Anda di halaman 1dari 27

Mutiah Khoirunnisak_04011181823048_Gamma 2018

“Skenario A Blok 16 Tahun 2020”


Laki - laki 20 tahun datang ke poliklinik dengan kantong kemaluan bengkak 2
hari SMRS, keluhan tambahan BAK berbusa.
RPP:
2 minggu SMRS pasien mengeluh bengkak kelopak mata setelah bangun tidur,
bengkak berkurang siang hari, batuk demam tidak ada, 1 minggu bengkak
bertambah dan perut mulai membesar, BAK biasa tapi berbusa, BAB biasa
berobat ke dokter diberi obat untuk melancarkan kencing tapi keluhan belum
berkurang, 2 hari mulai ke dua kaki bertambah bengkak dan kantong kemaluan
membesar BAK mulai berkurang jumlahnya, demam tidak ada, mual muntah
tidak ada, batuk tidak ada
RPD:
Darah tinggi, kencing manis lupus, bengkak sebelumnya disangkal
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum: Sakit Sedang¸ Sesorium Komposmentis, gizi kurang (pasien
bengkak) BB 67 Kg, TB 175 cm. TD 120/70 mmHb, Nadi 84x/mnt, RR
22x/mnt, Suhu 37,0C
Keadaan Spesifik:
Kepala: edema palpebra superior dan Inferior (+)/(+)
Leher: JVP 5-2 H20, pembesaran KGB (-)
Thorax: Cor pulmo dalam batas normal
Abdomen: Shifting dullness (+)
Genital: edema (+)
Extremitas inferior: Edema (+)/(+)
Laboratorium: Hb. 15,5 mg/dl, Leukosit 8810mm3 , Alb 1,3 mg/dl, Bss 99
mg/dl, Cholesterol Total 688 mg/dl, HDL. 30 mg/dl, LDL 450 mg/dl,
trigliseride 496 mg/dl

1
Urine rutin: protein urine (++++)

ANALISIS MASALAH

1. Laki - laki 20 tahun datang ke poliklinik dengan kantong kemaluan


bengkak 2 hari SMRS, keluhan tambahan BAK berbusa.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur pada masalah
yang dialami pasien pada kasus?
Jawaban

Laki-laki lebih sering mengalami acute glomerulonephritis type PSGN


(Poststreptococcal glomerulonephritis) dan IgA Nefropati. Usia Pasien (20
tahun) merupakan golongan umur yang lebih sering mengalami AGN tipe IgA
Nefropati.

f. Bagaimana patofisiologi pembengkakan pada kantong kemaluan?


Jawaban
Pada semua etiologi Glomerulonefritis Akut, gangguan pada dinding
kapiler glomerulus yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas
terhadap protein-protein plasma. Peningkatan permeabilitas yang terjadi
akibat perubahan struktur dan fisisokimia GBM memungkinkan protein
keluar dari plasma ke filtrate glomerulus. Pada proteinuria yang
berlangsung lama atau sangat berat, albumin serum berkurang,
mengakibatkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan osmotik koloid
plasma.
Berkurangnya volume intravaskular dan aliran darah ginjal memicu
peningkatan pelepasan renin dari sel yang berdekatan dengan glomerulus
(juxta-glomerulus) ginjal. Renin akan menstimulasi poros angiotensin
aldosteron yang menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal.
Kecenderungan ini diperburuk oleh menurunnya sekresi faktor natriuretik
dari jantung. Dalam keadaan proteinuria yang berkelanjutan, perubahan-
perubahan ini akan memperburuk edema dan jika tidak diperiksa akan
mengakibatkan edema di seluruh tubuh (disebut sebagai anasarka).
Edema nefrotik adalah transudat dengan konsentrasi protein rendah (<3
g/ dL) dan sedikit atau tidak ada sel. Pitting, cenderung digeneralisasikan
dan lebih menonjol pada area tubuh yang bergantung di mana tekanan
hidrolik kapiler (PCAP) tinggi (pergelangan kaki dan kaki), atau pada
jaringan dengan resistansi rendah atau hidraulik interstisial rendah.
tekanan (PIF) (kelopak mata, saluran cerna / perut, dan skrotum).

Reaksi peradangan akibat pajanan antigen  kompleks antibodi


terhadap antigen (kompleks imun) tak larut  Kompleks imun
terperangkap di glomeruli, terutama di bagian membran basal
glomeruli  sel glomeruli mulai berproliferasi, terutama sel mesangial
yang terletak di antara endotel dan epitel + sejumlah besar sel darah putih
menjadi terperangkap di glomeruli  Banyak glomeruli menjadi
tersumbat oleh reaksi inflamasi  Glomeruli yang tidak tersumbat 
menjadi sangat permeable-protein dan sel-sel darah merah bocor dari
darah kapiler glomerulus masuk ke filtrat glomerulus  albumin serum
berkurang  hipoalbuminemia dan penurunan tekanan osmotik koloid
plasma  pergerakan bersih cairan keluar dari kompartemen
intravaskular  Deplesi Volume (underfilling)  kompensasi berupa
retensi Na + sekunder dan retensi cairan yang bertujuan untuk
memulihkan volume dan tekanan darah intravaskular  Akumulasi
cairan di ruang intersisial pada daerah cenderung digeneralisasikan dan
lebih menonjol pada area tubuh yang bergantung di mana tekanan
hidrolik kapiler (PCAP) tinggi (pergelangan kaki dan kaki), atau pada
jaringan dengan resistansi rendah atau tekanan hidraulik interstisial
rendah/ nterstitial hydraulic pressure (PIF) (kelopak mata, saluran cerna /
perut, dan skrotum).

2. RPP:
Dua minggu SMRS pasien mengeluh bengkak kelopak mata setelah
bangun tidur, bengkak berkurang siang hari, 1 minggu bengkak
bertambah dan perut mulai membesar, BAK biasa tapi berbusa,
BAB biasa berobat ke dokter diberi obat untuk melancarkan kencing
tapi keluhan belum berkurang, 2 hari mulai ke 5 dua kaki bertambah
bengkak dan kantong kemaluan membesar BAK mulai berkurang
jumlahnya.
d. Mengapa perut membesar setelah 1 minggu kemudian?
Jawab :
Karena terjadi kecenderungan penumpukan cairan di ruang intersisial
pada daerah yang memiliki jaringan dengan resistensi rendah yaitu salah
satunya adalah saluran cerna (perut).

i. bagaimana hubungan kaki bertambah bengkak dengan kantong


kemaluan membesar?
Retensi cairan akibat retensi natrium sebagai mekanisme kompensasi
akibat penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema. Akumulasi
cairan di ruang intersisial pada daerah cenderung digeneralisasikan dan
lebih menonjol pada area tubuh yang bergantung di mana tekanan
hidrolik kapiler (PCAP) tinggi (pergelangan kaki dan kaki), atau pada
jaringan dengan resistansi rendah atau tekanan hidraulik interstisial
rendah/ nterstitial hydraulic pressure (PIF) (kelopak mata, saluran cerna /
perut, dan skrotum). Edema pada skrotum juga terjadi lebih akhir
dibanding edema perut dan mungkin disebabkan oleh gravitasi dan
anatomi skrotum yang menunjukkan tidak ada penghalang fasia antara
skrotum dan peritoneum yang memungkinkan cairan mengalir di antara
dua rongga.

3. Bagaimana hubungan riwayat kencing manis dengan gejala yang


dialami pasien saat ini?
Jawaban
Secara umum, riwayat Diabetes Melitus menunjukkan kemungkinan
penebalan membrane basal glomerulus dan terjadinya Proteinuria yang
berkorelasi dengan kemungkinan penyakit ginjal lain yang bukan
glomerulonefritis seperti Glomerulopati. Diabetes Melitus juga berkorelasi
pada prognosis yang buruk.

6 e. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?


Jawab

Gambar 1 menunjukkan kisaran diagnosis yang khas dalam kohort


biopsi ginjal Eropa. Insiden tahunan diperkirakan sebagai:
1. 2 .5 kasus per 100.000 orang dewasa untuk nefropati IgA,
2. 1.2 per 100.000 untuk glomerulonefritis membranosa,
3. 0.6-0.8 per 100.000 untuk penyakit perubahan minimal dan
glomerulosklerosis fokal segmental, dan
4. 0 · 2 per 100.000 untuk glomerulonefritis membranoproliferatif.
Namun, persentase ini biasanya di bawah perkiraan karena tidak
memperhitungkan orang dengan varian glomerulonefritis
asimtomatik, mereka yang glomerulonefritisnya hilang secara
spontan, atau sebaliknya, mereka yang menderita penyakit ginjal
kronis lanjut pada presentasi pertama yang tidak lagi menjalani
biopsi ginjal. dijamin. Terdapat perbedaan regional yang penting
dalam distribusi glomerulonefritis;
1) persentase diagnosis nefropati IgA lebih tinggi pada kohort Asia,
sedangkan pada kohort dari Amerika Serikat dan Kanada,
glomerulosklerosis fokal segmental lebih umum.
2) distribusi jenis glomerulonefritis dikaitkan dengan faktor sosial
ekonomi, dengan negara-negara kaya menunjukkan lebih banyak
nefropati IgA dan negara-negara kurang kaya memiliki lebih
banyak kasus glomerulonefritis membranoproliferatif.
Statistik Amerika Serikat
GN mewakili 10-15% penyakit glomerulus. Insiden variabel telah
dilaporkan, sebagian karena sifat subklinis penyakit di lebih dari
setengah populasi yang terkena. Meskipun terjadi wabah sporadis,
kejadian PSGN telah menurun selama beberapa dekade terakhir.
Faktor yang bertanggung jawab atas penurunan ini mungkin
termasuk pemberian perawatan kesehatan yang lebih baik dan
kondisi sosial ekonomi yang lebih baik.
GN terdiri dari 25-30% dari semua kasus penyakit ginjal stadium
akhir (ESRD). Sekitar seperempat pasien datang dengan sindrom
nefritik akut. Sebagian besar kasus yang berkembang relatif cepat,
dan gagal ginjal stadium akhir dapat terjadi dalam beberapa minggu
atau bulan setelah timbulnya sindrom nefritik akut. Episode
asimtomatik dari PSGN melebihi episode simptomatik dengan rasio
3-4: 1.

j . Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus?


Jawab
1) gagal jantung kongestif dan azotemia kemungkinan merupakan
komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
2) penyakit ginjal kronis dan sindrom nefrotik.
3) Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Bila oligouria
berlangsung lebih dari 2-3 hari disertai gejala seperti gagal ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia dan asidosis dapat
dipertimbangkan peritonial dialisis atau hemodialisis.
4) Hipertensi ensefalopati. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
5) Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya crackles,
pembesaran jantung yang disebabkan bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat
hipervolemia yang menetap.
Anemia yang timbul karena adanya gangguan pembentukan
eritropoietin
6) Hypertensive retinopathy

GLOMERULONEFRITIS AKUT

A. Definisi
Glomerulonefritis akut adalah jenis gagal ginjal akut intrarenal
yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak
glomerulus. Pada kurang lebih 95 persen pasien dengan penyakit ini,
terjadi kerusakan glomerulus 1 sampai 3 minggu setelah mengalami
infeksi di tempat lain di tubuh, yang biasanya disebabkan oleh jenis
tertentu streptokokus beta grup A. lnfeksi dapat berupa radang
tenggorok streptokokus, tonsilitis streptokokus, atau bahkan infeksi kulit
streptokokus
Bukan infeksi itu sendiri yang merusak ginjal. Tetapi, selama
beberapa minggu, sewaktu antibodi terhadap antigen streptokokus
terbentuk, antibody dan antigen bereaksi satu sama lain membentuk
kompleks imun tak larut yang kemudian terperangkap di glomeruli,
terutama di bagian membran basal glomeruli.
Begitu kompleks imun tertimbun di glomeruli, banyak sel
glomeruli mulai berproliferasi, terutama sel mesangial yang terletak di
antara endotel dan epitel. Selain itu, sejumlah besar sel darah putih
menjadi terperangkap di glomeruli. Banyak glomeruli menjadi
tersumbat oleh reaksi inflamasi ini, dan glomeruli yang tidak tersumbat
biasanya menjadi sangat permeabel, yang memungkinkan protein dan
sel-sel darah merah bocor dari darah kapiler glomerulus masuk ke filtrat
glomerulus. Pada kasus yang berat, seluruh atau hampir seluruh fungsi
ginjal dapat terhenti.
Inflamasi akut pada glomeruli biasanya mereda dalam waktu
sekitar 2 minggu, dan pada kebanyakan pasien, ginjal kembali berfungsi
hampir normal dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan
berikutnya. Namun, terkadang, banyak glomeruli yang rusak tak dapat
membaik, dan pada sebagian kecil pasien, kemunduran ginjal secara
progresif terus terjadi untuk jangka waktu tidak terbatas, yang
menimbulkan gagal ginjal kronis.
Pada glomerulonefritis primer, penyakit hampir seluruhnya
terbatas pada ginjal (seperti pada nefropati IgA atau glomerulonefritis
pasca-streptokokus) sedangkan pada glomerulonefritis sekunder terjadi
sehubungan dengan peradangan yang lebih menyebar/ difuse (seperti
pada lupus eritematosus sistemik atau vaskulitis sistemik). Diagnosis
cepat glomerulonefritis sangat penting karena pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, hipertensi, dan kelainan saluran kemih ringan dapat
dengan cepat kehilangan fungsi ginjal jika tidak segera diobati.
B. Klasifikasi

10
C. Etiologi
Infeksius
Penyebab infeksius GN akut yang paling umum adalah infeksi oleh
spesies Streptococcus (yaitu, grup A, beta-hemolitik). Dua jenis telah
dijelaskan, yang melibatkan serotipe berbeda:
• Serotipe 12 - Nefritis poststreptokokus akibat infeksi saluran
pernapasan atas, terjadi terutama pada bulan-bulan musim dingin
• Serotipe 49 - Nefritis poststreptokokus akibat infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan musim gugur dan lebih umum di wilayah
selatan Amerika Serikat
PSGN biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut
dengan strain nefritogenik spesifik dari streptokokus beta-hemolitik
grup A. Insiden GN sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan
25% pada orang dengan infeksi kulit.
GN pasca infeksi nonstreptokokus juga dapat disebabkan oleh
infeksi oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur lain. Bakteri selain
streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GN akut meliputi:
1) Diplokokus
2) Streptokokus lainnya
3) Stafilokokus
4) Mikobakteri
5) Salmonella typhosa
6) Brucella suis
7) Treponema pallidum
8) Corynebacterium bovis
9) Aktinobasilus
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV),
virus hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti pada scrub
typhus), parvovirus B19, dan virus gondongan diterima sebagai
penyebab virus saja jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi
streptokokus beta-hemolitik grup A baru-baru ini tidak terjadi. GN
akut telah didokumentasikan sebagai komplikasi hepatitis A.
Mengaitkan glomerulonefritis dengan etiologi parasit atau jamur
memerlukan pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme yang
teridentifikasi termasuk Coccidioides immitis dan parasit berikut:
Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni,
Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.
Etiologi PSGN (Poststreptococcal glomerulonephritis)
1) Group A Streptococcus (GAS)  telah disubtipe tergantung pada
protein M permukaan dan faktor opasitas, yang diketahui bersifat
nefrogenik dan dapat menyebabkan PSGN;
2) akteri (endokarditis, enterokolitis, pneumonia, infeksi shunt
intraventrikular);
3) virus (infeksi hepatitis B dan C, virus human immunodeficiency,
cytomegalovirus, virus Epstein Barr, parvovirus B19), jamur
(coccidioidomycosis, histoplasmosis); dan
4) infeksi parasit (malaria, leishmania, toksoplasmosis, dan
schistosomiasis) (VanDeVoorde, 2015).
Non Infeksius
1) Penyebab GN akut yang tidak menular dapat dibagi menjadi
penyakit ginjal primer, penyakit sistemik, dan kondisi atau
agen lain-lain.
Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GN
akut meliputi:
1) Vaskulitis (misalnya, granulomatosis dengan poliangiitis
[Wegener granulomatosis]) - Ini menyebabkan
glomerulonefritis yang menggabungkan nefritida
granulomatosa atas dan bawah).
2) Penyakit kolagen-vaskular (misalnya lupus eritematosus
sistemik [SLE]) - Ini menyebabkan glomerulonefritis melalui
deposisi kompleks imun di ginjal).
3) Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok
kelainan heterogen yang menampilkan penyakit pembuluh
darah kecil dan kulit.
4) Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah
krioglobulin yang abnormal dalam plasma yang
mengakibatkan episode berulang dari purpura yang meluas
dan ulserasi kulit saat kristalisasi.
5) Poliarteritis nodosa - Ini menyebabkan nefritis dari
vaskulitis yang mengenai arteri ginjal.
6) Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis
umum yang menyebabkan glomerulonefritis.
7) Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang
bersirkulasi ke kolagen tipe IV dan sering menyebabkan
gagal ginjal oligurik yang progresif cepat (minggu sampai
bulan).

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GN akut meliputi:


a) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) - Hal ini
disebabkan oleh ekspansi dan proliferasi sel mesangial
sebagai akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu
pada deposisi granular C3; tipe II mengacu pada proses yang
tidak teratur.
b) Nefropati imunoglobulin A (IgA) (penyakit Berger) - Ini
menyebabkan GN sebagai akibat deposisi IgA dan IgG di
mesangial yang menyebar.
c) GN proliferatif mesangial "murni"
d) Glomerulonefritis progresif cepat idiopatik - Bentuk GN ini
ditandai dengan adanya glomerular crescent. Tiga tipe telah
dibedakan: Tipe I adalah penyakit membran basal
antiglomerular, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan
tipe III diidentifikasi oleh antineutrofil sitoplasma antibodi
(ANCA).

Penyebab GN akut lainnya yang tidak menular meliputi:


a) Sindrom Guillain-Barré
b) Iradiasi tumor Wilms
c) Vaksin difteri-pertusis-tetanus (DPT)
d) Penyakit serum
e) Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal, dan
kemungkinan penghambatannya oleh cetuximab
D. Epidemiologi

Gambar 1 menunjukkan kisaran diagnosis yang khas dalam kohort


biopsi ginjal Eropa. Insiden tahunan diperkirakan sebagai:
5. 2 .5 kasus per 100.000 orang dewasa untuk nefropati IgA,
6. 1.2 per 100.000 untuk glomerulonefritis membranosa,
7. 0.6-0.8 per 100.000 untuk penyakit perubahan minimal dan
glomerulosklerosis fokal segmental, dan
8. 0 · 2 per 100.000 untuk glomerulonefritis membranoproliferatif.
Namun, persentase ini biasanya di bawah perkiraan karena tidak
memperhitungkan orang dengan varian glomerulonefritis
asimtomatik, mereka yang glomerulonefritisnya hilang secara
spontan, atau sebaliknya, mereka yang menderita penyakit ginjal
kronis lanjut pada presentasi pertama yang tidak lagi menjalani
biopsi ginjal. dijamin. Terdapat perbedaan regional yang penting
dalam distribusi glomerulonefritis; persentase diagnosis nefropati
IgA lebih tinggi pada kohort Asia, sedangkan pada kohort dari
Amerika Serikat dan Kanada, glomerulosklerosis fokal segmental
lebih umum. Selain itu, dalam satu wilayah, distribusi jenis
glomerulonefritis dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi, dengan
negara-negara kaya menunjukkan lebih banyak nefropati IgA dan
negara-negara kurang kaya memiliki lebih banyak kasus
glomerulonefritis membranoproliferatif.
Epidemiologi PSGN
1) PSGN yang lebih tinggi di negara berkembang- karena
peningkatan infeksi kulit (pioderma). Meskipun kejadian di
negara maju telah menurun, penyakit ini masih merupakan
penyebab paling umum dari glomerulonefritis (GN) pada anak-
anak di Amerika Serikat.
2) PSGN juga merupakan penyebab paling umum dari cedera ginjal
pada anak-anak di Timur Tengah, Afrika, Australia, dan seluruh
dunia. Insiden tahunan kasus baru PSGN di negara berkembang
berkisar antara 8,5 sampai 28,5 per 100.000 orang. Sekitar 97%
kasus yang dilaporkan dengan PSGN tinggal di negara-negara
kurang mampu.
3) Manifestasi klinis PSGN lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan dengan perbandingan 2: 1.
Namun; kejadian PSGN subklinis hampir sama pada kedua jenis
kelamin.
4) Faktor ras tidak ditemukan berperan. Penyakit ini paling sering
menyerang anak-anak antara usia 3 dan 12 (dengan insiden
puncak antara 5 sampai 6 tahun), dan lansia yang berusia lebih
dari 60 tahun.

E. Faktor Risiko
Pada kebanyakan glomerulonefritida, hanya subkelompok pasien yang
mengalami kehilangan laju filtrasi glomerulus progresif (GFR); pasien
berisiko tinggi tersebut harus ditindaklanjuti oleh ahli nefrologi. Pasien-
pasien ini biasanya mereka dengan hipertensi arteri, proteinuria yang
signifikan secara klinis (yaitu,> 1 g / hari pada mereka dengan nefropati
IgA atau> 3 · 5 g / hari pada mereka dengan glomerulosklerosis fokal
segmental, glomerulonefritis membranosa, atau glomerulonefritis
membranoproliferatif), dan penurunan GFR yang diperkirakan pada
diagnosis glomerulonefritis atau adanya bekas luka secara histologis
(yaitu, glomerulosklerosis atau fibrosis tubulointerstitial). Secara khusus,
proteinuria yang dipertahankan selama 6-24 bulan merupakan prediktor
kuat dari hasil pada tipe glomerulonefritis umum. Faktor risiko
tambahan untuk perjalanan penyakit progresif termasuk merokok dan
obesitas, mungkin melalui peningkatan hipertensi atau hiperfiltrasi
glomerulus, atau keduanya. Faktor genetik seperti gen apolipoprotein
L1 di Afrika-Amerika juga dapat berkontribusi pada perkembangan
glomerulonefritida. Akhirnya, gangguan kebetulan yang merusak ginjal
(misalnya, hipertensi primer dan diabetes melitus) juga dapat
memengaruhi perkembangan penyakit. Di ujung spektrum adalah pasien
yang hanya mengalami gagal ginjal ringan, atau gagal ginjal yang
memadai untuk usia mereka (kebanyakan individu akan kehilangan
sekitar 1 mL / menit GFR per tahun setelah usia 40 tahun), normotensi,
proteinuria minor ( di bawah 1 g / hari), atau mikrohaematuria terisolasi.
Faktor risiko PSGN
1. Kebersihan yang buruk
2. kepadatan penduduk
3. status sosial ekonomi

F. Patofisiologi
Apapun kejadian awalnya, jalur inflamasi umum mengikuti dengan
aktivasi kaskade koagulasi dan komplemen dan produksi sitokin
proinflamasi. Aktivasi komponen komplemen menyebabkan kemotaksis
sel inflamasi dan lisis sel (melalui kompleks serangan membran).
Kaskade koagulasi menyebabkan deposisi fibrin. Proliferasi seluler sel
epitel parietal di ruang Bowman bersama dengan masuknya sel
inflamasi seperti makrofag dan neutrofil menyebabkan pembentukan
acute glomerular crescent.
Pelepasan sitokin menyebabkan aktivasi sel glomerulus itu
sendiri dan perubahan fenotipe sel endogen menghasilkan proliferasi sel,
produksi protease dan oksidan yang berlebihan, dan pembentukan
matriks ekstraseluler dengan fibrosis berikutnya, mungkin dirangsang
oleh faktor-faktor seperti faktor pertumbuhan turunan platelet dan
transformasi. faktor pertumbuhan beta. Kegagalan apoptosis
(mekanisme normal yang memungkinkan resolusi peradangan) juga
penting. Akhirnya pada fase kerusakan kronis, perubahan hemodinamik
menyebabkan hiperfiltrasi dan hipertensi intraglomerulardengan
perkembangan sklerosis glomerulus dan kerusakan interstisial kronis.
Jadi, proses yang awalnya inflamasi dengan potensi untuk sembuh dapat
berkembang menjadi fibrosis dan jaringan parut yang tidak dapat
diperbaiki. Gambaran dinamis ini sebagian dapat menjelaskan mengapa
pada glomerulonefritis pasca streptokokus di mana antigen dengan cepat
dibersihkan, bahkan gagal ginjal akut dapat diharapkan sembuh secara
spontan. Sebaliknya pada glomerulonefritis mesangiokapiler terkait
hepatitis C (MCGN) di mana infeksi virus bersifat kronis, antigen tidak
dapat dibersihkan dan kerusakan ginjal dapat berkembang secara kronis.

Singkatnya : Penyakit ini bersifat imunologis; mewakili reaksi


hipersensitivitas tipe III. Mekanisme pasti terjadinya PSGN tidak
sepenuhnya ditentukan. Tubuh merespons infeksi streptokokus
nefrogenik dengan membentuk kompleks imun yang mengandung
antigen streptokokus dengan antibodi manusia.Beberapa teori
menyatakan bahwa kompleks imun ini disimpan dalam glomeruli ginjal
yang mencapai sirkulasi. Yang lain mengklaim bahwa kondisi tersebut
dihasilkan dari pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam
glomeruli ginjal. “Pembentukan kompleks imun in situ” ini disebabkan
oleh reaksi melawan antigen streptokokus yang disimpan di membran
basal glomerulus atau, menurut teori lain, karena reaksi antibodi
terhadap komponen glomerulus yang bereaksi silang dengan antigen
streptokokus akibat mimikri molekuler.Adanya kompleks imun
menyebabkan aktivasi jalur komplemen alternatif yang menyebabkan
infiltrasi leukosit, dan proliferasi sel mesangial di glomerulus sehingga
mengganggu perfusi kapiler dan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Penurunan GFR dapat menyebabkan gagal ginjal (oliguria atau anuria),
ketidakseimbangan asam basa, kelainan elektrolit, kelebihan volume,
edema, dan hipertensi.

20
G. Tata Laksana
1). PSGN
SGN adalah kondisi sembuh sendiri dalam banyak kasus, dan
oleh karena itu hanya diperlukan pengobatan simtomatik.
Perawatan suportif bertujuan untuk mengontrol komplikasi dari
kelebihan volume seperti hipertensi dan edema, yang menonjol
selama fase akut penyakit.
a) Terapi farmakologis:
i) Antimikroba: Pasien dengan bukti infeksi streptokokus harus
menerima terapi antibiotik, dan mereka mungkin tidak
mencegah perkembangan PSGN.
ii) Diuretik: Diuretik loop (furosemid) lebih disukai daripada
tiazid (hidroklorotiazid atau chlorthalidone). Kemanjuran
diuretik tiazid sangat minimal bila GFR <30 ml / menit.
iii) Obat antihipertensi: Tekanan darah dapat dikelola dengan
membatasi diri dan asupan cairan bersama dengan diuretik
diperlukan. Dalam kasus dengan tekanan darah yang tidak
terkontrol, penggunaan penghambat saluran kalsium
dianjurkan. Penggunaan penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB)
direkomendasikan pada pasien dengan GFR stabil dan
dengan kadar kalium yang mendekati normal.
iv) Terapi imunosupresif: Tidak ada bukti bahwa penekanan
kekebalan berguna pada pasien dengan PSGN.Namun,
pasien dengan gagal ginjal progresif atau kehadiran bulan
sabit pada biopsi ginjal mungkin memerlukan penggunaan
kortikosteroid.
b) Dialisis:
Dialisis hanya dilakukan untuk mengatur keseimbangan
asam basa, kelainan elektrolit (terutama hiperkalemia) dan
manajemen cairan
c) Tindakan umum:
i) Batasi garam dan air untuk mengobati edema.
ii) Istirahat di tempat tidur dan imobilisasi adalah
rekomendasi dalam beberapa hari pertama penyakit.
iii) Kultur dari tenggorokan pada pasien dan anggota
keluarga penting.
iv) Semua anggota yang terkena perlu diobati dengan
penisilin atau eritromisin.
H. Komplikasi
PSGN :
1) gagal jantung kongestif dan azotemia kemungkinan merupakan
komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
2) penyakit ginjal kronis dan sindrom nefrotik.
3) sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Bila oligouria
berlangsung lebih dari 2-3 hari disertai gejala seperti gagal ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia dan asidosis dapat
dipertimbangkan peritonial dialisis atau hemodialisis.
4) Hipertensi ensefalopati. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
5) Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya
crackles, pembesaran jantung yang disebabkan bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipervolemia yang menetap.
6) Anemia yang timbul karena adanya gangguan pembentukan
eritropoietin
I. Diagnosis
Diagnosis pasti dari glomerulonefritis memerlukan biopsi ginjal,
yang harus dibaca oleh ahli nefropatologi. Inti biopsi dinilai dengan
mikroskop cahaya dan histologi imun, dan seringkali juga dengan
mikroskop elektron. Biopsi juga akan memberikan informasi penting
tentang peradangan akut versus perubahan jaringan parut kronis.
Indikasi biopsi ginjal yang umum ditunjukkan di apendiks. Biopsi ginjal
dianggap sebagai prosedur yang aman jika kondisinya dioptimalkan
(misalnya, dokter berpengalaman, koagulasi normal, tidak ada obat
antiplatelet selama 7 hari, tekanan darah normal, tidak ada infeksi
saluran kemih, dan biopsi di bawah tampilan ultrasonografi dengan
jarum pengukur 16-18) . Hematoma perirenal terdeteksi pada 50-80%
pasien dan fistula arteriovenosa hingga 15% pasien. Ini biasanya
asimtomatik dan tidak memerlukan intervensi. Hematuria makroskopik
terjadi pada 8% kasus, tetapi jarang menyebabkan obstruksi kandung
kemih.6,7 Perdarahan yang memerlukan transfusi, intervensi bedah,
atau nefrektomi terjadi pada kurang dari 0,5% kasus. Di banyak pusat,
rawat inap di rumah sakit merupakan persyaratan setelah biopsi ginjal,
terutama jika terdapat penyakit ginjal kronis sedang hingga lanjut,
karena periode penilaian selama 8 jam atau kurang akan kehilangan
sekitar sepertiga dari komplikasi yang relevan secara klinis.

J. Prognosis
PSGN
Prognosis yang sangat baik terutama pada anak-anak dengan
kesembuhan total yang biasanya terjadi dalam waktu 6 sampai 8 minggu.
Pada orang dewasa, sekitar 50% pasien terus mengalami penurunan
fungsi ginjal, hipertensi, atau proteinuria persisten. Kematian pada
orang dewasa seringkali disebabkan oleh gagal jantung dan disfungsi
ginjal. Studi menunjukkan bahwa dalam jangka panjang beberapa
pasien mungkin terus mengalami kelainan pada urin, proteinuria, dan
hipertensi.
Kematian selama fase akut glomerulonefritis diperkirakan sekitar 2 dan
12 persen. Diasumsikan bahwa perubahan ginjal yang ditemukan pada
sebagian besar pasien yang selamat dari serangan akut awal akan secara
kualitatif serupa dengan yang tercatat pada kasus fatal, meskipun sedikit
bukti langsung yang mendukung pandangan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ellis D. (2016). Pathophysiology, Evaluation, and Management of Edema in


Childhood Nephrotic Syndrome. Frontiers in pediatrics, 3, 111.
https://doi.org/10.3389/fped.2015.00111

Floege, J. and Amann, K., 2016. Primary Glomerulonephritides. [online]


Available at: <http://dx.doi.org/10.1016/ S0140-6736(16)00272-5>
[Accessed 18 August 2020].

Jameson et al. (2010). HARRISON’S Nephrology and Acid-Base Disorders. Mc


Graw-Hill Comapnies.inc.

Kumar Et al. (2013). Robbins Basic Pathophisiology. Elsevier.inc.

Rawla et al. (2020). Poststreptococcal Glomerulonephritis.

StatPearls
Publishing .

VanDeVoorde RG. Acute poststreptococcal glomerulonephritis: the most


common acute glomerulonephritis. Pediatr Rev. 2015 Jan;36(1):3-12; quiz
13. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai