Anda di halaman 1dari 25

LITERATUR REVIEW :

“Evidence Base Practice pada Kasus Gangguan Sistem


Hematologi : Leukemia dan Anemia”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen : Ady Waluya, S.Kep.,Ners.,M.Kep

OLEH (Kelompok 12):

DEASY DWI YULIANTI C1AA18028


KANIA PUTRI AISYAH C1AA18058
NURUL NOVTIANA S C1AA18086
RONALDO C1AA18100
SITI YOANNY PUTRI C1AA18110

KELAS 2 B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGIL IMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2019
1. TOPIK
“Evidence Base Practice pada Kasus Gangguan Sistem Hematologi :
Leukimia dan Anemia”
2. KATA KUNCI
Kata kunci yang digunakan adalah Red Blood Cells, Tranfusion, Iron
Supplement, Nutrition, Intervention, Leukemia Patients, Exercise
Interventions, And Neutropenic Diet.

3. SUMBER YANG DIGUNAKAN


Penelaahan artikel dilakukan melalui media elektronik yaitu database
Google Scholar dan ProQuest. Artikel yang dipilih berupa hasil penelitian
pada rentang tahun 2009 – 2019. Diperoleh artikel sebanyak 12 database
namun hanya 8 artikel yang sesuai dengan kriteria.

4. ALASAN PEMILIHAN SUMBER


a. Sumbernya jelas.
b. Isi jurnal relevan dengan topik.
c. Merupakan sumber primer.
d. Sumber yang dipakai jelas kredibilitasnya.
e. Sesuai dengan yang dibutuhkan untuk penulisan literature review.
5. SUMMARY JURNAL

N Populasi &
Topik Peneliti Tahun Metode Hasil Kesimpulan
o Sampel
1. The Effects of an Exercise Claudio L. 2008 Metode one- 10 pasien Hasil menunjukkan bahwa Intervensi latihan
Program in Leukemia Battaglini, group pretest- (> 18 tahun) intervensi latihan terkontrol terkontrol yang diawasi
Patients PhD, A. C. posttest design dengan yang diawasi layak dan dapat layak dan dapat secara
Hackney, PhD, diagnosis secara positif mempengaruhi mempengaruhi pasien
DSc, Rey leukemia daya tahan kardiovaskular secara positif.
Garcia, RN, myeloid dan otot, mengurangi
BSN, ONC, (AML atau kelelahan dan depresi, dan
Diane Groff, CML) mempertahankan kualitas
EdD, Elizabeth hidup selama perawatan.
Evans, MA,
and Thomas
Shea, MD
2 A Systematic Review On Jenna Smith- 2015 review review Hasil penelitian menunjukkan Intervensi olahraga
The Use Of Exercise Turchyn, Julie olahraga yang terkontrol, yang terkontrol, layak
Interventions Richardson layak dan aman terbukti dapat dan aman terbukti
For Individuals With mengurangi efek samping efektif untuk individu
Myeloid Leukemia pengobatan untuk individu dengan AML.
dengan AML.

3 Things We Do For No Heather R. 2018 Studi Kasus Pasien Hasil penelitian menunjukkan Diet neutropenik
Reason: Neutropenic Diet Wolfe, MD, penderita bahwa ada sedikit yang bisa memberikan pengaruh
Navid Sadeghi, leukemia diperoleh dari penggunaan terhadap pasien LMA.
MD, Deepak myeloid diet neutropenik pada pasien
Agrawal, akut yang menjalani terapi induksi
MD1, David remisi untuk AML yang baru
H. Johnson, didiagnosis atau MDS
MD1, Arjun berisiko tinggi.
Gupta, MD
4 Randomized Comparison Alison 2008 Therapy dan 153 pasien Hasil menunjukkan bahwa Diet neutropenik
of Cooked and Noncooked Gardner, Metode AML ada sedikit yang bisa memberikan pengaruh
Diets Gloria pretest- diperoleh dari penggunaan terhadap pasien AML
in Patients Undergoing Mattiuzzi, posttest design diet neutropenik pada yang baru
Remission Induction Stefan Faderl, didiagnosis atau
pasien yang menjalani
Therapy for Gautam MDS berisiko tinggi.
terapi induksi remisi untuk
Acute Myeloid Leukemia Borthakur,
Guillermo AML yang baru
Garcia- didiagnosis atau MDS
Manero, berisiko tinggi
Sherry Pierce,
Mark Brandt,
and Elihu
Estey
5 Red Blood Cell Matej 2015 Metode Pasien Hasil penelitian menunjukkan Usia Penyimpanan
Transfusion And Skeletal Podbregar, pretest-posttest dengan penyimpanan PRC PRC mempengaruhi
Muscle Tissue Ana Ursula design anemia mempengaruhi oksigenasi kadar PRC.
Oxygenation In Anaemic Gavric, Eva jaringan otot pasien.
Haematologic Podbregar,
Outpatients Hugon
Mozina3,
Sebastian
Stefanovic
6 Pengaruh waktu simpan Pesalmen 2019 Desain potong 30 sampel Penelitian ini menunjukkan PRC mengalami
Packed Red Cells (PRC) Saragih, Ida lintang darah jenis bahwa terjadi perubahan kadar
terhadap perubahan kadar Adhayanti, Whole peningkatan pada selama penyimpanan.
hemoglobin, hematokrit, Zulfikar Lubis, Blood (WB) hemoglobin namun tidak
dan glukosa plasma di Herman yang siap signifikan (p>0,05) selama
RSUP H. Adam Malik, Hariman diolah penyimpanan tujuh hari.
Medan, Indonesia menjadi Hal ini menunjukan selama
jenis Packed proses penyimpanan
Red Cell tidak terjadi penghancuran
(PRC) dari eritrosit.

7 To Assess The Prevalence Samridhi 2019 Quasi Gadis Hasil penelitian Terapi gizi
Of Anaemia And Pokharel, experimental, remaja (12- menunjukkan terdapat berpengaruh terhadap
Effectiveness Of Iron Pauline Pre 18 tahun) penurunan defisiensi besi Anemia.
Supplementation In Sharmila experimental, pada gadis remaja setelah
Improving The Level Of True dilakukan terapi gizi yaitu
Haemoglobin Experimental dengan memberikan
Among Adolescent Girls suplemen zat besi.
8 Effectiveness of Renu 2018 Quasi Gadis Hasil penelitian Terapi gizi efektif
Nutritional Ball among Gurung, Experimental remaja menunjukkan terapi gizi meningkatkan kadar
Adolescent Girls with Pauline dengan nutritional ball yang hemoglobin.
Anemia in Selected Sharmila hemoglobin diberikan setiap hari selama
Government Schools, tidak 30 hari ternyata efektif
Greater Noida normal untuk meningkatkan kadar
hemoglobin di kalangan
gadis remaja.

9 Hubungan Konsumsi Zat Istiya Putri 2017 Desasin 102 murid Hasil studi menunjukkan Hasil studi
Besi dengan Kejadian Lestari, Nur potong lintang SMP kekuatan hubungan yang menunjukkan kekuatan
Anemia pada Indrawati sangat lemah. hubungan yang sangat
Murid SMP Negeri 27 Lipoeto, lemah. Berpola positif,
Padang Almurdi artinya semakin tinggi
konsumsi zat besi
semakin tinggi kadar
hemoglobinnya. Tidak
terdapat hubungan
yang bermakna antara
konsumsi zat besi
dengan kejadian
anemia padamurid
SMP Negeri 27
Padang.
6. LITERATUR REVIEW
LEUKIMIA
a. Pengertian Leukemia

Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi


(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta
sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombisitopenia (Hidayat, 2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal, (Nursalam, 2005). Leukemia merupakan
kelompok kelainan yang ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di
sumsum tulang dan darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala:
1) kegagalan sumsum tulang (mis. Anemia, neutropenia,
trombositopenia); dan
2) infiltrasi terhadap organ-organ (mis. Hati, limpa, kelenjer limfe,
meningen, otak, kulit atau testis), (A.V. Hoffbrand dan P.A. H. Moss,
2011)
b. Klasifikasi Leukemia
Menurut (Price, 1999), leukemia dibagi menjadi beberapa klasifikasi,
yaitu:
1) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia
granulositik akut (LGA) yang dikarakteristikkan oleh produksi
berlebihan dari mieloblast. LMA sering terjadi pada semua usia,
tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi
sumsum tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan, dan infeksi, tetapi
jarang disertai keterlibatan orang lain.
2) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA sering menyerang pada masa anak-anak dengan
persentase 75% -80%. LLA menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel
limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar (trombositopeni),
dan infeksi (neutropenia). Limfoblas biasanya di temukan dalam
darah tepi dan selaluada di sumsum tulang, hal ini mengakibatkan
terjadinya limfedenopati, splenomegali, dan hepatomegali 70% anak
dengan leukemia limfatik akut ini bisa disembuhklan.
3) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK terjadi pada manula dengan limfadenopati generalisata
dan peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis, Perjalanan
penyakit biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah hanya jika
timbul gejala.
4) Leukemia Mielositik Kronis (LMK)
LMK sering juga disebut leukemia granulositik kronik
(LGK), gambaran menonjol adalah :
a) Adanya kromosom Philadelphia pada sel-sel darah. Ini adalah
kromosom abnormalyang ditemukan pada sel-sel sumsum
tulang.
b) Krisis blast fase yang dikarakteristikkan oleh poroliferasi tiba-
tiba dari jumlah besar mieloblast.
c. Etiologi dan Presdiposisi Leukemia
Terjadinya leukemia banyak hal yang mempengaruhi diantaranya :
1) Faktor Eksogen
 Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan
leukemia meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi
atau kemoterapi.
 Zat kimia, seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone,
dan agen anti neoplastik. Terpapar zatkimia dapat menyebabkan
displasia sumsum tulang belakang,anemia aplastik dan perubahan
kromosom yang akhirnya dapat menyebabkan leukemia.
 Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1
(Human T Leukemia Virus )darileukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dari
sample serum penderita leukemia sel T.
2) Faktor Endogen
 Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit
herediter seperti sindrom down mempunyai insiden leukemia akut
20x lipat dan riwayat leukemia dalam keluarga. insiden leukemia
lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang,
dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar
monozigot.
 Kelainan genetik, mutasi genetic dari gen yang mengatur sel darah
yang tidak diturunkan.
d. Manifestasi Klinis Leukemia
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia,
perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta hepar dan lien
membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan saraf pusat dapat
ditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein
yang meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat
beberapa hubungan antara leukemia dan sindromdown (mongolisme) :
1) Pucat
2) Malaise
3) Keletihan (letargi)
4) Perdarahan gusi
5) Mudah memar
6) Petekia dan ekimosis
7) Nyeri abdomen yang tidak jelas
8) Berat badan turun
9) Iritabilitas
10) Muntah
11) Sakit kepala (pusing)
e. Patofisiologi Leukemia
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hemapoetik yang fatal
dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan
tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit. Jumlah besar dari sel pertama-
tama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum tulang,
limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan
berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga mengakibatkan
hematomegali dan splenomegali.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer serta mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya,
hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan trobosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya dapat
rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel
hematopoetik lainnya dan mengarah kepembelahan sel yang cepat dan
sitopenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh ptekie
dan ekimosis atau perdarahan dalam kulit, epistaksis atau perdarahan
hidung, hematoma dalam membrane mukosa, serta perdarahan saluran
cerna dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang
disebabkan oleh infark tulang, (Long, 1996).
f. Komplikasi Leukemia
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya
yaitu :
1) Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure)
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam jumlah
yang memadai, yaitu berupa :
- Lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu
sedikit).
- Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih.
- Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
2) Infeksi
Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang sebenarnya. Hal ini
menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu
pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu
rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
3) Hepatomegali (Pembesaran Hati)
Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
4) Splenomegali (Pembesaran Limpa)
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK
sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa
bertambah besar bahkan beresiko untuk pecah.
5) Limpadenopati
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjer getah
bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
6) Kematian
g. Evidence Base Practice
1) Latihan Fisik
Perawatan yang dilakukan untuk pasien dengan leukemia
bersifat cukup kompleks. Prosedur standarnya melibatkan penggunaan
kemoterapi yang diikuti oleh transplantasi tulang belakang pada
sebagian besar kasus. Kelelahan, lemah, mual, kehilangan massa
tubuh, anemia, dan depresi merupakan beberapa efek samping yang
sangat umum yang biasanya terjadi pada pasien leukemia yang
menjalani kemoterapi.
Beberapa strategi digunakan untuk mengurangi efek samping
karena pengobatan salah satunya adalah latihan fisik atau olahraga.
Latihan fisik secara teratur dikaitkan dengan peningkatan harapan
hidup dan mengurangi kambuhnya gejala kanker (Smith, 2015). Selain
itu, berolahraga secara rutin dinilai mampu meningkatkan kesehatan
fisik, mental dan emosi.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Claudio (2009)
kepada 10 pasien LMA yang diberikan latihan fisik menunjukkan
bahwa intervensi latihan terkontrol yang diawasi layak dan dapat
secara positif mempengaruhi daya tahan kardiovaskular dan otot,
mengurangi kelelahan dan depresi, dan mempertahankan kualitas
hidup selama perawatan. Prosedur latihan terkontrol yaitu setiap
pasien mengikuti program latihan preskriptif individual 3 hingga 4
kali per minggu dengan setidaknya 36 jam istirahat di antara sesi.
Setiap sesi latihan dibagi menjadi 2 pertarungan. Satu pertandingan
diberikan di pagi hari dan yang kedua di sore hari. Dengan
berolahraga dalam 2 periode waktu yang berbeda, pasien tidak perlu
berolahraga selama lebih dari 30 menit setiap pertarungan. Namun,
durasi setiap sesi latihan tergantung pada kondisi fisik pasien pada
hari setiap sesi latihan. Periode latihan pagi difokuskan pada latihan
untuk tubuh bagian atas sedangkan sesi sore berfokus pada latihan
untuk tubuh bagian bawah selama bagian resistensi dari latihan.
Latihan-latihan yang digunakan untuk menargetkan bagian atas tubuh
pasien (latihan tubuh bagian atas) termasuk pers lateral, frontal, atau
militer untuk bahu, tekan dada dengan dumbel atau karet gelang untuk
dada, baris rendah dengan karet gelang untuk punggung, dan lengan
ikal dan ekstensi lengan dengan dumbel atau karet gelang untuk
lengan. Latihan yang digunakan untuk latihan tubuh bagian bawah
termasuk ekstensi kaki dan ikal kaki dengan karet gelang, squat
menggunakan bola fit, dan betis. Latihan perut diberikan selama setiap
latihan pertarungan. Latihan tersebut dilakukan dengan tetap
mengontrol kondisi kesehatan pasien.
Selain itu, penelitian lain yang mendukung adalah penelitian
Smith (2015) juga menunjukkan bahwa olahraga yang terkontrol,
layak dan aman terbukti dapat mengurangi efek samping pengobatan
untuk individu dengan AML. Hal tersebut disebabkan karena efek
samping pengobatan yang sering terjadi adalah kelelahan lebih parah
dari 90% pasien yang disebabkan penurunan kebugaran aerobik,
kehilangan kekuatan otot, penurunan fungsi fisik dan penurunan
kualitas hidup. Sehingga tinjauan sistematis yang sejalan pada tahun
2009 menyarankan perbaikan dalam komposisi tubuh, fungsi fisik dan
kualitas hidup pada penderita kanker salah satunya seperti melakukan
olahraga terkontrol.
2) Diet Neutropenik
Diet neutropenik adalah prinsip makan yang bertujuan
mengurangi kontaminasi bakteri yang masuk ke dalam makanan. Diet
ini disarankan untuk orang yang mengalami kanker dan untuk yang
memiliki kondisi kekebalan tubuh yang buruk (Bramandhita, 2018).
Telah diketahui bahwa neutropenia dapat membuat pasien
rentan terhadap infeksi. Hal yang sama juga diketahui makanan,
terutama buah dan sayuran segar, mengandung Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, dan basil Gram-negatif lainnya yang dapat
menyebabkan sepsis dan pneumonia yang mengancam jiwa. Pada
intinya, saat melakukan diet neutropenik segala makanan yang tidak
matang sempurna atau masih mentah seperti salad, telur setangah
matang dan makanan lainnya yang disajikan mentah harus dihindari.
Dalam penelitian Gardner (2008) menunjukkan bahwa ada
sedikit yang bisa diperoleh dari penggunaan diet neutropenik pada
pasien yang menjalani terapi induksi remisi untuk AML yang baru
didiagnosis atau MDS berisiko tinggi. Dalam penelitian Wolfe (2018)
mengatakan dasar pemikiran dibalik diet neutropenik adalah untuk
membatasi beban bakteri dari makanan yang belum dimasak sempurna
yang dikirim ke usus, apabila makanan dimasak dengan sempurna
bakteri yang ada akan hancur dan menjadikan masakan yang dimakan
aman. Hal tersebut disarankan karena orang yang mengalami kanker
tubuhnya sangat rentan terserang infeksi (Bramandhita, 2018).
ANEMIA
a. Pengertian Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya jumlah sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal
(Brunner & Suddart, 2002). Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin
(Hb) dalam darah yang disebabkan kekurangan zat gizi yang di perlukan
untuk pembentukan hemoglobin. Kadar Hb normal adalah lebih dari 12
gr/dl (proverawati & asfuah, 2009). Anemia merupakan keadaan dimana
masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani &
Haribowo, 2008).
b. Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah
serta indeks-indeksnya menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia
menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi
menjadi :
1) Menurut Ukuran Sel Darah Merah
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia
hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia
hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
Menurut Brunner & Suddart (2002), klasifikasi anemia menurut
etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel
darah merah (anemia anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah
merah (anemia hemilitika).
2) Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang
normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel
yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin
di sebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia
atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12, atau
asam folat. Anemia hipoproliferatifa di temukan pada :

a) Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,
sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih
dan juga platelet. Anemia aplastik sifatnya congenital dan idiopatik.
b) Anemia Pada Penyakit Ginjal
Secara umum terjadi pada pasien dengan nitrogen urea darahyang
lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20-30%. Anemia
ini di sebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritropoetin.
c) Anemia Pada Penyakit Kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan
anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan
ukuran dan warna yang normal). Apabila di sertai dengan penurunan
kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan
berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis
rematoid, abses paru, osteomielitis, tuberkolosis dan berbagai
keganasan.
d) Anemia Defisiensi-Besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi
tubuh total turun di bawah tingkat normal dan merupakan sebab
anemia tersering pada setiap Negara. Dalam keadaan normal tubuh
orang dewasa rata-rata mengandung 3-5 gram besi, tergantung pada
jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan
pada penyakit tertentu (missal : ulkus, gastritis, tumor pada saluran
pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita premenopause
(menorhagia). Pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-
rata (Mean Corpuscular Volume atau MCH), microcytic red blood
cells dan hemoglobin corpuscular (Mean Haemoglobine atau MCH)
menurun.

e) Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik
sel darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin
B12 di sebut anemia pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada
sel mukosa lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan
vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang di belikan melalui oral tidak
dapat diabsorpsi oleh tubuh oleh tubuh sedangkan yang kita tahu
vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleicacid
(DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi
pada pasien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan
makanan yang rendah vitamin, peminum alcohol atau penderita
malnutrisi kronis.
3) Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang
memendek. Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian
dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih
dibandingkan kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika,
yaitu :
a) Anemia Hemolitika Turunan (Sferositosis Turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah
kecil dan splenomegali.
b) Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat
adanya efek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan
serangan nyeri. Anemia sel sabit adalah kerusakan genitik dan
merupakan anemia hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit
dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh
Red Blood Cells Sickled (RBCS). Sel-sel yang berisi molekul
hemoglobin yang tidak sempurna menjadi cacat, kaku dan
berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel
tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat
sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit
hanya hidup selama 15-21 hari.
c. Etiologi Anemia
Menurut proverawati & asfuah, (2009) anemia biasa disebabkan
karena kurang maksimalnya sumsum tulang membuat sel darah merah.
Proses ini membutuhkan zat besi serta vitamin B12 dan asam folat.
Eritripiotein (EPO) merangsang pembuatan sel darah merah. EPO adalah
hormor yang di buat oleh ginjal. Anemia dapat terjadi apabila tubuh kita
tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan
kehilangan atau kerusakan pada sel tersebut. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi anemia :
 Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat. Kekurangan asam
folat dapat menyebabkan jenis anemia yang di sebut megaloblastik,
denga sel darah merah yang besar berwarna merah muda.
 Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
 Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid
perempuan.
 Penghancuran sel darah merah.
d. Patofisiologi Anemia
Menurut proverawati & asfuah, (2009) timbulnya anemia
mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Pada destruksi, masalahnya dapat di akibatkan karena defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal
atau akibat bebrapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel
fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit,
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan produksi plasma.
Hal ini tercermin dalam anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi
besi disebabkan cacat pada sistesis hemoglobin atau dapat dikatakan
kurang pembebasan besi dari makrofak ke serum, sehingga kandungan
kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yangkita tahu
sebagian besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yanh
beredar dan akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel
darah merah mati.
Bila defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-endotelial
(haemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum anemia.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti
yang terjadi pada sebagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan
mucul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein peningkat untuk
hemoglobin bebas) untuk meningkatkan semuanya (apabila jumlahnya
lebih dari sekitar 100 mg/dl). Hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus
ginjal dan akan ke dalam urin (hemoglobinuria).
Jadi ada atau tidaknya adanya gemoglobenemia dam hemoglobinuria
dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah
merah abnormal pada klien dengan hemolisis dan dapat merupakan
petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut. Anemia pada
pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :
1) Hitung retikulosit dalam sirkulasi
2) Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia
e. Tanda dan Gejala Anemia
Menurut proverawati & asfuah (2009), tanda-tanda anemia adalah :
1) Lesu, lemah, letih, lunglai.
2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.
3) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan talapak
tangan menjadi pucat.
f. Komplikasi Anemia
Ada tiga komplikasi yang umun terjadi pada anemia yaitu:
1) Gagal jantung
2) Kejang
3) Parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar dan
kesemutan).
g. Evidence Base Practice
1) Transfusi Darah
Tranfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah
dari seseorang (pendonor) kepada orang lain (resipien) yang bertujuan
mengganti darah yang hilang akibat pendarahan, luka bakar,
mengatasi shock dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap
infeksi (Setyati, 2010; Purwanti, 2017).
Darah yang ditransfusikan bisa dalam komponen darah secara
keseluruhan (whole blood) atau salah satu komponen darah saja
seperti Packed Red Cell (PRC/sel darah merah), Thrombocyte
Concentrates (TC/trombosit), Fresh Frozen Plasma (FFP/plasma
darah) dan lain- lain.
Dalam penelitian Pesalmen (2019), Packed Red Cell ((PRC)
berasal dari whole blood (WB) yang diendapkan dengan sentrifugasi
berkecepatan tinggi yang didinginkan. Satu unit PRC yang berasal
dari 450 ml whole blood akan menghasilkan 200-250 ml PRC. Secara
umum, penggunaan PRC adalah untuk pasien anemia yang tidak
disertai dengan penurunan volume darah, misalnya pasien dengan
anemia hemolitik, leukemia akut, leukemia kronis, keganasan,
thalassemia, gagal ginjal kronis.
Namun hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan transfusi
darah adalah usia penyimpanan darah. Menurut dr Colleen Gorman
dari Cleveland Clinic menyebutkan rata-rata waktu maksimal untuk
penyimpanan darah adalah 20 hari, sedangkan untuk darah segar
adalah 11 hari. Selain itu, Penyimpanan darah harus dijaga pada suhu
± 4˚C apabila tidak maka kemampuannya untuk menyalurkan oksigen
akan sangat berkurang. Usia penyimpanan darah dapat berpengaruh
terhadap kemampuan darah dalam memberikan oksigen kepada sel-sel
yang membutuhkan. Selama proses penyimpanan PRC terjadi
serangkaian perubahan biokimiawi yang akan mempengaruhi
viabilitas dan fungsinya dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan. Perubahan itu dikenal sebagai storage lesion (Pesalmen,
2019).
Tujuan penyimpanan darah secara invitro dengan proses yang
khusus adalah untuk memperlabat proses penghancuran sel darah.
Selain itu untuk memperlambat perubahan yang terjadi selama
penyimpanan, ditambahkan antikoagulan Citrat Phosphat Dextrosa
Adenin (CPDA) yang dapat mencegah terjadinya pembekuan darah
dan mempertahankan kadar Adenosin Triphosphat (ATP) dalam darah
sampai 35 hari penyimpanan atau selama 5 minggu.
Dalam penelitian Pesalmen (2019) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pada hemoglobin namun tidak signifikan selama
penyimpanan tujuh hari. Hal ini menunjukan selama proses
penyimpanan tidak terjadi penghancuran dari eritrosit. Kondisi ini
juga terjadi pada hematokrit dikarenakan hematokrit adalah fungsi
dari konsentrasi hemoglobin. Selain itu dalam penelitian Matej (2015)
mengatakan bahwa pada pasien hematologi anemia kronis rendah,
waktu penyimpanan PRC mempengaruhi oksigenasi jaringan otot
pasien. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Karon dan Spinelli
dalam Pesalmen (2019) yang membuktikan bahwa peningkatan kadar
Hb dan F2α-isoprostan bebas terjadi selama penyimpanan PRC.
Peningkatan ini diperkirakan menjadi faktor yang menyebabkan hasil
yang buruk pada penerima transfusi PRC meskipun mekanisme yang
mendasari tidak sepenuhnya diketahui. Dalam hasil penelitian Naid
Tadjuddin DKK dengan judul “Pengaruh Waktu Penyimpanan
Terhadap Jumlah Eritrosit Darah Donor Tahun 2012” dalam
penelitiannya menyatakan bahwa darah donor yng disimpan pada
lemari pendingin atau refrigerator dengan suhu ±4˚c mengalami
penurunan nilai eritrosit tiap minggunya dimana pada penyimpanan
minggu ketiga sudah mulai menunjukan penurunan niali eritrosit
dibawah nilai normal yaitu pada laki-laki 4,18 juta/mmᵌ dengan
presentase kehilangan eritrosit sebesar 14,17% dan pada perempuan
3,1 juta/mmᵌ dengan presentase kehilangan eritrosit sebesar 15,53%.
Pada penelitian Elvi Zahara Sebayang dengan judul “Pengaruh Lama
Penyimpanan Dara Terhadap Jumlah Kadar Hemoglobin Sebelum
Dan Sesudah Di Simpan Selama Tiga Hari Di PMI Medan Tahun
2016” dalam hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa terjadi
kenaikan kadar hemoglobin pada darah donor yang di simpan selama
tiga hari.
2) Terapi Gizi
Salah satu faktor yang menyebabkan anemia adalah faktor
pangan (faktor asupan makanan). Faktor pangan dapat menyebabkan
produksi sel darah merah berkurang karena makanan yang dikonsumsi
tidak cukup mengandung zat gizi. Menurut Depkes RI (1999), faktor
gangguan gizi bisa disebabkan karena komposisi makanan yang
kurang beragam, konsumsi protein hewani yang rendah dan konsumsi
bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi zat besi sehingga
hal tersebut dapat menyababkan seseorang mengalami anemia gizi
besi atau anemia defisiensi zah besi.
Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun
dibawah normal. Besi (Fe) merupakan zat gizi mikro yang sangat diperlukan
tubuh. Umumnya zat besi yang berasal dari sumber pangan nabati (non
heme), seperti: kacangkacangan dan sayur-sayuran mempunyai proporsi
absorbsi yang rendah dibandingkan dengan zat besi yang berasal dari sumber
pangan hewani (heme), seperti: daging, telur, dan ikan. 6 Menurut World
Health Organization (WHO), kekurangan zat besi sebagai salah satu dari
sepuluh masalah kesehatan yang paling serius (Lestari, 2017).
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks.
Menurut Ros & Horton (1998), Anemia Gizi Besi berdampak pada
menurunnya kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ, menurunnya
kemampuan kognitif, menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya
produktivitas kerja pada orang dewasa, yang akhirnya berdampak pada
keadaan ekonomi, dan pada wanita hamil akan menyebabkan buruknya
persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak
negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran.
Untuk menangani hal tersebut maka dilakukan terapi gizi pada
pasien anemia gizi besi/defisiensi zat besi. Terapi gizi adalah
pelayanan gizi klinik dan asuhan gizi yang merupakan bagian dari
pelayanan medis untuk penyembuhan pasien. Terapi gizi meliputi
perbaikan pola makan, asupan bahan makanan, pemberian suplemen
gizi dan lain-lain.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Gurung (2018) pada gadis remaja yang mengalami kekurangan
hemoglobin, terapi gizi nutritional ball yang diberikan setiap hari
selama 30 hari ternyata efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin
di kalangan gadis remaja tersebut. Penelitian lain yang mendukung
adalah penelitian Pokharel (2019) bahwa terdapat penurunan
defisiensi besi pada gadis remaja setelah dilakukan terapi gizi yaitu
dengan memberikan suplemen zat besi sehingga terbukti efektif dalam
meningkatkan tingkat hemogblobin dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Alison Gardner, dkk. 2008. Randomized Comparison of Cooked and Noncooked Diets.
in Patients Undergoing Remission Induction Therapy for Acute Myeloid Leukemia.
American Society of Clinical Oncology.
Battaglini, C, dkk. 2008. The Effects of an Exercise Program in Leukemia Patients.
Integrative Cancer Therapies, Vol 8 No 2.
Brunner & suddart, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Edisi VIII.
Jakarta : EGC
Depkes RI, 2008. Perbaikan Gizi Masyarakat. 2009.
http://www.depkes.go.id/download/publikasi/profil%20kesehatan
%20indonesia%202008.pdf diakses tanggal 17 juni 2016.
Doenges ME (2010). Nursing CarePlans. Guidelines for Individualizing client
care across the life span. Editon 8. Philadelphia F A Davis company.
Jenna Smith dan Julie Richardson. 2015. A Systematic Review On The Use Of Exercise
Interventions For Individuals With Myeloid Leukemia. Support Care Cancer.
Handayani., W., Andi Sulistyo Haribowo., 2008. Hematologi. Salmeba Medika.
Jakarta. Heather R. Wolfe, dkk. 2018. Things We Do For No Reason: Neutropenic
Diet. Journal of Hospital Medicine, Vol 13, No 8.
Matej Podbregar, dkk. 2015. Red Blood Cell Transfusion And Skeletal Muscle Tissue
Oxygenation In Anaemic Haematologic Outpatients. Radiol Oncol 2016; 50(4).
Moorhead, Sue, et all. Nursing Outcomes Classification (6th ed) 2016. United
Kingdom : Mosby Elsevier
Nanda internasional, (2015). Diagnose keperawatan, Jakarta : EGC.
Notoatmodjo. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta.
Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika.
Pesalmen Saragih, dkk. 2019. Pengaruh waktu simpan Packed Red Cells (PRC) terhadap
perubahan kadar hemoglobin, hematokrit, dan glukosa plasma di RSUP H. Adam
Malik, Medan, Indonesia. Intisari Sains Medis 2019, Volume 10.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Konsep, proses dan praktik.
Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
Proverawati. A. Asfuah, S. 2009. Gizi untuk kebidanan. Yogyakarta Nuha
Medika.
Samridhi Pokharel dan Pauline Sharmila. 2019. To Assess The Prevalence Of Anaemia
And Effectiveness Of Iron Supplementation In Improving The Level Of
Haemoglobin Among Adolescent Girls. International Journal of Recent Scientific
Research.
Renu Gurung dan Pauline Sharmila. 2018. Effectiveness of Nutritional Ball among
Adolescent Girls with Anemia in Selected Government Schools, Greater Noida.
Indian Journal of Public Health Research & Development, Vol. 9, No. 11.
Purwanti, Neti. 2017. Perbedaan Hasil Crossmatch Metode Semi Otomatis Dengan
Otomatis. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang: Semarang.
Anjani, S. 2017. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dan Tingkat Kesehatan
Lingkungan Rumah Tangga Dengan Status Anemia Anak Usia Sekolah Dasar
Negeri Tandang 3 Kota Semarang. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang:
Semarang.
Lestari, I P, dkk. 2017. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia pada
Murid SMP Negeri 27 Padang.
Bramandhita. 2018. Hellosehat.com diakses pada 23 Oktober 2019 pukul 05.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai