Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HUKUM BISNIS

“Hukum Asuransi”
Dosen Pengampu : Hajrah Hamzah, SE.,SS.,M.Si.,Ak.,CA.
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melulusi mata kuliah Hukum Bisnis

Disusun oleh : Kelompok 2


1692141019 Agung Lorensius tiku
1692141023 Assri Masita
1692141025 Nurul Inayah Asrina
1692141026 Oki Kurniawan
1692141027 Faried Muhammad Tamsil
1692141037 St. Annisa Putri Aprilia
1692141038 Muhammad Faiz Hamzah
1692141040 Yayat Afrianto
1692141042 Muhammad Asrul Aqabah

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia, taufiq dan hidayah-Nyalah sehingga makalah ini mampu kami
laksanakan sebagaimana mestinya.Tak lupa pula kami haturkan kepada semua
pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan baik materi maupun moril
selama penyusunaan makalah ini dilaksanakan.
Penyusunan makalah dengan judul “Hukum Asuransi” ini merupakan
tugas dari mata kuliah “Hukum Bisnis” pada Program Studi Akuntansi S1
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Penyusunan makalah ini
dilakukan melalui pengumpulan data dari buku-buku terkait dan hasil pencarian
dari beberapa artikel yang ada pada internet untuk dijadikan referensi dalam
menyusun makalah ini.
Sebagai manusia, tentunya kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
berbagai kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami akan sangat
mengapresiasi bila ada kritik, saran dan masukan konstruktif dari pihak manapun.

Makassar, 30 Oktober 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 6
A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM ASURANSI.........................................6
B. MACAM-MACAM ASURANSI............................................................................. 7
C. TERJADINYA DAN BERAKHIRNYA ASURANSI..........................................7
D. PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN SYARIAH.................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi

masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

perjanjian asuransi dengaii perusahaan asuransi, baik perusahaan asuransi milik

negara maupun milik swasta nasional.

Menurut H.M.N Purwosutjipto: “Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik

antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri

untuk mengganti kerugian, dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang

ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain

yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi

mengikatkan diri untuk membayar uang premi”.

Sementara itu, dalam KUHD Pasal 246 menyatakan bahwa: Asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung

mengikatkan diri kepada tertaggung, dengan menerima suatu premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena uatu

peristiwa yang tak tertentu.

Manfaat asuransi sangat penting dan besar artinya pada masa sekarang ini,

diantaranya:

a. Asuransi dapat memberikan rasa terjamin atau rasa aman dalam menjalankan

usaha. Hal ini karena seseorang akan terlepas dari kekhawatiran akan tertimpa

kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan, sebab walaupun

tertimpa kerugian akan mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi.

1
b. Asuransi dapat menaikan efisiensi dan kegiatan perusahaan, sebab enggan

memperalihkan resiko yang lebih besar kepada perusahaan asuransi,

perusahaan itu akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada peningkatan

usahanya.

c. Asuransi cenderung kearah perkiraan penilaian biaya yang layak. Dengan

adanya perkiraan akan suatu resiko yang jumlahnya dapat dikira-kira

sebelumnya, maka suatu perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti rugi

dari asuransi didalam ia menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan.

d. Asuransi merupakan dasar pertimbangan pemberian suatu kredit. Apabila

seseorang meminjam kredit bank, maka biasanya meminta kepada debitur

untuk menutup asuransi benda jaminan,

e. Asuransi dapat mengurangi timbulnya kerugian-kerugian. Dengan ditutupnya

perjanjian asuransi, maka resiko yang mungkin dialami seseorang dapat

ditutup oleh perusahaan asuransi.

f. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal pendapatan atau untuk

harapan masa depan. Dalam hal ini fungsi menabung dari asuransi terutama

dalam asuransi jiwa.

g. Asuransi merupakan alat pembangunan. Dalam hal ini premi yang terkumpul

dalam perusahaan asuransi dapat dipakai sebagai dana investasi dalam

pembangunan bantuan kredit jangka pendek, menengah maupun jangka

panjang, bagi usaha-usaha pembangunan. Pada akhirnya dapat memperluas

kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat banyak.

Asuransi sebagai lembaga pelimpahan resiko. Dalam keadaan wajar biasanya

seseorang atau suatu badan usaha itu secara pribadi selalu harus menanggung semua

2
kemungkinan kerugian yang dideritanya yang disebabkan karena peristiwa apapun

juga. Biasanya sifat dan jumlah kerugian itu tidak dapat dengan mudah diperkirakan

sebelumnya, apakah akan berakibat yang sangat fatal atau tidak. Apakah akan

menimbulkan kerugian yang kira-kira mampu ditanggulangi sendiri atau tidak. Guna

menghadapi segala kemungkinan termaksud di atas maka orang berasaha

melimpahkan semua kemungkinan kerugian yang timbul kepada pihak lain yang

kiranya bersedia menggantikan kedudukannya. Cara untuk melakukan pelimpahan

risiko dapat ditempuh dengan jalan mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian mana

mempunyai tujuan bafawa pihak yang mempunyai kemungkinan menderita kerugian

(lazim disebut tertanggung) itu melimpahkan kepada pihak lain yang bersedia

membayar ganti rugi (lazim disebut penanggung) apabila terjadi kerugian. Perjanjian

kemudian itu lazim disebut sebagai perjanjian pertanggungan (asuransi).

Dalam masyarakat yang sudah maju dan sadar akan nilai kegunaan lembaga

asuransi atau pertanggungan sebagai lembaga pelimpahan risiko, setiap kemungkinan

terhadap bahaya menderita kerugian itu pasti diasuransikan atau dipertanggungkan.

Hampir setiap gerak dan aktivitas baik pribadi atau badan-badan usaha itu selalu

dilindungi oleh suatu peganjian pertanggungan yang mereka adakan, atau dengan

perkataan lain setiap kemungkinan risiko itu selalu dipertanggungkan; jadi semakin

orang merasa makin tidak aman, semakin pula orang selalu berusaha

mengasuransikan segala kemungkinan risiko yang mungkin timbul makin banyak

yang merasa tidak aman makin banyak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain,

berarti makin banyak peganjian asuransi ditutup. Selanjutnya makin banyak pula dana

yang diserap oleh perusahaan sebagai pembayaran atas kesedianya mengambil alih

risiko pihak tertanggung.

3
Polis merupakan bukti adanya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan

pihak tertanggung sebagai penutup asuransi. Karena polis adalah surat yang bernilai

uang, maka penggadaian sepucuk polis itu hanya bisa terjadi dalam hubungan hukum,

khususnya mengenai pinjaman uang, yang dilakukan oleh tertanggung/penutup

asuransi kepada penanggung. Polis yang akan digadaikan itu harus memenuhi syarat

yang telah ditentukan oleh pelaksanaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Polis ini

harus polis perorangan yang telah memiliki harga tunai dan tidak menunggak

pembayaran preminya.

Perjanjian dengan jaminan gadai polis asuransi ini hanya dapat terjadi pada

pertanggungan jiwa. Jadi pemegang polis pada perusahaan asuransi jiwa mempunyai

hak untuk meminjam sejumlah uang pada perusahaan asuransi dengan cara

menggadaikan polis. Namun tidak semua polis dapat dijadikan sebagai jaminan untuk

meminjam uang. Perusahaan asuransi jiwa memberikan batasan, dengan memenuhi

persyaratan suatu polis dapat dijadikan sebagai jaminan. Polis yang dijadikan jaminan

itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi,

yaitu polis yang telah memiliki harga tunai dan tidak ada tunggakan dalam

pembayaran preminya.

Pada hakekatnya perjanjian dengan jaminan gadai polis asuransi oleh perusahaan

asuransi kepada para pemegang polis dengan jaminan polis asuransi itu sendiri juga

dapat menimbulkan sedikit hambatan bagi para pemegang polis yang melakukan

kredit dengan cara gadai. Meskipun dengan prosedur yang mudah dan biaya yang

murah, pihak tertanggung juga harus membayar angsuraran pinjaman ditambah bunga

setiap bulan sebagai kewajibannya dan juga masih harus membayar premi

pertanggungan sebagai orang yang mengadakan perjanjian pertanggungan dengan

perusahaan asuransi tersebut.

4
Menurut Hartono Hadisaputro, dengan demikian apabila benda bergerak dijadikan

jaminan dalam suatu perjanjian hutang (kredit), maka benda bergerak tersebut harus

dipindahkan atau diperalihkan dari tangan debito kepada pihak kreditur atau

pemegang gadai.6 Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian gadai

polis adalah keadaan dimana debitur lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang

biasanya disebut wanprestasi. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah debitur

terlambat dalam melakukan pembayaran baik cicilan maupun bunga dan meminta

kepada nasabah debitur untuk menyerahkan jaminan, guna keamatian dalam

pengembalian kredit tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian dan dasar hukum asuransi?

2. Macam-macam asuransi?

3. Kapan terjadi dan sebab berakhirnya asuransi?

4. Perbedaan asuransi konvensional dan syariah

5
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM ASURANSI

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-

undangan dan perusahaan perasuransian.Istilah perasuransian berasal kata “asuransi”

yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya

yang menimbulkan kerugian.Dalam pengertian “persuaransian” selalu meliputi dua

jenis kegiatan, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi.Perusahaan

perasuransian selalu meliputi perusahaan asuransi dan penunjang asuransi.

Perusahaan asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi.

Usaha asuransi adalah jasa keuangan yang dengan menghimpum dana masyarakat

melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota

masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena

suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian asuransi bila ditinjau dari segi hukum merupakan asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak

tertanggung mengikat diri kepada penanggung dengan menerima premi-

premi.Asuransi memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KHUD) Pasal 246, “Asuransi adalah suatu

perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang

tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian

kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu.”

6
Dalam Undang-Undang Asuransi No.2 Tahun 1992 Pasal 1 disebutkan asuransi

atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak

penanggung mengikat diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Elemen-elemen yuridis dari suatu asuransi adalah :

1. Adanya pihak tertanggung (pihak yang kepentingannya diasuransikan).

2. Adanya pihak penanggung (pihak perusahaan asuransi yang menjamin akan

membayar ganti rugi).

3. Adanya kontrak asuransi (antara penanggung dan tertanggung).

4. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan (yang diderita oleh tertanggung).

5. Adanya peristiwa tertentu yang mungkin akan terjadi, misalnya kebakaran

dalam asuransi kebakaran.

6. Adanya uang premi yang dibayar oleh penanggung kepada tertanggung

(fluktiatif).

B. MACAM-MACAM ASURANSI

Berdasarkan Pasal 247 KUHD menyebutkan tentang lima macam asuransi ialah :

1. Asuransi terhadap kebakaran

2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian

3. Asuransi terhadap kematian orang (Aasuransi Jiwa)

4. Asuransi terhadap nahaya dilaut dan perbudakan

5. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan disungai

Bahkan menurut Munir Fuadydalam Pengantar Hukum Bisnis (259) terdapat 17

jenis asuransi yaitu : asuransi kerugian, asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan

laut, asuransi pengankutan darat, sungai, dan perairan pedalaman, asuransi jiwa,

asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, asuransi penerbangan, asuransi gangguan

7
usaha, asuransi tanggungjawab hukum, asuransi kredit, asuransi deposito,asuransi

kecurian/perampokan, asuransi penyimpangan surat berharga, asuransi malpraktek,

asuransi social dan asuran si bkendaraan bermotor. Dalam penjelasan ini, Penulis

hanya akan membatasi hanya dua asuransi saja yaitu asuransi kebakaran dan asuransi

laut.

1. Asuransi Kebakaran

Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-298 KUHD.

Pengaturan ini sangat sederhana sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan

perkembangan suransi sekarang. Karna pengaturannya sangat sederhana, maka

perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung yang dituangkan dalam

polis mempunyai fungsi penting dalam praktikasuransi kebakaran. Hal-hal

mengenai asuransi kebakaran yang diatur dalam KUHD akan diuraikan

melalui bahsan-bahsan berikut ini:

1. Polis asuransi kebakaran

2. Objek asuransi kebakaran

3. Evenemen dan gantu rugi kebakaran

4. Janji-janji khusus

Polis asuransi kebakaran selain harus memenuhi syarat-syarat umum

Pasal 256 KUHD, harus menyebutkan syarat-syarat khusus yang hanya

berlaku bagi asuransi kebakaran seperti di tentukan dalam Pasal 287

KUHD. Untuk mengetahuu semua syarat ini serta syarat khusus yang

harus termuat dalam polis asuransi kebakaran berikut ini disajikan isi pasal

KUHD tersebut :

1. Haru dan tanggal kapan asuransi kebakaran itu diadakan

8
2. Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri

sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga

3. Keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan

terhadap nahaya kebakaran

4. Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran

5. Bahaya-bahaya penyebab kebakaran ditanggung oleh penanggung

6. Waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan

penanggung

7. Premi asuransi kebakaran yang dbayar oleh tertaggung

8. Janji-janji khuus yang diadakan oleh pihak-pihak dan keadaan yang

perlu diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung

9. Letak dan perbatasan benda yang diasuransikan

10. Harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran

11. Letak dan perbatasan gedung.

2. Asuransi Laut

Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang diataur secara

lengkap dalam KUHD. Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan atau

pelayaran melalui laut yang penuh ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam:

1. Buku I Bab IX Pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya sejauh

tidak diatur dengan ketentuan khusus.

2. Buku II Bab IX Pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab X Pasal

686-695 KUHD tentang asuransi bahay sungai dan perairan pedalaman.

3. Buku Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentangavarai.

4. Buku Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan dalam

perdagangan laut.

9
Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsure-unsur berikut:

1. Objek asuransi yang diancam bahaya, selalu terdiri dari kapal dan barang muatan.

2. Jenis bahaya yang mengancam benda asuransi, yang bersumber dari alam (badai,

gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, dsb) dan bersumber dari manusia,

seperti perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan, dsb.

3. Bermacam jenis asuransi, yaitu tubh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan

kapal, bahan keperluan hidup, biaya angkutan.

Po;is asuransi laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung,

dengan demikian berfungsi sebagai bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut

antara tertanggung dan penanggung. Menurut praktik asuransi laut di Indonesia,

asuransi laut pada umumnya dibuat di perusahaan dengan menggunakan polis

perusahaan yang mempunyai bentuk sendiri-sendiri menurut kehendak

perusahaan yang membuatnya.

Menurut ketentuan Pasal 593 KUHD, yang dapat menjadi objek asuransi laut

adala benda-benda berikut ini:

1. Tubu kapal kosong bermuatan, dengan atau tanpa persejataan, berlayar sendirian

atau bersama-sama dengan kapal lain.

2. Alat perlengkapan kapal.

3. Alat perlengkapan perang.

4. Bahan keperluan hidup bagi kapal.

5. Barang-barang muatan.

6. Keuntungan yang diharapkan diperoleh.

7. Biaya angkutan yang akan diterima.

10
Undang-undang tidak mengaur tentang asuransi keselamatan perjalanan kapal,

yang bukan mengenai kapal kosong (tanpa alat perlengkapan, tanpa muatan dan

lain-lain isi kapal).

Asuransi laut dapat juga diadakan atas barang muatan tetapi kapl yang

mengangkutnya tidak jelas, sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai kapal itu

tidak ada. Asuransi ini disebut asuransi in Quovis, diatur dalam Pasal 595 KUHD:

“Apabila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana barang-barang yang

akan diterimanya itu dimuat, maka penyebutan nama kapal an nahkodanya tidak

diharuskan, asalkan dalam polisnya dinyatakan tentang tidak diketahuinya hal itu

oleh tertanggung disertai tanggal dan nama penanda tanganan surat pengantar yang

terakhir. Dengan cara ini kepentingan tertanggung dapat diasuransikan untuk suatu

waktu tertentu”.

Berdasarkan kentuan pasal tersebut, barang-brang muatan dapat diasuransikan

secara In Quovis, apabila dipenuhi tiga syarat yang dicantumkan dalam polis, yaitu:

1. Tertanggung betul-betul tidak mengetahui kapal yang memuat barang-barangnya.

2. Tanggal dan nama penandatanganan surat pengantar yang terakhir.

3. Kepentingan tertanggung hanya dapat diasuransikan untuk suatu waktu tertentu

saja.

Dalam hal terjadi evenemen yang menimpa kapal yang mengangkut barang-

barang yang diasuransikan itu, tertanggung wajib membuktika bahwa barang-

barangnya itu telah dimuat dalam kapal tersebut dalam waktu yang lebih ditentukan

(Pasal 650 KUHD). Bahaya-bahaya laut yangdigolongkan sebagai evenemen terdiri

dari dua, yaitu:

1. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai, gelombang besar,

hujan angin, kabut tebal batu karang, gunung es, dll.

11
2. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal maupun

dari pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak, penahanan dan perampasan

oleh penguasa Negara.

C. TERJADINYA DAN BERAKHIRNYA ASURANSI

1. Kapan Terjadinya Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH

Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya

merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti

terjadi itu merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam

perjanjian asuransi atau pertanggungan.Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk

memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan

semula sebelum terjadi peristiwa.Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat

dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari

kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan

yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti. Perjanjian

asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian

(shcadeverzekering atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri

untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian

dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-

sungguh diderita (prinsip indemnitas).

2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.

3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.

12
4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu

atas mana diadakan pertanggungan.

Perjanjian asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi. Dapat

dilihat dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Pihak pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri untuk

menerima dan mengambil alih risiko pihak lain.

2. Pihak kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam

perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk

perusahaan atau siapapun yang dapat menderita kerugian.

Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan

penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum

terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:

1. Teori tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian

hanya akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak

yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya

dan sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang

diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam

asuransi antara tertanggung dan penanggung.

2. Teori penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut

ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat

tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang

perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal

13
1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan

mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh

tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian

asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.

Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta

yang disebut polis (pasal 255 KUHD).Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti

tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.Untuk mengatasi kesulitan

jika terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan polisnya atau

walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi

belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan

kerugian tertanggung.Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum

dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung

dan penanggung.Sehingga hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul

sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan.Bila bukti tertulis sudah ada

barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara

perdata.Ketentuan ini yang dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat

khusus yang dimaksud dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi

perjanjian yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban

tertanggung dan penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat

kerugian yang menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan

klausula-klausula tertentu.

2. Berakhirnya Asuransi

Ada empat hal yang menyebabkan perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai

berikut:

14
a. Karena Terjadi Evenemen

Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung

adalah meninggalnya tertanggung.Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa

antara antara tertanggung dan penanggung.Apabila dalam jangka waktu yang

diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung

berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh

tertanggung atau kepada ahli warisnya.Sejak penanggung melunasi pembayaran uang

santunan tesebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.

Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak

meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen).Menurut hukum perjanjian, suatu

perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing

pihak telah dipenuhi.Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa

berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya

tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang

diikuti dengan pelunasan klaim.

b. Karena Jangka Waktu Berakhir

Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu

terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi.Apabila jangka waktu

berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, maka beban risiko penanggung

berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan

mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu

asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak

jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang

kepada tertanggung.

15
c. Karena Asuransi Gugur

Asuransi berakhir karena penanggung atau tertanggung tidak memenuhi syarat

dalam asuransi, sehingga asuransi dianggap gugur.

d. Karena Asuransi Dibatalkan

Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu

berakhir.Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan

pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung

sendiri.Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun

sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya.Apabila pembatalan sebelum premi

dibayar, tidak ada masalah.Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar

sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), karena asuransi jiwa

didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan

pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis.

D. PERBEDAAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN SYARIAH

Ada banyak perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah

1. Secara garis besar, misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan

misi social sedangkan dalam asuransi syariah misis yang di emban adalah misi

aqi’dah, misi ibadah, misi ekonomi dan misi pemberdayaan umat.

2. Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang

berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas

dari praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip syariah, sementara

dalam asuransi konvensional tidak ada dewan pengawas sehingga dalam

16
praktiknya tidak diawasi dan kemungkinan pelaksanaannya tidak sesuai

dengan kaidah syariah.

3. Akad yang ada dalam asuransi konvensional didasarkan pada jual-beli

sedangkan akad dalam asuransi syariah didasarkan pada tolong-menolong

(taawun).

4. Investasi dana dalam asuransi konvensional bebas tetapi masih dalam batas-

batas perundang-undangan dan tidak dibatasi oleh halal-haramnya objek atau

system yang digunakan, beda halnya dengan investasi dana asuransi syariah,

investasi dilakukan dengan batas perundang-undangan, sepanjang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah serta bebas dari riba dan tempat investasi

yang terlarang.

5. Dana yang terkumpul dari premi peserta asuransi konvensional seluruhnya

menjadi milik perusahaan dan perusahaan bebas menginvestasikan dana

tersebut kemana saja, sedangkan dana yang terkumpul dari peserta asuransi

syariah dalam bentuk iuran atau kontribusi sepenuhnya milik peserta,

perusahaan hanya berperan sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana

tersebut.

6. Tidak ada pemisahan dana dalam asuransi konvensional, pada beberapa

produk tertentu dapat mengakibatkan dana hangus, sementara dalam asuransi

syariah ada pemisahan dana yaitu dana ta’barru, dema dan dana peserta

sehingga tidak mengenal dana hangus.

7. Adanya transfer of risk dalam asuransi konvensional atau terjadinya transfer

risiko dari nasabah kepada menanggung (perusahaan), lain halnya dalam

asuransi syariah yang mengenal adanya sharing of riskyang berarti terjadinya

proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lain,

17
8. Sumber dana klaim dalam asuransi konvensional dari rekening perusahaan ,

perusahaan akan menanggung resiko dari peserta asuransi. Ini terjadi karena

segala risiko sudah ditransfer dari nasabah ke perusahaan, sementara sumber

dana klaim dalam asuransi syariah dari rekening ta’barru , yaitu peserta saling

menanggung, jika salah satu peserta mengalami musibah , maka peserta lain

akan ikut menanggung risiko.

9. Dalam asuransi konvensional, seluruh keuntungan yang didapat adalah milik

perusahaan, sedangan dalam asuransi syariah keuntungan tidak sepenuhnya

milik perusahaan tetapi dibagi antara peserta dan perusahaan sesuai dengan

prinsip bagi hasil.

18
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut UU no.40 tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak

penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak

ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang

tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas

meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi adalah berupa proteksi akibat

berbagai resiko yang mungkin terjadi. Akan tetapi sekarang ini dengan semakin

berkembangnya produk asuransi serta kerja sama perusahaan asuransi dengan

perusahaan disektor lain seperti perbankan dan sekuritas, maka pengertian asuransi

menjadi lebih luas bukan hanya sebagai sarana proteksi, tetapi juga sebagai tempat

berinvestasi.

Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara

lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya

dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk

memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat

penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.

19
DAFTAR PUSTAKA

H.U. Adil, S. S. (2016). Dasar-Dasar Hukum Bisnis (Edisi 2 ed.). Jakarta, Indonesia:
Mitra Wacana Media.

Eprints.ums.ac.id/04._bab_PDF1 bab 1 pendahuluan

20

Anda mungkin juga menyukai