut karena munculnya mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari
15 hari.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-
tanda dehidrasi pada pasien ini, keadaan u8 x/menit, kuat angkat, isi cukup, pernapasan
dalam batas normal, suhu tubuh normal yaitu 37,2ºC, pemeriksaan turgor kulit kembali
normal. Dari pemeriksaan abdomen juga didapatkan peristaltik usus meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis diare akut tanpa
dehidrasi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan feses lengkap (FL) pada kasus ini
tidak perlu dilakukan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare
ini bersifat akut dan berdasarkan literatur menunjukkan diare akut infektif. Hal ini didukung
oleh adanya keluhan yang khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang
cair disertai adanya lendir.
Dilakukan penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentasa. Pada terapi
medikamentosa , pasien diberikan oralit dan tablet zink. Karena diare menyebabkan banyak
kehilangan cairan sehingga memungkinkan terjadi dehidrasi, ORT (Oral Rehydration
Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk mencegah dan mengobati kekurangan
cairan dan elektrolit. Oralit merupakan ORS di Indonesia, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g,
trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet,
dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan
air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus meningkat 25 kali.
Penggunaan ORS dengan formula WHO yang dilaksanankan dengan benar, dapat mengatasi
dehidrasi akibat semua jenis diare pada semua kelompok umur. Sedangkan untuk zink,
penggunaanya diberikan untuk menjaga kesehatan usus, karena pada saat diare terjadi
peningkatan kerja usus sehingga dengan pemberian zink dapat mempertahankan fungsi usus

23
tetap sehat.Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien.
Pada kasus ini, faktor perilaku dan lingkungan yang paling berperan dalam penularan
diare. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan, dan sering jajan makanan luar yang kebersihannya tidak diketahui. Selain itu,
perilaku keluarga pasien juga berpengaruh, dimana kebersihan lingkungan rumah dan
makanan kurang diperhatikan. Faktor perilaku pada kasus ini berhubungan dengan tingkat
pendidikan dan ekonomi pasien, dimana ayah pasien hanya tamatan SD dan ibu pasien hanya
tamatan SMP.
Pasien mengalami diare juga bisa dipengaruhi oleh faktor musim. Musim terjadinya
penyakit diare ini umumnya terjadi di saat musim hujan, dimana lalat mulai banyak tumbuh
dan menghinggapi kotoran bergantian dengan menghinggapi makanan membawa kontaminan
dari orang yang sebelumnya terinfeksi bakteri atau virus. Hal ini memudahkan penularan
penyakit dari satu orang ke orang lainnya.
Untuk itu, selain melakukan penatalaksanaan medikamentosa, keluarga pasien juga
diberi konsuling, informasi dan edukasi mengenai cara penularan diare melalui perilaku
mereka yang salah selama ini serta cara mencegahnya muncul lagi dikemudian hari.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Menurut H. L. Blum, terdapat 4 faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat, dimana jika terjadi ketidakseimbangan diantara faktor-faktor tersebut dapat
menyebabkan penyakit, diantaranya faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup)
individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor
pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam
terjadinya diare adalah faktor prilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan.
1. Faktor Lingkungan
 Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang menengah kebawah.
Keluarga pasien mengaku bahwa kadang untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk
makan sangat sulit didapatkan, sehingga tidak memperhatikan lagi kualitas makanan
yang dikomsumsi apakah baik untuk kesehatan atau tidak.

24
 Lalat
Lalat adalah salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit, hal ini
berkaitan dengan tempat pasien beraktivitas sehari-hari, yang dapat menyebarkan
penyakit. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-
kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya mikrorganisme penyakit yang
kemudian hinggap pada makanan sehingga makanan tersebut menjadi sumber penyakit.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian lalat dengan cermat.
2. Perilaku
 Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Kebiasaan mencuci tangan telah dilakukan oleh keluarga pasien namun kurang efektif,
dimana tidak menggunakan sabun, dan masih menunjukkan metode cuci tangan yang
kurang benar. Mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan,
mempersiapkan, sesudah BAK dan BAB, dan setelah beraktivitas merupakan hal yang
sangat penting. Karena dengan mencuci tangan dengan sabun, dapat menjadi salah satu
cara memutus rantai / rute penularan penyakit.
 Pengolahan makanan dan minuman yang kurang higienis
Pengolahan makanan dan minuman yang tidak higienis berperan dalam penularan diare
misalnya makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak dimasak. Sumber air minum diperoleh dari sumurdan direbus sampai
mendidih. Meskipun demikian, kebersihan peralatan minum juga berpengaruh.
 Pengelolaan sampah

o Dirumah pasien tidak memiliki tempat sampah tetap, membuang sampah


dibelakang rumah dan menumpuknya hingga kemudian dibakar. Sehingga
menyebabkan munculnya lalat bila telah berhari-hari sehingga dapat menyebabkan
penularan penyakit.
3. Pelayanan Kesehatan
 Kurangnya data surveillance diare yang menunjukkan orang yang terserang/ kelompok
populasi yang terkena diare serta informasi tempat dan waktu kejadian diare di
masyarakat sehingga para pengambil keputusan di bidang kesehatan dapat menetapkan
cara penanganan yang tepat dan dapat menelaah efikasi cara yang telah dan akan
diterapkan.

25
Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja atau
muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat terjadi karena:
1. Makanan/ minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah misalnya
sayur
2. Makanan/alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit penyakitnya
(vektor)
3. Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
4. Makanan/ alat makan disediakan oleh orang yang mengandung bibit penyakitnya
terutama carrier.
Faktor sosio-ekonomi sangat mempengaruhi perilaku pasien. Tuntutan untuk
mencukupi biaya untuk kebutuhan primer seperti makan, mengharuskan keluarga pasien ini
harus bekerja lebih, sehingga kebersihan rumah dan diri tidak diperhatikan lagi. Karena
keterbatasan tersebut, pasien tidak peduli akan kualitas hidupnya terutama untuk kesehatan.
adapun hal yang paling bisa diintervensi adalah mengubah kebiasaan pasien yang kurang
memperhatikan kebersihan diri dan lingkungannya, salah satunya adalah mencuci tangan
dengan sabun sebelum dan setelah melakukan aktivitas terutama makan dan setelah dari
kamar mandi, dan menyediakan tempat sampah sehingga lalat tidak berterbangan didalam
rumah yang dapat menghinggapi makanan. Saran untuk pelayanan kesehatan adalah dengan
melakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
sehingga pengetahuan dan kepedulian masyarakat mengenai kesehatannya lebih meningkat,
yang dapat menjadi salah satu cara untuk menurunkan data kejadian diare didaerah kerja
Puskesmas Tanjung Paku

26
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
berlansung kurang dari satu minggu
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh kurangnya perilaku hidup bersih dan
sehat serta kondisi sanitasi dan perilaku hidup yang masih perlu dibina.

Saran
1. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar lebih
ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mencegah
diare.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013.

2. Kemenkes RI., 2014. Buku Pedoman Pengendalian Diare. Jakarta: Ditjen PP dan PL.
3. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Notoatmodjo, S., 2003.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
5. Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
6. Pudjiadi dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Hal. 58-9.
7. Kemenkes RI,2015.Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif.Jakarta:Ditjen PPM
dan PL
8. Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara

28

Anda mungkin juga menyukai