Anda di halaman 1dari 5

RESPON IMUN NORMAL pada TONSIL

Struktur Imunohistologi Tonsil


Tonsil memiliki 10-20 kripte pada permukaannya, kripte dibatasi dengan epitel
reticular. Di dalam tonsil terdapat folikel-folikel limfoid sekunder dengan pusat germinal
(GC) yang dikelilingi oleh zona mantel limfosit. Epitel reticular memiliki lapisan
cytokeratin (CK) longgar. Epitel crypte dan daerah ekstrafollicular mengandung banyak
protein positif S-100, sel yang mempresentasikan antigen. Kedua jenis sel T maupun sel
B menyusup ke dalam epitel sampai ke lumen crypte. Folikel limfoid merupakan area sel
B. Pada sel folikel yang telah aktif, secara skematis terbagi menjadi beberapa zona
dengan sel B muda (centroblast) dan sel B mature (centrosit), dengan sel B naïve pada
ujung folikel.

Epitel Kripte Tonsil palatina tidaklah seragam,terdapat epitel skuamosa bertingkat


tak berkeratin epitel yang berbentuk retikular sponge like. Jaringan stroma limfoid
mengandung banyak pembuluh darah kecil. Sedangkan epitel adenoid adalah epitel
kolumnar pseudostratifikasi. Sel epitel khusus, disebut microfold atau sel membran (M),
telah diidentifikasi di dalam epitel maupun folikel limfoid yang berkontribusi untuk
uptake antigen. Selain itu, terdapat banyak sel dalam epitel kripte, yaitu macrophage, sel
dendritik (DC), dan sel B, yang dapat berpartisipasi dalam pengambilan dan presentasi
antigen. Sel-sel ini juga terlibat dalam pengangkutan antigen dari epitel ke area
ekstrafollicular (juga disebut area sel-T) dan folikel limfoid. Telah dibuktikan banyak sel
B yang mencapai permukaan epitel yaitu IgD−IgM+CD38−B7+ yang telah memiliki
memori terhadap antigen. Sel-sel ini dapat secara langsung menghadirkan antigen ke Sel
T dengan upregulasi cepat molekul costimulatori B7.1 (CD80) dan B7.2 (CD86).
Karenanya, interaksi antara sel B dan sel T di epitel berkontribusi pada garis pertahanan
pertama di orofaring terhadap berbagai mikroba dan antigen lainnya.
Letak anatomis sel B memori yang unik ini dapat berkontribusi untuk respon
antibodi sekunder dengan cepat. Selain itu, beberapa sel B yang terletak di dalam
epithelium kripte mengekspresikan enzim cytidine deaminase terinduksi (AID) yang
berperan dalam switching Imunoglobulin dan pematangan afinitas reseptor sel-B
(Sabouri et al.,2014). Selain itu, adanya aktivasi epitel melalui toll like receptor (TLR);
akan menginduksi sekresi dari faktor pengaktif sel-B bawaan melalui sitokin golongan B
TNF dan interleukin IL-7. Sedangkan pada epitel adenoid telah ada Ig A aktif di dalam
kripte.
Naïve sel B and sel T memasuki Tonsil melalui HEV (High Endotelial Venules)
Sel T dan B naïve masuk ke dalam folikel melalui HEVs. Kemokin yang terlibat
adalah SLC / CCL21 dan ELC / CCL19, keduanya diproduksi oleh sel stroma endotel
+
dan didistribusikan ke permukaan HEVs, untuk menarik reseptor sel T CCR7 naïve
(secara khusus) dan sel B (meskipun kurang aktif). Sel B naïve memiliki reseptor CXCR5
+
dan masuk melalui HEVs dan membentuk ligan CXCR5 CXCL13 (disebut BCA-1 ).
Ligand ini selanjutnya tertarik ke zona mantel, di mana BCA-1 disimpan pada sel
dendritik sebagai ujung sel folikular-dendritik (FDC). Sel T helper B (helper B) juga
tertarik pada folikel dengan ekspresi CXCR5. Sel-sel B dipersiapkan tepat di luar folikel
limfoid melalui interaksi dengan sel T molekul HLA kelas II dan reseptor sel T. Sel B
yang diaktifkan kemudian masuk kembali ke folikel sebagai “pusat germinal” untuk
memunculkan sel CCR7 + B setelah interaksi dengan FDC dan sel TFH. Kemudian Sel B
meninggalkan folikel sebagai sel memori / efektor yang akan tertarik pada SLC dan ELC
ekstrafollicular (Carlsen, 2002).
Migrasi sel limfoid diatur dengan ketat melalui ekspresi molekul adhesi dan
reseptor kemokin yang cocok dengan ligand pada endotel dan stroma sel. Ekstravasasi
Naïve sel B and sel T (sel B dan sel T yang belum terpresentasi antigen), melalui
pembuluh darah khusus yang disebut HEV (High Endotelial Venules) dan diatur oleh
prinsip-prinsip molekul yang sama dalam respon imun sistemik dan sistem imun mukosa.
Naif limfosit mengekspresikan L-selectin yang berinteraksi dengan molekul adhesi
kelenjar getah bening perifer dan tonsila palatine (Carlsen et al., 2005). Kemokin yang
terlibat pada tingkat HEV adalah SLC / CCL21 dan virus EBV molecule 1 ligan
chemokine (ELC / CCL19), yang dihasilkan oleh sel stroma. Kedua kemokin tertarik oleh
reseptor kemokin CCR7 + pada sel T naif, dan tampaknya kurang aktif terhadap sel B
naif (Brandtzaeg dan Johansen, 2005). Sel B tertarik oleh kemokin CXCL13 pada
stromal. Sel B prima yang terpilih dapat meninggalkan folikel sebagai sel memori /
efektor karena down-regulation CXCR5 dan upregulasi CCR7 temporal, memungkinkan
ketertarikan sel B terhadap area ekstrafollicular yang sesuai dengan kemokines.

