Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 70 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID


LAPORAN KASUS

PENYUSUN:

Putri Andansari
J510185051

PEMBIMBING:
dr. Musrifah Budi Utami, Sp.PD

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DESEMBER 2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 70 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID


Penyusun : Putri Andansari J510185051
Pembimbing : dr.Musrifah Budi Utami, Sp.PD

Surakarta, .....,..................2019
Penyusun,

Putri Andansari

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Musrifah Budi Utami, Sp.PD

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

ii
SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 70 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID:
LAPORAN KASUS

Putri Andansari *
* Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Karanganyar

Abstrak
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem pencernaan
manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Rampengan, 2007)1, sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh Salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Salmonella typhi memberikan gejala
klinis yang lebih berat hingga dapat membuat gangguan neuropsikiatri daripada Salmonella
paratyphi.2 Prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,60%, tertinggi terjadi pada
kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia tersebut anak kurang memperhatikan kebersihan
diri serta kebiasaan jajan sembarangan yang dapat menyebabkan penularan penyakit demam
tifoid. Laporan kasus ini menyajikan seorang laki-laki tahun dengan Demam tifoid.
Kata Kunci: Demam tifoid, prevalensi, laporan kasus

PENDAHULUAN menyatakan bahwa daerah dengan risiko


Demam tifoid adalah penyakit tinggi terkena demam tifoid adalah daerah
infeksi bakteri yang menyerang sistem dengan status ekonomi rendah.4
pencernaan manusia yang disebabkan oleh Prevalensi demam tifoid di
Salmonella typhi dengan gejala demam Indonesia sebesar 1,60%, tertinggi terjadi
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada kelompok usia 5–14 tahun, karena
pada saluran pencernaan dan dengan atau pada usia tersebut anak kurang
tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, memperhatikan kebersihan diri serta
2007)1, sedangkan demam paratifoid kebiasaan jajan sembarangan yang dapat
disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, menyebabkan penularan penyakit demam
Salmonella paratyphi B, dan Salmonella tifoid. Prevalensi menurut tempat tinggal
paratyphi C. Salmonella typhi memberikan paling banyak di pedesaan dibandingkan
gejala klinis yang lebih berat hingga dapat perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan
membuat gangguan neuropsikiatri daripada dengan jumlah pengeluaran rumah tangga
Salmonella paratyphi.2 rendah (Depkes RI, 2008).5 Di Indonesia,
Penyakit menular ini masih tifoid harus mendapat perhatian serius dari
merupakan masalah kesehatan masyarakat berbagai pihak, karena penyakit ini bersifat
dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per endemis dan mengancam kesehatan
tahun di dunia dan menyebabkan 216.000– masyarakat. Permasalahannya semakin
600.000 kematian.2 Demam tifoid di negara kompleks dengan meningkatnya kasus-
maju terjadi mencapai 5.700 kasus setiap kasus karier (carrier) atau relaps dan
tahunnya, sedangkan di negara berkembang resistensi terhadap obat-obat yang dipakai,
demam tifoid mempengaruhi sekitar 21,5 sehingga menyulitkan upaya pengobatan
juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam dan pencegahan.6
Batubuaya, 2017).3 Secara global Bakteri ini berbentuk batang, gram
diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar negatif, tidak membentuk spora, motil,
21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan berkapsul dan mempunyai flagela
kematian. Demam tifoid menjadi penyebab (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini
utama terjadinya mortalitas dan morbiditas dapat hidup sampai beberapa minggu di
di negara-negara berpenghasilan rendah alam bebas seperti di dalam air, es, sampah
dan menengah (WHO, 2016 dalam dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
Batubuaya, 2017)3. Penelitian Sur (2007) pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20
yang dilakukan di Kolkata, India
1
menit, pasteurisasi, pendidihan dan 3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul
khlorinisasi (Rahayu E., 2013). (envelope) dari kuman yang dapat
Salmonella typhi dapat hidup di melindungi kuman terhadap
dalam tubuh manusia (sebagai natural fagositosis. Ketiga macam antigen
reservoir). Manusia yang terinfeksi tersebut di atas di dalam tubuh
Salmonella typhi dapat mengekskresikan penderita akan menimbulkan pula
melalui secret saluran nafas, urin, dan tinja pembentukan 3 macam antibodi yang
dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. lazim disebut aglutinin (Sudoyo A.W.,
Salmonella typhi yang berada di luar tubuh 2010).
manusia dapat hidup untuk beberapa
minggu apabila berada di dalam air, es,
debu, kotoran yang kering maupun pada
pakaian. Akan tetapi Salmonella typhi
hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu
pada raw sewage, dan mudah dimatikan
dengan kolonisasi dan pasteurisasi
(temperature 63˚C).7
Terjadi penularan Salmonella typhi
sebagian besar melalui minuman atau
makanan yang tercemar oleh kuman yang Salmonella typhi dan Salmonella
berasal dari penderita atau pembawa paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
kuman, biasanya keluar Bersama – sama melalui makanan yang terkontaminasi
dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
oro – fekal). Dapat juga terjadi transmisi asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
transplasental dari seorang ibu hamil yang usus halus dan berkembang biak. Bila
berada dalam bakteremia kepada bayinya.7 respon imunitas humoral mukosa IgA usus
Komplikasi serius dapat terjadi hingga kurang baik maka kuman akan menembus
10%, khususnya pada individu yang sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina
menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan propia. Di lamina propia kuman
tidak mendapat pengobatan yang adekuat. berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1– fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada dapat hidup dan berkembang biak di dalam
anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque
usia ≤4 tahun (0,4%). Pada kasus yang tidak Peyeri ileum distal dan kemudian ke
mendapatkan pengobatan, CFR dapat kelenjar getah bening mesenterika.
meningkat hingga 20%.8 Selanjutnya melalui duktus torasikus
Salmonella typhi mempunyai 3 kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
macam antigen, yaitu: masuk ke dalam sirkulasi darah
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu (mengakibatkan bakteremia pertama yang
terletak pada lapisan luar dari tubuh asimptomatik) dan menyebar ke seluruh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur organ retikuloendotelial tubuh terutama
kimia lipopolisakarida atau disebut juga hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
panas dan alkohol tetapi tidak tahan berkembang biak di luar sel atau ruang
terhadap formaldehid. sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
2. Antigen H (Antigen flagela), yang sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
terletak pada flagela, fimbriae atau pili bakteremia yang kedua kalinya dengan
dari kuman. Antigen ini mempunyai disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
struktur kimia suatu protein dan tahan infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan mialgia, sakit kepala dan sakit perut
terhadap panas dan alkohol yang telah (Sudoyo A.W., 2010).
memenuhi kriteria penilaian.

2
Imunitas humoral pada demam berputar dan tidak dipengaruhi oleh
tifoid berperan dalam menegakkan perubahan pada posisi. Pasien menyangkal
diagnosis berdasarkan kenaikan titer adanya rasa pegal ataupun nyeri pada
antibodi terhadap antigen kuman S.typhi. tulang dan tidak didapati keluhan batuk.
Imunitas seluler berperan dalam Pasien mengalami sakit perut dan
penyembuhan penyakit, berdasarkan sifat tidak bisa buang air besar selama 2 hari.
kuman yang hidup intraselluler. Adanya Sebelum mengalami keluhan ini pasien
rangsangan antigen kuman akan memicu juga bercerita bahwa dia sempat makan siap
respon imunitas humoral melalui sel saji (nasi, sayur dan ayam) yang dibeli dari
limfosit B, kemudian berdiderensiasi pasar ,tapi biasanya tidak apa-apa. Pasien
menjadi sel plasma yang akan mensintesis juga sekarang mengalami penurunan nafsu
immunoglobulin (Ig). Yang terbentuk makan karena lidah terasa pahit dan merasa
pertama kali pada infeksi primer adalah lemah. Pasien tidak memperhatikan apakah
antibodi O (IgM) yang cepat menghilang, terdapat perubahan pada berat badannya.
kemudian disusul antibodi flagela H (IgG). Buang air kecil tidak mengalami gangguan.
IgM akan muncul 48 jam setelah terpapar Pada anggota keluarga tidak didapati
antigen, namun ada pustaka lain yang keluhan yang sama seperti pasien. Pasien
menyatakan bahwa IgM akan muncul pada tidak berpergian ke daerah-daerah tertentu
hari ke 3-4 demam (Marleni, 2012; sebelumnya. Pasien belum berobat ke
Rustandi 2010). dokter dengan alasan demam hanya pada
sore menjelang malam atau kadang hanya
Pemeriksaan penunjang diagnosis demam pada malam hari saja.
tifoid Pada pemeriksaan didapatkan
1. Pemeriksaan Darah Tepi kondisi umum tampak lemah, compos
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
isolasi dan biakan kuman 85x/menit, respiratory rate 20x/menit
3. Uji Serologis dengan SpO2 99%, suhu 38,4oC. Pada
a) Uji widal pemeriksaan fisik didapatkan lidah kotor,
b) Uji tubex akral hangat . Hasil pemeriksaan
c) Uji Typhidot laboratorium didapatkan hasil widal positif.
d) Pemeriksaan kuman secara
molekuler PEMBAHASAN
1. IDENTITAS PASIEN
LAPORAN KASUS Nama : Tn. P
Seorang laki-laki berusia 70 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
datang ke Instalasi gawat Darurat (IGD) Usia : 70 tahun
RSUD Kabupaten Karanganyar pada Alamat : Karanganyar
tanggal 05 November 2019 pukul 12.30 Diagnosis : Demam tifoid
dengan keluhan utama demam. Keluhan Tanggal pemeriksaan: 6/12/2019
dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit, Demam awalnya tidak terlalu 2. ANAMNESIS
dirasa tinggi namun semakin lama semakin Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
panas pada hari-hari berikutnya. Menurut fisik di bangsal Mawar 1 RSUD
pasien demam yang dirasakan sempat Kabupaten Karanganyar.
tinggi hingga menggigil namun pada pagi a. Keluhan utama
hari demam turun. Selain itu, pasien juga Demam
mengalami sakit kepala disertai mual, b. Riwayat penyakit sekarang
namun tidak sampai muntah, nyeri pada Seorang laki-laki berusia 70
perut kanan atas dan ulu hati. Sakit kepala tahun datang ke Instalasi gawat
dirasakan di kepala bagian depan dan lebih Darurat (IGD) RSUD Kabupaten
sering pada malam hari. Skala nyeri kepala Karanganyar pada tanggal 05
menurut pasien 5. Sakit kepala tidak November 2019 pukul 12.30 dengan
keluhan utama demam. Keluhan
3
dirasakan sejak 7 hari sebelum 6) Riwayat penyakit hati :
masuk rumah sakit, Demam awalnya Disangkal
tidak terlalu dirasa tinggi namun 7) Riwayat penyakit ginjal :
semakin lama semakin panas pada Disangkal
hari-hari berikutnya. Menurut pasien 8) Riwayat asma :
demam yang dirasakan sempat tinggi Disangkal
hingga menggigil namun pada pagi 9) Riwayat mondok di RS :
hari demam turun. Selain itu, pasien Disangkal
juga mengalami sakit kepala disertai d. Riwayat kebiasaan
mual, namun tidak sampai muntah, 1) Riwayat minum alcohol :
nyeri pada perut kanan atas dan ulu Disangkal
hati. Sakit kepala dirasakan di kepala 2) Riwayat konsumsi obat pereda
bagian depan dan lebih sering pada nyeri: Disangkal
malam hari. Skala nyeri kepala 3) Riwayat konsumsi narkotika:
menurut pasien 5. Sakit kepala tidak Disangkal
berputar dan tidak dipengaruhi oleh e. Riwayat Keluarga
perubahan pada posisi. Pasien 1) Riwayat asma : Disangkal
menyangkal adanya rasa pegal 2) Riwayat diabetes mellitus:
ataupun nyeri pada tulang dan tidak Disangkal
didapati keluhan batuk. 3) Riwayat penyakit paru kronis :
Pasien mengalami sakit perut Disangkal
dan tidak bisa buang air besar selama 4) Riwayat penyakit jantung:
2 hari. Sebelum mengalami keluhan Disangkal
ini pasien juga bercerita bahwa dia 5) Riwayat hipertensi: Disangkal
sempat makan siap saji (nasi, sayur 6) Riwayat penyakit hati :
dan ayam) yang dibeli dari pasar Disangkal
,tapi biasanya tidak apa-apa. Pasien 7) Riwayat penyakit ginjal:
juga sekarang mengalami penurunan Disangkal
nafsu makan karena lidah terasa
pahit dan merasa lemah. Pasien tidak f. Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup
memperhatikan apakah terdapat 1) Riwayat diet: Pasien makan
perubahan pada berat badannya. dan minum tidak pilih-pilih,
Buang air kecil tidak mengalami makan dan minum apa saja
gangguan. Pada anggota keluarga yang disediakan.
tidak didapati keluhan yang sama 2) Riwayat aktivitas : Sehari-hari
seperti pasien. Pasien tidak pasien hanya melakukan
berpergian ke daerah-daerah tertentu kesibukan sebagai petani
sebelumnya. Pasien belum berobat (kadang-kadang) atau hanya
ke dokter dengan alas an demam dirumah saja.
hanya pada sore menjelang malam 3) Riwayat berolahraga : Pasien
atau kadang hanya pada malam hari jarang berolahrga.
saja. 3. PEMERIKSAAN FISIK
c. Riwayat penyakit dahulu a. Status Generalis (Saat Masuk
1) Riwayat alergi: Disangkal Rumah Sakit)
2) Riwayat diabetes mellitus: 1) Keadaan Umum: Lemah
Disangkal 2) Kesadaran: Compos mentis
3) Riwayat penyakit paru kronis: (GCS: E4V5M6)
Disangkal 3) Tekanan Darah: 110/70 mmHg
4) Riwayat penyakit jantung: 4) Nadi : 85 kali/menit
Disangkal 5) Respirasi : 20 kali/menit
5) Riwayat hipertensi : Disangkal 6) Suhu : 38,4oC
b. Pemeriksaan Fisik
4
1) Kepala : normocephal, 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
simetris. a. Darah Rutin dan Kimia Darah
2) Mata : konjungtiva tidak Tanggal 05-11-2019
anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat, isokor. Pemeriksaan Hasil Rujukan
3) THT : deformitas telinga(-),
deviasi hidung (-) HEMATOLOGI
4) Mulut : caries dentis (-), lidah HB 14,2 12,1-17,6
kotor (+) HCT
5) Leher : pembesaran KGB (-) 42,6 40-52
peningkatan JVP (-) Leukosit 6,38 4,4-11,3
6) Kulit : anemis (-), sianosis (-
) Trombosit 221 150-362
7) Thorax : Eritrosit
1. Pulmo : 5,02 4.5-5.9
a. Inspeksi : gerak dada INDEX
simetris, retraksi (-/-) MCV 84,8 82.0-92.0
b. Palpasi : fremitus
kanan = kiri MCH 28,4 28.0-33.0
c. Perkusi : sonor di
MCHC 33,4 32.0-37.0
seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : ronkhi (-/-), HITUNG JENIS
wheezing (-/-) Netrofil
2. Jantung : 62,7 50.0-70.0
a. Inspeksi : iktus cordis Limfosit 29,1 25.00-40.00
tidak tampak kuat angkat
b. Palpasi : iktus kordis Monosit 7,2 3.0-9.0
tidak teraba kuat angkat Eosinofil
c. Perkusi : redup, batas 0,4 0,5-5,0
jantung tidak melebar. Basofil 0,6 0,0-1,0
d. Auskultasi : BJ I-II
reguler, murmur (-) , RDW 13,3 11-16
gallop (-) Gula Darah
8) Abdomen : GDS
a. Inspeksi : datar, 121 70-150
distended (-) Hati
b. Auskultasi :bising usus SGOT 76 0-46
normal
c. Perkusi :timpani SGPT 75 0-42
d. Palpasi :nyeri tekan
GINJAL
(+)
Creatinin 1,00 <1,0
9) Ekstremitas :
Akral dingin Ureum Oedema (minimal)
28 10-50
- - - -
IMUNOSEROLOGI
- - HBs Ag + Non +
(rapid) Non Reaktif
Oedema Reaktif

- - b. Pemeriksaan imuno-serologi
Widal Hasil Rujukan
- - Salmonella
+1/80 Negative
Typhi O

5
Salmonella KU : Cukup
+1/320 Negative
Typhi H Kes: CM
Salmonella TD : 110/80
Negative Negative
Paratyphi AO N :85x/m
Salmonella RR : 20x/m
Negative Negative
Paratyphi AH
S : 37.7o
Salmonella
+1/80 Negative Kepala :
Paratyphi BO
Salmonella
Normocephal
+1/320 Negative Conjungtiva
Paratyphi BH
Salmonella Anemis (-/-)
+1/160 Negative Sklera Ikterik
Paratyphi CH
Salmonella (-/-), lidah kotor
Negative Negative (+)
Paratyphi CH
Leher :
5. DIAGNOSIS Pembesaran
a. Diagnosis Banding KGB (-)
Tifoid fever Thorax :
Malaria Pulmo: SDV
Leptospirosis (+/+), Wh (-/-),
Rh (-/-)
b. Diagnosis Kerja Cor : BJ I-II
Tifoid fever intesitas reguler,
bising (-)
6. TERAPI Abdomen :
a. Farmakologi Inspeksi : DP=DD,
- Infus RL 20 tpm distendes (-)
- Inf aminofuisn hepar/24jam Perkusi : Timpani
- Inj ceftriaxone 1gr/12jam (+)
- Inj esomeprazole 40 mg/12jam Palpasi : Supel (+)
- Inj santagesik 1 amp/8jam Auskultasi :
- Curcuma 3x1 Peristaltik (+)
- Sucralfate syr 3x1c Extremitas :
Akral hangat (+)
7. FOLLOW UP Edema (-)
Tanggal : 06-11-2019 A:
Tifoid fever
S: P: Dyspepsia
Pasien - Infus RL 20 tpm Tanggal : 07-11-2019
mengatakan saat - Inf aminofuisn
ini pusing, nyeri hepar/24jam S: P:
pada perut kanan - Inj ceftriaxone
atas dan ulu hati, 1gr/12jam (II) Pasien - Infus RL 20 tpm
mual sudah mulai - Inj mengatakan saat - Inf aminofuisn
berkurang dan esomeprazole ini pusing sudah hepar/24jam
badan masih 40 mg/12jam berkurang, nyeri - Inj ceftriaxone
lemas , semalam - Inj santagesik 1 pada perut kanan 1gr/12jam (III)
masih demam amp/8jam atas dan ulu hati - Inj
seperti biasanya, - Curcuma 3x1 sudah berkurang, esomeprazole
pagi sudah turun. - Sucralfate syr tidak mual dan 40 mg/12jam
3x1c badan masih - Inj santagesik 1
O: lemas sedikit, amp/8jamstop
demam sudah - Curcuma 3x1
6
tidak dirasakan - Sucralfate syr RR : 20x/
seperti biasanya. 3x1c S : 36.6o
Kepala :
O: Normocephal
Conjungtiva
KU : Cukup
Anemis (-/-)
Kes: CM
Sklera Ikterik
TD : 120/80
(-/-)
N :HR : 81x/m
Leher :
RR : 20x/m
Pembesaran
S : 36.9o
KGB (-)
Kepala :
Thorax :
Normocephal
Pulmo : SDV
Conjungtiva
(+/+), Wh (-/-),
Anemis (-/-)
Rh (-/-)
Sklera Ikterik
Cor : BJ I-II
(-/-), lidah kotor
intesitas reguler,
(+)
bising (-)
Leher :
Abdomen :
Pembesaran
Peristaltik (+)
KGB (-)
Extremitas :
Thorax :
Edema (-)
Pulmo : SDV
A:
(+/+), Wh (-/-),
Tifoid fever
Rh (-/-)
Dyspepsia
Cor : BJ I-II
intesitas reguler,
bising (-) 8. EDUKASI
Abdomen :
a. Menjelaskan kepada pasien dan
Peristaltik (+)
keluarga mengenai penyakitnya,
Extremitas :
factor resiko serta komplikasinya.
Edema (-)
b. Menyarankan agar lebih menjaga
A:
Tifoid fever kebersihan makanan dan tidak
Dyspepsia makan sembarangan.
c. Memotivasi keluarga untuk lebih
menjaga kebersihan makanan dan
Tanggal : 08-11-2019
makan makanan yang sehat dan
S: P: bergizi.

Pasien - Infus RL 20 tpm 9. PROGNOSIS


mengatakan sudah - Inf aminofuisn Ad vitam : bonam
tidak pusing, hepar/24jam Ad fungsionam : bonam
demam, mual dan - Inj ceftriaxone Ad sanationam : dubia ad bonam
badan sudah tidak 1gr/12jam (IV)
lemas - Inj KESIMPULAN
esomeprazole Demam tifoid adalah penyakit
O: 40 mg/12jam infeksi bakteri yang menyerang sistem
- Curcuma 3x1 pencernaan manusia yang disebabkan
KU : Cukup
- Sucralfate syr oleh Salmonella typhi dengan gejala
Kes: CM
3x1c demam satu minggu atau lebih disertai
TD : 110/70
gangguan pada saluran pencernaan dan
N :HR : 79x/m
dengan atau tanpa gangguan kesadaran
7
(Rampengan, 2007)1, sedangkan demam cepat dan mencapai puncak pada minggu
paratifoid disebabkan oleh Salmonella ke 4 serta tinggi selama beberapa minggu.
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Pada fase akut mula-mula timbul
Salmonella paratyphi C. Salmonella typhi agglutinin O dan diikuti agglutinin H.
memberikan gejala klinis yang lebih berat orang yang sembuh agglutinin O masih
hingga dapat membuat gangguan dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkan
neuropsikiatri daripada Salmonella agglutinin H menetap lebih lama.
paratyphi.2
Manajemen penatalaksanaan pada
Diagnosis Demam tifoid dapat demam tifoid biasanya adalah tirah baring,
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan diet, diberikan makanan lunak. Pengobatan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan suportif diberikan untuk memperbaiki
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang keadaan penderita bila terjadi gangguan
dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah keseimbangan cairan.
rutin : dalam batas normal, pemeriksaan Antibiotic diberikan untuk
SGOT dan SGPT mengalami mencegah terjadinya penyebaran kuman.
peningkatan tapi bisa juga normal. Pada Antibiotic yang diberikan adalah:
pemeriksaan imunoserologi (tes widal) • Kloramfenikol
pada pasien terdapat peningkatan pada • Tiamfenikol
Salmonella Typhi O (+1/80), Salmonella • Ampislin atau cotrimoxazole
Typhi H (+320), Salmonella Paratyphi BO
• Sefalosforin generasi ketiga
(+1/80), Salmonella Paratyphi BH (+1/320),
Salmonella Paratyphi CH (+1/160).
(cetriaxone)
• Florokuinolon
Pemeriksaan widal digunakan kombinasi 2 antibiotic atau lebih
untuk mendeteksi antibody di dalam diindikasikan hanya pada keadaan
darah terhadap antigen bakteri tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis,
Salmonella Typhi atau Paratyphi perfotrasi dan syok septic.
(reagen). Pada uji hasil positif jika terjadi
reaksi aglutinasi antara antigen dengan Penatalaksaan yang tepat dapat
antibody yang disebut agglutinin. Oleh mencegah terjadinya komplikasi pada
karena itu antibody jenis ini dikenal pasien.
dengan febrile agglutinin. Hasil uji ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga
dapat memberikan hasil positif palsu atau DAFTAR PUSTAKA
negative palsu. Hasil positif palsu dapat 1. Rampengan, T. H. 2007. Penyakit
disebabkan pernah vaksinasi, reaksi Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaski amnestis 2. Centers for Disease Control and
(pernah sakit) dan adanya faktor Prevenion. Program Pengendalian
rheumatoid (RF). Hasil negative palsu
dapat disebabkan bila sudah mendapat Demam Tifoid... (Ivan Elisabeth Purba,
terapi antibiotic, waktu pengambilan et.al.) 107 Morbidity and Mortality
darah kurang dari 1 minggu, keadaan
umum buruk dan adanya penyakit imun Weekly Report (MMWR) 2008;83(6):
lain. 49–60.
Aglutinin O dan H digunakan 3. Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W.
untuk diagnosis demam tifoid. Makin
tingi titer makin besar kemungkinana 2017. Hubungan Higiene Perorangan
menderita demam tifoid. Pembentukan dan Aspek Sosial Ekonomi Dengan
agglutinin mulai terjadi pada akhir inggu
ke 1 demam kemudian meningkat secara Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit

8
Tk.III R.W. Mongisidi Manado. Jurnal 7. Soedormo SPS, Garna H, Hadinegoro
Media Kesehatan, 9(3): 1-8 SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
4. Sur, D., Ali, M., Seidlein, L., Von, Pediatrik Tropis. Edisi kedua. Cetakan
Manna, B., Deen, J. L., Acosta, C. J., ketiga. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
Bhattacharya, S. K. 2007. Comparisons 2012. 338 – 46.
of Predictors for Typhoid and 8. Centers for Disease Control and
Paratyphoid Fever in Kolkata, India. Prevenion. Program Pengendalian
BMC Public Health, 7(289): 1–10 Demam Tifoid... (Ivan Elisabeth Purba,
5. Depkes RI. 2008. Laporan Riset et.al.) 107 Morbidity and Mortality
Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Weekly Report (MMWR) 2008;83(6):
Departemen Kesehatan Republik 49–60.
Indonesia
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
365/ MENKES /SK/V/2006 tentang
Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

Anda mungkin juga menyukai