Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH FILSAFAT AGAMA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Dosen Pembimbing : Idah Maulidah M.Hum.

Disusun Oleh :

1. Sali
2. Rini Astuti
3. Siti Prihatin

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


JURUSAN EKONOMIINTSITUT AGAMA ISLAM
BUNGA BANGSA CIREBON 2018

Kampus : JL. WIdasari III Tuparev Cirebon Tlp. (0231)


246215 web : www.iaibbc.ac.id
Kata Pengantar

Segala puji syukur kehadirat ALLAH


SWT, karena atas limpahan rahmat,
taufik, serta hidayah -NYA yang telah
memberikan segala karunianya
sehingga kami bisa menyelesaikan
pembuatan makalah yang telah
diberikan kepada kami selaku penulis
dengan judul “bukti – bukti adanya
tuhan” ini dengan baik dan tepat waktu
tanpa menemui halangan yang berarti.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang turut
berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini, khususnya bagi anggota
kami. Makalah ini kami buat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas Aqidah
serta untuk memberikan informasi
kepada pembaca untuk hal –hal yang
berkaitan dengan bukti adanya tuhan.
Kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik yang bersifat membangun
sangat membantu penulis agar lebih
baik dimasa mendatang. Dan terakhir
penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan gambaran kepada
kita sekaligus penambah wawasan.
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Bertemu dengan Allah tidak harus ketika
kita sedang salat, berdoa dengan kusyu’
atau mengunjungi masjid, baru setelah itu
kita bisa bertemu dengan Allah swt
melainkan bertemu Allah bisa kapan saja
dan dimana saja. Segala macam bentuk
peristiwa yang terhampar di sekitar kita
sebenarnya adalah media untuk bertemu
dengan Dzat Yang Maha Hadir itu.
Di mulai dari cerita rumah tangga, cerita di
seputar rezeki, kesehatan, interaksi social,
sampai kepada ilmu pengetahuan. Kita
sebagai hamba Allah yang diberi karunia
akal dan pikiran seharusnya bisa melihat
kehadiran Allah di balik peristiwa tersebut.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami
akan mencoba untuk membahas tentang
kajian singkat mengenai bukti – bukti
adanya tuhan.
B. RUMUSAN MASALAH

1. bukti – bukti adanya Allah SWT


2. sifat – sifat Allah SWT
3. teori konsep cinta
4. bukti adanya cinta
5. perbedaan cinta & kasih sayang
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah kali ini
adalah:
1. Bagi penulis
a. dapat menambah wawasan penulis
tentang pemahaman dalam
menguasai materi dalam mata kuliah
Aqidah.
b. menjadikan setiap manusia dapat
bertemu dengan Allah SWT di setiap
langkah dan gerak hatinya
berkaitan dengan bukti – bukti adanya
tuhan YME sehingga para pembaca
mampu memahami, mengambil
pelajaran, brfikir, dan selalu percaya
bahwa Allah SWT itu benar adanya.
Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt.? Bila Anda melihat mobil bergerak di
depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan
yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang
mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang
mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat
melalui rutenya dengan selamat.

Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat matahari, bulan, bintang
dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil.
Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah
diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada-
Nya – mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan
bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada
makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak
meyakini (apa yang mereka katakan). (52:35-36).

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.

1. Dalil Fitrah.

Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah
setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari
tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat
memalingkannya. Rasulullah bersabda:

‫ص َرانِ ِه أَوْ يُ َمجِّ َسانِ ِه‬ ْ ِ‫ َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد يُوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬.
ِّ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُن‬،‫ط َر ِة‬

“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya
Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan
sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya
dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di
mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah
mengabulkannya.

Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini
Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami
lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu
tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak
dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS.
Al A’raf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah
dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti
syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung
maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang
Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin hal 41-45)

2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)

Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:

a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta
pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini
menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan
doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa
76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu…” (Al Anfaal 9)

Anas bin Malik berkata, “Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu
Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis,
seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi
kesulitan kami. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan
mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan
turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jum’at yang kedua, orang Badui atau orang lain
berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta benda pun tenggelam,
doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua
tangannya, seraya berdoa: “Ya Rabbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah
Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. ” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada
suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan). ” (HR. Al Bukhari)

b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak
orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut,
yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya
sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa
memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air
di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman,
yang artinya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”
Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. ” (Asy
Syu’ara 63)

Contoh kedua adalah mu’jizat Nabi Isa ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati;
lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.

“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah…” (Al Imran 49)

“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup)
dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)

Contoh ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau
mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan
orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman tentang hal ini, yang artinya: “Telah
dekat (datangnya) saat (Kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang
musyrik) melihat suatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan berkata: “ (Ini adalah) sihir
yang terus-menerus. ” (Al Qomar 1-2)

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti
pasti wujud-Nya.

3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)

Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua
makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak
mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara
kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan
dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati bahwa segala sesuatu di
ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri, pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda,
gelas di atas meja dan pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di
ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh seseorang:
mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.

Begitu pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi sama sekali bahwa pahatan
ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan mengenai karya seni saja: batu bata yang
bertumpukan pun pasti dikira oleh siapa saja bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu
disusun oleh seseorang dengan rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu
keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung keteraturan ini. Jika
pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan bahwa besi mentah dan batu bara
bersama-sama membentuk baja secara kebetulan, yang kemudian membentuk Menara Eiffel
secara lagi-lagi kebetulan, tidakkah ia dan orang yang mempercayainya akan dianggap gila?

Pernyataan teori evolusi, suatu metode unik penyangkal keberadaan Allah, tidak berbeda
daripada ini. Menurut teori ini, molekul-molekul anorganik membentuk asam-asam amino
secara kebetulan, asam-asam amino membentuk protein-protein secara kebetulan, dan
akhirnya protein-protein membentuk makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi,
kemungkinan pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada
kemungkinan pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena sel manusia
bahkan lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia di dunia ini.

Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di dunia ini timbul secara kebetulan bila
keserasian alam yang luar biasa ini pun bisa teramati dengan mata telanjang? Pernyataan
bahwa alam semesta, yang semua unsurnya menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul
dengan kehendaknya sendiri itu tidak masuk akal.

Karena itu, pada keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana dari tubuh kita sampai ujung-
ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak terbayangkan ini pasti ada pemiliknya. Jadi,
siapakah Pencipta ini yang mentakdirkan segala sesuatu secara cermat dan menciptakan
semuanya?

Ia tidak mungkin Dzat material yang hadir di alam semesta ini, karena Ia pasti sudah ada
sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam semesta dari sana. Pencipta Yang Maha
Kuasa, Dialah yang mengadakan segala sesuatu, sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau
pun akhir.

Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan melalui akal
kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha
Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan langit dan bumi dari kehampaan.

Meskipun kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk memahami kenyataan ini,


mereka menjalani kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka memandang lukisan
pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka memuji-muji senimannya panjang-
lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada kenyataan bahwa mereka menghadapi
begitu banyak keaslian yang menggambarkan hal itu di sekeliling mereka, mereka masih
tidak mengakui keberadaan Allah, satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini.
Sesungguhnya, penelitian yang mendalam pun tidak dibutuhkan untuk memahami
keberadaan Allah. Bahkan seandainya seseorang harus tinggal di suatu ruang sejak
kelahirannya, pernak-pernik bukti di ruang itu saja sudah cukup bagi dia untuk menyadari
keberadaan Allah.

Tubuh manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak terdapat di berjilid-
jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit saja mengenai itu semua sudah
memadai untuk memahami keberadaan Allah. Tatanan yang ada ini dilindungi dan dipelihara
oleh Dia.

Tubuh manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu ada di setiap milimeter
bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia entah tidak. Dunia ini mengandung
begitu banyak makhluk hidup, dari organisme uniseluler hingga tanaman, dari serangga
hingga binatang laut, dan dari burung hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam
tanah dan memandangnya, di sini pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup dengan
karakteristik yang berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak makhluk hidup yang
namanya tidak anda kenal. Di isi perut semua makhluk hidup terdapat jutaan bakteri atau
organisme uniseluler yang membantu pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh lebih
banyak daripada populasi manusia.

Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora, kita lihat bahwa tidak ada noktah tunggal di
bumi ini yang tidak mengandung kehidupan. Semua makhluk ini yang tertebar di suatu
bidang seluas lebih daripada jutaan kilometer persegi itu mempunyai sistem tubuh yang
berlainan, kehidupan yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan
lingkungan. Pernyataan bahwa semua ini muncul secara kebetulan tanpa maksud atau pun
tujuan itu gila-gilaan. Tidak ada makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya
mereka sendiri. Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan sistem-sistem yang
serumit itu.

Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam semesta berjalan dengan
“kesadaran” (consciousness) tertentu. Lantas, apa sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan
makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian
tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang
tak terhitung di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak
akan menerima kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka
masih mengingkarinya “secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka meyakininya”
sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. (Surat An-Naml: 14)

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti
membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah,
tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam
semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk
secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan,
maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.

Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur: “Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath
Thuur 35)

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak
menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah.

Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath Thuur
dan sampai kepada ayat-ayat ini: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit
dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (Ath Thuur 35-37)

“Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, “Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan
menetapnya keimanan dalam hatiku. ” (HR. Al Bukhari)

Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata kepada Anda
tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi
oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu
orang itu mengatakan kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta
dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan
mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini
kami bertanya pada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa
yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!
4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)

Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh
hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut
merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan
Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat
disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan
dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan
apa yang diberitakan itu.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. 4:82)

Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian dengan kemaslahatan umat
manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada
yang mengutusnya. Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami
penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus.

Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas,
maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur
semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan,
Allah berfirman:

Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)

Dialah satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya pencipta, demikian juga
Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu. Semua ini diakui oleh kaum
musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an: Katakanlah: “Siapakah yang
memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan.” Maka mereka menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak
bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. 10:31)

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu
tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah
kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah: “Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas
segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya,
jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. 23:84-89)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah). (QS. 43:87)
Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah Allah, akan tetapi hal
ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang demikianlah, sebab mereka belum
merealisasikan iman mereka terhadap Allah sebagai satu-satunya sesembahan.

5. Dalil Sejarah.

Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang
telah berlaku di atas muka bumi.

• Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum kamu, maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang
mendustakan agama.

• Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu
kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.

• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-
orang yang berakal.

• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul
supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.

6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.

Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan
kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan
keagungan ini. Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.

• Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku
Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku.

B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (ِ‫ت هللا‬ ِ ُ‫ْرفَة‬


ِ ‫صفَا‬ ِ ‫) َمع‬

Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:

ِ ‫ التَّ ْف ِك ْي ُر فِي َم ْخلُوقَا‬Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.


• ِ‫ت هللا‬

• ‫ التَّ َعلُّ ُم ِم ْن ُر ُسلِ ِه‬Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul

Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang
yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
kaum yang meyakini. (45:3-4).

Apa maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Bila
Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat memastikan bahwa:

• Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa pembuat mobil tersebut
memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi bentuk yang sesuai untuk mobil.
• Kaca yang Anda lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca serta
kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan, dll..).

• Begitu pula dengan kabel tembaga …

• Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan bahwa pembuatnya
mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.

Apa hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt? Beberapa sifat pembuat
mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu pula dengan Allah swt (bagi-Nya
permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti makhluk-Nya) kita dapat mengetahui
sebagian sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya.

• Bahwa hikmah (maksud & manfaat) dari setiap makhluk yang diciptakan menunjukkan
bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).

• Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk menunjukkan
bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan detil pengetahuan-Nya).

Mungkinkah kita mengetahui seluruh sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-
Nya? Tidak mungkin. Mengapa? Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita mengetahui
bahwa pembuatnya memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia
memiliki materi untuk membuat mobil berupa logam, kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia
dermawan atau bakhil? Tinggi atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau
zhalim?

Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt hanya dengan tafakkur,
misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia mematikan kita? Kita juga
tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah:

‫ ال َم ْعبُو ُد‬Al-ma’bud (yang wajib diibadahi),


ُ‫ القُ ُّدوس‬Al-quddus (Maha Suci),
‫( األَ ْعلَى‬Maha Tinggi),
ُ‫الح ِسيْب‬
َ (Maha Menghitung),
‫( ال َغفُو ُر‬Maha Pengampun).

Lalu bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita ketahui? Melalui para rasul
‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita apa yang dikehendaki Allah untuk kita
ketahui.

“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya.” (2:255).

C. Kesimpulan (ُ‫صة‬
َ َ‫)ال ُخال‬

• Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya menunjukkan adanya supir
atau pilot

• Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang bergerak teratur pasti menunjukkan
adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.
• Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti tidak ada.

• Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan bahwa pembuatnya
memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak, ilmu dan kemampuan untuk
membuat mobil dengan baik.

• Alam semesta yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki semua sifat-sifat
kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk menunjukkan bahwa Dia
adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang dimiliki oleh makhluk sebagai bukti
bahwa Dia Maha Kuat.

• Allah swt mengutus kepada kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak dapat kita
ketahui hanya melalui tafakkur, seperti perintah & larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai
atau murkai.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/02/21/406/wujud-dan-sifat-
allah/#ixzz5TygMlU87
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt.? Bila Anda melihat mobil bergerak di
depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan
yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang
mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang
mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat
melalui rutenya dengan selamat.

Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat matahari, bulan, bintang
dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil.
Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah
diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada-
Nya – mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan
bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada
makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak
meyakini (apa yang mereka katakan). (52:35-36).

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.

1. Dalil Fitrah.

Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah
setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari
tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat
memalingkannya. Rasulullah bersabda:

‫ص َرانِ ِه أَوْ يُ َمجِّ َسانِ ِه‬ ْ ِ‫ َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد يُوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬.
ِّ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُن‬،‫ط َر ِة‬
“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya
Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan
sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya
dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di
mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah
mengabulkannya.

Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini
Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami
lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya
kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu
tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak
dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS.
Al A’raf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah
dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti
syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung
maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang
Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin hal 41-45)

2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)

Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:

a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta
pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini
menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan
doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa
76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu…” (Al Anfaal 9)

Anas bin Malik berkata, “Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu
Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis,
seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi
kesulitan kami. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan
mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan
turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jum’at yang kedua, orang Badui atau orang lain
berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta benda pun tenggelam,
doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua
tangannya, seraya berdoa: “Ya Rabbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah
Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. ” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada
suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan). ” (HR. Al Bukhari)

b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak
orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut,
yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya
sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa
memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air
di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman,
yang artinya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.”
Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. ” (Asy
Syu’ara 63)

Contoh kedua adalah mu’jizat Nabi Isa ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati;
lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.

“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah…” (Al Imran 49)

“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup)
dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)

Contoh ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau
mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan
orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman tentang hal ini, yang artinya: “Telah
dekat (datangnya) saat (Kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang
musyrik) melihat suatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan berkata: “ (Ini adalah) sihir
yang terus-menerus. ” (Al Qomar 1-2)

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti
pasti wujud-Nya.

3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)

Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua
makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak
mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara
kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan
dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati bahwa segala sesuatu di
ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri, pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda,
gelas di atas meja dan pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di
ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh seseorang:
mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.

Begitu pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi sama sekali bahwa pahatan
ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan mengenai karya seni saja: batu bata yang
bertumpukan pun pasti dikira oleh siapa saja bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu
disusun oleh seseorang dengan rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu
keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung keteraturan ini. Jika
pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan bahwa besi mentah dan batu bara
bersama-sama membentuk baja secara kebetulan, yang kemudian membentuk Menara Eiffel
secara lagi-lagi kebetulan, tidakkah ia dan orang yang mempercayainya akan dianggap gila?

Pernyataan teori evolusi, suatu metode unik penyangkal keberadaan Allah, tidak berbeda
daripada ini. Menurut teori ini, molekul-molekul anorganik membentuk asam-asam amino
secara kebetulan, asam-asam amino membentuk protein-protein secara kebetulan, dan
akhirnya protein-protein membentuk makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi,
kemungkinan pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada
kemungkinan pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena sel manusia
bahkan lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia di dunia ini.

Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di dunia ini timbul secara kebetulan bila
keserasian alam yang luar biasa ini pun bisa teramati dengan mata telanjang? Pernyataan
bahwa alam semesta, yang semua unsurnya menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul
dengan kehendaknya sendiri itu tidak masuk akal.

Karena itu, pada keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana dari tubuh kita sampai ujung-
ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak terbayangkan ini pasti ada pemiliknya. Jadi,
siapakah Pencipta ini yang mentakdirkan segala sesuatu secara cermat dan menciptakan
semuanya?

Ia tidak mungkin Dzat material yang hadir di alam semesta ini, karena Ia pasti sudah ada
sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam semesta dari sana. Pencipta Yang Maha
Kuasa, Dialah yang mengadakan segala sesuatu, sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau
pun akhir.

Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan melalui akal
kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha
Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan langit dan bumi dari kehampaan.

Meskipun kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk memahami kenyataan ini,


mereka menjalani kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka memandang lukisan
pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka memuji-muji senimannya panjang-
lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada kenyataan bahwa mereka menghadapi
begitu banyak keaslian yang menggambarkan hal itu di sekeliling mereka, mereka masih
tidak mengakui keberadaan Allah, satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini.
Sesungguhnya, penelitian yang mendalam pun tidak dibutuhkan untuk memahami
keberadaan Allah. Bahkan seandainya seseorang harus tinggal di suatu ruang sejak
kelahirannya, pernak-pernik bukti di ruang itu saja sudah cukup bagi dia untuk menyadari
keberadaan Allah.

Tubuh manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak terdapat di berjilid-
jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit saja mengenai itu semua sudah
memadai untuk memahami keberadaan Allah. Tatanan yang ada ini dilindungi dan dipelihara
oleh Dia.
Tubuh manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu ada di setiap milimeter
bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia entah tidak. Dunia ini mengandung
begitu banyak makhluk hidup, dari organisme uniseluler hingga tanaman, dari serangga
hingga binatang laut, dan dari burung hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam
tanah dan memandangnya, di sini pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup dengan
karakteristik yang berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak makhluk hidup yang
namanya tidak anda kenal. Di isi perut semua makhluk hidup terdapat jutaan bakteri atau
organisme uniseluler yang membantu pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh lebih
banyak daripada populasi manusia.

Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora, kita lihat bahwa tidak ada noktah tunggal di
bumi ini yang tidak mengandung kehidupan. Semua makhluk ini yang tertebar di suatu
bidang seluas lebih daripada jutaan kilometer persegi itu mempunyai sistem tubuh yang
berlainan, kehidupan yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan
lingkungan. Pernyataan bahwa semua ini muncul secara kebetulan tanpa maksud atau pun
tujuan itu gila-gilaan. Tidak ada makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya
mereka sendiri. Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan sistem-sistem yang
serumit itu.

Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam semesta berjalan dengan
“kesadaran” (consciousness) tertentu. Lantas, apa sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan
makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian
tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang
tak terhitung di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak
akan menerima kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka
masih mengingkarinya “secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka meyakininya”
sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. (Surat An-Naml: 14)

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti
membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah,
tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam
semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk
secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan,
maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.

Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur: “Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath
Thuur 35)

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak
menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah.

Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath Thuur
dan sampai kepada ayat-ayat ini: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit
dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (Ath Thuur 35-37)
“Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, “Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan
menetapnya keimanan dalam hatiku. ” (HR. Al Bukhari)

Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata kepada Anda
tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi
oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu
orang itu mengatakan kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta
dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan
mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini
kami bertanya pada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa
yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!

4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)

Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh
hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut
merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan
Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat
disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan
dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan
apa yang diberitakan itu.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. 4:82)

Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian dengan kemaslahatan umat
manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada
yang mengutusnya. Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami
penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus.

Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas,
maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur
semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan,
Allah berfirman:

Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)

Dialah satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya pencipta, demikian juga
Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu. Semua ini diakui oleh kaum
musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an: Katakanlah: “Siapakah yang
memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan.” Maka mereka menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak
bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. 10:31)

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu
tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah
kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah: “Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas
segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya,
jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. 23:84-89)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah). (QS. 43:87)

Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah Allah, akan tetapi hal
ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang demikianlah, sebab mereka belum
merealisasikan iman mereka terhadap Allah sebagai satu-satunya sesembahan.

5. Dalil Sejarah.

Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang
telah berlaku di atas muka bumi.

• Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum kamu, maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang
mendustakan agama.

• Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu
kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.

• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-
orang yang berakal.

• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul
supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.

6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.

Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan
kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan
keagungan ini. Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.

• Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku
Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku.

B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (ِ‫ت هللا‬ ِ ُ‫ْرفَة‬


ِ ‫صفَا‬ ِ ‫) َمع‬

Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:

ِ ‫ التَّ ْف ِك ْي ُر فِي َم ْخلُوقَا‬Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.


• ِ‫ت هللا‬

• ‫ التَّ َعلُّ ُم ِم ْن ُر ُسلِ ِه‬Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang
yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk
kaum yang meyakini. (45:3-4).

Apa maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Bila
Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat memastikan bahwa:

• Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa pembuat mobil tersebut
memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi bentuk yang sesuai untuk mobil.

• Kaca yang Anda lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca serta
kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan, dll..).

• Begitu pula dengan kabel tembaga …

• Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan bahwa pembuatnya
mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.

Apa hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt? Beberapa sifat pembuat
mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu pula dengan Allah swt (bagi-Nya
permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti makhluk-Nya) kita dapat mengetahui
sebagian sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya.

• Bahwa hikmah (maksud & manfaat) dari setiap makhluk yang diciptakan menunjukkan
bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).

• Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk menunjukkan
bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan detil pengetahuan-Nya).

Mungkinkah kita mengetahui seluruh sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-
Nya? Tidak mungkin. Mengapa? Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita mengetahui
bahwa pembuatnya memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia
memiliki materi untuk membuat mobil berupa logam, kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia
dermawan atau bakhil? Tinggi atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau
zhalim?

Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt hanya dengan tafakkur,
misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia mematikan kita? Kita juga
tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah:

‫ ال َم ْعبُو ُد‬Al-ma’bud (yang wajib diibadahi),


ُ‫ القُ ُّدوس‬Al-quddus (Maha Suci),
‫( األَ ْعلَى‬Maha Tinggi),
ُ‫الح ِسيْب‬
َ (Maha Menghitung),
‫( ال َغفُو ُر‬Maha Pengampun).

Lalu bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita ketahui? Melalui para rasul
‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita apa yang dikehendaki Allah untuk kita
ketahui.
“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya.” (2:255).

C. Kesimpulan (ُ‫صة‬
َ َ‫)ال ُخال‬

• Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya menunjukkan adanya supir
atau pilot

• Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang bergerak teratur pasti menunjukkan
adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.

• Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti tidak ada.

• Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan bahwa pembuatnya
memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak, ilmu dan kemampuan untuk
membuat mobil dengan baik.

• Alam semesta yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki semua sifat-sifat
kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk menunjukkan bahwa Dia
adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang dimiliki oleh makhluk sebagai bukti
bahwa Dia Maha Kuat.

• Allah swt mengutus kepada kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak dapat kita
ketahui hanya melalui tafakkur, seperti perintah & larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai
atau murkai.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/02/21/406/wujud-dan-sifat-
allah/#ixzz5TygMlU87
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

BAB II
PEMBAHASAN
A.Bukti – bukti adanya Allah SWT
Dalam hal ini sebenarnya, bukan soal
ada atau tidak adanya Allah SWT,
melainkan soal bagaimana kita bisa
mengenal bahwa Dia ada atau tidak
ada. Keberadaan Allah SWT tak dapat
dibuktikan, melainkan dikenali dan
dialami, hanya dipercaya begitu saja
menurut pengalaman.
Jadi yang harus dibuktikan adalah
anggapan para ateis, bahwa Allah SWT
tidak ada. Yang harus dibuktikan ialah
bisakah diterangkan asal dan tujuan
hidup kita di dunia ini tanpa iman
kepada Allah SWT? Bisakah dijelaskan
secara rasional tanpa iman mengapa
alam semesta ini ada dan proses evolusi
itu berlangsung
Jadi sebenarnya bukan terletak pada
obyek yang mau dibuktikan
keberadaannya, melainkan pada
keputusan kita untuk meyakini adanya
obyek yang mau dibuktikan itu. Obyek
tidak pernah dikatakan nyata. Dia hanya
entah ada atau tidak ada. Yang nyata
adalah orang yang membuat statement
tentang obyek tsb. Contohnya tidak
sulit. Misalkan seseorang memberikan
statement: planet yupiter itu ada. Kita
tidak akan bisa mengatakan, yupiter itu
nyata. Yupiter itu ada atau tidak ada.
Statement bahwa Yupiter ada itu bisa
benar atau salah, tetapi yupiter sendiri
tidak bisa dikatakan nyata. Orang yang
membuat statement itulah yang disebut
nyata atau tidak. Bila statementnya
dibantu oleh bukti – bukti yang kuat,
maka kita mengatakan Yupiter itu
nyata. Sebaliknya ia kita sebut tidak
nyata, bila ia berpegang pada
statementnya, tanpa adanya bukti yang
mendukung keberadaan Yupiter.
Pernyataan ini bisa kita terapkan pada
pertanyaan mengenai keberadaan
adanya Allah SWT. Hal itu tidak
terletak pada Allah SWT, melainkan
pada orang yang percaya kepada Allah
SWT. Seorang yang percaya kepada
Allah SWT, kita sebut nyata, bila ia
memang memiliki alasan-alasan yang
lebih mendukung kepercayaannya itu
daripada ketidakpercayaannya, jadi itu
semacam “bukti”.
Untuk membuktikan bahwa Allah
berkarya di dalam dunia tak dapat
ditunjuk misalnya terjadinya mukjijat,
sebab itu mengandaikan bahwa dunia
bisa berjalan dengan sendirinya di luar
kendali Allah SWT, dan hanya sekali-
sekali Allah SWT menyentuhkan jari ke
dunia bila terjadi mukjijat, yang sangat
jarang terjadi. Padahal dunia dan segala
isinya adalah ciptaan Allah SWT.
Bahwa air mengalir, angin berhembus,
pohon bertumbuh, anak lahir, itu semua
termasuk dalam karya Allah SWT. Dan
sebenarnya dalam kasus ini hanya satu
jawaban: keberadaan Allah SWT tidak
bisa dibuktikan, melainkan dialami dan
dikenali. Dan dalam hal ini seseorang
disebut rasional, bila ia mempercayai
pengalamannya.
B.Sifat – Sifat Allah SWT
Dalam berbagai buku tentang Teologi
Islam, pembicaraan tentang sifat – sifat
Tuhan banyak melibatkan aliran
Mu’tazilah, Asy’ariyyah, dan
Maturidiyyah. Perbedaan pendapat
antara aliran tersebut sangat tajam. Di
satu sisi, Mu’tazilah mengatakan bahwa
Tuhan tidak bersifat. Di sisi lain,
Asy’ariyyah dan Maturidiyyah
mengatakan bahwa Tuhan niscaya
bersifat.
Alasan mengapa Mu’tazilah
mengingkari sifat – sifat Tuhan tidak
benar – benar jelas. Mahmud Subhi
berpendapat bahwa pemikiran
Mu’tazilah ini dilatarbelakangi oleh
konsep Nasrani tentang sifat Tuhan.
Dalam ajaran nasrani, ‘Isa al-Masih
adalah seorang manusia, tetapi dalam
dirinya terdapat sifat Tuhan.
Keberadaan sifat itu membawa arti
dalam diri ‘Isa terdapat ta’addud, yaitu
‘Isa sebagai manusia dan juga sifatnya
sebagai Tuhan. Tampaknya, ajaran
Nasrani tentang sifat ini menjadi
perbandingan bagi konsep Mu’tazilah
tentang sifat Tuhan dalam Islam. Oleh
sebab itu, factor yang menyebabkan
Mu’tazilah meniadakan sifat Tuhan
adalah demi mempertahankan keesaan
Tuhan yang dikenal dengan paham
tawhid.
Seperti mazhab kalam yang lain,
Mu’tazilah berkeyakinan akan
kemahaesaan Tuhan. Menurut mereka,
keesaan Tuhan itu adlah “tiada suatu
pun yang pantas menyertai keberadaan
tuhan.” Yang dikhawatirkan Mu’tazilah
di sini adalah jika Tuhan memiliki sifat,
sifat – sifat Tuhan itu tentunya kekal
sebagaimana kekalnya zat Tuhan.
Mu’tazilah percaya bahwa paham ini
bisa merusak ajaran tauhid menjadi
syirik. Untuk menghindari kerusakan
tauhid menjadi syirik, Mu’tazilah
akhirnya meniadakan sifat Tuhan.
Dengan lebih filosofis, Abu al-Hudzayl
menyatakan bahwa jika Tuhan bersifat,
maka akan ada unsur susunan pada diri
Tuhan. Susunan itu membawa kepada
adanya bagian – bagian. Bagian –
bagian yang terjadi adalah zat dan sifat
yang sama – sama kadim dan setiap
yang kadim ialah Tuhan. Disinilah,
menurut Abu al-Hudzayl, paham syirik
muncul karena zat dan sifat merupakan
dua unsure yang membawa implikasi
bahwa tuhan mengandung arti banyak.
Oleh sebab itu, Tuhan pasti tidak
bersifat seperti manusia.
Meski Tuhan tidak bersifat, bukan
berarti bahwa tuhan tidak mengetahui,
tidak melihat, tidak berkuasa dan
sebagainya. Namun, Tuhan tetap
mengetahui dengan Dzat-Nya, bukan
dengan pengetahuan. Tuhan tetap
melihat dengan Dzat-Nya, bukan
dengan penglihatan. Tuhan tetap
berkuasa dengan Dzat-Nya, bukan
dengan kekuasaan.
Terdapat sebagian tokoh
Mu’tazilah(tidak diketahui namanya)
yang mengatakan bahwa pemberian
sifat kepada Tuhan hanya bertujuan
sekedar memberitahukan kepada
manusia bahwa Tuhan itu Maha
Sempurna. Jadi, pemberian sifat – sifat
itu bukan benar – benar adanya kepada
Tuhan, melainkan hanya sekedar
metode untuk memperkuat keyakinan
manusia kepada Tuhan.
Mazhab Asy’ariyyah memberikan
keterangan yang bertentangan dengan
pemikiran Mu’tazilah. Jika Mu’tazilah
mengatakan bahwa Tuhan tidak
bersifat, Asy’ariyyah berpendirian
bahwa Tuhan bersifat. Menurut
Asy’ariyyah, ‘ilm,qudrah,iradah,hayah
dan lain – lain adalah sifat Tuhan. Tapi,
sifat Tuhan itu berbeda dengan sifat –
sifat makhluk. Hal itu, menurut Al-
Asy’ari, adalah karena Al Qur’an
banyak menggunakan kata ‘alim. Kata
ini tidak akan ada artinya kecuali Tuhan
memang berilmu. Kata Qadir tidak akan
ada artinya kecuali Tuhan memang
berkuasa. Semua sifat yang melekat
pada zat Allah itu adalah kadim dan
azali. Al-Asy’ari berpendapat bahwa
orang yang meyakini keberadaan sifat –
sifat Tuhan itu bukanlah musyrik. Jadi
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan
mempunyai sifat yang bukan zat tetpi
terletak dan menyatu dalam zat, bukan
seperti paham Mu’tazilah.
Sejalan dengan pemikiran Al-Asy’ari,
Al-Maturidi mengatakan bahwa Allah
mempunyai beberapa sifat. Tuhan
Maha Kuasa,Maha Mengetahui dan
lain-lain seperti yang terdapat dalam Al
Qur’an. Rasulullah SAW juga
menjelaskan demikian, Al Maturidi
beralasan mengapa Tuhan bersifat,
karena Dia sendiri mengatakan bahwa
Dia Maha Kuasa,Maha Mengetahui,
Maha Mendengar dan sebagainya.
Dengan demikian, menurut Al
Maturidi, Tuhan mengetahui dengan
pengetahuan-Nya, berkuasa dengan
kekuasaan-Nya bukan dengan zat-Nya.
Pemikiran tentang keberadaan sifat
Tuhan juga dipertahankan oleh al-
Bazdawi. Ia berpendapat bahwa sifat
Tuhan itu tidak lain dari Allah SWT.
BAB III
SIMPULAN
Allah SWT adalah satu – satunya
Tuhan dan tak ada bandingannya. Ayat
Al Qur’an suci yang memperkuat fakta
bahwa Allah Maha Terpuji adalah satu
– satunya Tuhan dan tidak ada sekutu
dalam otoritas-Nya, atau tidak ada
bandingan-Nya, atau tidak berputra, tak
berputri, tak berkeluarga, banyak
jumlah-Nya, Allah ta’ala berfirman
“(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan – pasangan dan dari
jenis binatang ternak pasangan –
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. Tak
ada sesuatupun yang serupa dengan dia.
Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.” (QS. Asy –
Syura:11)
Hanya Allah SWT Sang Pencipta.
Hanya Allah SWT sajalah yang
menciptakan dari ketiadaan. Dia hanya
Dia, Sang Pencipta, sedangkan
selainnya adalah ciptaan – Nya segala
yang ada di alam semesta ini, binatang
– binatang, bumi, gunung, lautan,
sungai, tumbuhan, makhluk kecil atau
besar dan manusia yang hidup di muka
bumi, semuanya adalah makhluk-Nya.
Dan masih banyak lagi bukti – bukti
adanya Tuhan, ayat yang menegaskan
fakta ini adalah : “Allah menciptakan
segala sesuatu dan Dia memelihara
segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah
kunci – kunci(pembendaharaan) langit
dan bumi. Dan orang – orang yang kafir
terhadap ayat – ayat Allah, mereka
itulah orang – orang yang merugi (QS.
Az – Zumar 62-63)
Jadi telah jelas dan telah diperjelas
dengan ayat – ayat diatas, jika Allah
SWT ada dan mengatur seisi alam
semesta ini.
Dalam membuktikan adanya Tuhan ada
beberapa dalil yang dapat digunakan
sebagai dalil ontologi dalil teleologi dan
dalil kosmologi. Para pemikir Yunani
menggunakan dalil-dalil tersebut
(ontologi, teologi dan kosmologi) untuk
sampai kepada kesimpulan tentang
adanya Tuhan. Hal seperti itu diikuti
pula oleh para pemikir Islam. Di antara
dalil yang banyak dipakai adalah dalil
ciptaan atau dalil kosmologi menurut
istilah metafisika.
Dalil kosmologi melihat alam sebagai
makhluk suatu akibat yang terakhir
dalam rangkaian sebab dan akibat.
Dengan melalui rentetan sebab akibat
yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi
dalam hal ini ada hubungannya sebagai
sebab-sebab dan akibat-akibat pada
akhimya hubungan sebab akibat akan
berhenti satu sebab yang pertama,
karena pada dasarnya kita tidak dapat
memikirkan adanya rentetan sebab
akibat yang tidak berkesudahan
(berkeputusan).
Selanjutnya, sebab pertama yang
dicapai oleh rentetan sebab akibat itu
dengan sendirinya bukan merupakan
akibat. Jadi sebab pertama itu
merupakan kesudahan dari rentetan
hubungan sebab dan akibat. Al Farabi
dalam membuktikan adanya Tuhan
menggunakan dalil penciptaan ini.
Bertitik tolak dari kenyataan yang
disentuh dengan pancaindera (makhluk)
untuk kemudian sampai kepada pangkal
pertama atau dari wujud yang nungkin
kepada wujud yang Wajib.
Pangkal pertama dari wujud yang
mungkin ini tidak dapat. ditangkap
dengan pancaindera. Jelasnya Al Farabi
menggunakan dalilnya atas dasar
pemikiran mungkin dan wajib. Menurut
Al Farabi “setiap sesuatu yang ada
dasamya ada kemungkinan adanya”
dan “ada pula wajib adanya”.
Kemungkinkan adanya itu hendaklah ia
mempunyai illat yang tampil
mengutamakan adanya itu lalu
memutuskan adanya dan kemudian
mengadakanya ke alam wujud ini. Dan
illat-illat ini tidaklah mungkin beredar
dalam lingkungan yang tidak berakhir
(vicious circle). Tetapi ia itu hendaklah
berhenti pada satu titik “adanya”
wajibul wujud “Allah” yang Illat itu
tidak ada dalam mewujudkannya.
Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya
hanya mempunyai dua keadaan
pertama ada sebagai kemungkinan
disebut wujud yang mungkin, ada
sebagai keharusan disebut dengan
wujud yang wajib. Dalam keadaan yang
pertama adanya ditentukan oleh adanya
yang lain, dan keadaan kedua, adanya
tanpa sesuatu yang lain atau ada dengan
sendirinya dan Sebagai keharusan.
Wujud yang mungkin, adanya dapat
disebabkan oleh wujud yang mungkin
lainnya. Sebagai contoh suatu buah
sebagai wujud yang mungkin buah itu
merupakan akibat dari sebab
perkawinan antara serbuk sari jantan
dan sebuk sari betina yang ada pada
pohon, pohon tersebut juga sebagai
Wujud yang mungkin dari sebab biji
buah yang ditanam. Dari rentetan
tersebut tidaklah mungkin terjadi
perputaran yang melingkar atau sebab
akibat yang tanpa berkesudahan.
Suatu rangkaian yang kejadian pada
akhirnya akan berhenti suatu titik akhir
yaitu berkesudahan pada wujud yang
wajib. Sebagai sebab pertama dari
segala wujud yang mungkin. Wujud
yang mungkin ditentukan oleh sebab
yang lain, wujud yang wajib itu sendiri,
yang disebut dengan Tuhan (Allah).
Pembuktian dengan kosmologi seperti
yang dilakukan oleh Al Farabi termasuk
dalil sederhana mudah dimengerti,
tetapi kelemahan dalil ini berpangkal
suatu keyakinan yang mengharuskan
adanya Tuhannya. Jadi merupakan
peloncatan pikiran dari kesimpulan
adanya sebab pertama atau wujud wajib
yang harus diyakininya, bahwa sebab
pertam

Anda mungkin juga menyukai