Anda di halaman 1dari 14

PERBEDAAN KONTRAK KARYA MENJADI IZIN

USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS DALAM


KAITANNYA DENGAN PT. FREEPORT INDONESIA

MATA KULIAH
HUKUM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

Disusun Oleh:
Dody Sucahyo
124216541

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Aktivitas pertambangan PT. Freeport Indonesia (selanjutnya disebut


Freeport) di Papua telah berlangsung sejak tahun 1967. Penandatanganan
Kontrak Karya Pertama berdurasi 30 tahun antara Pemerintah Indonesia dengan
Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan tersebut untuk
melakukan aktivitas pertambangan di dekat Puncak Jaya, Papua. Ini adalah
kontrak karya pertama yang ditandatangani Indonesia di bawah Undang-Undang
Penanaman Modal Asing.

Pada tahun 1972, Freeport telah mulai beroperasi melakukan aktivitas


pertambangan bijih mineral di Ertsberg. Sebanyak kurang lebih 10.000 ton biji
tembaga yang pertama berhasil dikapalkan. Pada bulan Maret 1973, tambang
Ertsberg yang dikelola Freeport diresmikan oleh Presiden Soeharto yang juga
memberi nama kota buatan dan jalur menuju area tambang dengan nama
Tembagapura yang berarti Kota Tembaga .

Sepuluh tahun setelah beroperasi, kandungan bijih tembaga di tambang


Ertsberg mulai menipis. Hal ini ditambah dengan anjloknya harga tembaga di
pasaran dunia. Permasalahan tersebut membuat Freeport berupaya untuk
meningkatkan upaya eksplorasi dengan mencari sumber bijih mineral ditempat
lain. Eksplorasi dialihkan di Puncak Grasberg yang masih berdekatan dengan
wilayah tambang Ertsberg. Dari serangkaian eksplorasi, penelitian, dan analisa,
ditemukanlah “anomali” yang kuat bahwa di kawasan tesebut terdapat
kandungan emas dan tembaga. Freeport segera melakukan langkah cepat demi
beroperasinya pertambangan di Grasberg. Penambahan pekerja tambang, alat,
dan peningkatan modal dilakukan secara besar-besaran oleh perusahaan
tersebut. Tambang Grasberg pun akhirnya dapat beroperasi dan berpoduksi
dengan sangat cepat.

Potensi pertambangan di Grasberg, membuat Freeport pada tahun 1991


kembali menandatangani Kontrak Karya Kedua dengan Pemerintah Indonesia.

1
Masa berlaku kontrak karya tersebut adalah 30 tahun, berikut dua kali
perpanjangan untuk masa berlaku 10 tahun. Artinya Freeport berhak mengelola
pertambangan di wilayah tersebut hingga tahun 2041. Eksplorasi cadangan bijih
emas dan tembaga di tambang Grasberg mencapai puncaknya pada tahun 2001
dengan kapasitas produksi mencapai hingga 238.000 ton per hari. Hal tersebut
menjadikan pertambangan Grasberg sebagai tambang emas terbesar di dunia,
dan tambang tembaga terbesar ketiga di dunia.

Pada tanggal 10 Februari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Ignasius Jonan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk Freeport
agar dapat terus melanjutkan kegiatan operasi dan produksinya di tambang
Grasberg. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang menyebutkan bahwa pemegang
Kontrak Karya diwajibkan melakukan pemurnian mineral dalam waktu 5 tahun
sejak Undang-Undang tersebut diterbitkan. Namun Freeport menolak IUPK yang
diberikan Pemerintah Indonesia, karena Freeport ingin mempertahankan hak-
haknya seperti di dalam Kontrak Karya yang telah disepakati bersama. Akibat
dari keputusan ini, maka Freeport tidak dapat lagi mengekspor konsentrat
tembaga dan emas. Hanya produk-produk yang telah dimurnikan saja yang
dapat diekspor.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah perbedaan antara Kontrak Karya dengan Izin Usaha


Pertambangan Khusus dalam kaitannya dengan Freeport?

1.3. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kontrak Bisnis Internasional


dalam rangka pelaksanaan perkuliahan Magister Kenotariatan Universitas
Ubaya tahun 2017

2
BAB II

PERBEDAAN ANTARA KONTRAK KARYA DENGAN IZIN USAHA


PERTAMBANGAN KHUSUS DALAM KAITANNYA DENGAN PT. FREEPORT
INDONESIA

2.1. AWAL MULA KONTRAK KARYA

Pada tahun 1966 pihak Freeport bertemu dengan perwakilan pemerintah


Indonesia dalam rangka membicarakan tujuan investasi mereka dalam bidang
pertambangan di wilayah Ertsberg, Papua. Saat itu Indonesia masih belum
memiliki dasar hukum untuk melaksanakan perjanjian investasi. Menteri
Pertambangan Indonesia pada saat itu menawarkan konsep kontrak bagi hasil,
namun ditolak oleh Freeport. Alasannya sistem kontrak tersebut hanya cocok
diterapkan di sektor perminyakan karena dapat menghasilkan produk dengan
cepat. Sedangkan pengusahaan tambang membutuhkan investasi besar dan
waktu lebih lama untuk sampai pada tahap produksi. Oleh karena itu Ali Budiarjo,
salah satu pejabat Departemen Penerangan dan Biro Perancang Negara yang
mengakomodir pertemuan Freeport dengan Pemerintah Indonesia, mengusulkan
penggunaan kontrak karya sebagai konsep perjanjian. Konsep tersebut
disepakati oleh kedua belah pihak. Pada tahun berikutnya Freeport juga
mendapatkan payung hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing yang menjadi awal bagi penanaman modal
asing di Indonesia. Atas jasanya, Ali Budiarjo menjadi orang Indonesia pertama
yang menduduki posisi Presiden Direktur Freeport Indonesia menggantikan
Forbes Wilson.

2.2. PENGERTIAN KONTRAK KARYA

Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu


contract of work. Pengertian kontrak karya terdapat di dalam Pasal 1 Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata
Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip,
Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara.

3
Pengertian kontrak karya berdasarkan ketentuan tersebut adalah suatu
perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta
asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka penanaman
modal asing) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan Umum. Berdasarkan definisi ini, kontrak karya dikonstruksikan
sebagai perjanjian dengan subjek perjanjian adalah Pemerintah Indonesia
dengan perusahaan swasta atau gabungan antara perusahaan asing dan
perusahaan nasional. Sedangkan objek yang diperjanjikan adalah pengusahaan
mineral.

Di dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum istilah kontrak
karya disebut dengan perjanjian karya.

Definisi lain kontrak karya terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang
Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Pengertian
kontrak karya berdasarkan ketentuan tersebut adalah perjanjian antara
Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum indonesia dalam
rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan
bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif,
dan batu bara. Dari definisi ini, maka kontrak karya dapat terjadi apabila
penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia.

Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “Kerja sama


modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila
penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan
hukum ini mengadakan kerjasama dengan satu badan hukum yang
mempergunakan modal nasional”.

Sedangkan Sri Woelan Aziz mengartikan kontrak karya adalah: “Suatu


kerja sama dimana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini

4
bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal
nasional”.

Kedua pandangan diatas terdapat kesamaan definisi, yaitu badan hukum


asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama
dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun di
dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan
badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional dalam pelaksanaan
kontrak karya.

2.3. UNSUR-UNSUR KONTRAK KARYA

Layaknya suatu perjanjian, di dalam kontrak karya juga terdapat unsur-


unsur yang melekat, yaitu:

a. adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak,

b. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia dengan penanam


modal asing,

c. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi,

d. dalam bidang pertambangan umum, dan

e. adanya jangka waktu dalam berkontrak.

Jangka waktu kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang


dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Namun jangka waktu kegiatan
eksploitasi adalah tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang.

5
2.4. PERBEDAAN KONTRAK KARYA DENGAN IZIN USAHA
PERTAMBANGAN KHUSUS KAITANNYA DENGAN PT. FREEPORT
INDONESIA

Perbedaan utama antara kontrak karya dengan Izin Usaha Pertambangan


Khusus adalah status perjanjiannya. Kontrak karya adalah kontrak yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang kedudukannya sejajar, yaitu Pemerintah
Indonesia dengan pihak swasta. Sedangkan Izin Usaha Pertambangan Khusus
adalah Pemerintah Indonesia sebagai pemilik kewenangan yang memberikan
izin atas perusahaan pemegang izin.

Perubahan dari kontrak karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus


dimaksudkan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengubah posisi negara yang
selama ini setara dengan korporasi. Sedangkan pada dasarnya fungsi
pemerintahan adalah sebagai pemberi kewenangan, bukan agtau tidak setara
dengan korporasi maupun perorangan.

Perbedaan lainnya adalah mengenai hak dan kewajiban bagi pemegang


Izin Usaha Pertambangan Khusus yang diatur di dalam perundang-undangan,
hal ini tentu berbeda dengan hak dan kewajiban pemegang kontrak karya yang
ditentukan atas dasar kesepakatan. Hak dan kewajiban pemegang Izin Usaha
Pertambangan Khusus diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara, serta di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.

2.4.1. DASAR ALASAN FREEPORT MENOLAK IZIN USAHA


PERTAMBANGAN KHUSUS

Pada tanggal 10 Februari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Ignasius Jonan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk Freeport
agar dapat terus melanjutkan kegiatan operasi dan produksinya di tambang
Grasberg. Sesuai Di dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara disebutkan bahwa “Pemegang Kontrak Karya

6
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib
melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1)
selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.
Ketentuan tersebut menetapkan kewajiban bagi perusahaan pemegang kontrak
karya yang berada dalam masa produksi untuk melakukan proses pengolahan
atau pemurnian di dalam negeri. Hal ini ditolak oleh Freeport karena tidak
mungkin bagi mereka untuk memurnikan seluruh hasil tambang di dalam negeri.

Untuk melakukan pemurnian mineral hasil tambang, diperlukan fasilitas


peleburan yang dikenal dengan sebutan smelter. Pada dasarnya Freeport telah
memiliki fasilitas peleburan tembaga yang terletak di Gresik, Jawa Timur.
Fasilitas tersebut adalah PT. Smelting Gresik yang juga merupakan smelter
tembaga pertama di Indonesia. Didirikan pada tahun 1996 yang dimiliki oleh
Freeport dan konsorsium Jepang. Smelter tersebut mengelola empat puluh
persen konsentrat dari Freeport dan dioperasikan oleh Mitshubisi. Konsentrat
adalah bagian ekonomis yang dihasilkan dari proses penambangan.

Meski telah memiliki smelter tembaga, namun Freeport menolak


memurnikan seluruh hasil pertambangan mereka di Indonesia karena
sebelumnya mereka telah memasarkan konsentrat dengan harga pasar
berdasarkan kontrak jangka panjang dengan sejumlah smelter internasional.
Oleh karena itu Freeport memiliki kewajiban sesuai dengan asas itikad baik untuk
tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.

Karena hal tersebut, maka Pemerintah Indonesia menawarkan Izin Usaha


Pertambangan Khusus kepada Freeport. Perubahan kontrak karya menjadi Izin
Usaha Pertambangan Khusus dapat menjadi jalan yang memungkinkan bagi
perusahaan tersebut agar tetap dapat mengekspor konsentrat ke sejumlah
smelter rekanan mereka yang terletak di luar negeri. Dengan jalan tersebut maka
diharapkan Freeport dapat terus menjalankan kewajiban mereka terhadap
kontrak-kontrak yang telah disepakati dengan smelter-smelter tersebut.

