Daftar Isi
1
1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih yang
berfungsi menyaring dan membuang sisa metabolisme dari dalam
tubuh. Seperti diketahui, setelah sel-sel tubuh mengubah makanan
menjadi energi, maka akan dihasilkan pula sampah sebagai hasil dari
proses metabolisme tersebut yang harus dibuang agar tidak meracuni
tubuh. Ginjal merupakan salah satu dari sistem detoksifikasi
(pembersih atau penyaring) untuk banyak toksin (racun) yang telah
dilarutkan dalam air oleh hati untuk dibuang melalui urin
(Alam&Iwan, 2007).
Ginjal manusia ada 2 buah berwarna merah keunguan berbentuk
seperti biji kacang merah dengan ukuran panjang sekitar 11 cm dan
lebar 6 cm dengan ketebalan kurang lebih 3,5 cm serta berat sekitar
150 gram dengan lekukan menghadap kedalam. Ginjal berada dibawah
hati dan limpa. Ginjal sebelah kanan terletak lebih rendah dari
sebelah kiri dikarenakan sebelah kanan terletak organ hati disisi
atasnya. Lokasi ginjal terletak dipunggung sebelah kanan (lebih
mengarah dekat tulang belakang) sedikit diatas pinggang kita didalam
rongga perut. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang berguna untuk
meredam guncangan (Guyton, 1996).
Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan
mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua
ginjal karena suatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi
kematian dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dicapai
dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai
disepanjang tubulus ginjal.
2
Gambar 1. Anatomi ginjal (Fransisca, 2011)
Keterangan gambar : 1.Medulla; 2. Korteks; 3. Minor calyx; 4. Arteri
ginjal; 5. Papila medulla; 6. Major calyx; 7. Vena ginjal; 8. Pelvis; 9.
Kapsul; 10. Ureter;
3
(Gambar 2 : Nefron)
4
2) Komponen tubular
a. Kapsul bowman
Kapsul Bowman adalah komponen tubular yang berfungsi untuk
mengumpulkan filtrat glomerulus.
b. Tubulus proksimal
Tubulus proksimal adalah komponen tubular yang berperan dalam
reabsorpsi dan sekresi tak-terkontrol (tidak dipengaruhi
hormon apapun) bahan-bahan tertentu.
c. Ansa henle
Ansa Henle adalah komponen tubular yang menghasilkan gradien
osmotik di medula ginjal sehingga dapat menghasilkan urine
dengan konsentrasi beragam.
d. Tubulus distal dan duktus koligentes
Tubulus distal dan duktus koligentes adalah komponen tubular
yang berperan dalam reabsorpsi terkontrol (dapat dipengaruhi
hormon) Na+ dan H2O serta sekresi K+ dan H+. Cairan yang keluar
dari duktus koligentes dan diteruskan ke pelvis ginjal merupakan
urine sesungguhnya.
3) Komponen gabungan antara komponen vaskular dan tubular.
a. Aparatus jukstaglomerular
Aparatus jukstaglomerular adalah komponen nefron yang
menghasilkan renin yang berperan dalam kontrol fungsi ginjal
dengan mengaktivasi sistem renin angiostensin aldosteron.
(Sherwood,2014)
5
Tahap-tahap Pembentukan Urine:
1. Filtrasi Glomerulus
6
Glomerulus terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut.
1) Dinding kapiler
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng.
Lapisan ini terdiri banyak pori besar yang terbentuk dari celah diantara sel-
sel endotel. Hal ini menyebabkannya dinding kapiler glomerulus 100
kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut daripada kapiler
yang lainnya. Selain itu, sel endotel sendiri juga memiliki lubang atau
fenestrasi yang besar.
2) Membran basalis
Membran basal terdiri dari lapisan gelatinosa tidak mengandung sel
yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang berada terselip di
antara glomerulus dan kapsula Bowman. Kolagen berperan dalam
kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein berperan dalam
menghambat filtrasi protein plasma yang berukuran kecil seperti
albumin sehingga normalnya hampir tidak terdapat protein dalam
filtrat dengan kurang dari 1% molekul albumin berhasil lolos ke
dalam kapsula Bowman. Meski pori kapiler masih dapat melewatkan
protein berukuran kecil seperti albumin, albumin memiliki muatan
negatif sehingga dapat ditolak oleh glikoprotein karena memiliki
muatan yang sama. Protein-protein kecil yang ikut terfiltrasi kemudian
akan diangkut ke sel tubulus proksimal secara endositosis, lalu
didegradasi menjadi bentuk asam amino yang akan dikembalikan ke
dalam darah.
3) Lapisan dalam kapsula Bowman
Lapisan ini terdiri dari suatu sel mirip gurita mengelilingi kuntum
glomerulus yang disebut podosit. Setiap podosit memiliki banyak
tonjolan kaki. Terdapat celah sempit di antara tonjolan-tonjolan kaki
podosit yang berdampingan, yang disebut celah filtrasi, dimana celah
tersebut dilewati cairan yang meninggalkan kapiler glomerulus menuju
lumen kapsula Bowman.
Laju filtrasi glomerulus ditentukan oleh tekanan filtrasi neto, luas
7
permukaan glomerulus yang tersedia untuk penetrasi, dan
permeabilitas membran glomerulus. Tekanan filtrasi neto merupakan
tekanan yang mendorong cairan dalam jumlah besar dari darah
menembus membran glomerulus yang sangat permeabel. Tekanan
filtrasi neto dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada glomerulus.
Adapun gaya-gaya yang bekerja pada glomerulus adalah sebagai berikut.
a. Tekanan darah kapiler glomerulus (tekanan hidrostatik), tekanan
yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan
dipengaruhi oleh kontraksi jantung dan resistensi terhadap aliran
darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan
darah kapiler glomerulus (diperkirakan 55 mmHg) lebih tinggi
daripada tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan darah
glomerulus yang lebih tinggi ini cenderung mendorong cairan keluar
glomerulus menuju kapsula Bowman di seluruh panjang kapiler
glomerulus, dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi
glomerulus.
b. Tekanan osmotik koloid plasma, tekanan yang ditimbulkan oleh
kadar yang tak seimbang dari protein-protein plasma di kedua sisi
membran glomerulus. Karena protein plasma tidak dapat difiltrasi,
protein plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak di
kapsula Bowman sehingga terjadi perpindahan H2O dari kapsula
Bowman ke glomerulus. Tekanan ini (diperkirakan 30 mmHg)
berlawanan dengan tekanan darah kapiler glomerulus.
c. Tekanan hidrostatik kapsula Bowman, tekanan yang ditimbulkan
oleh cairan di bagian dinding tubulus awal, diperkirakan sekitar 15
mm Hg. Tekanan ini memiliki kecenderungan untuk mendorong
cairan keluar dari kapsula Bowman menuju ke glomerulus.
Tekanan ini juga berlawanan dengan tekanan darah kapiler glomerulus.
Perbedaan antara gaya yang mendorong filtrasi dan gaya yang
melawan filtrasi inilah yang disebut dengan tekanan filtrasi neto.
Luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi di dalam glomerulus
8
merupakan luas permukaan dalam kapiler glomerulus yang dilalui oleh
darah saat proses filtrasi. Terdapat suatu sel dengan elemen
kontraktil yang menyatukan tiap-tiap kapiler di glomerulus yang
disebut dengan sel mesangium. Kontraksi sel-sel mesangium ini dapat
membuat sebagian kapiler filtrasi menutup sehingga mengurangi luas
permukaan yang tersedia untuk filtrasi. Penurunan luas permukaan
ini dapat murunkan laju filtrasi glomerulus. Kontraksi dari sel
mesangium dapat diakibatkan oleh stimulasi simpatis. Namun
apabila kontraksi menurun akibat mekanisme vasodilatasi akibat
baroreseptor mendeteksi adanya peningkatan tekanan darah.
Penurunan kontraksi dapat meningkatkan luas permukaan
sehingga meningkatkan laju filtrasi glomerulus.
9
NaHCO3 mula-mula terionisasi menjadi Na+ dan HCO3- di lumen tubulus.
Kemudian ion Na+ diangkut ke sel tubulus dan ditukar dengan H+ yang
disekresikan ke lumen melalui Na+/H+ 3 antiporter (NHE3). Na+ akan
diangkut ke plasma dan ditukar dengan K + yang masuk ke dalam sel
tubulus proksimal melalui pompa Na+/K+ ATPase. Kemudian HCO3- di
lumen akan berikatan dengan H+ yang disekresikan ke lumen membentuk
H2CO3 yang kemudian secara cepat didehidrasi oleh karbonat anhidrase
menjadi H2O dan CO2. Kemudian H2O dan CO2 berdifusi secara pasif
menuju ke sel tubulus proksimal. Kemudian H2O dan CO2 kembali
direhidrasi menjadi H2CO3 dengan bantuan karbonat anhidrase.
Kemudian H2CO3 terurai kembali menjadi H+ dan HCO3-. H+ kemudian
akan kembali diangkut ke lumen melalui Na+/H+ 3 antiporter (NHE3).
Sedangkan HCO3- diangkut ke plasma oleh Na+/HCO3- simporter bersama
dengan ion Na+.
10
Terdapat beberapa jenis pengangkutan dari ion Na+ pada tubulus
proksimal.
a) Pengangkutan dari lumen tubulus ke sel tubulus
i. Difusi pasif melalui ion channel
ii. Transpor melalui Na+/glukosa simporter
iii. Transpor melalui Na+/H+ antiporter
b) Pengangkutan dari sel tubulus ke plasma
i. Transpor melalui Na+/K+ ATPase
ii. Transpor melalui Na+/HCO3- simporter.
4) Ion K+
Ion K+ diangkut dari lumen ke plasma terutama melalui jalur paraseluler
dimana ion Cl- melalui celah sempit (tight junction) diantara sel-sel
tubulus proksimal. Selain itu ion K+ juga diangkut dari sel tubulus
menuju plasma melalui K+/Cl- simporter.
5) Glukosa
Glukosa diangkut dari lumen ke sel tubulus melalui Na+/glukosa
simporter. Kemudian ditranpor secara pasif dari sel tubulus ke plasma
dengan menggunakan sisa energi yang dihasilkan dari penggunaan ATP
oleh Na+/K+ ATPase.
6) Asam amino
Protein-protein kecil yang ikut terfiltrasi kemudian akan diangkut ke sel
tubulus proksimal secara endositosis, lalu didegradasi menjadi bentuk
asam amino dan di angkut ke dalam plasma secara difusi terfasilitasi oleh
karier.
7) Air
Air direabsorpsi secara pasif untuk mempertahankan osmolalitas cairan
tubulus proksimal (isoosmotik).
B. Ansa henle
Ansa henle terdiri dari 2 bagian yaitu sebagai berikut.
a)Pars descendens
11
Pada pars descendens, terjadi penyerapan air secara pasif melalui
akuaporin.
b)Pars ascendens
12
C. Tubulus distal
13
D. Sistem tubulus dan duktus koligentes
14
2. Glomerulonefritis Akut
2.1 Definisi
Glomerulonefritis akut adalah jenis gagal ginjal akut intrarenal
yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak
glomerulus. Pada kurang lebih 95 persen pasien dengan penyakit ini,
terjadi kerusakan glomerulus 1 sampai 3 minggu setelah mengalami
infeksi di tempat lain di tubuh, yang biasanya disebabkan oleh jenis
tertentu streptokokus beta grup A. lnfeksi dapat berupa radang
tenggorok streptokokus, tonsilitis streptokokus, atau bahkan
infeksi kulit streptokokus.
Bukan infeksi itu sendiri yang merusak ginjal. Tetapi, selama
beberapa minggu, sewaktu antibodi terhadap antigen streptokokus
terbentuk, antibody dan antigen bereaksi satu sama lain
membentuk kompleks imun tak larut yang kemudian terperangkap
di glomeruli, terutama di bagian membran basal glomeruli.
Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak sel glomeruli
mulai berproliferasi, terutama sel mesangial yang terletak di
antara endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah besar sel darah putih
menjadi terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi
tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan glomeruli yang tidak
tersumbat biasanya menjadi sangat permeabel, yang
memungkinkan protein dan sel-sel darah merah bocor dari darah
kapiler glomerulus masuk ke filtrat glomerulus. Pada kasus yang
berat, seluruh atau hampir seluruh fungsi ginjal dapat terhenti.
Inflamasi akut pada glomeruli biasanya mereda dalam waktu
sekitar 2 minggu, dan pada kebanyakan pasien, ginjal kembali
berfungsi hampir normal dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan berikutnya. Namun, terkadang, banyak glomeruli
yang rusak tak dapat membaik, dan pada sebagian kecil pasien,
kemunduran ginjal secara progresif terus terjadi untuk jangka
waktu tidak terbatas, yang menimbulkan gagal ginjal kronis.
15
Pada glomerulonefritis primer, penyakit hampir seluruhnya
terbatas pada ginjal (seperti pada nefropati IgA atau
glomerulonefritis pasca- streptokokus) sedangkan pada
glomerulonefritis sekunder terjadi sehubungan dengan peradangan
yang lebih menyebar/ difuse (seperti pada lupus eritematosus
sistemik atau vaskulitis sistemik). Diagnosis cepat glomerulonefritis
sangat penting karena pasien dengan gangguan fungsi ginjal,
hipertensi, dan kelainan saluran kemih ringan dapat dengan cepat
kehilangan fungsi ginjal jika tidak segera diobati.
2.2 Klasifikasi
16
17
2.3 Etiologi
Infeksius
Penyebab infeksius GN akut yang paling umum adalah infeksi oleh
spesies Streptococcus (yaitu grup A,beta-hemolitik). Dua jenis telah
dijelasken, yang melibatkan serotipe berbeda:
a. Serotipe 12 – Nefritis poststreptokokus akibat infeksi saluran
pernapasan atas, terjadi utama pada bulan-bulan musim dingin
b. Serotipe 49 – Nefritis poststreptokokus akibat infeksi
kulit,biasanya diamati pada musim panas dan musim gugur dan
lebih umum di wilayah Amerika Serikat
PSGN biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut
dengan strain nefritogenik spesifik dari streptokokus beta-
hemolitik grup A. Insiden GN sekitar 5-10% pada orang dengan
faringitis dan 25% pada orang dengan infeksi kulit.
GN pasca infeksi nonstreptokokus juga dapat disebabkan oleh
infeksi oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur lain. Bakteri selain
streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GN akut meliputi:
a. Diplokokus
b. Streptokokus lainnya
c. Stafilokokus
d. Mikobakteri
e. Salmonella typhosa
f. Brucella suis
g. Treponema pallidum
h. Corynebacterium bovis
i. Aktinobasilus
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV),
virus hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti pada scrub typhus),
parvovirus B19, dan virus gondongan diterima sebagai penyebab virus
saja jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-
hemolitik grup A baru-baru ini tidak terjadi. GN akut telah
18
didokumentasikan sebagai komplikasi hepatitis A.
Mengaitkan glomerulonefritis dengan etiologi parasit atau jamur
memerlukan pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme yang
teridentifikasi termasuk Coccidioides immitis dan parasit berikut:
Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni,
Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.
Etiologi PSGN (Poststreptococcal glomerulonephritis)
a. Group A Streptococcus (GAS) telah disubtipe tergantung pada
protein M permukaan dan faktor opasitas, yang diketahui bersifat
nefrogenik dan dapat menyebabkan PSGN;
b. Bakteri (endokarditis, enterokolitis, pneumonia, infeksi shunt
intraventrikular);
c. virus (infeksi hepatitis B dan C, virus human immunodeficiency,
cytomegalovirus, virus Epstein Barr, parvovirus B19), jamur
(coccidioidomycosis, histoplasmosis); dan
d. infeksi parasit (malaria, leishmania, toksoplasmosis, dan
schistosomiasis) (VanDeVoorde, 2015).
19
d. Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah krioglobulin yang
abnormal dalam plasma yang mengakibatkan episode berulang dari
purpura yang meluas dan ulserasi kulit saat kristalisasi.
e. Poliarteritis nodosa - Ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis yang
mengenai arteri ginjal.
f. Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum
yang menyebabkan glomerulonefritis.
g. Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang
bersirkulasi ke kolagen tipe IV dan sering menyebabkan gagal
ginjal oligurik yang progresif cepat (minggu sampai bulan).
20
e. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal, dan kemungkinan
penghambatannya oleh cetuximab
2.4 Epidemiologi
21
dalam distribusi glomerulonefritis; persentase diagnosis nefropati
IgA lebih tinggi pada kohort Asia, sedangkan pada kohort dari
Amerika Serikat dan Kanada, glomerulosklerosis fokal segmental
lebih umum. Selain itu, dalam satu wilayah, distribusi jenis
glomerulonefritis dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi, dengan
negara-negara kaya menunjukkan lebih banyak nefropati IgA dan
negara-negara kurang kaya memiliki lebih banyak kasus
glomerulonefritis membranoproliferatif.
Epidemiologi PSGN
a. PSGN yang lebih tinggi di negara berkembang- karena
peningkatan infeksi kulit (pioderma). Meskipun kejadian di
negara maju telah menurun, penyakit ini masih merupakan
penyebab paling umum dari glomerulonefritis (GN) pada anak-
anak di Amerika Serikat.
b. PSGN juga merupakan penyebab paling umum dari cedera ginjal
pada anak-anak di Timur Tengah, Afrika, Australia, dan seluruh
dunia. Insiden tahunan kasus baru PSGN di negara berkembang
berkisar antara 8,5 sampai 28,5 per 100.000 orang. Sekitar 97%
kasus yang dilaporkan dengan PSGN tinggal di negara-negara
kurang mampu.
c. Manifestasi klinis PSGN lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan dengan perbandingan 2: 1.
Namun; kejadian PSGN subklinis hampir sama pada kedua
jenis kelamin.
d. Faktor ras tidak ditemukan berperan. Penyakit ini paling sering
menyerang anak-anak antara usia 3 dan 12 (dengan insiden
puncak antara 5 sampai 6 tahun), dan lansia yang berusia lebih dari
60 tahun.
22
2.5 Faktor Risiko
Pada kebanyakan glomerulonefritida, hanya subkelompok pasien
yang mengalami kehilangan laju filtrasi glomerulus progresif (GFR);
pasien berisiko tinggi tersebut harus ditindaklanjuti oleh ahli nefrologi.
Pasien- pasien ini biasanya mereka dengan hipertensi arteri, proteinuria
yang signifikan secara klinis (yaitu >1g /hari pada mereka dengan
nefropati IgA atau> 3.5 g / hari pada mereka dengan glomerulosklerosis
fokal segmental, glomerulonefritis membranosa, atau
glomerulonefritis membranoproliferatif), dan penurunan GFR yang
diperkirakan pada diagnosis glomerulonefritis atau adanya bekas luka
secara histologis (yaitu, glomerulosklerosis atau fibrosis
tubulointerstitial).
Secara khusus, proteinuria yang dipertahankan selama 6-24 bulan
merupakan prediktor kuat dari hasil pada tipe glomerulonefritis umum.
Faktor risiko tambahan untuk perjalanan penyakit progresif termasuk
merokok dan obesitas, mungkin melalui peningkatan hipertensi atau
hiperfiltrasi glomerulus, atau keduanya. Faktor genetik seperti gen
apolipoprotein L1 di Afrika-Amerika juga dapat berkontribusi pada
perkembangan glomerulonefritida. Akhirnya, gangguan kebetulan yang
merusak ginjal (misalnya, hipertensi primer dan diabetes melitus) juga
dapat memengaruhi perkembangan penyakit. Di ujung spektrum adalah
pasien yang hanya mengalami gagal ginjal ringan, atau gagal ginjal
yang memadai untuk usia mereka (kebanyakan individu akan
kehilangan sekitar 1 mL / menit GFR per tahun setelah usia 40 tahun),
normotensi, proteinuria minor (di bawah 1g/ hari), atau
mikrohaematuria terisolasi.
Faktor risiko PSGN
1. Kebersihan yang buruk
2. Kepadatan penduduk
3. Status sosial ekonomi
23
2.6 Manifestasi Klinis
Lebih dari 50 % kasus GNA adalah asimtomatik. Kasus klasīk atau
tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri
tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten
rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit
2.6.1 Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2.6.2 Proteinuria (protein dalam urine)
2.6.3 Oliguria (keluaran urine berkurang)
2.6.4 Nyeri panggul
2.6.5 Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari
kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari
(edema sedang mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak
mengenal anak dengan baik).
2.6.6 Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi
tinggi sekali pada hari pertama.
2.7 Patofisiologi
Apapun kejadian awalnya, jalur inflamasi umum mengikuti dengan
aktivasi kaskade koagulasi dan komplemen dan produksi sitokin
proinflamasi. Aktivasi komponen komplemen menyebabkan kemotaksis
sel inflamasi dan lisis sel (melalui kompleks serangan membran).
Kaskade koagulasi menyebabkan deposisi fibrin. Proliferasi seluler sel
epitel parietal di ruang Bowman bersama dengan masuknya sel
inflamasi seperti makrofag dan neutrofil menyebabkan pembentukan
acute glomerular crescent.
Pelepasan sitokin menyebabkan aktivasi sel glomerulus itu sendiri
dan perubahan fenotipe sel endogen menghasilkan proliferasi sel,
produksi protease dan oksidan yang berlebihan, dan pembentukan
matriks ekstraseluler dengan fibrosis berikutnya, mungkin dirangsang
oleh faktor-faktor seperti faktor pertumbuhan turunan platelet dan
transformasi faktor pertumbuhan beta.Kegagalan apoptosis (mekanisme
24
normal yang memungkinkan resolusi peradangan) juga penting.
Akhirnya pada fase kerusakan kronis, perubahan hemodinamik
menyebabkan hiperfiltrasi dan hipertensi intraglomerular dengan
perkembangan sklerosis glomerulus dan kerusakan interstisial kronis.
Jadi, proses yang awalnya inflamasi dengan potensi untuk sembuh
dapat berkembang menjadi fibrosis dan jaringan parut yang tidak dapat
diperbaiki. Gambaran dinamis ini sebagian dapat menjelaskan
mengapa pada glomerulonefritis pasca streptokokus di mana antigen
dengan cepat dibersihkan, bahkan gagal ginjal akut dapat diharapkan
sembuh secara spontan. Sebaliknya pada glomerulonefritis
mesangiokapiler terkait hepatitis C (MCGN) di mana infeksi virus
bersifat kronis, antigen tidak dapat dibersihkan dan kerusakan ginjal
dapat berkembang secara kronis.
Singkatnya : Penyakit ini bersifat imunologis; mewakili reaksi
hipersensitivitas tipe III. Mekanisme pasti terjadinya PSGN tidak
sepenuhnya ditentukan. Tubuh merespons infeksi streptokokus
nefrogenik dengan membentuk kompleks imun yang mengandung
antigen streptokokus dengan antibodi manusia.Beberapa teori
menyatakan bahwa kompleks imun ini disimpan dalam glomeruli ginjal
yang mencapai sirkulasi. Yang lain mengklaim bahwa kondisi tersebut
dihasilkan dari pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam
glomeruli ginjal. “Pembentukan kompleks imun in situ” ini disebabkan
oleh reaksi melawan antigen streptokokus yang disimpan di membran
basal glomerulus atau, menurut teori lain, karena reaksi antibodi
terhadap komponen glomerulus yang bereaksi silang dengan antigen
streptokokus akibat mimikri molekuler. Adanya kompleks imun
menyebabkan aktivasi jalur komplemen alternatif yang menyebabkan
infiltrasi leukosit, dan proliferasi sel mesangial di glomerulus sehingga
mengganggu perfusi kapiler dan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Penurunan GFR dapat menyebabkan gagal ginjal (oliguria atau anuria),
ketidakseimbangan asam basa, kelainan elektrolit, kelebihan volume,
25
edema, dan hipertensi.
26
dianjurkan. Penggunaan penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB)
direkomendasikan pada pasien dengan GFR stabil dan dengan
kadar kalium yang mendekati normal.
iv) Terapi imunosupresif: Tidak ada bukti bahwa penekanan
kekebalan berguna pada pasien dengan PSGN.Namun, pasien
dengan gagal ginjal progresif atau kehadiran bulan sabit pada
biopsi ginjal mungkin memerlukan penggunaan kortikosteroid.
b. Dialisis
Dialisis hanya dilakukan untuk mengatur keseimbangan asam
basa, kelainan elektrolit (terutama hiperkalemia) dan
manajemen cairan.
c. Tindakan umum:
i) Batasi garam dan air untuk mengobati edema.
ii) Istirahat di tempat tidur dan imobilisasi adalah rekomendasi
dalam beberapa hari pertama penyakit.
iii) Kultur dari tenggorokan pada pasien dan anggota keluarga
penting.
iv) Semua anggota yang terkena perlu diobati dengan penisilin
atau eritromisin.
2.9 Komplikasi
2.8.1 gagal jantung kongestif dan azotemia kemungkinan merupakan
komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
2.8.2 penyakit ginjal kronis dan sindrom nefrotik.
2.8.3 sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Bila oligouria
berlangsung lebih dari 2-3 hari disertai gejala seperti gagal
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia dan asidosis dapat
dipertimbangkan peritonial dialisis atau hemodialisis.
2.8.4 hipertensi ensefalopati. Terdapat gejala berupa gangguan
27
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
2.8.5 gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya
crackles, pembesaran jantung yang disebabkan bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipervolemia yang menetap.
2.8.6 anemia yang timbul karena adanya gangguan pembentukan
eritropoietin
2.10 Diagnosis
Diagnosis pasti dari glomerulonefritis memerlukan biopsi ginjal,
yang harus dibaca oleh ahli nefropatologi. Inti biopsi dinilai dengan
mikroskop cahaya dan histologi imun, dan seringkali juga dengan
mikroskop elektron. Biopsi juga akan memberikan informasi penting
tentang peradangan akut versus perubahan jaringan parut kronis.
Indikasi biopsi ginjal yang umum ditunjukkan di apendiks. Biopsi
ginjal dianggap sebagai prosedur yang aman jika kondisinya
dioptimalkan (misalnya, dokter berpengalaman, koagulasi normal, tidak
ada obat antiplatelet selama 7 hari, tekanan darah normal, tidak ada
infeksi saluran kemih, dan biopsi di bawah tampilan ultrasonografi
dengan jarum pengukur 16-18).
Hematoma perirenal terdeteksi pada 50-80% pasien dan fistula
arteriovenosa hingga 15% pasien. Ini biasanya asimtomatik dan tidak
memerlukan intervensi. Hematuria makroskopik terjadi pada 8% kasus,
tetapi jarang menyebabkan obstruksi kandung kemih.6,7 Perdarahan
yang memerlukan transfusi, intervensi bedah, atau nefrektomi terjadi
pada kurang dari 0,5% kasus.
Di banyak pusat, rawat inap di rumah sakit merupakan persyaratan
setelah biopsi ginjal, terutama jika terdapat penyakit ginjal kronis
sedang hingga lanjut, karena periode penilaian selama 8 jam atau
kurang akan kehilangan sekitar sepertiga dari komplikasi yang relevan
28
secara klinis.
2.11 Prognosis
Prognosis yang sangat baik terutama pada anak-anak dengan
kesembuhan total yang biasanya terjadi dalam waktu 6 sampai 8
minggu. Pada orang dewasa, sekitar 50% pasien terus mengalami
penurunan fungsi ginjal, hipertensi, atau proteinuria persisten.
Kematian pada orang dewasa seringkali disebabkan oleh gagal
jantung dan disfungsi ginjal. Studi menunjukkan bahwa dalam jangka
panjang beberapa pasien mungkin terus mengalami kelainan pada urin,
proteinuria, dan hipertensi.
Kematian selama fase akut glomerulonefritis diperkirakan sekitar 2
dan 12 persen. Diasumsikan bahwa perubahan ginjal yang ditemukan
pada sebagian besar pasien yang selamat dari serangan akut awal akan
secara kualitatif serupa dengan yang tercatat pada kasus fatal, meskipun
sedikit bukti langsung yang mendukung pandangan ini.
29
2.12 Diagnosis Banding
Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala
seperti GNAPS.
1. Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena
prognosisnya sangat berbeda. Perlu dipikirkan adanya
penyakit ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal
sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat,
biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan pertumbuhan,
anemia dan ureum yang jelas meninggi, waktu timbulnya
gejala-gejala nefritis dapat membantu diagnosis.
b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis
fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati
(Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria.
Umumnya penyakit ini tidak disertai edema atau
hipertensi. Hematuria mikroskopik yang terjadi biasanya
berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi saluran
napas tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung
sangat singkat.
c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)
RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa
dibandingkan pada anak. Kelainan ini sering sulit
dibedakan dengan GNAPS terutama pada fase akut
dengan adanya oliguria atau anuria. Titer ASO, AH ase,
AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN
biasanya normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS,
jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS umumnya baik,
sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya
meninggal karena gagal ginjal.
30
2. Penyakit-penyakit sistemik
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah
purpura Henoch-Schöenlein, eritematosus dan endokarditis
bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala-
gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria, proteinuria dan
kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok
negatif dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai
purpura, nyeri abdomen dan arthralgia, sedangkan pada
GNAPS tidak ada gejala demikian.
Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada
pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS, sedangkan pada
SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi ginjal
dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan
histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut
umumnya bersifat fokal.
3. Penyakit-penyakit infeksi
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu
selain oleh Group A β-hemolytic streptococci. Beberapa
kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi
virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis
banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya
(Kerja et al., 2012).
31
Standar Kompetensi Dokter Indonesia).
DAFTAR PUSTAKA
32
Kerja et al.2012. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta:
IDAI.
Pedoman Interpretasi Data Klinik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2011
Setiawati, Siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing:
Jakarta.
Sherwood, L.2009. Fisiologi Manusia. Edisi VI. Jakarta : EGC
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Sukarya, Wawang Setiawan. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
33