Anda di halaman 1dari 9

Interpretasi Uji Tuberkulin

Untuk menginterpretasikan uji tuberkulin dengan tepat, harus mengetahui sensitiviti dan
spesivisitijuga uji ramal positif dan uji ramal negatif. Seperti pada uji diagnostik lain, uji
tuberkulin mempunyai sensitiviti 100% dan spesivisiti 100%. Uji tuberkulin dilaporkan
mempunyai uji ramal positif dan negatif 10-25% seperti tampak pada tabel 1.

Tabel 1. Faktor penyebab false positif dan negatif.

Faktor yang berhubungan dengan orang yang dilakukan pemeriksaan:

• Infeksi virus, bakteri, jamur

• Vaksinasi virus hidup

• Ketidakseimbangan metabolik seperti CRF

• Rendahnya status protein

• Penyakit yang mempengaruhi organ limfoid

• Obat

• Usia

• Stress

Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang digunakan:

• Terkontaminasi

Faktor yang berhubungan dengan metode penyuntikan:

• Injeksi subcutan

• Penyuntikan yang lambat setelah jarum masuk inradermal

• Tempat injeksi tertutup dengan skin test lain

• Injeksi bersamaan dengan antigen lain


Faktor yang berhubungan dengan pencatatan hasil dan pembacaan:

• Pembaca yang tidak handal

• Bias

• Kesalahan dalam membaca

Hasil uji tuberkulin negatif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut tidak terinfeksi
dengan basil TB. Selain itu dapat juga oleh karena terjadi pada saat kurang dari 10 minggu
sebelum imunologi seseorang terhadap basil TB terbentuk. Jika terjadi hasil yang negatif maka
uji tuberkulin dapat diulang 3 bulan setelah suntikan pertama.

Hasil uji tuberkulin yang positif dapat diartikan sebagai seseorang tersebut sedang
terinfeksi basil TB. Terpenting disini adalah jika seseorang sedang terinfeksi M.tb apakah sedang
terinfeksi atau sakit TB. Sehingga guideline ACHA menyebutkan jika hasil uji tuberkulin positif
maka harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan dahak. Jika hasil
foto toraks tersebut normal maka dapat dilakukan pemberian terapi TB laten, tetapi jika hasil
foto toraks terjadi kelainan dan menunjukkan ke arah TB maka dapat dimasukkan dalam M.tb
aktif.

Spesivisiti uji tuberkulin dapat berubah menjadi 95-99% tergantung dari prevalensi
infeksi bukan TB pada suatu populasi. Jika spesivisiti turun akanmeningkatkan resiko cross-
reaction. Curley mendapatkan spesivisiti uji tuberkulin meningkat dengan meningkatnya cut off
point dengan 15 mm. Manuhutu mendapatkan cut off point antara reactor dan non-reactor 12
mm.

Pembacaan uji tuberkulin dilakukan dalam waktu 48-72 jam, tetapi dianjurkan untuk 72
jam. Hasil yang dilaporkan adalah indurasi lokal (bukan kemerahan) dengan palpasi, diameter
transversal dan dicatat dalam millimeter. Interpretasi ukuran diameter uji tuberculin.

Dengan dasar sensitiviti dan spesivisiti, prevalensi TB masing-masing kelompok dapat


dibedakan. Terdapat 3 cut-off point yang direkomendasikan untuk mengartikan reaksi uji
tuberkulin seperti tampak pada tabel 2 dibawah.
Table 2. Interpretasi ukuran diameter reaksi uji tuberkulin.

1. Indurasi ≥ 5 mma.
a. Close contac dgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2 tahun.
b. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
c. Terinfeksi HIV.
d. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
e. Close contac dgn individu yang diketahui/ suspek TB dalam waktu 2 tahun.
f. Suspek TB aktif dengan bukti dari klinis dan radiologis.
g. Terinfeksi HIV.
h. Individu dengan perubahan radiologis berupa fibrotik, tanda TB.
i. Individu yang transplantasi organ dan imuncompromised.
2. Indurasi ≥ 10 mma.
a. Datang dari daerah dengan prevalensi tinggi TB.
b. Individu dengan HIV negatip tetapi pengguna napza.
c. Konversi uji tuberkulin menjadi 10 mm dalam 2 tahun
d. Individu dengan kondisi klinis yang merupakan resiko tinggi TB :
• DM
• Malabsorbsi
• CRF
• Tumor di leher dan kepala
• Leukemia, lymphoma
• Penurunan BB > 10%
• Silikosis
3. Indurasi ≥15 mm
a. Bukan resiko tinggi tertular TB
b. Konversi uji tuberkulin menjadi > 15 mm setelah 2 tahun

Sumber: Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol. 3 No. 2


Diagnosis TB Anak
Kendala utama dalam tatalaksana TB pada anak adalah penegakan diagnosis. Kesulitan
menemukan kuman penyebab pada TB anak menyebabkan penegakan diagnosis TB pada anak
memerlukan kombinasi dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang relevan.
Diagnosis pada Anak TIDAK BOLEH hanya berdasarkan pada Foto Toraks. Pemeriksaan
bakteriologis (miskroskopis atau TCM) merupakan pemeriksaan utama untuk konfirmasi
diagnosis TB pada anak.
Pendekatan diagnosis TB pada Anak menggunakan Sistem Skoring yang disusun
Kementerian Kesehatan RI bersama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Sistem
Skoring TB Anak merupakan pembobotan terhadap gejala, tanda klinis dan pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan di Sarana Pelayanan Terbatas. Masing-masing gejala pada
sistem skoring harus dilakukan analisis untuk menentukan apakah termasuk dalam parameter
sistem skoring.
Sistem skoring untuk mendiagnosis TB Anak di Indonesia adalah sebagai berikut:
Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+)
jelas keluarga, BTA
(-)/ BTA Tidak
jelas/ tidak tahu
Uji tuberculin Negatif - - Posotif
(Mantoux) (≥10 mm
atau ≥5
mm
Berat badan/ - BB/TB Klinis gizi buruk -
Keadaan Gizi <90% atau atau BB/TB
BB/U <80% <70% atau BB/U
<60%
Demam yang - ≥2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran - ≥ 1 cm, lebih - -
kelenjar limfe dari 1 KGB
kolli, aksila,
inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang/ sendi pembekakan
panggul, lutut,
falang.
Foto toraks Normal/ Gambaran - -
kelainan sugestif
tidak jelas (mendukung
)
Skor total

Tata Laksana TB Anak


Penjelasan:
1. Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau TCM) tetap merupakan pemeriksaan utama
untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
memperoleh spesimen dahak, di antaranya induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis
dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika satu spesimen diperiksa memberikan hasil
positif.
2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala namun tidak
ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap, maka anak dirujuk
untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu di mana rujukan tidak
memungkinkan, dapat dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TB anak.
3. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun kontak erat,
misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan sebagainya.
4. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB resistan obat maupun masalah
dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien
dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.

Catatan:

1. Anak dengan pembesaran kelenjar leher tidak selalu menderita TB Anak. Pertimbangkan
kemungkinan diagnosis yang lain misalnya infeksi leher, amandel, dan keganasan.
Pembesaran kelenjar leher yang mendukung gejala TB Anak bersifat tidak nyeri,
multiple, diameter lebih dari 1 cm.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan fasilitas terbatas (misalnya tidak terdapat Uji
Tuberkulin, foto thorax) diperbolehkan untuk mendiagnosis menggunakan Sistem
Skoring, apabila terdapat keraguan maka dokter agar merujuk pasien ke fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKTRTL) seperti RS, BKPM, BBKPM.
Sumber: IDAI

Algoritma TB
Sumber: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia

Kriteria Pasien yang dicurigai TB MDR:


1. Pasien TB Paru gagal pengobatan kategori 1
2. Pasien TB Paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap (+) setelah sisipan dengan
kategori 1
3. Pasien TB Paru dengan gagal pengobatan kategori 2
4. Pasien TB Paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap (+) setelah sisipan dengan
kategori 1
5. Pasien TB Paru yang kembali setelah lalai pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 2
6. TB Paru kasus kambuh
7. Pasien TB Paru pernah mendapat pengobatan dengan fasilitas non DOTS, termasuk
yang mendapat OAT, lini kedua, seperti kehamilan
8. Suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR Konfirmasi,
termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR.
9. TB dengan HIV

Anda mungkin juga menyukai