Keuntungan lainnya adalah dengan menjadi pemegang Izin Usaha


Pertambangan Khusus maka ada keringanan waktu bagi Freeport untuk
menyelesaikan pembangunan smelter baru untuk menampung banyaknya
konsentrat yang dihasilkan. Di dalam ketentuan Pasal 102 dan Pasal 103

7
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang
mengatur pengolahan dan pemurnian mineral, tidak dicantumkan batasan waktu
bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk menyelesaikan
pembangunan smelter maupun peningkatan nilai tambah pengolahan atau
pemurnian.

Sebenarnya Freeport masih dapat beroperasi menggunakan kontrak


karya. Dasar hukumnya terdapat di dalam Pasal 169 huruf a Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang menyebutkan bahwa
“Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara yang
telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai
jangka waktu berakhirnya kontrak / perjanjian”. Namun terhambat dengan
adanya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang mewajibkan kepada seluruh
pemegang kontrak karya untuk melakukan pengolahan atau pemurnian mineral
dalam waktu lima tahun sejak Undang-Undang tersebut diterbitkan. Maka
siapapun pemegang kontrak karya yang masih belum atau tidak mengolah atau
memurnikan mineral hasil tambang hingga tahun 2014, telah melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, jika Pemerintah
Indonesia memberikan izin ekspor konsentrat yang belum dimurnikan kepada
Freeport namun perusahaan tersebut masih tetap berpegang pada kontrak
karya, akan terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara tersebut.

Hal lain yang menjadi alasan penolakan Freport terhadap Izin Usaha
Pertambangan Khusus adalah ketidakpastian pajak. Di dalam Pasal 131
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara disebutkan
bahwa “Besarnya pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut dari
pemegang IUP, IPR, atau IUPK sitetapkan berdasarkan ketentuan perundang-
undangan”. Dari sini jelas bahwa Izin Usaha Pertambangan khusus bersifat
prevailing, mengikuti aturan pajak dan PNBP dapat berubah ketika ada
perubahan peraturan. Inilah yang dianggap sebagai ketidakpastian oleh
Freeport. Perusahaan tersebut menginginkan besaran pajak dan PNBP yang
stabil seperti di dalam kontrak karya yang tidak berubah-ubah hingga masa
kontrak habis.

8
Perbedaan lain antara kontrak karya dengan Izin Usaha Pertambangan
Khusus adalah mengenai masalah kewajiban divestasi. Terdapat ketentuan di
dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan
Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang
mewajibkan Pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk melakukan
divestasi saham hingga lima puluh satu persen kepada Pemerintahan Indonesia,
secara bertahap setelah 10 tahun memasuki masa produksi. Tentu saja Freeport
sangat keberatan dengan aturan ini karena harus segera melepas sahamnya
hingga mencapai besaran lima puluh satu persen untuk Indonesia karena sudah
puluhan tahun berproduksi.

Sedangkan berdasarkan butir-butir yang tertuang dalam Memorandum of


Understanding tanggal 25 Juli 2014, Freeport hanya diwajibkan melakukan
divestasi saham sebesar tiga puluh persen kepada Indonesia sampai dengan
tahun 2019. Perusahaan induk Freeport di Amerika Serikat berkeberatan jika
harus melepaskan sahamnya hingga jumlah lima puluh satu persen karena
artinya mereka bukan lagi pemegang saham mayoritas.

Hal lainnya terkait perizinan luas area tambang, bagi pemegang Izin
Usaha Pertambangan Khusus dibatasi hanya seluas maksimal dua puluh lima
ribu hektar. Hal ini sangat jauh berbeda dengan luas area tambang yang saat ini
sedang dikerjakan oleh Freeport yang mencapai luas sembilan puluh ribu hektar.
Namun jika Freeport beralih menjadi pemegang Izin Usaha Pertambangan
Khusus, dapat melepas sisa area tambang dan mengurus izin area tambang
baru sesuai ketentuan yaitu per dua puluh lima ribu hektar.

Meski begitu Izin Usaha Pertambangan Khusus dapat memberikan


kepastian dalam hal perpanjangan kontrak. Jika masih memegang kontrak karya,
maka Freeport baru dapat mendapatkan kepastian perpanjangan kontrak dua
tahun sebelum kontrak karya tersebut berakhir pada tahun 2021. Namun jika
Freeport beralih memegang Izin Usaha Pertambangan Khusus, mereka bisa
mendapatkan kepastian perpanjangan mulai saat ini juga.

9
2.4.2. AKIBAT YANG DITIMBULKAN

Akibat dari tidak adanya penyelesaian masalah antara Freeport


dengan Pemerintah Indonesia, membuat perusahaan tersebut berhenti
beroperasi. Mereka mengklaim tidak mungkin melakukan usaha pertambangan
lagi diakibatkan penuhnya gudang penyimpanan mereka sebagai akibat adanya
pelarangan kebijakan ekspor konsentrat bagi pemegang kontrak karya. Kondisi
tersebut membuat Freeport berencana untuk merumahkan sebagian besar
karyawan mereka yang saat ini mencapai tiga puluh ribu orang. Jika hal ini
sampai terjadi maka akan ada belasan ribu orang yang kehilangan mata
pencahariannya dan itu akan menimbulkan permasalahan baru bagi negara ini.
Bagaimanapun hampir sembilan puluh persen karyawan Freeport adalah warga
negara Indonesia yang tentunya wajib menjadi perhatian pemerintah dalam
menemukan jalan keluar dari masalah ini.

Pemerintah Indonesia dan Freeport masih memiliki waktu untuk


berunding dan menemukan kesepakatan. Jika perundingan gagal mencapai titik
temu, maka jalan terakhir adalah bersengketa di arbritase.

10
BAB II

KESIMPULAN

Terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus adalah sebagai perubahan


status Negara Indonesia dari yang semula setara dengan korporasi menjadi
diatas tingkatannya yaitu sebagai pemberi kewenangan. Perubahan itu juga tidak
mengesampingkan kontrak karya yang selama ini berlaku, hal tersebut tercantum
di dalam Pasal 169 huruf a Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Namun banyaknya perbedaan antara ketentuan-ketentuan dari Izin Usaha
Pertambangan Khusus yang terikat peraturan perundang-undangan dengan
ketentuan kontrak karya yang berdasarkan kesepakatan bersama, menimbulkan
banyak sekali masalah.

Diperlukan adanya solusi dan penyelesaian secepatnya antara


Pemerintah Indonesia dengan Freeport agar permasalahan tersebut tidak
berlarut-larut yang nantinya akan merugikan kedua belah pihak. Banyaknya
warga negara Indonesia yang bekerja di Freeport juga harus mendapatkan
perhatian tersendiri. Mata pencaharian mereka tergantung dari hasil
penyelesaian sengketa antara Freeport dengan Pemerintah Indonesia.

Hingga tulisan ini dibuat, belum ada kesepakatan yang terjadi antara
Pemerintah Indonesia dengan Freeport. Jika masih belum ada titik temu, maka
penyelesaian secara arbritase dapat menjadi jalan keluar terbaik bagi keduanya.

11
DAFTAR BACAAN

Buku

Sony Rospita, Tidak Aneh Bila Sistem Kontrak Pertambangan Lebih Disukai
PMA, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2009

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Pertambangan Umum

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat Atas


Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996


tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan,
Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004
tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian
Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Sumber-sumber lain

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia

https://m.detik.com/finance/energi/3428820/kontrak-karya-dan-iupk-jadi-akar-
masalah-freeport-apa-bedanya

https://m.kumparan.com/angga-sukmawijaya/pengamat-yakin-freeport-tak-akan-
tempuh-jalur-arbritase

12
http://www.suduthukum.com/2017/02/istilah-dan-pengertian-kontrak-karya.html?
m=1

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelompok 10 - News
    Kelompok 10 - News
    Dokumen10 halaman
    Kelompok 10 - News
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Persyaratan PPH
    Persyaratan PPH
    Dokumen1 halaman
    Persyaratan PPH
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Fix P Didik
    Fix P Didik
    Dokumen12 halaman
    Fix P Didik
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Revisi 17 Maret 2017
    Revisi 17 Maret 2017
    Dokumen11 halaman
    Revisi 17 Maret 2017
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Surat Lamaran
    Surat Lamaran
    Dokumen1 halaman
    Surat Lamaran
    David Lukman Ngdidare
    100% (1)
  • Makalah Bu Silvi (Planingx
    Makalah Bu Silvi (Planingx
    Dokumen17 halaman
    Makalah Bu Silvi (Planingx
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Protokol Notaris
    Protokol Notaris
    Dokumen3 halaman
    Protokol Notaris
    David Lukman Ngdidare
    0% (1)
  • Hukum Perjanjian
    Hukum Perjanjian
    Dokumen9 halaman
    Hukum Perjanjian
    asad muhammad
    Belum ada peringkat
  • Persyaratan PPH
    Persyaratan PPH
    Dokumen1 halaman
    Persyaratan PPH
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Tpa 1 Uas
    Jawaban Tpa 1 Uas
    Dokumen7 halaman
    Jawaban Tpa 1 Uas
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Perjanjian Krja
    Perjanjian Krja
    Dokumen7 halaman
    Perjanjian Krja
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Dan Tugas Dewan Komisaris
    Fungsi Dan Tugas Dewan Komisaris
    Dokumen1 halaman
    Fungsi Dan Tugas Dewan Komisaris
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Jaminan Uas 1
    Jawaban Jaminan Uas 1
    Dokumen5 halaman
    Jawaban Jaminan Uas 1
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Perjanjian Krja
    Perjanjian Krja
    Dokumen7 halaman
    Perjanjian Krja
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Civi
    Civi
    Dokumen25 halaman
    Civi
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Makalah Utama Mono
    Makalah Utama Mono
    Dokumen7 halaman
    Makalah Utama Mono
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Monopoli
    MAKALAH Monopoli
    Dokumen9 halaman
    MAKALAH Monopoli
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • CNTH Proposal
    CNTH Proposal
    Dokumen7 halaman
    CNTH Proposal
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Monopoli 00
    Monopoli 00
    Dokumen12 halaman
    Monopoli 00
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Civi
    Civi
    Dokumen25 halaman
    Civi
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • CNTH Proposal
    CNTH Proposal
    Dokumen7 halaman
    CNTH Proposal
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 10 - Build Operate Transfer Pasar Turi
    Kelompok 10 - Build Operate Transfer Pasar Turi
    Dokumen5 halaman
    Kelompok 10 - Build Operate Transfer Pasar Turi
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asli Mono
    Makalah Asli Mono
    Dokumen20 halaman
    Makalah Asli Mono
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Lukman, BOT Rev
    Lukman, BOT Rev
    Dokumen13 halaman
    Lukman, BOT Rev
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Han
    Han
    Dokumen15 halaman
    Han
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Makalah Pasar Monopoli 3
    Makalah Pasar Monopoli 3
    Dokumen12 halaman
    Makalah Pasar Monopoli 3
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Tugas Etika P Habib Bab VII
    Tugas Etika P Habib Bab VII
    Dokumen10 halaman
    Tugas Etika P Habib Bab VII
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • Lukman, BOT Rev
    Lukman, BOT Rev
    Dokumen13 halaman
    Lukman, BOT Rev
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat
  • KEBERATAN Retribusi Daerah
    KEBERATAN Retribusi Daerah
    Dokumen9 halaman
    KEBERATAN Retribusi Daerah
    David Lukman Ngdidare
    Belum ada peringkat