Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM BISNIS
“HUKUM JAMINAN”

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melulusi Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen Pengampu: Hajrah Hamzah, SE., M.Si., Ak., CA.


OLEH:
KELOMPOK 1 :
1. SELVIA WISANTI 1692140003
2. NINGRUM AGRIA TAMA 1692141002
3. ROSMALA DEWI 1692141003
4. MUSDALIFA 1692141004
5. ONGKI PRATAMA 1692141009
6. ANDI NINING AF 1692141013
7. TRIWAHYUNI WULANDARI 1692141014
8. RIRIN RUSRINA 1692141017
9. HERLINA 1692141018
10. NOVIA FITRIANI HAIRUN 1692141021
11. ABDUL MUQTADIRUL HADI 1692141022

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah tentang “Hukum Jaminan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Hajrah Hamzah, SE., M.Si.,
Ak., CA. selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai hukum jaminan dalam dunia bisnis saat
ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 21 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Ide Lahirnya Hukum Jaminan.......................................................................3
B. Tinjauan Teori...............................................................................................3
1. Pengertian Hukum Jaminan.......................................................................3
2. Istilah dan Pengertian Jaminan..................................................................5
3. Penangguhan Penahanan...........................................................................5
4. Terjadinya Penagguhan.............................................................................6
5. Syarat Penangguhan..................................................................................6
6. Tata Cara Penangguhan Berupa Orang.....................................................6
7. Definisi Jaminan Penangguhan Berupa Orang..........................................6
C. Problematika Hukum Jaminan......................................................................7
D. Asas-Asas Hukum Jaminan........................................................................11
E. Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan...............................................12
F. Sumber Hukum Jaminan.............................................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................14
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaminan atau tanggungan adalah tanggungan atas segala perikatan
seseorang sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1131 KUH Perdata
(jaminan umum) maupun tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang
yang diatur dalam pasal 1139. Sedangkan hukum jaminan adalah sekumpulan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan pemberi jaminan dan penerima
jaminan yang berkkaitan dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas
kredit [ CITATION Nch18 \l 1033 ].
Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang
di dalam perjanjian hutang piutang. Sedangkan jaminan dalam pembiayaan
memiliki fungsi, yaitu untuk pembayaran hutang seandainya terjadi
wanprestasi yaitu dengan cara menguangkan atau menjual jaminan itu. Sebagai
akibat dari indikator pertama, yaitu penentuan jumlah pembiayaan atau
pinjaman utang yang akan diberikan kepada debitur. Dan meyakinkan bank
atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi hutang
yang diberikan kepadanya sesuai yang diperjanjikan.
Jaminan menurut sifatnya ada 2, yaitu jaminan umum dan jaminan
khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang terbentuk karena sudah
ditentukan oleh undnag-undang. Sedangkan jaminan khusus adalah jaminan
yang timbul karena perjanjian, secara yuridis baru timbul karena adanya suatu
perjanjian antara bank dengan pemilik agunan, atau antar bank dengan pihak
ketiga yang menanggung utang debitur. Jaminan ini dapat dibedakan antar
jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan
yang diberikan oleh pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban-
kewajiban debiturkepada kreditur, apabila debitur yang bersangkutan
melakukan wanprestasi. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan berupa
harta kekayaan dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan debitur,
guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur yang bersangkutan,
apabila melakukan wanprestasi. Dalam ketentuan undang-undnag, kebendaan

1
dibagi menjadi dua, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang
dalam kategori benda bergerak yaitu gadai dan fidusia. Benda tidak bergerak
adalah hipotik dan hak tanggungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1. Bagaimana ide lahirnya hukum jaminan?
2. Apa pengertian hukum jaminan?
3. Apa saja problematika hukum jaminan?
4. Apa saja asas-asas dalam hukum jaminan?
5. Apa saja klasifikasi jaminan dalam hukum jaminan?
6. Apa saja sumber-sumber hukum jaminan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya hukum jaminan.
2. Untuk mengetahui pengertian hukum jaminan.
3. Untuk mengetahui problematika dalam hukum jaminan.
4. Untuk mengetahui asas-asas dalam hukum jaminan.
5. Untuk mengetahui klasifikasi jaminan
6. Untuk mengetahui sumber-sumber dalam hukum jaminan.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Ide Lahirnya Hukum Jaminan


Munculnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana yang populer dengan nama KUHAP sejak diundangkannya pada
tanggal 31 Desember 1981 disambut oleh segenap masyarakat Bangsa
Indonesia dengan penuh sukacita dan penuh harapan akan terwuhudnya
kepastian hukum dan tertib hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan.
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa setelah membaca
perumusan pasal-pasal dalam KUHAP warga masyarakat terutama para pencari
keadilan mengetahui bahwa secara tersurat dan tersirat KUHAP telah mengatur
tentang pemberian perlindingan terhadap keluhuran harkat serta martabat
manusia yang lebih dikenal dengan nama hak asasi manusia. Ketentuan
ketentuan hukum hukum acara pidana bukan saja mengatur tentang tata cara
yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi oleh aparat penegak hukum dalam upaya
menegakkan hukum dan keadilan, tetapi sekaligus diatur pula mengenai
prosedur dan persyaratan yang harus ditaati oleh aparat penegak hukum upaya
melindungi hak asasi manusia.
Apabila hukum acara pidana ini dibandingkan dengna hukum acara pidana
yang diatur dalam HIR, maka dapat dijumpai adanya yang fundamental yang
berkaitan dengan hak –hak asasi manusia seperti : Asas Praduga Tak Bersalah,
Bantuan Hukum, Penangkapan dan Penahanan, Penangguhan Penahanan dan
Praperadilan. Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan
kewajiban, ketika terjadi wan prestasi maka disinilah timbulnya pemikiran
mengenai apa yang dinamakan jaminan. Yang dipelajari dalam hukum jaminan
adalah persoalan kredit yang bersangkut atau berkaitan dengan pihak bank.
B. Tinjauan Teori
1. Pengertian Hukum Jaminan
Jaminan adalah sesuatu benda atau barang yang dijadikan sebagai
tanggungan dalam bentuk pinjaman uang. Jaminan menurut kamus diartikan
sebagai tanggungan {Wjs POerwadarminta, Kamus umum Bahasa
Indonesia}. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk

3
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan {Hartono
Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan & Jaminan}.
Thomas Suyatno dkk memberikan pengertian jaminan kredit adalah
“penyerahan kekayaaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk
menanggulangi pembayaran kembali suatu utang”. Pasal 8 UU No.10 1998
jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Jaminan menurut kamus perbankan. Jaminan yang diberikan oleh
bank, jaminan tersebut dapat berupa jaminan fisik atau non fisik. Jaminan
fisik berbentuk barang, sedangkan jaminan non fisik berupa avalist
[penanggung atau penjamin wesel].
Djuhaendah Hasan memberikan pengertian Hukum jaminan dan
pengertian jaminan yaitu “sarana perlindungan bagi keamanan debitur yaitu
kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi
oleh debitur atau oleh penjamin debitur (lihat blogingria.blogspot.com).
Sementara jaminan atau tanggungan menurut Ensiklopedia Wikipedia
adalah asset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam
gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki tanggungan tersebut.
Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk
meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan. Bahkan dalam
perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai
dalam menentukan besarnya pinjaman.
Jadi, Hukum Jaminan adalah keseluruhan norma hukum yang
mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam
kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit
[ CITATION Adi16 \l 1033 ].
Unsur-unsur yang ada dalam Pengertian tersebut ada 4 yaitu:
a. Adanya Kaedah Hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
b. Adanya pemberi dan penerima jaminan.

