DATA LAB
PART 2
01 03
IDL pada sistem syaraf Contoh kasus
02 04
Saluran cerna
Gangguan saluran cerna antara
lain : diare, konstipasi, ulkus,
hemorrhoid, hepatologi
(hepatitis, sirosis )
Saluran cerna : mual, muntah, diare
● Kasus mual muntah, diare, lazimnya tidak ada data lab khusus. Kecuali apabila diare disertai
dengan lendir atau darah atau diare berlangsung lama.
● Diare yang disertai lendir, darah, dicurigai adanya mikroorganisme patogen menjadi penyebabnya.
Parasit seperti cacing bisa diketahui dari pemeriksaan feses. Sedangkan bakteri diketahui dari
pemeriksaan hematologi peningkatan leukosit, ditunjang dengan kultur feses.
● Pada diare yang berlangsung lama, dicurigai adanya chron’s disease, atau kemungkinan diare
merupakan infeksi oportunitis akibat penyakit lain misalnya HIV. Dokter akan melakukan assessment
gejala-gejala lain pada pasien sehingga pemeriksaan klinik penunjang yang dibutuhkan tergantung
pada kondisi fisik pasien.
● Pada pasien yang mengarah ke chron’s disease maka diperlukan endoskopi/colonoscopy
● Pada pasien yang mengarah ke HIV maka diperlukan pemeriksaan HIV.
Contoh pemeriksaan feses Contoh pemeriksaan urin
Contoh hasil endoskopi
Saluran cerna : hemoroid
● Kasus BAB disertai darah, dokter juga akan menganalisa apakah pasien tersebut
hemoroid ataukah penyakit lain.
● Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan inspeksi daerah perianal untuk melihat
apakah terdapat hemoroid externa, lesi kulit, rash/ kemerahan pada kulit, dll
● Apabila inspeksi kurang, dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui
letak hemoroidnya, mengukur kekuatan sfingter ani, dll
● Tidak ada pemeriksaan lab kecuali jika pendarahan pasien banyak, maka
dilakukan pemeriksaan panel anemia.
● Pemeriksaan penunjang : kolonoskopi
Saluran cerna : hepatologi
● Kasus hepatologi yang umum dijumpai adalah hepatitis, sirosis hepatis, fatty liver,
dan hepatoma
● Tes fungsi hati adalah tes yang menggambarkan kemampuan hati untuk mensintesa
protein (albumin, globulin, faktor koagulasi) dan memetabolisme zat yang
terdapat di dalam darah.
● Data lab meliputi : albumin, ALT/Alanin Aminotransferase (dulu disebut SGPT),
AST/ Aspartat Aminotransferase (dulu disebut SGOT), protrombine time, gamma
GT, alkaline phosphatase (ALP), bilirubin, Lactat dehidrogenase (LDH),
albumin
● Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada
jantung, otot dan ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati dibandingkan
jaringan otot jantung dan lebih spesifi k menunjukkan fungsi hati daripada AST.
● Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif,
obstruksi bilier dan hepatitis.
● Beberapa obat juga meningkatkan kadar ALT
● Nilai peningkatan yang signifi kan adalah dua kali lipat dari nilai normal.
● Nilai normal : 5-35 U/L
Aspartat aminotransferase (AST)/SGOT
● AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi, ditemukan di
jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-paru.
● Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada jaringan
tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.
● Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada Miokard Infark, penyakit hati,
pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar
parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin, kontrasepsi oral
● Nilai normal : 5 – 35 U/L
Gamma GT
● GGT terutama terdapat pada hati, ginjal; terdapat dalam jumlah yang lebih
rendah pada prostat, limfa, dan jantung.
● Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis dibandingkan ALP.
● Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, kolelitiasis, sirosis,
pankreatitis, atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal kronis, diabetes
mellitus, pengggunaan barbiturat, obat-obat hepatotoksik
● Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi
indikasi kerusakan hati.
● Nilai normal : Laki-laki ≤94 U/L , Perempuan ≤70 U/L
Alkali phosphatase /ALP
● Enzim ini berasal terutama dari tulang, hati dan plasenta. Konsentrasi tinggi dapat ditemukan
dalam kanalikuli bilier, ginjal dan usus halus.
● Pada penyakit hati kadar alkali fosfatase darah akan meningkat karena ekskresinya terganggu
akibat obstruksi saluran bilier
● Peningkatan ALP terjadi karena faktor hati atau non-hati. Peningkatan ALP karena faktor hati
terjadi pada kondisi : obstruksi saluran empedu, kolangitis, sirosis, hepatitis metastase,
hepatitis, kolestasis.
● Peningkatan ALP karena faktor non-hati terjadi pada kondisi : penyakit tulang, kehamilan,
penyakit ginjal kronik, limfoma, beberapa malignancy, penyakit inflamasi/infeksi, pertumbuhan
tulang, penyakit jantung kongestif
● Nilai normal : 30 - 130 U/L
bilirubin
● Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk antara
dalam proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan diekskresi ke dalam
empedu sedangkan sejumlah kecil ditemukan dalam serum.
● Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel darah merah berlebihan
atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
● dua bentuk bilirubin yaitu bentuk tidak langsung/tidak terkonjugasi dan bentuk
langsung/terkonjugasi
● Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada anemia hemolitik,
trauma disertai dengan pembesaran hematoma, infark pulmonal, kanker pankreas dan
kolelitiasis
Sistem Pernafasan
Gangguan pada sistem pernafasan
antara lain : bronkhitis, pneumonia,
tuberculosis (TB)
Pemeriksaan pada sistem pernafasan
3. kultur
untuk mengidentifikasi organisme spesifik. Berfungsi untuk penegakan diagnosa dokter
dan alasan pemilihan antibiotik untuk menjaga rasionalitas terapi.
4. basil tahan asam (BTA)
untuk menentukan adanya Mycobacterium tuberculosa/tidak.
5. sitologi
untuk menentukan ada/tidaknya karsinoma/keganasan pada paru/tidak.
Analisa Gas Darah
Pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk mengetahui keseimbangan asam basa, tekanan
oksigen, saturasi oksigen,dll
Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
● pH darah arteri: 7,38-7,42.
● Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 94-100%.
● Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75-100 mmHg.
● Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) : 42-38 mmHg.
● Bikarbonat (HCO3) : 22-28 mEq/L.
pH darah Bikarbonat PaCO2 Kondisi Penyebab Umum
● Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, kolesterol, kadar gula darah, faal ginjal, elektrolit, faal
hemostasis (trombosit, protrombin time PT, aPTT)
● Darah lengkap : untuk mengetahui kondisi yang bisa mempengaruhi stroke, misalnya anemia dll
● Kolesterol : erat berhubungan dengan aterosklerosis,suatu pemicu terjadinya emboli pada kapiler darah
sehingga menyebabkan iskemik pada area setelah emboli.
● Elektrolit dan faal ginjal, apabila terdapat gangguan maka bisa dilakukan koreksi elektrolit, faal
ginjal terutama untuk menentukan dosis obat apakah diperlukan modifikasi/tidak.
● Protrombin time dan aPTT berhubungan dengan penggunaan trombolitik dan antikoagulan., untuk menguji
pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V,
protrombin dan fibrinogen, untuk memantau efek antikoagulan
Pemeriksaan pada sistem syaraf
● Darah lengkap : lihat Hb, HCT, RBC, jika terdapat anemia, lihat MCV, MCH, MCHC.
Anemia merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
● Kolesterol : lihat LDL, kolesterol total, HDL, dan TG. Hiperkolesterolemia memicu
terbentuknya aterosklerosis yang berpotensi menjadi emboli apabila rupture
● Elektrolit : natrium, kalium, calsium, klorida
NATRIUM
1. Melakukan rekonsiliasi yaitu membandingkan obat yang semula rutin diminum pasien dengan obat di IGD
dan di rawat inap. Apakah ada obat lain yang rutin diminum pasien tapi tidak diberikan dalam regimen
terapi? Jika ada, maka perlu persetujuan dokter apakah obat tersebut dilanjut/stop.
2. Melakukan interview dengan pasien/keluarga pasien tentang informasi yang dibutuhkan tetapi belum
ditulis di rekam medis, misalnya riwayat minum obat, cara minum obat, pola makan, kebiasaan merokok,
dll. Apoteker bisa memberikan usul pada dokter jika menemukan hal-hal yang kurang pas.
3. Melakukan Pemantauan Terapi Obat dimulai dari menentukan problem medis (bisa diagnosa, bisa hasil
lab yang tidak normal), kemudian menelaah regimen terapi. Apakah semua problem medik telah
mendapatkan terapi? Jika tidak, maka hal itu bisa menjadi DRP.
4. Membandingkan terapi yang diperoleh pasien dengan “guidelines” kasus tersebut. Idealnya masing-
masing RS mempunyai Clinical Pathway/Pedoman Terapi sehingga semua nakes mempunyai acuan yang
seragam. Jika ada yang berbeda, telaah mengapa terapi berbeda dengan pedoman. Sudah tepatkah
terapi pasien? Jika ada yg tidak tepat bisa menjadi DRP
5. Hasil telaah bisa menjadi DRP. Solusi/pemecahan masalah atas DRP yang timbul bisa direkomendasikan
ke dokter.
CONTOH KASUS 1
Tn. MS (50 th, 67 kg) datang ke IGD kemarin dengan kondisi kaki kanan luka, bengkak, dan nyeri.
Sekarang pasien ada di bangsal penyakit dalam. Pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus sejak 5
tahun yll. Pasien mengaku rutin minum obat glibenklamid 1x sehari, hanya beberapa kali terlewat. Tanda
vital pasien (tensi, suhu, RR, nadi) normal.
Peningkatan nilai faal ginjal/BUN, cr - Cek klirens creatinin dulu, apakah terjadi
gangguan ginjal? Apakah perlu diterapi? adakah
obat yang perlu dimodifikasi dosisnya?
? Ranitidin, antasida, clopidogrel untuk Cari tahu apakah dokter memprediksi ada DVT?
terapi apa? Apakah pasien punya riwayat penyakit jantung?
Riwayat gastric ulcer? Resiko bleeding?
Tn. H (52 th, 71 kg) datang ke RS dengan keluhan batuk sejak 2 bulan yll, sesak kadang-kadang, pilek
sejak 1 minggu yll, lemas. Tanda vital : Tensi 160/100 mmHg, Nadi 80-20x/menit, suhu 36ᵒC
HIpoalbuminemia -
hiponatremia Infus NaCl 0,9% 14 tpm drip meylon Cek rumus koreksi natrium.
50 meq
? Drip neurosanbe 2x1 ampul Untuk indikasi apa? Adakah problem medik
Clopidogrel 75 mg 0-1-0 lain?
Mecobalamin tablet 3x500 mg
Tn. E (41 th, 60 kg) datang ke RS dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan mulai ± jam sebelum
MRS, sulit berbicara