Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Suspensi
Suspensi adalah kumpulan komponen tertentu yang berfungsi meredam
kejutan, getaran yang terjadi pada kendaraan akibat permukaan jalan yang tidak
rata yang dapat meningkatkan kenyamanan berkendaran dan pengendalian
kendaraan. Sistem suspensi kendaraan terletak diantara bodi (kerangka) dengan
roda. Ada dua jenis utama suspensi, yaitu :
1. Sistem suspensi dependen atau sistem suspensi poros kaku (rigid)
Roda dalam satu poros dihubungkan dengan poros kaku (rigid), poros kaku
tersebut dihubungkan ke bodi dengan menggunakan pegas, peredam kejut,
dan lengan kontrol (control arm). Awalnya semua kendaraan menggunakan
sistem ini. Sampai sekarang sebagian besar kendaraan berat seperti truk,
masih menggunakan sistem ini, sedangkan kendaraan niaga umumnya
menggunakan sistem ini pada roda belakang.
2. Sistem suspensi independen atau sistem suspensi bebas
Antara roda dalam satu poros tidak terhubung secara langsung, masing-
masing roda (roda kiri dan kanan) terhubung ke bodi atau rangka dengan
lengan suspensi (suspension arm), pegas dan peredam kejut. Goncangan atau
getaran pada salah satu roda tidak memengaruhi roda yang lain. Umumnya
kendaraan penumpang menggunakan sistem ini pada semua poros rodanya,
sedangkan kendaraan niaga umumnya menggunakan sistem ini pada roda
depan sedangkan pada poros roda belakang menggunakan sistem suspensi
dependen pada poros roda belakang.

B. Pegas
Pegas (spring) adalah suatu elemen mesin fleksibel yang dapat menyimpan
energi dari beban-beban atau gaya-gaya yang diberikan dan mengembalikan
energi yang besarnya sama dengan beban jika beban dihilangkan. Gaya yang
dihasilkan dapat berupa linear push/pull atau radial. Pegas merupakan elemen
penumpu utama dari suspensi karena berfungsi untuk menahan berat dari
kendaraan, menjaga ketinggian berkendara, dan meneyerap kejutan yang terjadi di
jalan.
Dari bentuk lapisannya terdapat dua jenis dari pegas daun yaitu pegas daun
tunggal dan pegas daun berlapis. Pegas daun berlapis disusun dan disatukan
dengan perantara klem atau mur-baut. Pegas jenis ini banyak digunakan pada
bagian belakang kendaraan roda empat, khususnya untuk jenis truk dan jip.

Gambar 2.1. Pegas Daun


(sumber: rapid-racer.com)

1. Suspensi depan adalah suatu mekanisme yang ditempatkan pada roda depan
kendaraan. Sistem yang terdapat disini terhubung dengan sistem steering,
yang mempunyai peran penting dalam mengatur arah kendaraan. Terdapat
berbagai macam model, antara lain : model macpherson, double wishbone,
trailing arm, dan multi link.
2. Suspensi belakang adalah suatu mekanisme yang ditempatkan pada roda
belakang kendaraan. Segala sistem yang dipakai pada suspensi depan dapat
dipakai oleh suspensi belakang hanya saja tidak terhubung dengan sistem
steering. Model-model tersebut antara lain: solid axle, beam axle, dan 4 bar.
C. Pegas Daun (Leaf Spring)
Pegas Daun atau Leaf Spring adalah jenis pegas atau spring yang paling
sederhana konstruksinya dan kekuatannya dapat ditambah dan dikurangi. Leaf
Spring terdiri dari beberapa lembar spring yang diikat menjadi satu, sehingga
dapat ditambah atau dikurangi. Semakin banyak jumlah lembar spring, semakin
kuat daya lenturnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh tebal, lebar, dan panjang
spring. Leaf Spring terbuat dari bahan special steel aloy. Pemasangan leaf spring
terhadap axle dipengaruhi pula oleh jenis kendaraannya. Jika kendaraan ini
direncanakan agar lantainya rendah maka pemasangan leaf spring ditempatkan
dibawah axle. Sebaliknya, jika diinginkan lantai kendaraan yang tinggi maka
pemasangan leaf spring ditempatkan dibagian atas axle.
Leaf Spring mempunyai konstruksi yang berbeda-beda, perbedaan tersebut
dapat dilihat dari bentuk leaf end, spring eye, dan komponen pendukung lainnya.
Dibawah ini merupakan penjelasan dari komponen yang terdapat pada leaf spring,
yaitu:
1. Leaf
Masing-masing lapisan pada leaf spring dinamakan leaf. Leaf dibuat secara
melengkung dengan tidak ada celah diantaranya, sehingga menimbulkan
friksi tinggi yang akan menyebabkan spring efektif untuk mengurangi getaran
tetapi tidak sesuai untuk getaran kecil. Graphite grease yang terbuat dari
karet atau sintesis resin dipakai sebagai sebuah peredam suara dengan cara
dimasukkan diantara leaf untuk menghindari keretakan atau noise yang
disebabkan oleh friksi antar leaf sehingga efek pengurangan getaran akan
ditingkatkan.
Gambar 2.2. Leaf

2. Penampang melintang leaf


Selaian berbentuk datar, leaf ada juga yang mempunyai bentuk penampang
melintang dengan grove atau yang lainnya. Grove pada leaf bertujuan untuk
mengurangi berat dari leaf spring.
3. Bentuk leaf end
Pada bentuk C ujungnya meruncing, hal ini adalah ideal karena pembagian
ketegangan akan lebih baik dan mengurangi friksi, banyak digunakan untuk
kendaraan penumpang dengan tujuan agar lebih nyaman. Bentuk leaf end
yang paling banyak dipakai adalah bentuk B seperti gambar di bawah.

Gambar 2.3. Bentuk Leaf End


4. Spring Eye
Spring eye mempunyai bentuk yang bervariasi. Spring eye terpasang fixed
pada frame (spring bracket) dengan spring pin. Bentuk A yang paling umum
digunakan, tetapi untuk kondisi kerja berat menggunakan bentuk B yang
disebut military wapper karena awalnya digunakan pada kendaraan militer
Amerika. Pada bentuk B ini leaf nomor dua tidak hanya melindungi spring
eye main leaf utama tetapi juga menggantikan main leaf apabila patah.
Bentuk dan ukuran spring eye sangat menentukan kekuatannya, oleh karena
itu perlu diperhatikan untuk mengantisipasi gaya dari luar.

Gambar 2.4. Spring Eye

Bentuk utama bushing pada spring eye bervariasi. Gambar dibawah ini
menunjukkan beberapa bentuk bushing pada leaf spring. Tipe A dan B adalah
metalic bushing, yang mempunyai groove untuk lubrikasi antara bushing dan
pin. Tipe C dan D adalah rubber bushing yang akan membatasi putaran
spring eye pada main leaf karena adanya torsi dan juga akan memberi efek
sping saat memutar rubber juga akan menyerap noise.
Gambar 2.5. Bushing untuk Spring Eye

Ketika leaf spring menerima driving force atau breaking force, spring akan
bergetar dan mengeluarkan suara karena terjadi bending searah sumbu
horizontal dari garis tegak lurusnya. Fenomena ini dinamakan wind up.
5. Clip
Clip dinamakan juga reborn clip. Clip digunakan untuk melindungi main leaf,
menjaga perpindahan shifting dari leaf dan menjaga gap antar leaf selama unit
memantul. Umumnya sebuah clip blinds terdiri dari tiga leaf dengan posisi
paling dekat yang memungkinkan ke spring eye sesuai permintaan untuk
melindungi main leaf. Untuk menjaga penerusan shifting, sebuah clip
dipasang pada leaf yang pendek dimana ini tidak mempengaruhi pemasangan
spring ke axle
6. Shackle
Leaf spring umumnya dipasang pada chassis atau frame dengan pin yang
dimasukkan pada spring eye diujungnya. Sebuah shackle serinf dipakai pada
satu ujung yang lain (umumnya bagian belakang) untuk menyerap perubahan
bentuk yang terjadi akibat defleksi dari spring. Shackle diklasifikasikan
menjadi dua tipe. Shackle yang diaplikasikan dengan gaya tekan dinamakan
compression shackle sedang gaya tarik dinamakan tension shackle.
Dibawah ini adalah gambar tipe-tipe konstruksi pada pegas daun atau leaf spring

Gambar 2.6. Tipe konstruksi pada pegas daun (leaf spring)

Pegas daun yang pada umumnya digunakan pada mobil adalah bentuk semi-
elliptikal seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Pegas daun ini terbentuk dari
sejumlah pelat-pelat (berbentuk seperti daun). Daun-daun ini biasanya
mempunyai ciri dilengkungkan sehingga daun-daun itu akan bekerja untuk
melentur menjadi lurus oleh karena kerja beban.
Gambar 2.7. Pegas Daun Semieliptikal

Daun-daun itu disatukan bersama oleh sabuk seperti gelang yang disusutkan
melingkarinya pada posisi tengah atau dengan baut yang menembusnya di tengah.
Sabuk tersebut menggunakan efek kuat dan kokoh, oleh karena itu panjang efektif
pegas untuk melentur akan menjadi panjang keseluruhan pada pegas dikurangi
lebar dari sabuk. Dalam hal sabuk tengah (centre bolt), dua per tiga jarak diantara
pertengahan sabuk-U (U-bolt) akan dikurangi dari panjang keseluruhan pegas agar
mendapatkan panjang efektif. Pegas ditumpukkan pada rumah poros dengan
menggunakan sabuk-U.
Daun yang lebih panjang dikenal sebagai daun utama (main leaf atau master
leaf) dengan ujung dibentuk menyerupai lubang mata yang mana dipasang dengan
baut untuk mengikat pegas pada tumpuannya. Biasanya pada mata tersebut, pegas
disematkan pada sengkang (shackle), yang juga diberikan bantalan yang terbuat
dari bahan anti gesekan seperti perunggu (bronze) atau karet (rubber). Daun pegas
yang lainnya dikenal sebagai graduated leaves. Agar mencegah terjadinya
gesekan atau desakan pada daun yang berbatasan, ujung-ujung dari graduated
leaves diatur dalam bermacam-macam bentuk seperti diperlihatkan oleh Gambar
2.7. Pegas Daun Semieliptikal
Daun utama akan melawan beban-beban lentur vertikal dan juga beban-beban
yang disebabkan bagian samping kendaraan dan torsi, oleh karena adanya
tegangan disebabkan oleh beban-beban ini, sudah menjadi kebiasaan memberikan
dua daun dengan panjang penuh dan blok bantalan pada daun tersusun (graduated
leaves) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Pegas Daun Semieliptikal. Jepitan
pantul (rebound clips) diletakkan pada posisi pertengahan panjang pegas,
sehingga susunan daun-daun juga ikut andil menghantarkan tegangan pada daun
panjang penuh (full length leaves) ketika pegas memantul.

D. Uji Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi pada daerah
lokal dan permukaan material, dan khusus untuk logam deformasi yang dimaksud
adalah deformasi plastis. Sedangkan pengertian dari kekuatan adalah ketahanan
material terhadap deformasi plastis secara global. Kekuatan suatu material
berbanding lurus dengan kekuatannya. Semakin keras suatu material semakin kuat
pula material tersebut. Pengujian kekerasan dibagi menjadi 3 jenis berdasrkan
sifat pengujiannya, antara lain sebagai berikut:
1. Metode Goresan
Pengujian kekerasan dengan metode goresan dilakukan dengan cara
mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji
kepada spesimen. Skala uji yang digunakan adalah Skala Mohs, yang terdiri
dari 10 nilai material standar yang sesuai dalam menggores material dari nilai
1 yang paling lunak sampai nilai 10 paling keras. Skalanya adalah sebagai
berikut:
1) Talk/ Gips
2) Gypsum
3) Calcite
4) Fluorite
5) Apatite
6) Orthoclase
7) Quartz
8) Topas
9) Corundum
10) Diamond (intan)
Kelemahan dari Skala Mohs adalah jarak antara intervalnya kurang spesifik
yaitu nilai kekerasan tiap benda kurang akurat.
2. Metode Dinamik
Pengujian kekerasan dengan metode dinamik (kekerasan pantul) dilakukan
dengan cara menghitung energi impact yang dihasilkan oleh identor yang
diajtuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan untuk pengujian
ini adalah Shore Sceloroscope. Indentor dijatuhkan pada pernukaan material,
kemudian pantulan yang amat tinggi terjadi. Perbedaan ketinggian saat
dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya energi yang diserap
material. Pada metode dinamik indentor berupa bola.
3. Metode Indentasi
Pengujian kekerasan dengan metode indentasi (metode penekanan) adalah
dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya tekan yang
diberikan oleh indentor dengan memperhatikan besar beban yang diberikan
dan besar indentasi. Uji kekerasan dengan metode indentasi ini terdiri atas
beberapa cara, antara lain:
a. Uji kekerasan Brinell
Uji kekerasan ini paling pertama diterima secara luas dan standar yang
ditemukan oleh J.A.Brinell pada tahun 1900. J.A.Brinell mengujinya
dengan cara melakukan indentansi pada permukaan spesimen.
Indentor berupa bola baja yang memiliki variasi beban dari 500 Kg
sampai 1500 Kg untuk Intermediatte Hardness dan 3000 Kg untuk
Hard Metal. Pada material yang sangat keras digunakan bola karbida
untuk memperkecil distorsi indentor. Prinsip dari pengujian kekerasan
ini adalah dengan menekan indentor selama waktu 30 detik. Lalu
diameter hasil indentansi diukur dengan menggunakan mikroskop
optik. Diameter harus diitung dua kali pada sudut tegak lurus yang
berbeda. Kemudian dirata-ratakan. Kekerasan Brinell adalah besar
bebab indentor per luas permukaan hasil indentansi. Dapat
dirumuskan sebagai berikut nilai kekerasan (BHN):

Keterangan:
P = besar beban indentor (Kg)
D = diameter indentor (mm)
d = diameter indentasi (mm)
t = kedalaman indentasi (mm)

Berikut ini gambar 2.8. Pengujian Kekerasan Brinell

Gambar 2.8. Indentor Kekerasan Brinell


b. Uji Kekerasan Meyer
Uji yang dilakukan oleh Meyer untuk perbaikan dari uji sebelumnya
yaitu Uji Kekerasan Brinell. Meyer berpendapat bahwa tekanan rata-
rata pada permukaan indentaso harus diperhitungkan dalam nilai
kekerasan (tidak dapat diuji pada Brinell). Nilai rata-rata tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:
P = besar beban Indentor (Kg)
d = diameter Indentsi (mm)

1) Keuntungan dari Metode Meyer


Hasil lebih stabil, harga kekerasan tidak bergantung pada besar
beban.
2) Kelemahan dari Metode Meyer
Kurang sensitif terhadap bahan indentor daripda Brinell.
Untuk material yang diproses secara cold working, nilai
kekerasan Meyer konstan dan independen terhadap besar
beban, sedangkan kekerasan Brinell berukuran dengan
semakin besarnya beban. Untuk spesimen yang terlalu kecil,
maka deformasi material daerah sekitar penekanan tidak
sepenuhnya plastis, sehinga hasil pengukuran kurang akurat.
c. Uji Kekerasan Vickers
Uji kekerasan ini menggunakan indentor berbentuk piramida intan
dengan berbentuk dasar bujur sangkar dengan besar sudut 136 derajat
terhadap kedua sisi yang berhadapan. Besar sudut itu digunakan
karena merupakan perkiraan rasio terideal indentasi diameter bola
pada Uji Kekerasan Brinell. Besar beban indentor bervariasi antara 1
Kg sampai 120 Kg yang disesuaikan dengan tingkat kekerasan
material spesimen. Prinsip dari Uji Kekerasan Vickers adalah besar
beban dibagi dengan luas daerah indentasi atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:

Berikut ini merupakan gambar 2.9. Indentor Uji Kekerasan Vickers

Gambar 2.9. Indentor Uji Kekerasan Vickers

1) Kelemahan dari Uji Kekerasan Vickers


Pada Uji Kekerasan Vickers ini membuthkan waktu yang
cukup lama untuk menentukan nilai kekerasan sehingga jarang
dipakai pada pengujian yang rutin.
2) Keuntungan dari Uji Kekerasan Vickers
Keuntungan dari Uji Kekerasan Vickers adalah skala
kekerasannya yang kontinu untuk rentang yang luas, dari yang
sangat luna dengan nilai 5 maupun material yang sangat keras.
Selain pada Uji Kekerasan Vickers, beban tidak perlu diubah
dan tidak bergantung pada besar beban indentor. Selanjutnya,
Uji Kekerasan Vickers ini dapat dilakukan pada benda-benda
dengan ketebalan yang tipis sampai 0,006 inchi.
d. Uji Kekerasan Rockwell
Uji Kekerasan Rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi
dalam keadaan beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan.
Sebelum pengukuran, spesimen dibebani beban minor sebesar 10 Kg
untuk mengurangi kecenderungan ridging dan sinking akibat beban
indentor. Sesudah beban minor dibebani, spesimen langsung
dikenakan beban mayor.
Kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat
diketahui nilainya dengan membaca dial gage pada alat. Dial tersebut
terdiri dari 100 bagian yang masing-masing mempresentasikan
penetrasi sebesar 0,0002 mm. Dial disesuaikan sedemikian rupa
sehingga nilai kekerasan yang tinggi berkorelasi dengan kecil
penetrasi. Kekerasan Rockwell dapat dibagi menjadi beberapa jenis,
antara lain:
1) Rockwell A
Indentor berupa kerucut intan dengan pembebana 60 Kg.
Umumnya digunakan pada jenis logam yang sangat keras.
2) Rockwell B
Indentor berupa bola baja dengan diameter 1,6 mm dan
pembeban 100 Kg. Umumnya digunakan pada material yang
lunak.
3) Rockwell C
Indentor berupa kerucut intan dengan pembeban 150 Kg.
Umumnya digunakan untuk logam-logam yang diperkeras
dengan pemanasan.
Pembagian ini berdasarkan kombinasi jenis indentor yang digunakan
dengan beban yang diberikan.
Kelemahan dari Uji Kekerasan Rockwell ini adalah perlu faktor
konversi agar hasil dapat dibandingkan.
e. Uji Kekerasan Microhardness
Metalurgi jaman sekarang yang berkembang membutuhkan penetuan
kekerasan pada permukaan yang sangat kecil. Uji pengujian spesimen
ini, metode yang paling tepat digunakan adalah indentor knoop.
Metode ini merupakan pengembangan dari Uji Kekerasan Vickers
namun beban yang lebih kecil.
Indentor Knoop adalah piramida intan yang membentuk indentasi
berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal 7:1 yang
menyebabkan kondisi regangan pada daerah terdeformasi. Nilai
Kekerasan Knoop (KHN) dapat didefinisikan besarnya beban dibagi
dengan luas daerah proyeksi indentasi tersebut atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:

Keterangan:
c = konstanta indentor

Kelebihan dari indentor knoop adalah kedalaman dan luas daerah


indentasi knoop hanya sekitar 15% dari luas daerah viskers. Oleh
karena itu, metode ini cocok untuk spesimen yang tipis, kecil atau
kecenderungan untuk patah getas saat pengujian. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan uji kekerasan:
 Alat uji kekerasan dikalibrasi terlebih dahulu
 Indentor harus bersih dan terposisi dengan baik
 Permukaan spesimen harus bersih dan diamplas dahulu
 Arah penekan indentor harus tegak lurus
 Jarak antar penekan tidak boleh berdekatan
 Tidak boleh melakukan penekanan pada ujung spesimen
 Gunakan alas sesuai dengan bentuk spesimen agar tidak
mudah goyang, beputar atau bergeser.

E. Uji Impact
Uji impact merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan beban
terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impact dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan dengan secara
statis. Pengujian impact merupakan suatu upaya menstimulasikan kondisi
operasional material yang sering diketemui dalam perlengkapan transfortasi atau
kontruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan melainkan datang
secara tiab-tiba. Pada pengujian impact ini, banyaknya energi yang diserap oleh
bahan untuk terjadinya patahan merupakan ukuran ketahan impact atau
ketangguhan bahan. Macam-macam metode pengujian impact:
1. Cara pembebanan Charpy (Charpy Impact)
Pada percobaan ini benda kerja mempunyai ukuran yang standar. Takik
diletakkan pada landasan dengan posisi takik membelakangi pendulum yang
akan memberikan beban kejut. Sehingga mengenai bagian punggun notch.
Notch yang umumnya digunakan mempunyai sudut 45°. Percobaan ini sesuai
untuk material yang ductile.
2. Cara pembebanan Izod (Izod Impact)
Salah satu bagian benda uji dijepit pada bibir takik dan posisi takik
berhadapan dengan pendulum yang akan memberikan beban kejut. Percobaan
ini sesuai dengan material yang brittle (rapuh).
Faktor-faktor yang menyebabkan patah getas pada pengujian impact antara lain,
sebagai berikut:
1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada
daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga
akan menimbulkan traxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena
tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas.
Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.
2. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
3. Strain Rate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka
material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan
atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
kemudian patah. Namun pada Uji Impact, strain rate yang diberikan sangat
tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi
plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranural, patahnya
ditengah-tengah atom, bukan dibatas butir. Karena dislokasi tidak sempat
bergerak ke batas butir. Dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan
temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impact terhadap
temperatur. Energi akan berbanding lurus dengan harga impact. Kemudian
akan didapat temperatur transisi. Temperatur transisi adalah range
temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika
material dipanaskan. Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal,
salah satunya aspek metalurgi material, yaitu karbon. Material dengan kadar
karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impact-nya kecil, sehingga
temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan mempengaruhi
ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil
maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.
Bentuk-bentuk patahan yang terjadi pada Uji Impact, yaitu:
1. Patahan Getas
Patahan yang terjadi pada benda yang getas, misalnya: besi tuang. Dapat
dianalisis, permukaan rata dan mengkilap, potongan dapat dipasangkan
kembali, keretakan tidak dilakukan bersama deformasi, nilai pukulan takik
tinggi.
2. Patahan Liat
Patahan yang terjadi pada benda yang lunak, misalnya: baja lunak,
tembaga. Dapat dianalisis, permukaan tidak rata, buram, dan berserat,
pasangan potongan tidak bisa dipasang lagi, terdapat deformasi pada
keretakan, nilai pukulan takik tinggi.
3. Patahan Campuran
Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat namun ulet, misalnya
pada baja temper. Gabungan patahan getas dan patahan liat, permukaan
kusam dan sedikit berserat, potongan masih dapat dipasangkan, ada
deformasi pada retakan.

F. Uji Tarik
Pengujian tarik adalah pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang sifat-sifat dan keadaan dari suatu logam. Pengujian tarik
dilakukan dengan cara penambahan beban secara perlahan-perlahan, kemudian
akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan gaya yang bekerja.
Kesebandingan ini terus berlanjut sampai bahan sampai titik propotionality limit.
Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban
tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan
penambahan panjang yang lebih besar dan suatu saat terjadi penambahan panjang
tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya.
Hal ini dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini hanya
berlangsung sesaat dan setelah itu akan naik lagi.
Kenaikan beban ini akan berlangsung sampai mencapai maksimum, untuk
batang yang ulet beban mesin tarik akan turun lagi sampai akhirnya putus. Pada
saat beban mencapai maksimum, batang uji mengalami pengecilan penampang
setempat (local necting) dan penambahan panjang terjadi hanya disekitar necting
tersebut. Pada batang getas tidak terjadi necting dan batang akan putus pada saat
beban maksimum.
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan non
logam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku
material tersebut terhadap pembebanan mekanis.

Anda mungkin juga menyukai