Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH PADA AN. A

DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DAN VOMITUS DI RUANG IGD

RSUD UNGARAN

Disusun Oleh:

HASNA ZHAFIRA OKTAVIANA

P1337424416039

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI D IV KEBIDANAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2016 / 2017

LAPORAN PENDAHULUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH PADA AN.A

DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DAN VOMITUS DI RUANG IGD

RSUD UNGARAN

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori dari Penyakit Klien


1. Pengertian

a. GEA (Gastroenteritis Akut)


Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
(Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus
lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA,
2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan
pathogen,yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
b. Vomitus
Vomitus adalah suatu peristiwa eksplusif yang sangat bertenaga yang
mengeluarkan isi perut melalui mulut dan terkadang juga melalui hidung.
Vomitus atau muntah adalah momen fisik yang sangatlah khusus,
didefinisiak juga sebagai ecakuasi isi lambung yang cepat serta dengan cara
paksa dengan alur balik dari perut hingga serta keluar dari mulut
2. Penyebab Umum
a. GEA (Gastroenteritis Akut)
Ada berbagai macam virus yang bisa menyebabkan gastroenteritis. Dua
jenis virus yang menjadi penyebab paling umum adalah:
1. Rotavirus. Virus yang menular melalui mulut ini cenderung menginfeksi
bayi dan anak-anak, karena mereka sering memasukkan jari atau benda-
benda yang sudah terkontaminasi ke dalam mulut. Orang dewasa yang
terinfeksi virus ini mungkin tidak akan merasakan gejala apa pun, namun
mereka tetap bisa menularkannya pada anak kecil maupun bayi.
2. Norovirus. Virus ini sangat mudah menular dan bisa menginfeksi siapa pun,
baik orang dewasa maupun anak-anak. Kebanyakan kasus keracunan
makanan yang terjadi di seluruh dunia disebabkan oleh norovirus.
Penyebaran virus ini biasanya terjadi di beberapa tempat, seperti ruang
kelas sekolah, ruang kampus, asrama, tempat perawatan anak, dan ruang
perawatan umum. Makanan dan air yang terkontaminasi menjadi media
utama penyebaran virus. Selain itu, virus juga bisa menyebar lewat kontak
langsung dengan individu yang terinfeksi.
Gastroenteritis juga bisa disebabkan oleh bakteri E. coli dan
salmonella. Pada banyak kasus, bakteri salmonella dan campylobacter
sering kali menjadi penyebab utama gastroenteritis. Biasanya bakteri jenis
ini menyebar melalui daging unggas yang sudah matang, telur, serta hewan
peliharaan atau unggas yang masih hidup.
Berikut ini beberapa kelompok individu yang berisiko tinggi
mengalami gastroenteritis, di antaranya:
1. Anak kecil. Anak-anak lebih sering terserang infeksi virus karena belum
memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat.
2. Anak sekolah dan yang tinggal di asrama. Infeksi ini bisa menular dengan
mudah di tempat-tempat yang terdapat banyak orang berkumpul dengan
jarak dekat.
3. Orang lanjut usia. Sistem kekebalan pada orang tua akan menurun. Infeksi
ini bisa dengan mudah menular ke orang lanjut usia jika mereka tinggal
berdekatan dengan orang yang berpotensi menyebarkan kuman.
4. Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Orang dengan kondisi medis
tertentu, seperti HIV dan menjalani kemoterapi, lebih berisiko tertular
infeksi karena kekebalan tubuh mereka diserang oleh kondisi yang mereka
derita.

b. Vomitus
Ada berbagai macam hal mengapa seseorang mengalami vomitus,
beberapa penyebab diantaranya adalah:
1. Infeksi virus dan gastroentritis akut.
Penyebab paling sering adalah infeksi virus di antaranya adalah
gastroenteristis akut biasanya oleh virus khususnya rotavirus. Infeksi diare
pada anak paling sering disebabkan karena infeksi rotavirus. Infeksi diare
karena rotavirus ini sering diistilahkan muntaber atau muntah berak.
Gejala infeksi rotavirus atau virus lainnya berupa demam ringan, diawali
muntah sering, diare hebat, dan atau nyeri perut. Muntah dan diare
merupakan gejala utama infeksi rotavirus dan dapat berlangsung selama 3-
7 hari. Infeksi rotavirus dapat disertai gejala lain yaitu anak kehilangan
nafsu makan, dan tanda-tanda dehidrasi. Infeksi rotavirus dapat
menyebabkan dehidrasi ringan dan berat, bahkan kematian. Infeksi virus
bukan rotavirus biasanya hanya terdapat keluhan muntah sering tanpa
diikuti diare yang hebat.
2. Penderita alergi dan hipersensitif saluran cerna.
Pada anak penderita alergi khususnya dengan gastrooesephageal
refluks. Pada penderita ini, biasanya keluhan muntah atau gumoh sering
saat usia di bawah usia 6- 12 bulan. Setelah usia itu keluhan berangsur
berkurang dan akan membaik palaing lama setelah usia 5-7 tahun. Pada
umumnya usia 3-6 bulan muntah hanya 2-5 kali perhari dan kan membaik
dengan pertambahan usia. Serangan gangguan muntah akan lebih berat
saat terjadi infeksi saluran napas atau infeksi virus lainnya. Keluhan
infeksi virus biasanya disertai keluhan demam, badan hangat, badan pegal,
nyeri otot, sakit kepala, nyeri tenggorokan, batuk atau pilek. Makanan
pada penderita alergi makanan bisa menyebabkan muntah tetapi hanya
lebih ringan dan dalam beberapa saat akan berkurang. Penderita alergi
dengan GER biasanya disertai dengan alergi pada kulit, hidung dan
saluran napas.

3. Gangguan metabolik
Ini mungkin mengganggu baik pada perut dan bagian-bagian otak yang
mengkoordinasikan muntah, hypercalcemia (kadar kalsium tinggi), uremia
(penumpukan urea, biasanya karena gagal ginjal), adrenal insufisiensi,
hipoglikemia dan hiperglikemia.

3. Tanda dan Gejala


a. GEA (Gastroenteritis Akut)
Gejala gastroenteritis akan muncul antara 1-3 hari setelah terinfeksi.
Tingkat keparahan gejala beragam, mulai dari ringan hingga parah. Gejala
umumnya akan berlangsung selama 1-2 hari, tapi bisa juga hingga 10 hari.
Gejala-gejala yang biasanya muncul di antaranya adalah:
1. Sakit dan kram perut.
2. Diare berair, namun tidak bercampur darah (jika diare sudah
bercampur darah, infeksi yang terjadi mungkin berbeda dan
lebih parah).
3. Mual dan muntah.
4. Nafsu makan menurun.
5. Penurunan berat badan.
6. Sering berkeringat dan kulit menjadi lembap.
7. Terkadang muncul demam, sakit kepala, dan sakit otot.
Berikut ini beberapa gejala yang tergolong cukup parah pada orang
dewasa dan harus segera mendapatkan penanganan dari dokter:
1. Muntah darah.
2. Muntah setelah minum.
3. Muntah-muntah yang berlangsung selama lebih dari 48 jam.
4. Demam di atas 40 derajat Celcius.
5. Mengalami gejala dehidrasi, seperti jarang buang air kecil
dan mulut kering.
6. Buang air besar disertai darah.
7. Gejala pada bayi dan anak-anak yang harus diwaspadai dan
harus secepatnya mendapatkan penanganan dokter adalah:
8. Terlihat lesu.
9. Diare disertai darah.
10. Demam.
11. Merasa sangat kesakitan atau tidak nyaman.
12. Mengalami dehidrasi (ditandai dengan frekuensi buang air
kecil dan volume urine yang menurun drastis, menangis
tanpa air mata, dan mulut kering).

b. Vomituas
Muntah sebenarnya merupakan gejala, yang muncul sendiri atau
bersamaan dengan tanda lain dari sebuah penyakit atau masalah
kesehatan. Gejala lainnya antara lain:
1. Mual
2. Nyeri perut
3. Diare
4. Demam
5. Rasa melayang
6. Vertigo
7. Denyut antung cepat
8. Berkeringat deras
9. Mulut kering
10. Lebih jarang buang air kecil
4. Mekanisme Penyakit
a. GEA (Gastroenteritis Akut)
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak
yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin
yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan
elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan
gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel,
penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia
Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari
satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya
diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
b. Vomitus
Vomitus merupakan suatu reaksi tubuh yang berupa reaksi humoral
maupun reaksi neural yang keduanya dikendalikan oleh pusat muntah
yang berada di medula oblongata. Faktor-faktor humoral secara tidak
langsung dapat menyebabka muntah dengan jalan merangsang pusat
muntah yang berada di atas medula oblongata, sebelah caudal dari
ventrikel keempat otak, yang lebih dikenal dengan CTRZ (Cemoreseptor
Trigger Zone), yang tidak sepenuhnya terlindungi oleh sistem blood-brain
barrier, sehingga CTRZ dapat mendeteksi rangsang muntah yang sampai
melalui darah atau faktor etiologi muntah yang lainnya. Sedangkan
stimulasi muntah yang disampaikan melalui jalur syaraf, terjadi melalui
jalur syaraf vagus, simpatik, vastibular dan cerebrocortical. Reseptor-
reseptor untuk syaraf ini sendiri tersebar merata di GIT, organ abdomen,
peritoneum, dan faring.

5. Diagnosis
a. GEA (Gastroenteritis Akut)
Dokter kemungkinan bisa mendeteksi gastroenteritis dari gejala-gejala
yang dialami, serta melalui pemeriksaan fisik. Jika diperlukan, dokter bisa
menganjurkan tes feses yang berguna untuk menentukan jenis organisme
penyebab gastroenteritis. Selain virus, gastroenteritis juga bisa disebabkan
oleh bakteri dan parasit.
b. Vomitus
Karena muntah merupakan gejala yang tidak spesifik mengarah pada
salah satu penyakit tertentu. Pemeriksaan fisik akan memberikan
informasi yang cukup penting tentang vomitus. Palpasi daerah abdomen
bisa saja mengaruh kesuatu diagnosa, atau paling tidak membant dalam
mengumpulkan data dalam rangka menyusun suatu diagnosa terhadap
keadaan-keadaan seperti intussussepsi, benda asing di GIT, intra-
abdominal neuplasia, atau GDV.
B. Tinjauan Teori Prioritas Kebutuhan Klien
1. Pengertian
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk
multiseluler seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis
tertentu. Cairan tubuh merupakan komponen penting bagi fluida
ekstraseluler, termasuk plasma darah dan fluida transeluler. Cairan tubuh
dapat ditemukan pada spasi jaringan
Kebutuhan cairan merupakan suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon
terhadap stressor fisiologis dan lingkungan.
2. Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan
1. Ginjal. Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam
mengatur kebutuhan cairan dan elektrolit. Terlihat pada fungsi ginjal,
yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah,
pengatur keseimbangan asam-basa darah dan ekskresi bahan buangan
atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus dalam menyaring cairan.
Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang
mengalir melalui glomerulus, 10% nya disaring keluar. Cairan yang
tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis
yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine
yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron
dengan rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
2. Kulit. Merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait
dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur
panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan
mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan
vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara
penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya
darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses
pelepasan panas lainnya dapat dilakukan melalui cara pemancaran
panas ke udara sekitar, konduksi (pengalihan panas ke benda yang
disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas ke permukaan yang
lebih dingin).

Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah


pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat
diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih
setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan
dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi suhu
tubuh yang panas.

3. Paru. Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan


menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses
pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan upaya
kemampuan bernapas.
4. Gastrointestinal. Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan
pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan hilang dalam system
ini sekitar 100-200 ml/hari. Pengaturan keseimbangan cairan dapat
melalui system endokrin, seperti: system hormonal.
5. ADH. Memiliki peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormone ini dibentuk
oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang mensekresi ADH
dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
6. Aldosteron. Berfungsi sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh
kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini
diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium dan system
angiotensin rennin.
7. Prostaglandin. Merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan
yang berfunsi merespons radang, mengendalikan tekanan darah dan
konsentrasi uterus, serta mengatur pergerakan gastrointestul. Pada
ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
8. Glukokortikoid. Berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium
dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi
retensi natrium.

9. Mekanisme rasa haus. Diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan


cairan dengan cara merangsang pelepasan rennin yang dapat
menimbulkan produksi angiostensin II sehingga merangsang
hipotalamus untuk rasa haus.

3. Cara Perpindahan Cairan Tubuh


1. Difusi. Merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan,
gas, atau zat padat secara bebas dan acak. Proses difusi dapat terjadi
bila dua zat bercampur dalam sel membrane. Dalam tubuh, proses
difusi air, elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui membrane kapiler
yang permeable.kecepatan proses difusi bervariasi, bergantung pada
factor ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperature cairan. Zat
dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding molekul
kecil. Molekul kecil akan lebih mudah berpindah dari larutan dengan
konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah. Larutan
dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan
molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
2. Osmosis. Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membrane
semipermeabel biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang
kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat. Solute adalah
zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan solven,
sedang garam adalah solute. Proses osmosis penting dalam mengatur
keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan
dengan menggunakan satuan nol. Natrium dalam NaCl berperan
penting mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila terdapat
tiga jenis larutan garam dengan kepekatan berbeda dan didalamnya
dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai
kepekatan yang sama akan seimbang dan berdifusi. Larutan NaCl
0,9% merupakan larutan yang isotonic karena larutan NaCl
mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam system
vascular. Larutan isotonic merupakan larutan yang mempunyai
kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan hipotonik
mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan intrasel. Pada
proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan
kepekatan rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui
membrane semipermeabel, sehingga larutan yang berkonsentrasi
rendah volumenya akan berkurang, sedang larutan yang
berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
4. Kebutuhan Cairan Tubuh bagi Manusia
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh,
hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sisanya merupakan bagian
padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori persentase cairan tubuh
berdasarkan umur adalah: bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria
dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat
badan dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Persentase cairan
tubuh bervariasi, bergantung pada factor usia, lemak dalam tubuh dan
jenis kelamin. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih
sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam
tubuh lebih banyak dibanding pada pria.
5. Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara
jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1. Asupan cairan. Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada
orang dewasa adalah ± 2500 cc/hari. Asupan cairan dapat langsung
berupa cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan
mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus.
Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur keseimbangan
cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan volume
cairan tubuh dimana asupan cairan kurang atau adanya pendarahan,
maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan darah.
2. Pengeluaran cairan. Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam
mengimbangi asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi
normal adalah ± 2300 cc. jumlah air yang paling banyak keluar dari
eksresi ginjal (berupa urine), sebanyak ± 1500 cc/hari pada orang
dewasa. Hali ini dihubungkan dengan banyaknya asupan melalui
mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal
mudah diukur dan sering dilakukan dalam praktis klinis. Pengeluaran
cairan dapat pula dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan
saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula
dikategorikan sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur
karena, khususnya pada pasien luka bakar atau luka besar lainnya,
jumlah pengeluaran cairan (melalui penguapan) meningkat sehigga
sulit untuk diukur. Pada kasus ini, bila volume urine yang dikeluarkan
kurang dari 500 cc/hari, diperlukan adanya perhatian khusus.
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan
pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus.
Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, demam, keringat dan
diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan.
Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan adalah muntah secara terus menerus. Hasil-hasil
pengeluaran cairan
3. Urine. Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui
vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakan proses
pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring
pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudoan diserap
kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekresi berupa urine. Jika terjadi
penurunan volume dalam sirkulasi darah, receptor atrium jantung kiri
dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian otak akan
mengirimkan kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga
mempengaruhi pengeluaran urine.
4. Keringat. Terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu
yang panas. Keringat banyak mengandung garam, urea, asam laktat
dan ion kalium. Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan
mempengaruhi kadar natrium dalam plasma.
5. Feses. Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk
padat. Pengeluaran air melalui feses merupakan pengeluaran cairan
yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses
jumlahnya berlebihan, maka dapat mengakibatkan tubuh menjadi
lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui feses adalah 100
ml/hari.
6. Jenis Cairan
1. Cairan nutrien. Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan
sebanyak 450 kalori setiap harinya. Cairan nutrien (zat gizi) melalui
intravena dapat memenuhi kalori ini dalam bentuk karbohidrat,
nitrogen dan vitamin yang penting untuk metabolisme. Kalori dalam
cairan nutrient dapat berkidar antara 200-1500/liter. Cairan nutrient
terdiri atas:

1) Karbohidrat dan air, contoh: dextrose (glukosa), levulose


(fruktosa), invert sugar ( ½ dextrose dan ½ levulose).

2) Asam amino, contoh: amigen, aminosol dan travamin.


3) Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
7. Faktror-faktor yang Mempengerahui
1. Usia. Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta
aktivitas organ sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
cairan.
2. Temperature. Temperature ayng tinggi menyebabkan proses
pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh
akan banyak kehilangan cairan.
3. Diet. Apabila kekurangan nutrient, tubuh akan memecah cadangan
makanan yang tersimpan di dalamnya sehingga dalam tubuh terjadi
pergerakan cairan dari interstisial ke interseluler, yang dapat
berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan
4. Stress. Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit melalui proses peningkatan produksi ADH, karena proses
ini dapat meningkatkan metabolism sehingga mengakibatkan
terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi sodium dan
air.
5. Sakit. Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga
untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses
pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit
menimbulkan ketidakseimbangan system dalam tubuh, seperti
ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan
kebutuhan cairan.

8. Masalah-Masalah pada Kebutuhan Cairan


1. Hipovolume atau Dehidrasi. Kekurangan cairan eksternal terjadi
karena asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan
merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan
vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial,
tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini
terjadi pada pasien diare dan muntah. Ada tiga macam kekurangan
volume cairan eksternal, yaitu:

1) Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan


dan elektrolit secara seimbang.

2) Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak


air daripada elektrolit

3) Dehidrasi hipitonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak


elektrolit daripada air
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan menyebabkan
volume ekstrasel berkurang (hipovolume) dan perubahan hematokrit.
Pada keadaan dini, tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke
permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan
cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, kadar urea, nitrogen dan
kreatinin meningkat dan menyebabkan perpindahan cairan intrasel ke
pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara
lambat atau cepat dan tidak delalu cepat diketahui. Kelebihan asupan
pelarut seperti protein dan klorida/natrium akan menyebabkan
ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan serta berkeringat
dalam waktu lama dan terus-menerus. Hal ini dapat terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan hipotalamus, kelenjar gondok,
ginjal diare, muntah secara terus-menerus, pemasangan drainase dan
lain-lain.
9. Tindakan Keperawatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Pemberian cairan melalui infuse. Merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan melalui
intravena dengan abntuan infuse set, bertujuan memenuhi kebutuhan
cairan sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.

Alat dan bahan:


1. Standar infus
2. Infus set
3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Jarum infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
5. Pengalas
6. Tourniquet/pembendung
7. Kapas alcohol
8. Plester, gunting, kasa steril dan betadine
9. Sarung tangan.

Prosedur kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
3. Hubungkan cairan dan infuse set dengan menusukkan ke dalam
botol infus (cairan)
4. Isi cairan ke dalam infus set dengan menekan bagian ruang tetesan
hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga
selang terisi dan udaranya keluar
5. Letakkan pengalas
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet
7. Gunakan sarung tangan
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk
9. Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas
10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar
melalui jarum infuse/abocath)
11. Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus
12. Buka tetesan
13. Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dengan kasa steril
14. Lalu cuci tangan.

Daftar Pustaka

Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta: Salemba Medika

Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.1.


Jakarta: EGC

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United


States of America : Mosby.

Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan).


Jakarta:EGC

Hidayat, AAA, Uliyah, Musriful. 2008. Konsep Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes


Classification. United States of America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis


Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.
Perry, dkk. 2005. Buku saku: Keterampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta: EGC

Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai