Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FARMAKOLOGI

BLOK 14
“Interaksi Obat Dengan Makanan”

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Muh. Amal Amanah

STAMBUK : N101 17 016

KELOMPOK : 5 (lima)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Interaksi obat merupakan salah satu tipe dari permasalahan yang terkait dengan obat.
Dimana penggunaan obat bersama dengan makanan berpotensi untuk merubah efek dari obat
yang digunakan atau dikomsumsi pasien, baik meningkatkan efek atau justru menurunkan efek
dari obat yang digunakan atau dikomsumsi oleh pasien.. Penggunaan obat dalam terapi suatu
penyakit mempunyai dua sisi yang saling berlawanan yaitu (1) sisi obat mempunyai efek terapi
yang dapat mengobati pasien, (2) namun di sisi lain obat mempunyai efek yang tidak diharapkan
atau disebut juga dengan adverse drug reaction atau ADR, dan salah satu poin dari ADR ini
adalah interaksi obat (Krahenbuhl, 2008). Menurut Baxter (2008) interaksi obat merupakan suatu
kejadian dimana efek terapi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh obat lain, sediaan herbal,
makan, minuman, atau perubahan kimia fisika dari lingkungan. Pengaruh interaksi obat ini
berpotensi dapat meningkatkan efek dari obat yang dipengaruhi atau sebaliknya dapat
menurunkan efek dari obat yang dipengaruhi. (Alifiar, 2016).

Interaksi obat ialah salah satu factor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan dan dianggap penting secara klinis jika mereka menyebabkan keracunan atau
mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi sehingga terjadi perubahan dalam efek terapi.
Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik
obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik dari obat(Baxter, 2008)(Kusuma,
2008).

Interaksi obat terjadi saat aktivitas kerja dari dua obat atau lebih yang saling tumpang
tindih, sehingga efek satu obat akan mempengaruhi obat yang lain. Interaksi obat disebabkan
oleh berbagai mekanisme yakni interaksi secara farmasetiik atau dapat disebut inkompatibilitas,
interaksi secara farmakokinetik (perubahan dalam pengiriman obat ke tempat kerjanya) dan
interaksi secara farmakodinamik (modifikasi dari respon target obat) Adanya interaksi antar obat
atau drug-drug interaction (DDI) sering dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya efek
samping dan rawat inap di rumah sakit(Farhaty 2018).
1.2 Rumusan Masalah

A. Mengetahui defenisi dari Interaksi Obat dan Makanan

B. Mengetahui Mekanisme Interaksi Obat dan Makanan

C. Contoh Jenis-Jenis obat yang berinteraksi dengan makanan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi interaksi obat dan makanan


Interaksi obat adalah perubahan aksi atau efek samping obat yang disebabkan oleh
pemberian bersamaan dengan makanan, minuman, suplemen, atau obat lain.Ada banyak
penyebab interaksi obat. Misalnya, satu obat dapat mengubah farmakokinetik obat lain.
Atau, interaksi obat dapat timbul dari kompetisi untuk reseptor tunggal atau jalur
pensinyalan.Risiko interaksi obat-obat meningkat dengan jumlah obat yang digunakan.
[2] Lebih dari sepertiga (36%) lansia di AS secara teratur menggunakan lima atau lebih
obat atau suplemen, dan 15% berisiko mengalami interaksi obat-obat yang signifikan.

2.2 Mekanisme Interaksi Obat dan Makanan


Kadang kala terjadi interaksi dari obat dengan bahan makanan yang dapat
mempengaruhi farmakokinetika suatu obat. Berikut ini mekanisme terjadinya interaksi
obat dalam tubuh :
1. Absorbsi
menurut (Tjay, 2008) absorpsi obat dapat diikat oleh makanan sehingga absensinya di
usus dapat diperlambat atau dikurangi dan efeknya akan menurun. Misalnya
mengkonsumsi makanan yang banyak serat dapat absorpsi obat, seperti perintang-
kolesterol sintatese lovastatin, sehingga BA-nya menurun, sedangkan sendiri berdaya
menurunkan kolesterol. Efek sama terjadi pada digoksin, garam litium dan
antidepresiva trisiklis, contoh lain adalah interaksi dari antikoagulansia dengan
sayuran yang mengandung vitamin k, seperti bayam, brokoli dan kol kecil (spruitjes)
bila terlalu banyak dimakan, vitamin k dapat mengurangi efek antikoagulan sia.
Sebagai jumlah maksimal yang dianjurkan k.l.100 g sehari.

2. Perombakan obat dapat dirintangi, sehingga kadarnya meningkat dan timbul efek
toksis. Contoh yang sangat terkenal adalah interaksi MAO-blockers dengan makanan
berupa keju dan coklat. Enzim ini (MAO) bertanggung jawab atas penguraian semua
kita katecholamin di dalam tubuh, misalnya adrenalin, serotonin, dan dopamin. Bila
ada pasien yang diberi perintang-MAO anti depresivum dan makan sesuatu yang
mengandung tyramine atau Amin lain, maka zat ini tidak akan diuraikan lagi karena
enzim MAO sudah diblokir. Sebagai akibatnya dapat terjadi hipertensi hebat dengan
efek buruknya. Makanan yang mengandung Amin antara lain keju, avokad, anggur
(chianti, dan lain-lain), bir, produk-produk ragi dan hati ayam. Cokelat mengandung
fenitelamin. Jus buah anggur dapat memberikan interaksi yang serupa titik kandungan
flavonoida naringenin yang terkandung dalam jus ini berdaya merintangi sistem
enzim cytochom-P450 pada dinding usus titik oleh karena itu, obat yang perlombaan
melalui sistem oksidatif itu akan meningkatkan bio-availability dan kadar darahnya.
Obat yang diperkuat daya kerjanya adalah a.l. antagonis Ca (amlodipin, nifedipin)
dan obat AIDS Saquinafir. Berhubungan bdengan interaksi nek omah obat-obat
tersebut tidak boleh diminum bersamaan dengan jus anggur atau minuman anggur
dengan selang waktu minimal dua jam(Hoan)
3. Ekskresi
Diet vegetarian ketat dapat meningkatkan PH urine (menjadi alkalis) dan
memperlancar ekskresi obat yang bersifat asam lemah, seperti vitamin c dan NSAIDs,
juga makanan dengan buah-buahan (kecuali prune kering), semua sayuran kecuali
(jagung dan lentills) kentang dan susu. Diet yang kaya protein (daging, ikan, kerang,
keju telur), mentega kacang, roti dan cake menurunkan PH urin. Urin asam ini
mengurangi reabsorbsi tubular obat yang bersifat basa lemah dan dengan demikian
memperbesar ekskresinya, misalnya alkaloida (kinin, morfin).
Obat-obat yang memiliki risiko interaksi penting adalah bifosfonat, digoxin
levodopa, nitrendipine, penisilamin, dan warfarin. Levodopa dan metildopa
membentuk kompleks dengan fe dan bila diminum bersamaan Dengan senyawa besi,
reabsorbsi nya bisa menurun dengan 60 %. Obat lain dengan resiko interaksi adalah
atenolol, kaptopril, metildopa, karbidopa, fenitoin, klorokuin dan flekainide.

2.3 Contoh Jenis-Jenis obat yang berinteraksi dengan makanan


 Menurut (Alifiar, 2016) adanya makanan dapat membuat terjadiinya penurunan
kertersediaan dari furosemide. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan, adanya
makanan menurunkan ketersediaan hayati furosemide sampai 30 % dan kadar
puncak plasma sampai 55 %. Namun hal ini tidak ditemukan pada pasien yang
mendapatkan terapi furosemide dengan kondisi berpuasa.atau tidak mendapatkan
asupan makanan. Hal yang berbeda didapatkan juga pada furosemide dengan
sediaan tablet lepas lambat karena ketersediaan hayati obat ini tidak dipengaruhi
oleh adanya makanan, sehingga peneliti berasumsi bahwa efek ini bergantung
kepada bentuk sediaan obat yang bersangkutan. Efek klinis penurunan efek
diuresis tidak ditemukan dan mekanisme terjadinya efek ini belum sepenuhnya
diketahui (Gariddo, 2012). Makanan juga dapat meningkatkan ketersediaan hayati
dari spironolakton . Efek jangka pendek dapat meningkatkan efek diuresis, namun
pada jangka panjang tidak terlihat peningkatan efek diuresis akibat peningkatan
efek ketersediaan hayati. Mekanime kerja dari efek ini belum sepenuhnya
diketahui (Gariddo, 2012).
 Interaksi obat dan makanan dengan omeprazole terjadi pada bentuk sediaan obat
kapsul dan bukan bentuk sediaan lepas lambat. Pada bentuk sediaan kapsul bisa,
terjadi perlambatan dalam absorbsi dari omeprazole dibandingan dengan bentuk
sediaan lepas lambat. Efeknya secara klinis tidak ditemukan, mekanisme
kemungkinan dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat yang
bersangkutan(ismail,2009) (Alifiar, 2016).
 Ada tidaknya makanan terhadap Lansoprazole berpengaruh sangat tinggi. Sebuah
penelitian menunjukan bahwa dengan adanya makanan dapat menurunkan
ketersediaan hayati lansoprazole sampai 70%, sehingga dapat menurunkan efek
dari lansoprazole itu sendiri. Dengan adanya makanan dapat menghambat absorbs
dari lansoprazole(ismail,2009) (Alifiar, 2016).
 Makanan yang memiliki efek terhadap parasetamol terjadi pada dua fase, yaitu
pada fase absorbsi dan pada fase metabolism. Pada fase absorbsi, makanan dapat
menurunkan kecepatan absorbsi dari parasetamol sehingga level parasetamol
tertinggi lambat tercapai, dan efek mungkin akan lebih lama didapatkan.
Mekanisme terjadinya penundaan terhadap absorbs ini karena adanya makanan
dapat menurunkan waktu pengosongan lambung, sehingga dapat ,menunda
absorbs dari parasetamol. Makanan tinggi karbohidrat, tinggi lemak, dan tinggi
protein dapat menunda waktu pengosongan lambung (Bushra,2011) (Alifiar,
2016).
 Selain itu pula berpengaruh pada absorbsi, makanan juga dapat berpengaruh pada
fase metabolism. Beberapa jenis sayuran seperti kecambah dan kubis
menginduksi penurunan AUC parasetamol sampai 16%, dan memacu
metabolisme parasetamol sampai 17 %. Sedangkan seledri menurunkan level
plasma dari parasetamol, namun menurunkan metabolit oksidatif dari parasetamol
sehingga resiko toksisitas dari parasetamol dapat meningkat (ismail, 2009)
(Alifiar,2016).
 Menurut (Alifiar,2016) Dengan adanya makanan dalam saluran cerna dapat
meningkatkan ketersediaan hayati dari ondansetron, sehingga kemungkinan efek
antiemetic dari ondansetron dapat meningkat. Mekanisme terjadinya peningkatan
ketersediaan hayati dari ondansetron oleh makanan belum diketahui secara pasti
(Baxter, 2008).
 Dengan adanya makanan pada saluran cerna dapat menurunkan absorbs dari
aspirin . Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa penurunan absorbs dari
aspirin dipengaruhi karena adanya makanan hingga 18%, namun efeknya secara
klinis belum diketahui pasti. Pada mekanisme terjadinya penghambatan absorbs
ini diketahui karena adanya penundaan waktu pengosongan dari lambung oleh
makanan , yang berefek pada waktu penundaan absorbsi aspirin oleh lambung
(ismail,2009) (Alifiar,2016).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Interaksi obat adalah perubahan aksi atau efek samping obat yang disebabkan
oleh pemberian bersamaan dengan makanan, minuman, suplemen, atau obat
lain
 Berikut mekanisme interaksi obat dan makanan yaitu, interaksi makanan dan
obat furosemide menimbulkan efek menurun pada furosemide, kemudian
makanan dan spironolactone efek spironolactone dapat meningkat, makanan
dan omeprazole menimbulkan penurunan efek omeprazole, makanan dan
lansoprazole dapat menimbulkan efek farmakokinetika lansoprazole menurun,
makanan dan Paracetamol dapat menurunkan efek farmakinetika Paracetamol,
makanan dan ondansetron dapat mengakibatkan peningkatan efek ondansetron
serta makanan dan aspirin menimbulkan penurunan efek farmakokinetika
aspirin.
3.2 Saran
Pencarian referensi cukup sulit sehingga memerlukan waktu yang sedikit lama.
DAFTAR PUSTAKA

Alifiar, I. 2016. Gambaran Potensi Interaksi Obat dengan Makanan Pada Pasien Hepar Yang
Dirawat di Sebuah Rumah Sakit di Kota Tasikmalaya. Vol 2(1). View on 29 Agustus 2020. From
http://googlescholar.com

Farhaty, N., Sinuraya, K.K.. 2018. Risiko Peningkatan Efek Samping Terhadap Interaksi Obat
Warfarin dengan Antibiotik. Vol 16(2). View on 29 Agustus 2020. From
http://googlescholar.com

Kusuma, I.Y., Nawangsari, D. 2020. Identifikasi Potensi Drug Interaction Pada Pasien Stroke di
RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Vol 3(1). View on 29 Agustus 2020. From
http://googlescholar.com

Rahardja, K., Tjay, T.J. 2008. Obat-obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. ED 6. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia

Anda mungkin juga menyukai