TINJAUAN PUSTAKA
A. Elektropalting
1. Electroplating
Pelapisan suatu logam ataupun pada logam secara elektrolisa melalui
penggunaan arus listrik searah (Direct Current/DC) dan larutan kimia
(elektrolit) digunakan sebagai pensuplay ion-ion logam membentuk endapan
(lapisan) logam pada elektroda katoda. Terjadinya endapan karena adanya
ion-ion bermuatan listrik yang berpindah secara terus menerus dari suatu
elektroda melalui larutan elektrolit. Berdasarkan penjelasan diatas, dimana
dijelaskan yaitu merupakan suatu rangkaian arus listrik, anoda, larutan
elektrolit dan katoda yang membentuk satu kesatuan yang satu sama lain
saling terikat. Secara prinsip proses electroplating mencakup empat hal, yaitu:
pembersihan, pembilasan, pelapisan dan proteksi setelah pelapisan. Keempat
hal ini dapat dilakukan secara manual atau bisa juga menggunakan tingkat
otomatisasi yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan
proses, mulai dari proses awal, pembersihan secara mekanis dan kimia, pada
proses pelapisan dengan menentukan kondisi operasi yang tepat dan
optimum, misalnya dengan konsentrasi larutan dan tegangan listrik yang
tepat. Selama proses pengendapan/deposit berlangsung terjadi reaksi kimia
pada elektroda dan elektrolit baik reaksi reduksi maupun rekasi oksidasi da
diharapkan berlangsung terus menerus menuju arah tertentu secara tetap
(Saleh, 1998).
Prinsip dasar dari proses lapis listrik adalah berpedoman atau berdasarkan
Hukum Faraday yang menyatakan:
a. Jumlah zat-zat (unsur-unsur) yang terbentuk dan terbebas pada
elektroda salama elektrolisa sebanding dengan jumlah arus listrik yang
mengalir dalam larutan elektrolit.
b. Jumlah zat-zat (unsur-unsur) yang dihasilkan oleh arus listrik yang
sama selama elektrolisa adalah sebanding dengan berat ekuivalen
masing-masing zat tersebut.
Persamaan tersebut dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
I .t.e
B=
F
Keterangan:
B = Berat zat yang terbentuk (gram)
I = Jumlah arus yang mengalir (Ampere)
T = Waktu (detik)
e = Berat ekivalen zat yang dibebaskan (berat atom suatu unsur dibagi
valensi unsur tersebut)
F = Jumlah arus yang diperlukan untuk membebaskan sejumlah gram
ekivalen suatu zat
Prinsip dasar dari pelapisan logam secara listrik ini adalah penempatan
ion-ion logam yang ditambah electron pada logam yang dilapisi. Ion-ion
logam pelapis tersebut berada dalam elektrolit yang digunakan anoda
dihubungkan dengan kutub positif dari sumber arus listrik. Katoda
dihubungkan dengan kutub negatif dari sumber arus listrik DC, prinsip
sederhana pelaksanaan electroplating ini dapat dilihat pada gambar 2.1. Anoda
dan Katoda direndam dalam larutan elektrolit. Jika arus listrik dialirkan maka
pada katoda akan terjadi endapan (pelapisan logam). Dengan adanya arus
listrik yang mengalir dari sumber maka electron dialirkan melalui elektroda
posotif (anoda) menuju elektroda negatif (katoda) dan dengan adanya ion-ion
logam yang didapat dari elektrolit maka menghasilkan perpindahan logam
yang melapisi permukaan logam lainnya (Saleh, 1998).
B. Material Bahan
1. Ring Piston
Ring piston terbuat dari baja yang melingkari head part piston untuk
mencegah kebocoran gas dengan menutup celah antara piston dan silinder.
Selain itu berfungsi mengikis sisa oli pada dinding silinder sehingga tidak
masuk dalam ruang bakar dan untuk memindahkan panas dari piston ke
silinder.
Umumnya ring piston pada 4 tak terdiri dari tiga ring. Dua ring yang dekat
dengan kepala piston disebut compression rings, dan satu ring dekat bawah
piston disebut oil ring. Ring paling atas pada ring kompresi dipakai untuk
menutup kebocoran gas, oil ring dipakai untuk mengikis kelebihan oli pada
dinding silinder, dan ring kedua dari compression rings dipakai untuk
membantu menutup gap dan untuk mengontrol ketebalan lubricant oil film.
Pada gambar 2.4 dapat dilihat sebuah ring piston dengan model diagonal cut.
Beberapa piston hanya mempunyai dua ring, ring kompresi dan ring oli.
Dalam hal ini, ada beberapa aturan mengenai ring piston dihilangkan, tetapi
efisiensi bahan bakarnya dapat dinaikan dengan cara mengurangi hilangnya
gaya gesek yang ditimbulkan antara piston dan dinding silinder. Pada
beberapa mesin racing dipakai sistem ini untuk memendekan ketinggian
piston sehingga mengurangi berat mesin.
Ring kompresi terbuat dari baja yang berbentuk spiral, dan lapisan atas
harus tahan terhadap panas untuk mengurangi gesekan dan meningkatkan
pelumasan pada piston. Untuk memasang ring pada alurnya dan untuk
memastikan gaya kelenturannya mengkompresikan silinder, satu bagian ring
harus terbuka dan bagian terbuka ini disebut end gap. Gas yang terbakar akan
sedikit keluar melalui celah ini. Tekanan balik gas ini dikembalikan ke ruang
bakar.
Cekungan atau alur pada piston berfungsi untuk menemaptkan ring piston.
Saat ring piston bergerak naik turun, ring berputar untuk mencegah end gap
dari ketiga ring sejajar. Jika kecepatan mesin tinggi dan ring tidak cukup kuat,
maka ring akan bergetar diantara celah ini, sehingga tidak dapat menutup gas
dengan sempurna.
Bagian melintang dari ring oli mempuyai bentuk huruf “C” dibalik.
Minyak pelumas yang dikikis oleh ring dialirkan kedalam piston melalui
lubang yang berada pada bagian bawah ring oli. Saat kecepatan mesin tinggi,
ring tidak dapat mengikis sisa oli hanya dengan mengandalkan daya
kelenturannya, jadi ditambahkan spring yang mengembang untuk menambah
daya kompresi ring pada silinder.
Gambar 2.5. permukaan ring lecet atau tergores (Waldhauer, B., 2004)
3. Besi Cor
Besi cor merupakan paduan antara unsur besi yang mengandung carbon
(c), silicon (s)m mangan (Mg), phosphor (p), dan sulfur (s), pada besi cor
karbon biasanya antara 2% sampai 6,67% sedang pada baja kandungan karbon
hanya mencapai 2%, semakin tinggi kadar karbon yang ada pada besi cor akan
mengakibatkan besi cor rapuh getas. Selain dari karbon besi cor juga
mengandung silicon (Si) (1-3%), mangan (0,25-15%), dan phosphor (p) (0,05-
15%), selain itu juga terdapat unsur-unsur yang lain yang ditambahkan untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu.
Kehadiran silicon dalam besi cor mengakibatkan terjadinya dekomposisi
karbida-karbida menjadi besi dan grafit: Fe3C-Si > 3Fe+C grafit. Proses
dekomposisi ini disebabkan oleh sifat Fe3C yang stabil. Dekomposisi ini
disebut grafitsasi yang menghasilkan grafit dalam besi cor. Selain unsur-unsur
yang ditambahkan dalam besi cor juga terdapat faktor-faktor penting lainnya
yang dapat mempengaruhi sifat-sifat besi cor tersebut antara lain proses
pembekuan laju pendinginan dan perlakuan panas yang dilakukan.
Besi cor mempunyai keuntungan yaitu mampu tuang (castability) yang
baik, kemudahan proses produksi dan rendahnya proses temperatur kamar.
Akan tetapi besi cor mempunyai titik lebur yang relative rendah yakni 1150ºC
- 1300ºC dan dapat dituang kedalam bentuk-bentuk yang sulit. Hal ini
merupakan keuntungan dari besi cork arena mendapatkan bentuk benda yang
diinginkan hanya diperlukan proses pemanasan dan juga besi cor mempunyai
kekerasan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap korosi yang cukup baik.
Salah satu logam yang banyak digunakan oleh manusia untuk keperluaan
industri dan rekayasa adalah besi cor (Surdia & Saito, 1984).
Salah satu karakteristik dari besi cor ini adalah bidang patahannya,
patahan terjadi dengan rambatan yang melintasi satu serpih ke serpih yang
lainnya. Karena sebagian besar permukaan patahan melintasi serpih-serpih
grafit, maka permukannya berwarna kelabu. Untuk itu disebut besi cor
kelabu, besi cor ini memiliki kapasitas peredaman tinggi. Perlakuan panas
yang dialami oleh besi cor kelabu dapat menghasilkan besi cor dengan
struktur yang berbasis pada fasa feritik, perlitik, atau martensitik. Dengan
sifat-sifat yang dimilikinya, besi cor ini lebih banyak digunakan sebagai
landasan mesin, poros penghubung, dan alat berat. Secara keseluruhan
sifat fisik dan mekanik dari besi tuang kelabu ASTm 40 dapat dilihat pada
tabel di bawah. (Jurnal Penelitian Saintek, Voll, 11. No.1).
Karakteristik Besi Tuang Kelabu
Elongasi 1 %
Elongasi 18 %
Elongasi 3 %
Nilai hasil pengujian Vickers yang dilakukan pada diagonal segi empanya
disebut juga dengan kekerasan HV yang besarnya:
HV =
2 P sin ( α2 ) = 1,854 dP
2
2
d
(ASTM, E92 – 82 reapporoved 2003)