Sel B Diaktifkan dan Berkembang di GCs


Tonsila Palatina dan Adenoid adalah tempat proliferasi dan diferensiasi sel B
yang terkait dengan pengaktifan sel-T lokal. Pada pengamatan oleh Ogra (1971),
tonsilektomi dan adenoidektomi menyebabkan berkurangnya tingkat antibodi IgA dalam
cairan nasofaring (Nadal et al., 1991), Hal ini memberikan gagasan bahwa tonsila
palatine dapat mewakili suatu fungsi fungsional analog GALT untuk saluran aerodigestif
bagian atas (Brandtzaeg,1987, 1996, 1999).
Folikel primer organ limfoid sekunder, seperti tonsilla palatina, terutama terdiri dari
resirkulasi sel B naif yang menunjukkan spesifisitas terhadap antigen. Berbeda dengan
kelenjar getah bening, tonsilla palatina tidak benar-benar diisolasi dalam kapsul dan tidak
memiliki getah bening aferen, padahal epitel kripte yang berbentuk reticular mengandung
banyak DC yang dapat mengangkut antigen eksogen ke daerah sel T ekstrafollicular dan
ke folikel sel-B. DC berfungsi sebagai APC yang berlimpah di sekitar HEVs (Brandtzaeg
dan Halstensen, 1992).
Reaksi GC dimulai dengan stimulasi sel B naif di luar folikel limfoid melalui
bantuan i sel T CD4 + yang diaktifkan (Gambar 3 (b)). Sel T (Th) ini telah menerima
presentasi antigen dari DC dan membentuk molekul kelas II dari kompleks
histokompatibilitas utama HLA kelas II. Sel B aktif selanjutnya mengambil antigen dan
diproses lebih lanjut sebagai peptida ke Sel T.
Folikel sekunder dengan GCs dihasilkan dari stimulasi lebih lanjut.
Proses imun yang terjadi pada GC Tonsil
Sel TFH merupakan subset Thelper khusus sel-B. Sel ini berada pada puncak
folikel yang akan menginduksi proliferasi dan switching antibodi. Sel TFH merupakan
diferensiasi sel Thelper. Pada aktivasi sel T akan dihasilkan IL-21 yang menstimulasi
pembentukkan CXCR5 dan CD40 pada sel B. IL-21 selanjutnya akan menginduksi sel B
untuk memproduksi Ig. Proses imun pada GC ini diregulasi pula oleh T reg. IL-21 juga
berperan mencegah adanya apoptosis centrosit. GC reaction tidak akan terbentuk apabila
terdapat blockade CD40, Co stimulatori ini lah yang berperan dalam switching Ig.
Kesimpulannya, GC reaction pada tonsil muncul sebagai respons sel-B yang bergantung
pada sel-T yang sangat terkait dengan: (1) ekspansi klon sel B; (2) mutasi hipersomatik
pada sel-B; (3) Seleksi sel B yang dapat menerima sinyal antigen-spesifik oleh interaksi
afinitas tinggi antara antigen- FDC dan Ig permukaan reseptor sel-B; (4) switching rantai
berat Ig; (5) diferensiasi sel B ke sel B memori / efektor dan PC; dan (6) induksi
bersamaan dari rantai-J (Brandtzaeg, 1996). Tanpa adanya rantai J tidak akan terbentuk
reseptor pIg epitel (pIgR), juga disebut komponen sekretori membran, atau mSC
(Brandtzaeg et al., 2008). Interaksi pIg – pIgR adalah langkah sentral dalam formasi dan
ekspor IgA sekretori (SIgA) dan IgM sekretori (SIgM) terhadap permukaan mukosa. J-
chain akan memperantarai diferensiasi ke sel plasma (PC) secara lokal di kompartemen
ekstrafollicular serta menunjukkan potensi untuk homing ke situs efektor sekretori jauh,
khususnya di wilayah respirasi atas dan saluran pencernaan.

Anda mungkin juga menyukai