Anda di halaman 1dari 3

STRATEGI PEMBEDAHAN DI ERA PANDEMI COVID-19

Di era pandemi covid-19 khususnya Indonesia, virus ini mulai muncul pada awal Maret dengan jumlah
kasus yang kian hari kian meningkat, di mana rasio kematian sebesar 8,07%. Rumah Sakit tentunya
menjadi salah satu zona merah untuk perawatan dan transmisi penyakit ini. Dokter dan paramedic
banyak yang terpapar dan menjadi korban.

Pembedahan yang menjadi salah satu layanan dari system kesehatan dengan prosedur “emergency” dan
“elektif” menjadi aspek penting yang harus diperhatikan. Kamar operasi juga dapat menjadi area risiko
tinggi untuk transmisi infeksi saluran pernafasan. Selain itu, pasien asymptom carrier yang akan
dilakukan pembedahan dapat berpotensi menularkan virus selama masa inkubasi. Suatu penelitian
retrospektif di China yang meneliti 34 pasien asymptom berusia 34-83 tahunyang dilakukan operasi
elektif di awal pandemic, telah bergejala Covid-19 pasca operasi dan terkonfirmasi positif setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Sebanyak 44,1% pasien membutuhkan perawatan ICU
pasca operasi dengan mortalitas sebesar 20,5% karena ARDS. Apat Gejala covid-19 berkembang sangat
cepat (rata-rata hari ke 2-6) pasca operasi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembedahan
mungkin dapat mempercepat dan memperparah progresivitas penyakit ini. Pembedahan tidak hanya
menyebabkan gangguan system imun, tetapi juga menginduksi respon awal system inflamasi.

Menyikapi masa pandemic ini, beberapa asosiasi bedah dunia menyepakati guideline untuk
pembedahan yang dapat diterapkan di tiap Negara.

Adapun yang menjadi inti dari guedelin ini adalah :

1. Pasien akut merupakan prioritas utama, di mana kemungkinan covid-19 harus disingkirkan.
2. Semua pasien yang direncanakan operasi elektif harus dievaluasi covid-19 dan mendapat
persetujuan untuk risiko operasi yang lebih besar.
3. Penggunaan APD lengkap untuk laparatomi.
4. Laparaskopy sebaiknya tidak dikerjakan karena berisiko pembentukam aerosol dan infeksi.
5. Dalam ruang operasi hendaknya jumlah staf dibatasi dan menggunakan APD lengkap. Evakuasi
asap diatermi
6. Situasi risiko pembedahan termasuk penggunaan pelindung mata pada pasien batuk ataupun
pemasangan NGT sebagai salah satu prosedur yang berisiko. Hanya endoscopy emergency yang
dapat dilakukan. Prosedur Upper Gastrointestinal memiliki risiko tinggi aerosol dan wajib
menggunakan APD lengkap.

Americane College of Surgeons juga mengeluarkan guideline yang berisi

a. pertimbangan untuk kasus-kasus spesifik seperti hemorrhoid thrombosis akut yang disarankan
untuk non operatif bila memungkinkan ataupun pembedahan rawat jalan dengan local
anestesi.
b. Pembedahan emergency dapat dilakukan untuk perdarahan aktif atau stadium yang lebih
parah.
c. Kasus Apendiks akut tanpa komplikasi disarankan dengan trial antibiotic /iv terlebih dahulu.
d. Kasus kolelithiasis dan kolesistitis kronik disarankan untuk pemberian anti nyeri dan
penundaan operasi. Jika harus dilakukan operasi dapat dipertimbangkan laparaskopy
kolesistektomi untuk meminim. hospital stay.
Untuk kasus kolesistitis akut lebih disarankan pre-laparakopi , kecuali bila ruang operasi tidak
sesuai standar maka disarankan antibiotic/iv.

Di Indonesia sendiri dari PABI mengeluarkan pedoman kerja untuk pembatasan kunjungan pelayanan
ke poli bedah dan penundaan operasi seperti :

a. hernia tanpa komplikasi,


b. appendicitis kronis ,
c. luka diabetes tanpa komplikasi sistemik
d. Tumor jinak,
e. Tumor ganas risiko rendah,
f. SNNT / tanpa terapi hormonal.

Pengecualian kasus emergency.

Untuk pasien covid-19 teridentifikasi positif , harus mengoptimalkan :

a. Kondisi respirasi ( patensi away)


b. Kebutuhan oksigen
c. Perubahan foto thorak
d. AGD
e. Ada/tidak tanda syok
f. Gagal organ ada/tidak : gagal hati, gagal ginjal.

Contoh rekomendasi jika operasi urgen/emergency dengan covid-19 test rapid nya (+), adanya gejala
(+), pasien diperlakukan PDP maka APD level 3. Bila G/ negative, RT (-) operasinya dijalankan dengan
APD level 2 dan anestesi regional jika memungkinkan.

APD level 2 terdiri atas APD level 1 (baju khusus kerja, masker bedah 3 ply, gloves, head cap) ditambah
dengan masker N-95 , kaca mata google, surgical cap, dan gown.

APD level 3 terdir dari APD level 2 ditambah facies shields, apron, gown coverral, double/triple
gloves, dan boots.
Standar kelayakan ruang operasi :

1. Ruang koridor penerimaan dan ruang induksi anestesi memiliki atmosfir tekanan negatif
2. Kamar operasi, ruang persiapan, dan ruang Scrub memiliki atmosfir tekanan positif.

Anda mungkin juga menyukai