4
c. Adanya jaminan.
d. Adanya fasilitas kredit.
Sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Sumber Hukum Jaminan tertulis; adalah tempat ditemukannya kaedah-
kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti
perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Contohnya adalah Buku
II Kuh Perdata yang terdiri dari 4 buku yaitu Buku 1 tentang Orang,
Buku II tentang Hukum benda, Buku III tentang perikatan dan Buku IV
tentang Pembuktian dan Daluarsa.
b. Sumber Hukum Jaminan tidak tertulis; adalah tempat ditemukannya
kaedah-kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis
seperti dalam hukum kebiasaan.
2. Istilah dan Pengertian Jaminan
Istilah jaminan dari berbagai perspektif adalah:
a. Istilah jaminan merupakan terjemahan bahasa Belanda yaitu “Zekerheid
atau Cautei” yang mencakup secara umum cara-cara kreditor menjamin
dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawab umum debitor
terhadap barang-barangnya.
b. Pada seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan
di Yogyakarta pada tanggal 20 juli 1977 s/d 30 juli 1977 dapat
disimpulkan pengertian jaminan adalah menjamin dipenuhinya
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan hokum.
c. Menurut Hartono Hadisoeprapto Jaminan adalah suatu yang diberikan
kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan
memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari
suatu perikatan.
3. Penangguhan Penahanan
Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang isinya sebagai berikut:
Pasal 31 ayat 1 Kuhap:

5
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut
umum atau hakim, sesuai dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan
orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Pasal 31 ayat 2 Kuhap:
“Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu
waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka
atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.”
4. Terjadinya Penagguhan
Ditegaskan dalam pasal 31 ayat 1 Kuhap yang mana menurut
penegasan ketentuan ini penangguhan terjadi:
a. Karena permintaan tersangka atau terdakwa.
b. Permintaan itu disetuji oleh instansi yang menahan atau bertanggung
jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan yang
ditetapkan.
c. Ada persetujuan dari orang tahanan untuk memenuhi syarat yang
ditetapkan dan memenuhi jaminan yang ditentukan.
5. Syarat Penangguhan
Syarat penangguhan disini tidak dirinci didalam Pasal 31 Kuhap tetapi
didalam penjelasan Pasal 31 Kuhap tersirat sebagai berikut:
a. Wajib lapor.
b. Tidak keluar rumah.
c. Atau tidak keluar kota.
6. Tata Cara Penangguhan Berupa Orang
Dalam pasal 31 Kuhap tidak ada penjelasan masalah tata cara
penangguhan berupa orang. Dalam KUHAP hanya ada penjelasan
penangguhan penahanan denagan atau tanpa jaminan uang atau jaminan
orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
7. Definisi Jaminan Penangguhan Berupa Orang
Jaminan penangguhan berupa orang adalah berupa perjanjian
penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan
suka rela sebagai jaminan. Orang penjamin disini bisa penasehat

6
hukummnya, keluarganya atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan
apapun dengan tahanan.
Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang
menahanbahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala risiko
dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
C. Problematika Hukum Jaminan
Ada beberapa yang muncul dalam jaminan, yaitu:
1. Aturan Jaminan Penangguhan Berupa Orang
Dalam Pasal 31 Kuhap belum secara keseluruhan mengatur
bagaimana tatacara pelaksanaan pemberian jaminan tetapi Jaminan
penangguhan penahanan berupa orang diatur dalam Bab X Pasal 35 dan 36
PP. No. 27/1983 dan angka 8 huruf a lampiran keputusan Mentri
Kehakiman No. M. 14-PW. 07.03/1983 yang berbunyi “Dalam hal
permintaan untuk penagguhan penahanan yang dikabulkan maka diadakan
perjanjian antara pejabat yang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan
tersangka atau penasehat hokum beserta syarat-syaratnya.
2. Tata Cara Penangguhan Berupa Orang
Mengenai tata cara pelaksanaan jaminan orang hampir sama dengan
tata cara jaminan uang dalam hal penagguhan penahanan dengan jaminan
uang yang membedakan adalah dalam hal penyerahannya. Adapun cara
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Menyebut secara identitas orang yang menjamin, maksudnya disini
adalah identitas penjamin dicantumkan secara jelas dan tegas dalam
perjanjian penangguhan.
b. Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus di
tanggung oleh penjamin yang disebt “uang tanggungan”. Di sampinfg
surat perjanjian penagguhan memuat secara jelas identitas orang yang
menjamin juga harus memuat besarnya uang yang harus di tanggung oleh
orang yang menjamin. Pada penangguhan penahanan yang berbebntuk
“uang jaminan”, uang jaminan segera disetor kepada Panitra Pengadilan

7
Negeri yang mana penyetoran uang jaminan menentukan saat berlakunya
perjanjian penagguhan.
c. Pengeluaran surat perintah pengangguhan didasarkan atas surat jaminan
dari si penjamin. Penangguhan penahanan dengan jaminan orang
pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas bukti surat
jaminan dari penjamin yang disampaikan pada instansi yang menahan.
d. Uang tanggungan wajib disetor oleh penjamin ke kas negara melalui
Panitra Pengadilan. Timbulnya kewajiban orang yang menjamin
menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian
penangguhan penahanan :
1. Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri
2. Dan setelah 3 bulan tidak ditemukan. Dalam peristiwa yang semacam
inilah timbul kewajiban hukum untuk menyetor uang tanggungan
yang telah di tetapkan dalam perjanjian, mengenai menghitung
tenggang waktu 3 bulan adalah 3 bulan dari tanggal yang tersangka
melarikan diri.
3. Penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan orang yang
menjamin berkewajiban melalui Panitera Pengadilan Negeri.
Apakah pelaksanaan penyetoran uang tanggungan tersebut diperlukan
lebih dulu penetapan pengadilan, sebagaimana halnya dalam penangguhan
penahanan dengan jaminan uang? Bukankah pelaksanaan peralihan uang
jaminan menjadi milik negara pada penangguhan penahanan dengan
jaminan uang, dilakuan dengan “penetapan” pengadilan ? apakah juga
ketentuan tersebut berlaku dalam penyetoran uang tanggungan? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, tergantung dari sikap dan kemampuan orang
yang menjamin. Hal ini diatur dalam Pasal 36 ayat (3) PP. No. 27 Tahun
1983 jo.
Angka 8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-
PW.07.03/1983 yang garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:

8
1. Jika orang yang menjamin bersedia dan mampu melaksanakan
penyetoran uang tanggungan yang di tetapkan dalam perjanjian, tidak
diperlukan penetapan Pengadilan Negeri. Dengan demikian adakalanya
tidak diperlukan penetapan pengadilan, jika orang yang menjamin
dengan suka rela bersedia dan mampu melaksanakan penyetoran uang
tanggungan kepada kepaniteraan untuk seterusnya di setorkan ke kas
Negara, sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian
penangguhan penahanan.
2. Diperlukan penetapan pengadilan apabila orang yang menjamin tidak
melaksanakan penyetoran uang tanggungan. Jika telah dipenuhi
ketentuan Pasal 36 ayat (1) PP. No. 27/1983 yakni tersangka atau
terdakwa melarikan diri, dan setelah waktu 3 bulan tidak ditemukan,
namun orang yang menjamin belum juga melaksanakan penyetoran uang
tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan maka untuk
memaksakan
pemenuhan penyetoran orang yang menjamin, diperlukan "penetapan"
Pengadilan Negeri:
a. Penetapan itu berisi perintah kepada juru sita pengadilan untuk
melakukan"sita eksekusi" terhadap barang milik orang yang
menjamin.
b. Pelaksanaan sita eksekusi atau aksekutorial beslag dan pelelangan
dilakukan juru sita sesuai dengan hukum acara perdata.
Berdasarkan ketentuan angka 8 huruf j Lampiran Keputusan
Menteri Kehakiman tersebut, pelaksanaan sita eksekusi dan
pelelangan dilakukan juru sita menurut hukum acara perdata. Berarti
proses pelaksanaan penyetoran dan pelelangan berpedoman kepada
apa yang diatur dalam Pasal 197 HIR atau Pasal 208 RBG. Dengan
demikian, sita eksekusi terhadap harta orang yang menjamin, oleh
Pasal 35 ayat (3) PP. No. 27/1983 dipersamakan dengan eksekotorial
beslag terhadap harta debitur berdasar putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap guna memenuhi pembayaran utang

9
kepada pihak kreditur. Dalam kasus penangguhan penahanan ini,
pihak debitur ialah orang yang menjamin sedang pihak kreditur adalah
Negara R.I.
c. Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan sita eksekusi atas
harta orang yang menjamin, baik yang bergerak maupun tidak
bergerak.
Jadi dapat diletakkan sita eksekusi terhadap semua harta orang
yang menjamin dengna ketentuan didahulukan penyitaan terhadap
harta yang bergerak sesuai dengna ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata
jo. Pasal 197 ayat (1) HIR. Jika harta yang bergerak belum juga
memenuhi jumlah pelunasan uang tanggungan yang ditetapkan dalam
perjanjian penangguhan, barulah penyitaan dilanjutkan terhadap harta
yang tidak bergerak sampai dianggap cukup untuk melunasi jumlah
tanggungan.
d. Penjualan lelang atas sita eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum acara perdata. Setelah juru sita selesai melaksanakan peletakan
sita eksekusi atas harta kekayaan orang yang menjamin, baru
menyusul pelaksanaan penjualan lelang disetor ke kas negara melalui
panitera sesuai dengan jumlah uang tanggungan yang ditetapkan
dalam perjanjian penangguhan. Seandainya hasil penjualan lelang
melebihi jumlah uang tanggungan yang ditetapkan, kelebihan itu
diserahkan kepada orang yang menjamin. Yang boleh diambil dan
disetorkan ke kas negara hanya sebesar uang tanggungan yang
ditetapkan dalam perjanjian penangguhan. Sebaliknya apabila hasil
penjualan lelang masih kurang, ketua Pengadilan Negeri dapat lagi
mengeluarkan surat penetapan kepada juru sita untuk meletakkan sita
eksekusi lanjutan terhadap harta milik orang yang menjamin, sampai
terpenuhi pelunasan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan.
3. Orang penjamin dalam Penangguhan Berupa Orang
Orang penjamin dalam hal memberikan jaminan dalam
penangguhan penahanan sebaiknya adalah dari keluarganya atau orang

10
tua kandungnya sendiri yang beralamat dimana proses penyidikan
tersebut dilakukan dikarenakan agar mudahnya melakukan upaya hukum
lainnya apabila orang yang ditangguhkan melarikan diri dan Peminjam
memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan
bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala risiko dan
akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
D. Asas-Asas Hukum Jaminan
a. Asas mengenai jaminan utang dalam hukum jaminan
Jaminan pemberian utang oleh kreditur terhadap debitur telah diatur
oleh undanng-undang. Dalam hukum jaminan terdapat 2 (dua) asas umum
mengenai jaminan antara lain:
1. Dalam pasal 1131 KUH perdata, yang menentukan bahwa segala harta
kekayaan debitur, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap,
baik yang sudah ada maupun yang aka nada dikemudian hari, menjadi
jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur oleh
para krediturnya.
2. Dalam pasal 1132 KUH perdata, menyebutkan apabila debitur
wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan atas debitur
tanpa terkecuali, merupakan sumber bagi pelunasan utangnya.
b. Asas mengenai hak jaminan dan hukum jaminan
1. Asas territorial, yakni menentukan barang jaminan yang ada disuatu
negara hanya dapat dijadikan jaminan utang apabila perjanjian utang
maupun pengikatan hipotik tersebut dibuat di negara tersebut;
2. Asas aksesoir merupakan asas yang merujuk pada pasal 1821 KUH
perdata yang menyebutkan bahwa suatu perjanjian dapat diadakan
apabila terdapat perjanjin pokokya;
3. Asas hak preferensi bahwa pihak kreditur kepada siapa debitur telah
menjamin hutangnya pada umumnya mempunyai ha katas jaminan kredit
tersebut untuk pelunasan hutangnya yang mesti didahulukan dari kreditur
yang lain;

11
4. Asas non-distribusi menyebutkan bahwa suatu hak jaminan tidak dapat di
pecah-pecah kepada beberapa orang kreditur;
5. Asas publisitas yang menyatakan bahwa suatu jaminan utang harus
dipublikasikan sehinggga diketahui oleh khalayak umum;
6. Asas eksistensi benda, menyebutkan bahwa suatu hipotik atau hak
tanggungan hanya dapat diletakan pada benda yang benar-benar ada;
7. Asas eksistensi perjanjian pokok, yakni bahwa benda jaminan dapat iikat
setelah adanya perjanjian pokok;
8. Asas larangan janji benda jaminan dimiliki untuk sendiri, yakni asas yang
melarang kreditur untuk memiliki benda jaminan untuk diri sendiri;
9. Asas formalism, mnyebutkan bahwa terdapat tata cara atau profesi yang
telah diatur oleh undang-undang untuk membuat atau melaksanakan
suatu perjanjian, antara lain adanya keharusan untuk pembuatan akta,
keharusan untuk melakukan pencatatan, keharusan untuk melaksanaka
didepan pejabat tertentu, keharusan penggunaan instrument tertentu dan
adanya keharusan penggunaan kata-kata tertentu dalam perjanjian;
10. Asas mengikuti benda, yakni hak jaminan adalah hak kebendaan
sehingga hak jaminan akan selalu ada pada suatu benda yang telah
dijaminkan walaupun benda tersebut telahberpindah kepemilikannya.
E. Klasifikasi Jaminan dalam Hukum Jaminan
Ada beberapa macam jaminan dalam hukum jaminan, yaitu:
1. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus
2. Jaminan Pokok,Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan
3. Jaminan Kebendaraan dan Jaminan Perorangan
4. Jaminan Regulatif dan Jaminan Non Regulatif
5. Jaminan Konvensional dan Jaminan Non Konvensional
6. Jaminan Eksekutorial dan Jaminan Non Eksekutorial Khusus
7. Jaminan Serah Benda dan Jaminan Serah Kepemilikan

12
F. Sumber Hukum Jaminan
Ada beberapa sumber hukum yang jadikan dasar dalam hukum jaminan,
yaitu:
1. Buku ke II KUHPerdata (tentang gadai dari hipotik)
2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (yang berkaitan Hipotik kapal laut)
3. Undang-undang No.5 Tahun 1860 (tentang pertutan dasar pokok agrarian)
4. Undang-undang No.4 Tahun 1996 (tentang hak tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah)
5. Undang-undang No. 42 Tahun 1949 (tentang Fidusia)
6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 (tentang Pelayaran)
Pranata jaminan dalam Hukum Perdata
1. Cara terjadinya
a. Yang lahir karena undang-undang
b. Yang lahir karena perjanjian
2. Objeknya
a. Yang berobjek benda bergerak
b. Yang berobjek benda tidak bergerak/benda tetap
c. Yang berobjek benda berupa tanah
3. Sifatnya
a. Termasuk jaminan umum
b. Termasuk jaminan khusus
c. Yang bersifat juaminan kebendaraan
d. Yang bersifat perorangan
4. Kewenangan menguasai benda jaminan
Dari kewenangan menguasai benda jaminan,penjaminan dibedakan
antara:
a. Yang menguasai benda jaminan
b. Tanpa menguasai benda jaminan

13
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam KUHAP diatur masalah jaminan yaitu jaminan dalam hal
penangguhan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu
tindak pidana baik dalam waktu proses penyidikan dan penuntutan dengan
jaminan berupa orang. Jaminan adalah “Menjamin dipenuhinya kewajiban
yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum yang
mana jaminan disini tidak saja mengatur masalah kebendaan tetapi juga
masalah orang.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan. Untuk itu kami mengkarapkan kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah di jelaskan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adil, H. U. (2016). Dasar-Dasar Hukum Bisnis Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana


Media.

Nchamidah. (2018, April 11). Hukum Jaminan. Retrieved Oktober 21, 2019, from
Kompasiana: www.kompasiana.com

15

Anda mungkin juga menyukai