Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Elektropalting
1. Electroplating
Pelapisan suatu logam ataupun pada logam secara elektrolisa melalui
penggunaan arus listrik searah (Direct Current/DC) dan larutan kimia
(elektrolit) digunakan sebagai pensuplay ion-ion logam membentuk endapan
(lapisan) logam pada elektroda katoda. Terjadinya endapan karena adanya
ion-ion bermuatan listrik yang berpindah secara terus menerus dari suatu
elektroda melalui larutan elektrolit. Berdasarkan penjelasan diatas, dimana
dijelaskan yaitu merupakan suatu rangkaian arus listrik, anoda, larutan
elektrolit dan katoda yang membentuk satu kesatuan yang satu sama lain
saling terikat. Secara prinsip proses electroplating mencakup empat hal, yaitu:
pembersihan, pembilasan, pelapisan dan proteksi setelah pelapisan. Keempat
hal ini dapat dilakukan secara manual atau bisa juga menggunakan tingkat
otomatisasi yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan
proses, mulai dari proses awal, pembersihan secara mekanis dan kimia, pada
proses pelapisan dengan menentukan kondisi operasi yang tepat dan
optimum, misalnya dengan konsentrasi larutan dan tegangan listrik yang
tepat. Selama proses pengendapan/deposit berlangsung terjadi reaksi kimia
pada elektroda dan elektrolit baik reaksi reduksi maupun rekasi oksidasi da
diharapkan berlangsung terus menerus menuju arah tertentu secara tetap
(Saleh, 1998).
Prinsip dasar dari proses lapis listrik adalah berpedoman atau berdasarkan
Hukum Faraday yang menyatakan:
a. Jumlah zat-zat (unsur-unsur) yang terbentuk dan terbebas pada
elektroda salama elektrolisa sebanding dengan jumlah arus listrik yang
mengalir dalam larutan elektrolit.
b. Jumlah zat-zat (unsur-unsur) yang dihasilkan oleh arus listrik yang
sama selama elektrolisa adalah sebanding dengan berat ekuivalen
masing-masing zat tersebut.
Persamaan tersebut dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
I .t.e
B=
F
Keterangan:
B = Berat zat yang terbentuk (gram)
I = Jumlah arus yang mengalir (Ampere)
T = Waktu (detik)
e = Berat ekivalen zat yang dibebaskan (berat atom suatu unsur dibagi
valensi unsur tersebut)
F = Jumlah arus yang diperlukan untuk membebaskan sejumlah gram
ekivalen suatu zat

Gambar 2.1. Skema Pelaksanaan Elektroplating (Purwanto,2005)

Prinsip dasar dari pelapisan logam secara listrik ini adalah penempatan
ion-ion logam yang ditambah electron pada logam yang dilapisi. Ion-ion
logam pelapis tersebut berada dalam elektrolit yang digunakan anoda
dihubungkan dengan kutub positif dari sumber arus listrik. Katoda
dihubungkan dengan kutub negatif dari sumber arus listrik DC, prinsip
sederhana pelaksanaan electroplating ini dapat dilihat pada gambar 2.1. Anoda
dan Katoda direndam dalam larutan elektrolit. Jika arus listrik dialirkan maka
pada katoda akan terjadi endapan (pelapisan logam). Dengan adanya arus
listrik yang mengalir dari sumber maka electron dialirkan melalui elektroda
posotif (anoda) menuju elektroda negatif (katoda) dan dengan adanya ion-ion
logam yang didapat dari elektrolit maka menghasilkan perpindahan logam
yang melapisi permukaan logam lainnya (Saleh, 1998).

2. Pelapisan Krom Keras (Hard Chrome)


Hard chrome adalah pelapisan pada logam dimana depositnya lebih tebal
dan waktu pelapisan lebih lama serta dengan kecepatan pelapisan krom lebih
cepat. Krom memiliki keunggulan sifat fisik dan mekanis yaitu: memiliki
angka gesekkan kecil, keras dan tahan terhadap korosi (Tomijiro, 1992).
Dalam penerapannya banyak digunakan secara luas di banyak industri
meliputi bidang, yaitu: kimia, farmasi, printing, minyak, gas, dan otomotif
serta banyak bidang lagi penerapannya (Raharjo, 2010).
Ketebalan Hard chrome mencapai 20-150µm dengan kekerasan lebih dari
600HV, yang umumnya diaplikasikan untuk alat-alat industri yang bergerak
dan memerlukan ketahanan goresan dan abrasi yang tinggi (Purwanto, 2005),
hard chrome diaplikasikan dengan cara melapisi produk industri seperti, bolt
joint, roll, ass power steering dengan sistem satu lapis menggunakan rectifier
dengan suplay daya antara 4 hingga 12 volt serta lama waktu yang telah
ditentukan.
a. Mekanisme Reaksi Pelapisan Khromium Keras (Hard Chrome)
Pelapisan khromium keras dilakukan dalam larutan asam khromat dengan
menggunakan anoda inert (timbal atau paduannya) dan material yang akan
dilapisi diletakan sebagai katoda. Reaksi pengendapan chromium dapat
berlangsung menurut reaksi berikut:
CrO42- + 6e + 4 H2O Cr0 + 8 OH-
Pengendapan ini sangat mungkin terjadi, karena ion CrO42- (anion)
cenderung bergerak menjauhi katoda. Pengendapannya baru dapat
berlangsung dengan bantuan katalis ion sulfat tersebut akan terbentuk molekul
netral yang dapat teradsorpsi pada permukaan katoda (Sukrawan, 2001).
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pelapisan Khromium Keras
Faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pelapisan chromium keras
di antaranya adalah faktor temperatur, rapat arus, konsentrasi larutan dan
lamanya/waktu pelapisan.
Pengaruh temperatur pada kualitas hasil pelapisan terletak pada
penampilan akhir, temperatur rendah menghasilkan hasil lapisan yang suram
tetapi keras, dan temperatur tinggi menyebabkan lapisan menjadi turun
kekerasannya. Oleh karena itu pemilihan temperatur pada proses pelapisan
harus diperhatikan, agar memperoleh kualitas lapisan sesuai dengan yang
diinginkan.
Pemilihan temperatur yang digunakan pada proses pelapisan khromium
keras di antara 400 sampai dengan 500, agar diperoleh hasil lapisan yang
mengkilap. Dengan rapat arus yang tinggi, maka kecepatan reaksi juga akan
tinggi, akibatnya makin banyak atom hydrogen yang dihasilkan, yang
memungkinkan teradsorbsi oleh struktur endapan khromium. Dengan
demikian kekerasan lapisan khromium yang dihasilkan akan tinggi.
Pengaruh konsentrasi larutan yang digunakan berpengaruh terhadap
konduktifitas dan efisiensi arus, konsentrasi larutan yang tinggi akan
meningkatkan konduktifitas dan efisiensi arus, dengan naiknya konduktifitas
maka kecepatan reaksi akan tinggi, kecepatan reaksi yang tinggi akan
menghasilkan banyak hydrogen. Dengan banyaknya hydrogen yang terbentuk,
memungkinkan lebih banyak pula kesempatan untuk diserap oleh struktur
lapisan khromium, akibatnya kekerasan lapisan yang dihasilkan akan
meningkat (Sukrawan, 2001).
c. Struktur endapan khromium keras
Stuktur endapan khromium keras tidak dapat dideteksi oleh mikroskop
biasa, hanya bisa muncul dengan pengujian difraksi sinar-x, dengan bantuan
difraksi sinar-x ini dapat diketahui bahwa endapan yang didapatkan
mempunyai struktur bcc dengan beberapa variasi hcp dalam distribusi yang
seimbang.
Dengan melalui pengamatan mokroskopik optik, maupun electron,
terutama SEM dapat terlihat bentuk endapan menyerupai alur beberapa bola-
bola dengan berbagai variasi diameter sesuai dengan variasi rapat arus, rapat
arus tinggi menyebabkan diameter bola-bola tersebut menjadi lebih besar.
Bentuk endapan hasil pelapisan khromium keras diperlihatkan pada gambar
2.2.

Gambar 2.2. Bentuk endapan khromium keras (Sukrawan, 2001).

d. Adanya Hidrogen dalam endapan chromium


Selama proses pelapisan berlangsung, hydrogen selalu dibebaskan pada
katoda, tapi ada sebagian yang terperangkap diantara lapisan. Jika arus
melewati elektrolit, endapan khrom akan menempel pada katoda dengan cara
membebaskan hidrogen dan mereduksi Cr6+ menjadi Cr3+. Pada anoda terjadi
pembebasan oksigen bersamaan dengan oksidasi Cr3+ menjadi Cr6+ yaitu
pembentukan kembali CrO3, sehingga larutan elektrolit tetap konstan. Reaksi-
reaksi pembebasan oksigen dan hydrogen serta pembentukan kembali asam
khromat diperlihatkan dalam gambar 2.3.
Jumlah hydrogen yang terperangkap di dalam lapisan khromium
tergantung dari temperature proses pelapisan, pada temperature 32 0 C terdapat
kira-kira 0,07% hidrogen yang terperangkap di dalam endapan, dan menurun
menjadi 0,06% pada temperature 520 C dan menjadi 0,03% pada temperature
650 C.
Hidrogen yang terperangkap di dalam endapan ini masuk secara intersiti
pada struktur lapisan khromium, yang menyebabkan distorsi kisi. Sehinggan
dengan terjadinya distorsi kisi, menyebabkan tegangan dalam lapisan
khromium menjadi naik, dengan adanya peningkatan tegangan dalam ini akan
menyebabkan terhambatnya gerakan dislokasi. Gerakan dislokasi yang
terhambat menyebabkan kekerasan meningkat.
Gambar 2.3. Reaksi yang terjadi selama pelapisan khromium keras (Sukrawan, 2001).

3. Proses Pelapisan Elektroplating


Proses pelapisan yang menggunakan metode electroplating dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Proses pengerjaan persiapan (pre-treatment)
Proses electroplating dilakukan dengan persiapan permukaan benda
kerja yang akan dilapisi harus dalam kondisi benar-benar bersih, bebas
dari bermacam-macam pengotor.
b. Pembersihan secara mekanik
Menghaluskan permukaan dan menghilangkan goresan-goresan dan
geam-geram yang masih melekat pada benda uji. Biasanya untuk
menghilangkan goresan-goresan dan geram-geram tersebut dangan
mesin gerinda, sedangkan untuk menghaluskan permukaan dilakukan
dengan proses polishing, dalam berbagai tingkat kehalusan yang
berbeda. Prinsipnya sama seperti proses gerinda, tetapi mata roda
polesnya yang berbeda yaitu terbuat dari bahan katun, kulit dan
sebaginya.
c. Pembersihan dengan pelarut
Kotoran debu, lemak, minyak, garam dan kotoran udara yang
mengalami korosi sebelum proses plating dilakukan proses celup asam
seperti:
Pembersihan dengan asam
Oksida atau karat dan sejenisnya dilakukan pencucian secara kimia
melalui perendaman. Larutan asam ini terbuat dari pecampuran air
bersi dengan asam atau menggunakan senyawa asam kuat HCl.
Proses elektrokimia dalam sel antara logam dasar (anoda) dan
oksida (katoda) disebut pickling. Sisa alkali yang menempel pada
permukaan spesimen dapat dihilangkan dengan mencelup asam, hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terbawanya sisa-sisa metal cleaner
kedalam cairan plating yang dapat menyebabkan terjadinyaa
kontaminasi.
Penting yang harus diperhatikan dalam kondisi pelapisan, karena
kondisi tersebut akan menentukan berhasil atau tidak proses pelapisan
serta mutu lapisan yang dhasilkan, selanjutnya rapat arus adalah bila
ngan yang menyatakan dalam jumlah arus listrik yang mengalir
perluas unit elektroda. Rapat arus terbagi dalam dua macam yaitu:
rapat arus katoda dan anoda, pada proses lapis listrik, rapat arus yang
diperhitungkan ialah rapat arus katoda yaitu banyaknya arus listrik
yang diperlukan untuk mendapatkan atom-atom logam pada tiap
satuan luas benda yang akan dilapisi (Saleh, 1998).

4. Faktor-faktor yang Mempemgaruhi Kualitas Lapisan Elektroplating


a. Kerapatan arus
Yaitu arus yang tinggi pada saat arus diperkirakan masuk,
bagaimanapun nilai kerapatan arus mempengaruhi waktu plating untuk
mencapai ketebalan yang diperlukan.
b. Suhu
Selain ampere yang digunakan, suhu adalah sangat penting untuk
menyeleksi jalannya rekasi dan melindungi pelapisan. Keseimbangan
suhu ditentukan oleh beberapa faktor seperti ketahanan, jarak anoda
dan katoda.
c. Konsentrasi ion
Yaitu struktur deposit, dengan naiknya konsentrasi logam dapat
menaikkan seluruh kegiatan anion yang membantu mobilitas ion.
d. Agitasi
Yaitu jalannya katoda dan jalannya larutan. Agitasi yang besar
mungkin akan merusak, dan agitasi seharusnya disalurkan dengan
tujuan untuk menghindari bentuk/struktur, penampilan, dan ketebalan
pelapisan yang tidak seragam.
e. Konduktifitas
Konsentrasi ion yang besar atau jumlah konsentrasi molekul
tergantung konduktifitas larutan.
f. Nilai pH
Faktor penting dalam mengontrol larutan electroplating adalah derajat
keasaman (pH).
g. Pasifitas
Dimana pada logam yang mengalami korosi akan membentuk lapisan
pasif. Bila hal ini terjadi pada anoda, maka ion-ion logam pelapis terus
menerus menurun, sehingga akan mengganggu proses.
h. Waktu pelapisan
Pengaruh ketebalan lapisan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh
waktu pelapisan (Saleh, 1998)

B. Material Bahan
1. Ring Piston
Ring piston terbuat dari baja yang melingkari head part piston untuk
mencegah kebocoran gas dengan menutup celah antara piston dan silinder.
Selain itu berfungsi mengikis sisa oli pada dinding silinder sehingga tidak
masuk dalam ruang bakar dan untuk memindahkan panas dari piston ke
silinder.
Umumnya ring piston pada 4 tak terdiri dari tiga ring. Dua ring yang dekat
dengan kepala piston disebut compression rings, dan satu ring dekat bawah
piston disebut oil ring. Ring paling atas pada ring kompresi dipakai untuk
menutup kebocoran gas, oil ring dipakai untuk mengikis kelebihan oli pada
dinding silinder, dan ring kedua dari compression rings dipakai untuk
membantu menutup gap dan untuk mengontrol ketebalan lubricant oil film.
Pada gambar 2.4 dapat dilihat sebuah ring piston dengan model diagonal cut.

Gambar 2.4. Ring piston (Khurmi and Gupta, 2005)

Beberapa piston hanya mempunyai dua ring, ring kompresi dan ring oli.
Dalam hal ini, ada beberapa aturan mengenai ring piston dihilangkan, tetapi
efisiensi bahan bakarnya dapat dinaikan dengan cara mengurangi hilangnya
gaya gesek yang ditimbulkan antara piston dan dinding silinder. Pada
beberapa mesin racing dipakai sistem ini untuk memendekan ketinggian
piston sehingga mengurangi berat mesin.
Ring kompresi terbuat dari baja yang berbentuk spiral, dan lapisan atas
harus tahan terhadap panas untuk mengurangi gesekan dan meningkatkan
pelumasan pada piston. Untuk memasang ring pada alurnya dan untuk
memastikan gaya kelenturannya mengkompresikan silinder, satu bagian ring
harus terbuka dan bagian terbuka ini disebut end gap. Gas yang terbakar akan
sedikit keluar melalui celah ini. Tekanan balik gas ini dikembalikan ke ruang
bakar.
Cekungan atau alur pada piston berfungsi untuk menemaptkan ring piston.
Saat ring piston bergerak naik turun, ring berputar untuk mencegah end gap
dari ketiga ring sejajar. Jika kecepatan mesin tinggi dan ring tidak cukup kuat,
maka ring akan bergetar diantara celah ini, sehingga tidak dapat menutup gas
dengan sempurna.
Bagian melintang dari ring oli mempuyai bentuk huruf “C” dibalik.
Minyak pelumas yang dikikis oleh ring dialirkan kedalam piston melalui
lubang yang berada pada bagian bawah ring oli. Saat kecepatan mesin tinggi,
ring tidak dapat mengikis sisa oli hanya dengan mengandalkan daya
kelenturannya, jadi ditambahkan spring yang mengembang untuk menambah
daya kompresi ring pada silinder.

2. Kerusakan ring piston


Penyebab cacat pada ring piston dapat digolongkan menjadi beberapa
macam antara lain campuran bahan bakar yang kurang atau pengapiannya
terlalu awal, kekurangan oli, kotoran pada silinder yang mengakibatkan panas
setempat, pengendapan kotoran pada alur piston yang diakibatkan dari oli atau
bahan bakar yang tidak terbakar sempurna. Hal itu dapat menyebabkan ring
piston menjadi aus dan macet. Ketika piston beroperasi secara terus menerus
ring piston yang macet akan mengalami goresan bahkan patah dan
mengakibatkan kerusakan yang kompleks dalam silinder. Berikut ini
merupakan contoh dari kerusakan ring piston yang ditunjukan pada gambar
2.5 sampai 2.7.

Gambar 2.5. permukaan ring lecet atau tergores (Waldhauer, B., 2004)

Gambar 2.6. Ring piston aus (Waldhauer, B., 2004)


Gambar 2.7. Ring piston patah (Waldhauer, B., 2004)

3. Besi Cor
Besi cor merupakan paduan antara unsur besi yang mengandung carbon
(c), silicon (s)m mangan (Mg), phosphor (p), dan sulfur (s), pada besi cor
karbon biasanya antara 2% sampai 6,67% sedang pada baja kandungan karbon
hanya mencapai 2%, semakin tinggi kadar karbon yang ada pada besi cor akan
mengakibatkan besi cor rapuh getas. Selain dari karbon besi cor juga
mengandung silicon (Si) (1-3%), mangan (0,25-15%), dan phosphor (p) (0,05-
15%), selain itu juga terdapat unsur-unsur yang lain yang ditambahkan untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Kehadiran silicon dalam besi cor mengakibatkan terjadinya dekomposisi
karbida-karbida menjadi besi dan grafit: Fe3C-Si > 3Fe+C grafit. Proses
dekomposisi ini disebabkan oleh sifat Fe3C yang stabil. Dekomposisi ini
disebut grafitsasi yang menghasilkan grafit dalam besi cor. Selain unsur-unsur
yang ditambahkan dalam besi cor juga terdapat faktor-faktor penting lainnya
yang dapat mempengaruhi sifat-sifat besi cor tersebut antara lain proses
pembekuan laju pendinginan dan perlakuan panas yang dilakukan.
Besi cor mempunyai keuntungan yaitu mampu tuang (castability) yang
baik, kemudahan proses produksi dan rendahnya proses temperatur kamar.
Akan tetapi besi cor mempunyai titik lebur yang relative rendah yakni 1150ºC
- 1300ºC dan dapat dituang kedalam bentuk-bentuk yang sulit. Hal ini
merupakan keuntungan dari besi cork arena mendapatkan bentuk benda yang
diinginkan hanya diperlukan proses pemanasan dan juga besi cor mempunyai
kekerasan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap korosi yang cukup baik.
Salah satu logam yang banyak digunakan oleh manusia untuk keperluaan
industri dan rekayasa adalah besi cor (Surdia & Saito, 1984).

4. Klasifikasi Besi Cor


a. Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)
Besi cor kelabu memiliki kandungan silicon relatif tinggi yaitu antara
1-3%. Dengan silicon sebesar ini, besi cor akan membentuk grafit dengan
mudah, sehingga fasa karbida Fe3C tidak terbentuk. Grafit serpih besi cor
ini terbentuk saat proses pembekuan. Besi cor kelabu memiliki kandungan
karbon antara 2,5-4,0 persen, dan kandungan mangan antara 0,2-1,0
persen. Sedangkan kandungan phosphor antara 0,002-1,0 persen, dan
sulfur antara 0,02-0,025% persen. Struktur mikro besi cor kelabu dapat
dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur Mikro Besi Cor Kelabu

Salah satu karakteristik dari besi cor ini adalah bidang patahannya,
patahan terjadi dengan rambatan yang melintasi satu serpih ke serpih yang
lainnya. Karena sebagian besar permukaan patahan melintasi serpih-serpih
grafit, maka permukannya berwarna kelabu. Untuk itu disebut besi cor
kelabu, besi cor ini memiliki kapasitas peredaman tinggi. Perlakuan panas
yang dialami oleh besi cor kelabu dapat menghasilkan besi cor dengan
struktur yang berbasis pada fasa feritik, perlitik, atau martensitik. Dengan
sifat-sifat yang dimilikinya, besi cor ini lebih banyak digunakan sebagai
landasan mesin, poros penghubung, dan alat berat. Secara keseluruhan
sifat fisik dan mekanik dari besi tuang kelabu ASTm 40 dapat dilihat pada
tabel di bawah. (Jurnal Penelitian Saintek, Voll, 11. No.1).
Karakteristik Besi Tuang Kelabu

Komposisi Kimia Besi Cor C=2,7 – 4,0%, Mn=0,8%, Si=1,8 – 3%,


Kelabu ASTM 40 S=0,

07% max, P=0,2% max


Karakteristik Sifat Fisik Dan Mekanik Besi Tuang Kelabu

Densiti 7, 06 x 10³ – 7,34 kg/m³


x10³

Modulus Elastisitas 124 Gpa

Thermal Expansion (20 C) 9,0 x 10-6 Cˉ¹

Specific Heat Capacity 490 J/(kg x K)


(25 C)
Konduktivitas Thermal 53,3 W/(m x K)

Resistivitas Listrik 1,1 x10-7 Ohm x m

Kuat Tarik 276 Mpa

Elongasi 1 %

Kekerasan 180 – 302 HB, Hardness


Brinell

b. Besi Cor Nodular


Besi cor nodular dibuat dengan menambahkan sedikit unsur
magnesium atau serium. Penambahan unsur ini menyebabkan bentuk
grafit besi cor menjadi nodular, atau bulat, atau speroid, perubahan bentuk
grafit ini diikuti dengan perubahan keuletan. Maka dari itu, besi cor
nodular disebut besi cor ulet, besi cor ini memiliki keuletan antara 10-
20%.
Gambar 2.9. Besi Cor Nodular

Besi cor nodular memiliki kandungan karbon antara 3,0-4,0%,


kandungan silicon antara 1,8-2,8% dan mangan antara 0,1-1,0%.
Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,01-0,1% dan sulfur antara 0,01-
0,03%.
Perlakuan panas yang diterapkan pada besi cor nodular akan
menghasilkan besi cor ferit, perlit atau martensit temper. Dengan sifat
yang dimilikinya, besi cor ini banyak digunakan untuk aplikasi poros
engkol, pipa dan suku cadang khusus. Secara keseluruhan sifat fisik dan
mekanik besi cor nodular, ulet ASTM A536 dapat dilihat pada tabel di
bawah (Jurnal Penelitian Saintek, Voll, 11. No.11).

Ductile Cast Iron ASTM A536

Komposisi Besi Cor C=3,5 - 3,9%, Mn=0,15 - 0,35%,


Nodular Si=2,25 -2,75%, S=0,01 -
ASTM A536 0,025%, P=0,05%max
Karakteristik Sifat Fisik Dan Mekanik Besi Cor Nodular, Ulet ASTM
A536
Densiti 6,64 x 10³ - 7,2 Kg/m³
x 10³
Modulus Elastisitas 172 Gpa

Thermal Expansion 11,6 x 10-6 Cˉ¹


(20 C)
Specific Heat 506 J/(kg x K)
Capacity
Konduktivitas 32,3 W/(m x K)
Thermal
Resistivitas Listrik 6,0 x 10-7 Ohm x m

Kuat Tarik 496 Mpa

Kuat Luluh 345 Mpa

Elongasi 18 %

Kekerasan 130 – 217 HB, Hardness


Brinell

c. Besi Cor Mampu Tempa


Besi cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih dengan menerapkan
suatu perlakuan panas. Perlakuan panas yang diterapkan pada besi cor
putih umumnya adalah anil. Dengan perlakuan ini fasa-fasa karbida Fe3C
akan terdekomposisi menjadi besi dan grafit, grafit yang terbentuk tidak
serpih atau bulat, namun berbentuk gumpalan grafit yang tidak memiliki
tepi-tepi tajam.
Besi cor mampu tempa memiliki kandungan karbon antara 2,2-2,9
persen, kandungan silicon antara 0,9-1,9 persen, dan mangan antara 0,15-
1,2 persen, sedangkan kandungan fosfornya antara 0,02-0,2 persen dan
sulfur antara 0,02-0,2 persen.

Gambar 2.10. Besi Cor Mampu Tempa

Perlakuan panas yang dialaminya dapat membentuk besi cor berfasa


feritik, perlitik atau martensit temper. Perubahan struktur pada laku panas
diikuti juga dengan perubahan sifat mekaniknya. Besi cor ini memiliki
keuletan yang tinggi dan mampu tempa yang baik. Oleh karena itu disebut
besi cor mampu tempa, besi cor ini umumnya digunakan untuk perkakass
dan alat-alat kereta api. Secara keseluruhan sifat fisik dan mekanik dari
besi tuang mampu tempa ASTM A220 dapat dilihat pada tabel dibawah
(Jurnal Penelitian Saintek, Voll, 11. No.1).

Malleable Cast Iron ASTM A220

Komposisi Kimia: Malleable C=2 - 2,7%, Mn=0,25 - 1,25%, Si=1 -


Cast Iron ASTM 1,75%, S=0,03 - 0,18%,
A220 P=0,05%max

Karakteristik Sifat Fisik Dan Mekanik Besi Taung ASTM A220

Densiti 7,2 x 10³ - 7,45 x Kg/m³


10³
Modulus Elastisitas 172 Gpa

Thermal Expansion 11,9 x 10-6 Cˉ¹


(20 C)
Resistivitas Listrik 3,9 x 10-7 Ohm x m

Kuat Tarik 586 Mpa

Kuat Luluh 483 Mpa

Elongasi 3 %

Kekerasan 217-269 HB, Hardness


Brinell

d. Besi Cor Putih


Besi cor putih dibuat dengan pendinginan yang sangat cepat. Pada laju
pendinginan yang cepat akan terbentuk karbida Fe3C yang metastabil dan
karbon tidak memiliki kesempatan untuk membentuk grafit. Karbida yang
terbentuk mencapai sekitar 30 persen volume.
Gambar 2.11. Besi Cor Putih

Besi cor putih mengandung karbon antara 1,8-3,6% dan kandungan


mangan antara 0,25-0,80%. Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,06-
0,2%, dan sulfur antara 0,06-0,2%. Besi cor ini memiliki sifat yang getas,
namun memiliki kekerasan yang tinggi. Sifat yang dimilikinya
menyebabkan besi cor ini lebih aplikatif untuk suku cadang yang
mensyaratkan ketahan aus tinggi. Secara umum sifat-sifat yang dimiliki
oleh besi cor putih dapat dilihat pada tabel dibawah (Jurnal Penelitian
Saintek, Voll, 11. No.1).

Karakteristik Besi Cor Putih

Komposisi Kimia C=2,5%, Mn=0,4%, Cr=17%, Si=1,3%, Ni+Cu=1,5%,


Cr=1%,P=0,15%, S=0,15%, Mo=0,5%

Karateristik Sifak Fisik Dari Besi Cor Putih

Densiti 7,7 x 10³ Kg/m³

Modulus Elastisitas 179 Gpa

Karakteristik Besi Cor Putih


Komposisi Kimia C=2,5%, Mn=0,4%, Cr=17%, Si=1,3%, Ni+Cu=1,5%,
Cr=1%, P=0,15%, S=0,15%, Mo=0,5%
Karateristik Sifak Fisik Dari Besi Cor Putih
Densiti 7,7 x 10³ Kg/m³
Modulus Elastisitas 179 Gpa
C. Pengujian
1. Uji kekerasan
Secara general kekerasan suatu material adalah menunjukkan suatu
ketahanan dari material terhadap deformasi permanen atau deforms plastik.
Pelaksanaan tes material menjukkan bahwa cara percobaan kekerasan adlah
mengamati ketahanan material menunjukkan bahwa cara percobaan kekerasan
adalah mengamati ketahanan material terhadap identasi material lain dan
pelaksanaannya relative lebih mudah daripada percobaan-percobaan yang
lainnya serta dapat pula dipakai untuk mengetahui tentang kekuatan material
dalam hubungannya dengan perlakuan panas yang diterimanya.
Percobaan kekerasan secara umum dapat dibedakan atas tiga tipe,
yaitu:
a. Kekerasan terhadap goresan atau scratch hardness
Mengetahui ketahanan material terhadap goresan dari material lainnya.
Pengukuran ini adalah sesuai dengan skla Mohs, yang mempunyai
skala 1 sampai dengan 10. Untuk material lembut, skalanya disebut
Talc untuk tembaga anil (copper annealed) mempunyai nilai 3,
martensit struktur adalah 7 dan material sangat keras seperti intan
mempunyai nilai 10.
b. Kekerasan dengan Indentasi atau indentation hardness
Percobaan yang digunakan untuk mengetahui karakteristik mekanik
suatu material terutama kekerasan.
c. Kekerasan dengan beban dinamik atau Dynamic mardness
Dilakukan dengan menjatuhkan indentornya pada material yang diuji
dan hasil pengukuran dinyatakan sebagai energi impak (ASTM
Internasional, 2003)

2. Uji Kekerasan Vickers


Penelitian yang dilakukan mengunakan identor bentuk pyramid dengan
dasar bujur sangkar (α square – base diamond pyramid) dari bahan intan.
Sudut puncak pyramid 136°. Karena bentuk dari kekerasan ini sering disebut
“Diamond Pyramid Hardness Test”. Angka kekerasan dari pengujian Vickers
adalah besarnya beban (P) dibagi dengan luasan identasi biasanya diukur
dengan mikroskop denga mengukur diagonal-diagonalnya (ASTM, E92-82
Reapporeved 2003).

Gambar 2.12. Tes Kekerasan Vickers

Nilai hasil pengujian Vickers yang dilakukan pada diagonal segi empanya
disebut juga dengan kekerasan HV yang besarnya:

HV =
2 P sin ( α2 ) = 1,854 dP
2
2
d
(ASTM, E92 – 82 reapporoved 2003)

Dimana: P=Beban tekan yang diberikan (kgf)


d=Panjang diagonal bekas injakan
α=Sudut puncak penetrator (136°)
Uji kekerasan Vickers dilakukan dengan pembebanan P dalam 1 kgf
(ASTM, E92 – 82 reapporoved 2003)

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen24 halaman
    Bab Iii
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Ta
    Bab 1 Ta
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Ta
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen38 halaman
    Bab Ii
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tugas Akhir Fajar Full Draft
    Laporan Tugas Akhir Fajar Full Draft
    Dokumen65 halaman
    Laporan Tugas Akhir Fajar Full Draft
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Anggaran Dasar
    Anggaran Dasar
    Dokumen7 halaman
    Anggaran Dasar
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen34 halaman
    Bab Ii
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen34 halaman
    Bab Ii
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Siap
    Bab Ii Siap
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii Siap
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Siap
    Bab Ii Siap
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii Siap
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat
  • Bab I Siap
    Bab I Siap
    Dokumen4 halaman
    Bab I Siap
    FajarDwiRamadhani
    Belum ada peringkat