Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ETIOLOGI GAGAL JANTUNG PADA LANSIA


Diajukan untuk memenuhi tugas individu kapita selekta farmakoterapi dan farmasi klinik

Oleh :

Rizqa Fauziyah Fadhilah 201FF05092

Universitas Bhakti Kencana


Fakultas Farmasi
Program Studi Apoteker
Bandung
2020
Abstrak

Gagal jantung didefinisikan kesanggupan jantung yang tidak memadai untuk


memompa cukup darah guna memenuhi aliran darah dan kebutuhan metabolis tubuh.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung; prevalensinya
meningkat sesuai usia. Penyebab gagal jantung pada lanjut usia lebih multifaktorial dan
sering disertai dengan gejala yang tak khas. Proses penuaan ymenyebabkan peningkatan
proses aterosklerosis pada pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan terganggunya
aliran darah ke organ jantung sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dengan suplai oksigen. Pada orang tua, penyakit jantung iskemik
dengan infark miokard merupakan penyebab paling sering kardiomiopati dilatasi.
Kardiomiopati hipertrofi hipertensi sering bermanifestasi disfungsi diastolik berat dan
dapat menghambat out flow tract ventrikel kiri. Faktor-faktor penyebab gagal jantung
diantaranya adalah kebiasaan merokok, diabetes, hipertensi, kolestrol, kelebihan berat
badan hingga stres. Perkembangan hipertensi menjadi gagal jantung yang didahului oleh
hipertrofi ventrikel kiri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terjadi bila hipertrofi
yang terjadi telah diluar batas fisiologis peningkatan kontraksi jantung maka kontraksi
jantung justru akan berkurang/melemah, ditambah dengan peningkatan kebutuhan
oksigen otot jantung karena hipertrofi menyebabkan pertambahan massa otot jantung.
Pendahuluan

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang progresif dengan


angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prevalensi gagal jantung terus meningkat
bersamaan dengan bertambahnya usia (Rukminingsih & Susanto, 2020). Gagal jantung
adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna
mencukupi kebutuhan sel – sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat (Purbianto &
Agustanti, 2015).
Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan
menyertai gagal jantung yang disebut faktor risiko. Faktor resiko yang ada dapat di
modifikasi artinya dapat dikontrol dan faktor resiko yang non modifiable yang tidak dapat di
kontrol. Contohnya: usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga (Purbianto & Agustanti,
2015).
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau
saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung
saat istrahat (Fabris et al., 2009).

Dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan kombinasi atau kongestif.
Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya
edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal jantung kongestif adalah
gabungan dari kedua gambaran tersebut.Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri
maupun kanan sering terjadi secara bersamaan (Fachrunnisa dkk, 2015).

Prevalensi gagal jantung kongestif akan meningkat seiring dengan meningkatnya


populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut didunia bertambah dengan cepat dibanding
penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif bertambah besar pada negara berkembang
termasuk Indonesia. Diagnosis dini dan identifikasi etiologi dari pasien gagal jantung
kongestif sangat diperlukan karena banyak kondisi yang menyerupai sindroma gagal jantung
ini pada usia dewasa maupun usia lanjut (Ardini, 2007).
Pembahasan

Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik
struktural maupun fungsional. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri menjadi
kaku dan tidak lurus. Perubahan ini akibat hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri.
Proses perubahan yang berhubungan dengan penuaan ini meningkatkan kekakuan dan
ketebalan yang disebut arterosklerosis yaitu merupakan salah satu penyebab gagal jantung
(Purbianto & Agustanti, 2015).

Distribusi penyakit gagal jantung atau gagal jantung kongestif meningkat pada usia
40 tahun keatas. Hal ini berkaitan dengan proses menua yang menyebabkan peningkatan
proses aterosklerosis pada pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan terganggunya aliran
darah ke organ jantung sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dengan suplai oksigen. Usia merupakan faktor risiko utama terhadap penyakit
jantung dan penyakit kronis lainnya termasuk di dalamnya gagal jantung. Pertambahan umur
dikarakteristikkan dengan disfungsi progresif dari organ tubuh dan berefek pada kemampuan
mempertahankan homeostasis (Harigustian et al., 2016).

Disfungsi diastolik yang relatif tidak umum pada dewasa muda, didapat pada 50%
kasus gagal jantung pada orang tua dan umum terjadi pada perempuan. Pada disfungsi
diastolik, relaksasi miokard yang berkepanjangan dan peningkatan kekakuan (yang
menurunkan tingkat pengisian dan volume) meningkatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan
mengurangi isi sekuncup saat istirahat dan selama bekerja. Akibatnya, terjadi gagal jantung,
bahkan ketika fungsi sistolik (yang ditunjukkan oleh fraksi ejeksi) normal atau mendekati
normal (Imaligy, 2014).

Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi riwayat dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus dijalani. Riwayat penyakit
sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan jantung, tapi sering kali
dapat memberi petunjuk penyebab dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan
keparahan dari penyakit. Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac
output (mudah lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac
wheezing”). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat menyebabkan terjadinya
kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema perifer dan asites. Kegagalan pada
jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa munculnya dyspnea on effort. Pulmonary
congestion (dengan crackles dan wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut
maupun subakut (Rachma, 2014).

Faktor-faktor penyebab gagal jantung diantaranya adalah kebiasaan merokok,


diabetes, hipertensi, kolestrol, kelebihan berat badan hingga stres. Perkembangan hipertensi
menjadi gagal jantung yang didahului oleh hipertrofi ventrikel kiri seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya terjadi bila hipertrofi yang terjadi telah diluar batas fisiologis
peningkatan kontraksi jantung maka kontraksi jantung justru akan berkurang/melemah,
ditambah dengan peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung karena hipertrofi
menyebabkan pertambahan massa otot jantung. Jadi, respon kompensatorik sirkulasi yang
pada awalnya memberikan keuntungan dalam mempertahankan curah jantung, pada akhirnya
justru meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung (Trisnawati et al., 2016).

1. Etiologi Gagal Jantung


Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung
untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena
kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah
kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan karena
tekanan atau volume overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang
jantung, dan kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang
menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel (Rachma, 2014).

Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau berkurangnya massa otot
jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler karena hipertensi,
atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi yang
menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan predisposisi
untuk gagal jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab terbanyak (60-75%),
diikuti penyakit katup (10%) dan kardiomiopati (10%). Dewasa ini studi epidemiologi
menunjukkan bahwa sekitar setengah pasien gagal jantung memiliki fraksi ejeksi
(ejection fraction, EF) ventrikel kiri yang baik (EF 40-50%), sehingga tidak lagi
dipikirkan bahwa gagal jantung secara primer terjadi akibat penurunan fraksi ejeksi
ventikel kiri (Imaligy, 2014).
2. Etiologi Gagal Jantung Pada Lansia
Pada umumnya, etiologi gagal jantung pada orang tua sama seperti yang terjadi pada
dewasa muda, tetapi lebih multifaktorial (Tabel.1)

Tabel.1 Gagal Jantung pada Lansia

Penyakit Arteri Koroner


 Infark Miokard Akut
 Kardio Iskemik
Penyakit Jantung Iskemik
 Kardiomiopati Hipertensi Hipertrofi
Penyakit Jantung Katup
 Klasifikasi Stenosis Aorta
 Regurgitasi Mitral
 Stenosis Mitral
 Insufisisien Aorta
 Malfungsi Katup Prostesa
Kardiomiopati
 Dilatasi
 Hipertrofi
 Restriktif
Endokarditis Infeksi
Miokarditis
Penyakit Perikardial
High Output Heart Failure
 Anemia Kronik
 Defisiensi Tiamin
 Hipertiroid
 Arteriovenous Shunting
Age-related Diastolic Dysfunction

Pada orang tua, penyakit jantung iskemik dengan infark miokard merupakan
penyebab paling sering kardiomiopati dilatasi. Kardiomiopati hipertrofi hipertensi sering
bermanifestasi disfungsi diastolik berat dan dapat menghambat out flow tract ventrikel
kiri. High output heart failure tidak biasa ditemukan pada orang tua; penyebab paling
sering high output heart failure ialah anemia kronik, hipertiroid, defisiensi tiamin dan
shunt arteriovena. Walaupun fungsi sistolik masih normal pada orang tua, gagal jantung
dapat terjadi karena disfungsi diastolik yang terkait dengan bertambahnya usia (Imaligy,
2014).

Selain etiologi, penting untuk mengidentifi kasi faktor yang dapat mencetuskan
eksaserbasi akut atau subakut. Faktor pencetus paling sering pada dua per tiga kasus
gagal jantung ialah noncompliance pengobatan dan atau diet. Iskemi miokard atau infark,
aritmia seperti takikardi ventrikel, atrial fibrilasi atau flutter dan blok atrioventrikular
umumnya menjadi faktor pencetus pada orang tua. Pada pasien hipertensi, kontrol
tekanan darah inadekuat merupakan penyebab umum perburukan keadaan gagal jantung
(Imaligy, 2014).

Orang tua memiliki kompensasi kardiovaskular yang tidak baik sehingga gagal
jantung dapat dicetuskan oleh keadaan nonkardiak misalnya gangguan respirasi akut
seperti pneumonia, emboli pulmonEr atau eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronik
(Imaligy, 2014).

Menurut penelitian (Haris et al., 2016) yang berdasarkan usia didapatkan


kelompok usia terbanyak pada kelompok usia >60 tahun sebanyak 48 orang (61,5%),
kemudian diikuti kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 13 orang (16,7%), kelompok usia
40-49 tahun sebanyak 10 orang (12,8%), dan kelompok usia. Hal ini disebabkan karena
pada pasien usia lanjut pembuluh darah sudah tidak lagi elastis dan fleksibel, sehingga
mengakibatkan plak atau lemak lebih mudah menumpuk dan menghalangi aliran darah
sehingga terjadi aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab penyakit jantung
koroner, yang bisa berkelanjutkan menjadi gagal jantung (Haris et al., 2016).

Seiring dengan bertambahnya usia, perubahan struktur jantung dan sistem


kardiovaskular merendahkan ambang rangsang untuk gagal jantung. Kolagen interstisial
dalam miokardium meningkat, miokardium menegang, dan relaksasi miokard menjadi lebih
panjang. Perubahan ini menyebabkan penurunan signifi kan fungsi diastolik ventrikel kiri,
bahkan pada orang tua sehat. Penurunan fungsi sistolik juga terjadi seiring bertambahnya
usia. Selain itu, terjadi penurunan pada miokard dan respons vaskular terhadap stimulasi beta
adrenergik yang akan merusak kemampuan respons sistem kardiovaskular terhadap
peningkatan kebutuhan kerja. Perubahan ini menurunkan kapasitas kerja puncak secara
signifikan (sekitar 8% per dekade setelah umur 30) dan curah jantung pada puncak latihan
berkurang lebih bermakna. Dengan demikian, pasien lanjut usia lebih rentan terkena gagal
jantung sebagai respons terhadap stress atau kelainan sistemik. Stresor termasuk infeksi
(paling sering pneumonia), hipotiroid, hipertiroidi, anemia, iskemia miokard, hipoxia,
hipotermia, hipertermia, gagal ginjal, obatobatan, (termasuk NSAID [nonsteroidal antiinfl
ammatory drug], penyekat beta [beta blocker], dan penyekat kanal kalsium [calcium channel
blocker] (Imaligy, 2014).

Tujuan utama penatalaksanaan gagal jantung pada orang tua ialah untuk
mengembalikan kualitas hidup, mengurangi frekuensi eksaserbasi gagal jantung dan
memperpanjang hidup. Tujuan sekunder ialah memaksimalkan kemandirian serta kapasitas
kerja dan mengurangi biaya perawatan. Untuk mencapai tujuan ini terapi harus mencakup
penanggulangan etiologi dan faktor pencetus, terapi nonfarmakologi (nonmedikamentosa)
dan farmakologi (medikamentosa). Terapi nonfarmakologi (nonmedikamentosa) antara lain
dapat berupa:

a. Edukasi gejala, tanda, dan pengobatan gagal jantung


b. Manajemen diet, yaitu mengurangi jumlah garam, menurunkan berat badan bila
dibutuhkan, rendah kolesterol, rendah lemak, asupan kalori adekuat
c. Latihan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa pembatasan aktivitas fisik yang
berlebihan akan menurunkan fungsikardiovaskular dan muskuloskeletal. Latihan fisik
yang sesuai akan memperbaiki kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal
jantung
d. Dukungan keluarga untuk selalu memperhatikan dan merawat pasien gagal jantung di
usia tua sangat penting dan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.

Prinsip dasar terapi farmakologi medikamentosa gagal jantung adalah mencegah


remodelling progresif miokardium serta mengurangi gejala. Gejala dikurangi dengan cara
menurunkan preload (aliran darah balik ke jantung), afterload (tahanan yang dilawan oleh
kontraksi jantung), dan memperbaiki kontraktilitas miokardium. Prinsip terapi di atas
dicapai dengan pemberian golongan obat diuretik, ACE-inhibitor, penyekat beta,
digitalis, vasodilator, agen inotropik positif, penghambat kanal kalsium, antikoagulan,
dan obat antiaritmia (Imaligy, 2014).

Kesimpulan

Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan


baik struktural maupun fungsional. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri
menjadi kaku dan tidak lurus. Perubahan ini akibat hilangnya serat elastis dalam lapisan
medial arteri.

Etiologi dari penderita gagal jantung pada lansia yaitu penyakit arteri coroner,
penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dan penyakit pericardial. Pada orang tua,
penyakit jantung iskemik dengan infark miokard merupakan penyebab paling sering
kardiomiopati dilatasi. Kardiomiopati hipertrofi hipertensi sering bermanifestasi disfungsi
diastolik berat dan dapat menghambat out flow tract ventrikel kiri. High output heart
failure tidak biasa ditemukan pada orang tua; penyebab paling sering high output heart
failure ialah anemia kronik, hipertiroid, defi siensi tiamin dan shunt arteriovena.
Daftar Pustaka

Ardini, D. N. E. (2007). RUMAH SAKIT DR . KARIADI JANUARI-DESEMBER 2006 ARTIKEL


Karya Tulis Ilmiah.
Fabris, D., Saito, T., Yamada, T., Sun, X., Wilhite, P., & Yang, C. Y. (2009). Current capacity
and thermal transport in carbon nanofiber interconnects. 4th IEEE International Conference
on Nano/Micro Engineered and Molecular Systems, NEMS 2009, 848–853.
https://doi.org/10.1109/NEMS.2009.5068708
Fachrunnisa dkk. (2015). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS
TIDUR PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE Fachrunnisa1,. 2(2).
Harigustian, Y., Dewi, A., & Khoiriyati, A. (2016). Gambaran Karakteristik Pasien Gagal
Jantung Usia 45 – 65 Tahun Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gamping Sleman.
Indonesian Journal of Nursing Practices, 1(1), 55–60. https://doi.org/10.18196/ijnp.1152
Haris, D. E., Rampengan, S. H., & Jim, E. L. (2016). Gambaran pasien gagal jantung akut yang
menjalani rawat inap di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou periode September-November 2016.
E-CliniC, 4(2). https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.14471
Imaligy, U. E. (2014). Gagal jantung pada Geriatri. Ckd212, 4(1), 19–24.
Purbianto, & Agustanti, D. (2015). ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG. Jurnal Keperawatan, XI(2),
194–203.
Rachma, L. N. (2014). PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL JANTUNG KONGESTIF. 4(2),
81–90. https://doi.org/10.1038/132817a0
Rukminingsih, F., & Susanto, T. C. (2020). Pengukuran Tekanan Darah Pada Pasien Gagal
Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit St . Blood Pressure Measurement
of Inpatients Congestive Heart Failure Patients in St . Elisabeth Hospital Semarang. 2(1).
Trisnawati, N., Pebriyani, U., Gumilang, I., & Dkk. (2016). Hubungan Hipertensi Dengan
Kejadian Penyakit Gagal Jantung Kongestif Di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Provinsi Lampung Tahun 2015. Portal Jurnal Malahayati, 3(December), 2.

Anda mungkin juga menyukai