Anda di halaman 1dari 11

MINI RESET

PENYAKIT HIPERTENSI

Mata Kuliah : Genetika

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

Cut Indah Lestari

Dina Fitriyani Saragih

Elsa Simatupang

Johannes Sihite

Nadia Dwi Pratiwi

PENDIDIKAN BIOLOGI B 2017

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering
terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan
pola hidup yang tidak sehat sangat rentan dengan berbagai penyakit infeksi maupun non
infeksi. Penyakit non infeksi justru menjadi pembunuh masyarakat khususnya Indonesia.
Penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi merupakan jenis penyakit yang sangat banyak
dijumpai pada masyarakat modern ini oleh karena kurang menjalankan pola hidup sehat (Eko
dan Aries dalam Viva News, 2011).

Menurut Sheps (2005) hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten


dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. Hipertensi dikelompokkan menjadi hipertensi esensial (primer) yaitu
penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Sedangkan hipertensi sekunder ini biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti penyempitan arteri renalis, berbagai obat,
disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Secara umum pembuluh darah memiliki mekanisme
kontrol kontriksi dan dilatasi yang terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Selain itu faktor stres
dan kecemasan juga ikut mendukung kondisi konstriksi dimana dengan adanya faktor
tersebut akan merangsang kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol dan steroid, sehingga
memperkuat respon vasokonstriksor pembuluh darah (Smeltzer, 2002).

Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di
negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke
atas di Indonesia cukup tinggi mencapai 31,7% dengan penduduk yang mengetahui dirinya
menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4% (Depkes,
2010).

Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang
menderita hipertensi di dunia. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia atau WHO,
hipertensi merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Data tahun 2010 di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita
hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Data tahun 2010
di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
menderita hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka didapatkan permasalahan sebagai


berikut :

1. Apa definisi dari hipertensi?


2. Apa saja tanda dan gejala hipertensi?
3. Bagaimana patofisiologi hipertensi?
4. Bagaimana pengobatan hipertensi?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui definisi dari hipertensi


2. Untuk mengetahui tanda dan gejala hipertensi
3. Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi
4. Untuk mengetahui cara pencegahan hipertensi

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai apa
itu hipertensi, tanda dan gejala yang ditimbulkan hingga bagaimana cara pencegahan
hipertensi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan secara pasti tekanan darah arteri pada angka 140/90
mmHg atau lebih. Dibedakan bahwa hipertensi sistolik mengarah pada tekanan sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dengan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg (Ulrich, 1995). Hipertensi adalah
suatu keadaan yang tidak stabil atau kenaikan tekanan darah yang terus menerus diatas normal, yaitu
diatas 140/90 mmHg (Bufalino, 1997).

Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan etiologi Hipertensi

a.Hipertensi primer atau esensial Hipertensi primer ini belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, dan kebanyakan penderita hipertensi ini tidak menunjukkan keluhan atau
gejala.

b. Hipertensi sekunder Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya, jika penyebab itu segera
diketahui dapat teratasi, tekanan darah dapat normal kembali. Biasanya Hipertensi ini dapat
disertai dengan keluhan ataupun gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi
tersebut seperti :

1) Kelainan ginjal : Glomerulonefritis Akut (GNA), Glomerulonefritis Kronik (GNC),


Pyelonefritis Kronik (PNC), penyempitan arteri renalis.

2) Kelainan hormonal : diabetes Militus, pil KB.

3) Lain-lain : Koortasia aorta, Pre Eklamsia, pengaruh obat-obatan.

4) Neurologi : Polineuritis, pielomielitis.

2. Berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik

Tekanan Darah Normal dan Tekanan Darah Tinggi

No Kategori Tekanan Disatolik Tekanan Sisatolik


Normal <50 <85
1
Normal tinggi 130-139 85-89
2
Hipertensi
3
Stadium 1 (Ringan) 140-149 90-99
4
Stadium 2 (Sedang) 160-179 100-109
5
Stadium 3 (Berat) 180-209 110-119
6
Stadium 4 (Sangat berat) >210 >120
7
3. Hipertensi “Jas Putih”

Hipertensi “Jas Putih” didefinisikan sebagai hipertensi yang terjadi pada seseorang yang
mempunyai tekanan darh normal, tetapi tekanan darahnya naik ketika dilakukan pemeriksaan oleh
dokter (Black, J.M. 1997).

4. Hipertensi Terisolasi
Hipertensi terisolasi terjadi ketika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, tetapi
tekanan darah diastoliknya dibawah 90 mmHg. Itu terjadi terutama pada umur 50 tahun, dan hampir
24% menyerang umur 80 tahun. Diperkirakan itu terjadi karena aterosklerosis, perubahan pembuluh
darah. Peningkatan elastisitas pembuluh darah menyebabkan tekanan sistoli meningkat, tetapi tidak
berpengaruh pada tekanan diastolik (Black J.M, 1997).

5. Hipertensi Maligna
Hipertensi maligna adalah suatu keadaan gawat darurat, dimana tekanan diastolik
diatas 120 mmHg, terjadi perdarahan pada retina, pupil udema dengan keluarnya eksudat dan
gagal ginjal akut. Hipertensi maligna banyak terjadi pada umur 40 sampai 50 tahun, juga
terjadi pada umur yang lebih muda dari 30 tahun atau lebih tua dari 60 tahun (Black, 1997).

B. Tanda dan Gejala

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak punya gejala spesifik yang
menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi pada pemeriksaan fisik.
Meskipun secara popular peningkatan tekanan darah dianggap sebagai gejala hipertensi, sakit
kepala hanya karakteristik untuk hipertensi berat, paling sering pada daerah eksipital, terjadi
ketika pasien bangun pada pagi hari dan berkurang secara spontan setelah beberapa jam.
Kadang hipertensi berjalan tanpa gejala dan baru timbul setelah terjadi komplikasi pada organ
target seperti ginjal, mata, otak dan jantung. Keluhan lain yang mungkin berhubungan adalah
pusing, palpitasi, mudah lelah dan impotensi. Keluhan yang mengarah ke penyakit vaskuler
termasuk epistaksis, hematuri, pandangan kabur karena perubahan retina, episode lemah atau
pusing yang disebabkan oleh iskemia serebral sementara, angina pectoris dan dispnea yang
disebabkan oleh gagal jantung. Gagal jantung, gagal ginjal dan gangguan penglihatan banyak
dijumpai pada hipertensi berat atau maligna. Gangguan serebral akibat hipertensi dapat
berupa kejang atau gejala-gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa
kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Ahmad, Asdie, 2000, Suparman
Sarwono, dkk, 1992).

C. Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor, curah jantung (COP) dan tahanan dalam
pembuluh darah perifer. Curah jantung (COP) ditentukan oleh isi sekuncup (Stroke Volume)
dan denyut jantung. Dan tahanan dalam pembuluh darah perifer sebagai akibat dari
penyempitan arteriole. Dilatasi dan konstriksi arteriole perifer dapat dikendalikan oleh
berbagai mekanisme terutama stimulus pada system syaraf simpatis dan pengaktifan system
angiotensin. Rangsangan pada system syaraf simpatis berdampak dikeluarkannya epineprine
dan neropineprin, membuat pembuluh darah berkontraksi dan meningkatkan resistensi
perifer. Epineprin meningkatkan kontraksi cardiak sambil menyempitkan saluran, berdampak
tekanan darah meningkat. Pengaturan oleh ginjal merupakan komponen esensial untuk
pengendalian tekanan darah. Kegiatan Angiotensin II adalah vasokonstriksi dan retensi
sodium serta air. Maka terjadilah peningkatan jumlah cairan pada system vaskuler kecil dan
berdampak peningkatan tekanan darah (Ahmad, Asdie, 2000, Moerdowo, 1994).

D. Fokus Intervensi
1. Resiko tinggi penurunan cariac output berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokardium, hipertensi ventrikel (Doenges, 2000).
a. Tujuan : tidak terjadi penurunan cardiac output.
b. Kriteria hasil : pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah
atau beban kerja jantung, mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu
yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
c. Intervensi : monitor tekanan darah, ukur pada kedua lengan. Observasi kualitas nadi
perifer dan sentral, auskultasi bunyi jantung dan bunyi nafas, observasi warna kulit,
kelembaban, suhu tubuh dan capillary refill. Monitor edema general/dependen,
jagaketenangan istirahat dan kurangi aktivitas lingkungan dan bising. Batasi jumlah
pengunjung dan lamanya tinggal dengan klien. Pertahankan pembatasan aktivitas
seperti bedrest, jaga istirahat klien tidak terganggu. Bantu perawatan diri klien bila
dibutuhkan. Lakukan tindakan keperawatan yang meningkatkan kenyamanan, seperti
message punggung dan leher, tinggikan bagian kepala. Anjurkan untuk melakukan
teknik relaksasi, distraksi. Monitor respon terhadap obat-obat yang mengontrol
tekanan darah, batasi pemberian cairan dan diit natrium sesuai indikasi, kolaborasi
pemberian deuretik.

2. Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah serebral
ditandai dengan pusing, nausea, muntah, leher kaku (Dioenges, 2000).
a. Tujuan : nyeri kepala hilang atau berkurang
b. Kriteria hasil : pasien menyatakan nyri dapat dikontrol, pasien tidak merasa pusing,
mual, muntah, leher kaku.
c. Intervensi : pertahankan bedrest selama fase akut, kompres dingin pada dahi, teknik
relaksasi, distraksi. Kurangi aktivitas yang menyebabkan vasokontriksi, seperti mengedan
saat buang air besar, batuk yang terus menerus dan lain-lain. Bantu ambulasi bila diperlukan,
kolaborasi pemberian : analgesik, antiansietas.

3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan respon yang tidak adekuat terhadap
repertoar (Kim, Mija, 1994).
a. Tujuan : mengembangkan respon yang adekuat terhadap repertoar seperti
yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut.
b. Intervensi : bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhan yang ingin dipenuhi
atau tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kemampuan dalam proses koping. Beri
dukungan atas pengakuan tentang perasaan-perasaannya, keinginan-keinginannya,
kesenangan-kesenangannya, rasa takut, “kebiasaan buruk”, dan rangsangan-rangsangan yang
membutuhkan untuk dikontrol. Diskusikan konsekuen tentang perasaan ditolak, isolasi sosial
dan pemikiran serta perasaan-perasaan lain. Bantu dalam mencari jalan untuk memutar
pikiran-pikiran dan perasaan- perasaan kearah motivasi bagi pasien dalam mencapai tujuan
atau pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Identifikasi kebutuhan dasar yang diperlukan
dalam berespon terhadap repertoar. Siapkan atau rujuk pasien untuk belajar hal-hal sesuai.
Awasi kekurangan dalam ketrampilan sosial sekhusus mungkin. Dalam berkolaborasi dengan
pasien, spesifikasikan masalah-masalah interpersonal pasien yang dimiliki dalam interaksi
sosial. Berikan umpan balik yang positif sebagaimana pasien belajar ketrampilan-ketrampilan
atau tingkah laku. Mendisain tugas-tugas khusus untuk melengkapi dalam situasi hidup nyata
dan memberikan umpan balik tentang kemajuan. Evaluasi kemajuan dalam mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan untuk mengatasi krisis pada interval yang teratur.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan blajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan
berhubungan dengan salah mengartikan informasi, terbatasnya pengamatan, menyangkal
diagnosa dan keterbatasan kognitif (Doenges 2000).

a. Tujuan : pasien dapat mengerti dan memperhatikan kondisi dan keadaannya.

b. Kriteria hasil : pasien dapat mengerti tentang proses penyakit dan


pencegahannya,mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
terjadi, mempertahankan tekanan darah yang optimal.

c. Intervensi : kaji penerimaan dan penolakan dalam penerimaan penjelasan, tetapkan


dan nyatakan tekanan darah normal, jelaskan tentang Hipertensi dan efeknya pada jantung,
pembuluh darah, ginjal dan otak. Diskusikan untuk mengurangi rokok dan menetapkan
rencana berhenti merokok, jelaskan pentingnya kooperatif dengan perawatan, tetap
melakukan follow up. Instruksikan dan demonstrasikan tentang pengaturan tekanan darah,
bantu pasien untuk menentukan jadual yang tepat untuk pengobatan.

5. Defisit perawatan diri (gangguan personal hygiene) berhubungan dengan kelumpuhan


extremitas (Carpenito, L.J, 2000).
a. Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan kegiatan mandi yang optimal yang
diharapkan, melaporkan kepuasaan sesuai dengan keterbatasan yang ada. Menyebutkan
perasaan nyaman dan kepuasan yang berhubungan dengan kebersihan tubuh, menunjukkan
kemampuan untuk menggunakan alat bantu, menjelaskan faktor penyebab ketidakmampuan
untuk mandi.
b. Intervensi : kaji faktor penyebab, berikan kesempatan untuk belajar kembali
atau adaptasi terhadap aktivitas, lakukan penyuluhan kesehatan dan rujukan jika
diindikasikan.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum akibat dari penurunan


oksigenasi jaringan yang disebabkan tidak adekuatnya perfusi jaringan (Ulrich, 1995).
a. Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara normal.
b. Kriteria hasil : pasien mengungkapkan bahwa perasaan lelah dan lemahnya
berkurang. Pasien mampu untuk mengerjakan aktivitas harian tanpa keluhan dyspnea, nyeri
dada, diaphoresis, pusing dan perubahan tanda-tanda vital.
c. Intervensi : kaji tanda dan gejala dari intorenansi aktivitas. Kaji respon pasien
terhadap aktivitas, anjurkan pasien untuk mengurangi pengeluaran energi, bantu pasien
melakukan aktivitas yang dibutuhkan, dorong pasien untuk meningkatkan aktivitas gerakan
pasien secara bertahap sesuai toleransi dan hentikan aktivitas yang menyebabkan rasa lemah
yang berlebihan, pusing, kelelahan dan nafas yang tersengal-sengal. Konsultasikan pada
dokter jika tanda dan gejala dari toleransi aktivitas semakin memburuk.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional, dengan rancangan
penelitian studi kasus.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2019. Penelitian dilakukan di
Rumah Sakit dan Puskesmas di daerah Medan dengan data jumlah penderita hipertensi yang
diperoleh dari Rumah Sakit dan Puskesmas.

C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua penderita hipertensi 3 bulan terakhir di Rumah
Sakit dan Puskesmas daerah Medan.
2. Sampel
Sampel yang digunakan adalah penderita hipertensi yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi yang menjalani rawat inap 3 bulan terakhir di Rumah Sakit dan
Puskesmas daerah Medan.
3. Kriteria Subyek
 Kriteria Inklusi adalah penderita hipertensi yang sedang menjalani rawat
inap di Rumah Sakit dan Puskesmas daerah Medan
 Kriteria Ekslusi adalah penderita hipertensi yang sedang menjalani rawat
jalan di Rumah Sait dan Puskesmas daerah Medan
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitiannya adalah data sekunder dari rekammedis penderita
hipertensi yang menjalani rawat inap tiga bulan terakhir di rumah sakit dan puskesmas
daerah medan.

E. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling dan
penelitian di lakukan di rumah sakit dan puskesmas daerah medan.

F. Alat Dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat tulis.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data rekam medis penderita
hipertensi dan referensi tambahan

G. Prosedur Kerja
Prosedur Kerja pada penelitian ini yakni meliputi :
1. Pengamatan secara fisik pada penderita hipertensi secara langsung
2. Wawancara di lakukan dengan cara menanyakan langsung kepada pihak medis
dan penderita hipertensi
3. Pengambilan data

H. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan cara wawancara kepada penderita
hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai