Anda di halaman 1dari 4

MODUL E-LEARNING SEL Tc, Th DAN MARKER LIMFOSIT

Salam sehat selalu!


Selamat datang di modul e-learning untuk topik sel Tc, Th dan marker limfosit
Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya. Sel limfosit adalah sel yang berperan sentral dalam proses
respon imun adaptif. Sel T dapat bekerja langsung terhadap sel, maupun berinteraksi dengan Antigen
Presenting Cells (APC). APC sendiri banyak yang merupakan bagian dari respon imun bawaan/ innate dan
sel limfosit B yang juga memiliki peran dalam respon imun adaptif, khususnya respon imun humoral
dengan pembentukan antibody.
Sel T disebut sebagai sel T karena proses maturasinya membutuhkan organ thymus. Kadang sel T disebut
juga sebagai thymocytes. Sel T sendiri awalnya merupakan hasil perkembangan dari hematopoietic stem
cells (HSC) khususnya melalui jalur Common lymphoid progenitor (CLP). Tidak seluruh sel yang
berkembang dari CLP merupakan sel yang sifatnya spesifik, atau adaptif. Sel NK relative bekerja dengan
mekanisme yang sama terhadap beberapa perubahan antigen permukaan sel, sehingga dapat dianggap
sebagai bagian dari respon imun bawaan. Demikian pula untuk sel dendritic folikuler yang berperan
dalam proses aktivasi sel limfosit naif menjadi efektor.
Sel limfosit T secara morfologi dapat dikelompokkan menjadi 2:
 Sel dengan rasio nucleus:sitoplasma mendekati 1:1, antara lain sel Th serta sebagian sel Tc
 Sel dengan sitoplasma > daripada nucleus, antara lain pada sel Tc, serta sel NK
Dari gambaran di atas, tampak morfologi tidak terkait dengan fungsi dari sel T. Sel T memiliki marker
permukaan yang lebih relevan dengan fungsinya, yaitu molekul CD4 yang terkait dengan sel Th dan CD8
yang terkait dengan Tc. Perhatikan bahwa sebagian sel T dengan marker CD4 memiliki fungsi
mengontrol respon imun terhadap antigen diri atau membawa sifat imunotoleransi di jaringan perifer.
Sel T seperti ini disebut sebagai Regulatory T cell, atau disingkat Treg. Treg memiliki marker molekul
CD4.

Sel Tc secara umum berinteraksi dengan molekul Major Histocompatibility Complex kelas I. Molekul ini
diekspresikan oleh semua sel yang memiliki inti sel. Jadi dalam hal ini eritrosit tidak memiliki MHC kelas
I. Sel Th berinteraksi dengan molekul Major Histocompatibility Complex kelas II. Molekul ini hanya
diekspresikan oleh sel-sel yang termasuk dalam kelompok APC. Karena APC memiliki inti sel, dengan
demikian APC mampu menghasilkan MHC kelas I maupun MHC kelas II.

Sel limfosit T baik Tc maupun Th mengenali antigen melalui reseptornya yang disebut T cell receptor
(TCR). Pengenalan ini juga dibantu oleh molekul MHC yang mempresentasikan antigen, serta dari sel T
sendiri adalah molekul CD4 dan CD8. Sebenarnya TCR sendiri juga memiliki kompleks protein tambahan
lainnya yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya dari topik ini. Perhatikanlah gambar berikut ini.
Sesuai dengan namanya, sel T mengalami proses maturasi di timus. Timus adalah organ yang berada di
mediastinum (di bagian tengah rongga dada) dan secara embryologi berasal dari kantong pharynx III,
berarti asal-usul embryologi adalah dari lapisan germinal endoderm. Timus terbagi menjadi 2 lobus, kiri
dan kanan. Masing-masing lobus terbagi lagi menjadi lobulus-lobulus. Bagian tepi dari lobulus yang
menghadap ke arah luar disebut sebagai korteks, tempat sel limfosit yang muda. Sementara bagian yang
lebih ke dalam disebut sebagai medulla, tempat limfosit yang sudah matur berlokasi.
Proses maturasi sel T memerlukan bantuan beberapa sel timus, yaitu: Epithelial nurse cell, cortical
epithelial, medullary epithelial dan interdigitating dendritic cell.
Pada gambar di atas terlihat adanya proses seleksi selama maturasi sel T. Seleksi pertama adalah seleksi
positif, karena sel T harus mampu mengenali MHC sendiri. Pengenalan ini dibutuhkan karena nantinya
sel T akan berinteraksi dengan MHC. Sel yang mengenali akan bertahan hidup, sementara sel yang tidak
mampu mengenali MHC sendiri akan mengalami apoptosis. Karena yang mengenali yang bertahan hidup
maka disebut sebagai seleksi positif. Selanjutnya terdapat seleksi kedua. Pada seleksi kedua ini terutama
dinilai apakah pengenalan TCR (bagian reseptor sel T) berikatan secara sangat kuat sehingga tidak dapat
lepas dari sel target. Sel T seperti ini akan berpotensi merusak sel milik diri sendiri, dan karena tidak
dapat lepas, tidak dapat berkembang lebih lanjut, sehingga akan mengalami apoptosis. Pada seleksi
kedua yang akan bertahan hidup adalah sel yang mengenali antigen diri secara sangat lemah, sehingga
tidak berbahaya bagi sel-sel tubuh. Karena yang bertahan hidup adalah sel yang tidak berikatan secara
kuat, maka seleksi kedua disebut sebagai seleksi negative.
Sel T yang sudah mengalami seleksi tersebut kemudian menuju ke medulla dan beredar. Sel T tersebut
belum siap menjadi sel efektor, walaupun telah mengalami pengaturan ulang gen-gen yang menyusun
TCR. Sel T seperti ini disebut sel T naif. Sel T naif membutuhkan pengenalan dengan antigen di jaringan
limfoid sekunder dan akan dikenalkan oleh sel yang disebut follicular dendritic cell. Pada intinya
follicular dendritic cell tersebut memiliki banyak antigen yang dipresentasikan sepanjang permukaannya.
Sel T akan “berguling” sepanjang kaki FDC tersebut dan sampai menemukan antigen yang
komplementer dengan daerah CDR dari TCR yang dimiliki. Pada saat itu terdapat interaksi sinyal kedua,
yaitu antara protein B7 dari sel dendritic dengan CD28. Interaksi ini yang kemudian menyebabkan sel T
kemudian berubah menjadi sel efektor yang siap untuk memproduksi sinyal kimiawi yang dibutuhkan
untuk respon imun.
Video animasi berikut menunjukkan proses tersebut https://www.youtube.com/watch?v=JKqFOwudwEI
CD4, CD8, CD28 dan lain-lainnya adalah molekul permukaan sel. Dahulu diduga molekul ini dijumpai
pada sel limfosit, ternyata beberapa di antaranya juga dijumpai pada sel lainnya juga. CD adalah
singkatan dari cluster designation. Awalnya CD ditentukan oleh antibody monoklonal. Namun saat ini
lebih kepada molekul itu sendiri. Nomer pada CD adalah urutan identifikasi, bukan merupakan urutan
produksinya sepanjang hidup sel. Selain itu terdapat beberapa molekul permukaan seperti reseptor
sitokin tertentu yang saat ini juga mendapatkan nomenklatur CD nya.
Beberapa CD yang penting, antara lain CD4, CD8 dan CD28 yang telah disebutkan sebelumnya.
Dalam berinteraksi dengan Ag, yang paling penting dari suatu limfosit T adalah TCR. TCR reseptor dapat
terdiri dari rantai alpha-beta atau gamma delta. Rantai alpha dan delta dikode pada kromosom 14,
sedangkan rantai beta dan gamma dikode pada kromosom 7.

Sebagian limfosit T memiliki TCR dengan rantai alpha-beta. Hal ini disebabkan pembentukan TCR dengan
rantai gamma delta hanya terjadi bila pengaturan ulang rantai alpha-beta belum tersusun lebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai