Anda di halaman 1dari 10

MACAM MACAM SUMBER HUKUM TATA NEGARA BERDASARKAN SUMBER

FORMIL DAN MATERIL

NAMA : SHARA PUSPIITA SARI

NO BP: 1910003600180

UNIVERSITAS EKA SAKTI

A. Pendahuluan

Saya memilih judul makalah ini karena saya merasa makalah ini yang paling baik dan
yang paling mudah untuk saya bahas lebih mendalam agar saya menjadi lebih mengerti
materi tentang hukum tata Negara ini.

Rumusan masalah

1. Menjelaskan macam macam sumber hukum tata Negara berdasar sumber formil
2. Menjelaskan macam macam sumber hukum tata Negara berdasar sumber materil
B. Pembahasan

Sumber hukum dalam arti formil diantaranya :

 Hukum perundang-undangan ketatanegaraan


 Hukum adat ketatanegaraan
 Hukum kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi ketatanegaraan
 Yurisprudensi ketatanegaraan (Putusan hakim TUN)
 Hukum perjanjian internasional ketatanegaraan (Traktat)
 Doktrin ketatanegaraan (Pendapat ahli Hukum tata negara).

Sumber hukum formil

1.Undang-undang dasar 1945

Undang-undang dasar 1945 merupakan segala induk dari peraturan perundang-undangan di


Indonesia dan merupakan hukum tertinggi di Indonesia dan segala peraturan perundang-
undangan yang dibuat ,tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.

2.Ketetapan MPR

Istilah ketetapan MPR tidak terdapat dalam UUD 1945, namun berdasarkan surat Presiden yang
ditujukan kepada DPR no.2262/HK/1959 tanggal 20 Agustus 1959,dikenal bentuk peraturan
perundang-undangan salah satunya adalah Keputusan MPRS yaitu peraturan perundang-
undangan yang dibuat berdasarkan pasal 2 UUD 1945.

Istilah ketetapan itu sendiri baru dikenal pada sidang pertama MPRS yang didasarkan pada pasal
3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MPR bertugas untuk menetapkan Undang-undang dan
Garis-garis besar haluan negara (GBHN). Kemudian berdasarkan memorandum DPR-GR bahwa
sumber hukum Republik Indonesia dan tata urutan peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia  ditetapkan dalam TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 jo Tap MPR No.V/MPR/1973
bahwa Tap MPR tersebut telah ditetapkan dalam hierarki perundang-undangan Republik
Indonesia.
Menurut Tap MPR No.I/MPR/1978 pasal 100, produk MPR tersebut dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu :

 Ketetapan (Mempunyai kekuatan Extern dan intern),yang meliputi bidang legislatif


dilaksanakan dengan Undang-undang,dan ketetapan yang meliputi bidang eksekutif
dilaksanakan dengan Keputusan Presiden (Kepres).
 Keputusan (Bersifat Intern).

3.Undang-undang/ PERPU

Undang-undang pada dasarnya memiliki arti secara formil dan materiil. Undang-undang dalam
arti formil adalah suatu bentuk keputusan atau ketentuan yang dikeluarkan oleh pembentuk
Undang-undang dengan prosedur tertentu.

Undang-undang dalam arti materiil adalah Setiap bentuk keputusan pemerintah yang mempunyai
kekuatan mengikat tanpa memperhatikan prosedur pembuatannya dan tata cara serta lembaga
yang membuatnya. Dasar dari pembuatan Undang-undang ialah Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20
ayat (1) UUD 1945.

Asas-asas Perundang-undangan yaitu:

 Undang-undang tidak boleh berlaku surut.


 Undang-undang yang berlaku kemudian,membatalkan Undang-undang yang
terdahulu.
 Undang-undang yang dibuat lembaga yang lebih tinggi,lebih tinggi pula kekuatan
berlakunya (Lex superiori derogat lex inferiori).
 Lex Spesialis derogat lex generalis.
 Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
 Dalam pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Dalam keadaan ihwal dan
kegentingan yang memaksa maka presiden berhak mengeluarkan PERPU.
 Yang dimaksud dengan kegentingan yang memaksa (Noodverordeningsrecht) adalah
keadaan yang mendesak sehingga Presiden dalam hal ini Pemerintah perlu bertindak
cepat membuat dan mengeluarkan peraturan yang sederajat dengan Undang-undang tanpa
melalui persetujuan DPR.

Dalam UUD sementara 1950/ atau UUDS 1950 menggunakan istilah Undang-undang darurat
untuk menyebut PERPU tersebut. Pemakaian kata-kata darurat dalam Undang-undang dapat
menimbulkan kekeliruan  dengan pengertian hukum darurat negara.

Hukum/hak darurat negara (Staatnoodrecht) berbeda dengan Noodverordeningsrecht yang


menjadi dasar dari PERPU (Peraturan pengganti Undang-undang).
dalam Noodverordeningsrecht, karena keadaan mendesak yang menyebabkan penguasa
menyimpang dari cara biasa dalam membuat peraturan yang setingkat dengan Undang-undang.
Sedangkan dalam Staatnoodrecht dikarenakan negara dalam keadaan bahaya sehingga penguasa
menyimpang dari peraturan.

Negara dalam keadaan bahaya (Staatnoodrecht) dibedakan menjadi 2 macam:

1. Staatnoodrecht Konstitusionil/Staatnoodrecht Objektif,yaitu timbulnya bahaya yang


dapat mengancam dalam negara sudah dapat diperhitungkan terlebih dahulu sehingga
telah dipersiapkan peraturan-peraturan yang dapat diperlakukan namakala keadaan
bahaya tersebut benar-benar terjadi. Sedangkan Staatnoodrecht Objektif,yaitu bahwa
syarat-syarat dan akibat dari tindakan penguasa didasarkan pada ukuran-ukuran
sebagaimana yang telah diukur dalam peraturan yang telah dipersiapkan tersebut.
2. Staatnoodrecht extra konstitusional/Staatnoodrecht subjektif,yaitu bahwa terjadinya
negara dalam keadaan bahaya tersebut belum dapat diprediksikan
sebelumnya,sehingga dalam mengatasi persoalan tersebut tidak dapat didasarkan pada
aturan-aturan yang sudah disiapkan sebelumnya.

Penulisan Undang-undang

UU No.52 Prp 1960 : Prp artinya Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu). Prps
artinya Peraturan Presiden. Pnps artinya Penetapan Presiden. Apabila dibelakang No dalam UU
itu maksudnya adalah bahwa Undang-undang tersebut berasal dari kata-kata tersebut.
4.Peraturan pemerintah (PP)

Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
Undang-undang sebagaimana mestinya.Presiden tidak akan menetapkan peraturan pemerintah
tersebut sebelum ada Undang-undangnya,mengingat bahwa Undang-undang tersebut merupakan
sumber hukum tata negara,maka Peraturan pemerintah tersebut juga merupakan sumber hukum
tata negara.

5.Keputusan Presiden

Keputusan Presiden pertama kalinya dikenal sebagai bentuk peraturan perundang-undangan


berdasarkan surat Presiden yang ditujukan kepada DPR tertanggal 20 Agustus 1959
No.2262/HK/1959. Keputusan Presiden tersebut dimasukkan kedalam peraturan perundang-
undangan guna melaksanakan peraturan Presiden maupun Undang-undang dibidang
pengangkatan dan pemberhentian baik personalia,pegawai atau anggota DPR.

Kepres tersebut merupakan keputusan khusus (einmalig) yang berfungsi untuk Melaksanakan
ketetapan MPR dalam bidang eksekutif dan peraturan pelaksana. Dalam prakteknya,Keputusan
Presiden (Kepres) dibedakan 2 bagian yaitu:

1. Tindakan pengaturan dalam rangka menjalankan pemerintahan sepanjang Presiden


berpendapat tidak perlu diatur dengan Undang-undang,sebab dalam UUD 1945 tidak
mewajibkannya dan merupakan persoalan sederhana.
2. Sebagai tindakan penetapan seperti yang dimaksud dalam Memorandum DPR-GR.

Mengingat bahwa Keputusan Presiden tersebut merupakan pelaksanaan dari UUD dan Tap
MPR,maka Kepres tersebut dijadikan sebagai sumber hukum tata negara.

6.Peraturan pelaksana lainnya

Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah Peraturan Pelaksanaan yang ada
setelah Tap.MPR no.XX/MPR/1966, misalnya Peraturan menteri,yang dibuat berdasarkan pada
peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan hierarkinya.
7.Konvensi

Pengertian Konvensi menurut pendapat para ahli yaitu:

1. Menurut Mr.J.H.P Bellefroid dalam bukunya ” Inleiding tot de rechtwetemchap


nederland” menyatakan bahwa Convention adalah suatu peraturan walaupun tidak
ditetapkan oleh pemerintah,tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena mereka yakin
peraturan itu berlaku sebagai hukum.
2. Menurut A.K Pringgodigdo,Convention adalah kelaziman yang timbul dalam praktek
hidup.
3. Menurut Prof.Dr Ismail Suny menyatakan bahwa Convention tersebut ada karena
kebutuhan akan ketentuan-ketentuan untuk pelengkap rangka dasar hukum konstitusi
karena sebagaimana disebutkan UUD 1945 bahwa UUD hanyalah merupakan
sebagian dari hukum dasar yang tertulis saja, dan disamping itu masih ada hukum
dasar yang tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktek ketatanegaraan.

Konvensi sama dengan kebiasaan ketatanegaraan dengan adanya keyakinan hukum dari
golongan atau orang-orang yang berkepentingan dan keyakinan tersebut dipercaya memuat hal-
hal yang baik dan karena adanya nilai-nilai yang baik dalam aturan tersebut maka harus ditaati.

8.Traktat

Traktat ketatanegaraan tidak sama persis dengan perjanjian,namun ada kemiripan karena traktat
tersebut merupakan suatu perjanjian,hanya saja prosesnya berbeda dengan perjanjian pada
umumnya.

Berdasarkan negara yang mengikutinya,Traktat dikelompokkan menjadi :

1. Traktat bilateral (diikuti dua negara saja)


2. Traktat multilateral (diikuti oleh beberapa negara).
3. Traktat kolektif/terbuka yaitu Traktat yang terbuka yang memberikan kesempatan
kepada negara-negara lain yang semula tidak ikut menandatangani traktat
tersebut,kemudian ikut.
Menurut pendapat E.Utrecht,dalam traktat ada tahapan-tahapan yang harus dilalui yaitu:

1. Penetapan (Sluiting),yaitu penetapan dari isi perjanjian tersebut oleh masing-masing


delegasi yang akan membuat perjanjian tersebut. hasil dari penetapan ini
disebut consep verdraag (penetapan isi oleh masing-masing delegasi).
2. Persetujuan,yaitu penetapan-penetapan pokok isi perjanjian tersebut kemudian diparaf
sebagai tanda persetujuan sementara,kemudian dibawa pulang kenegara masing-
masing guna mendapatkan persetujuan DPR masing-masing negara, dan dalam tahap
ini masih dapat dilakukan perubahan.
3. Penguatan (Bekrachtiging), yaitu setelah diperoleh persetujuan oleh kedua negara
tersebut kemudian disusul dengan penguatan atau disebut juga ratifikasi oleh masing-
masing kepala negara.Pada tahap ini tidak dapat lagi dilakukan perubahan karena pada
tahap ini Traktat tersebut sudah mempunyai kekuatan yang mengikat.
4. Pengumuman (afkondiging),yaitu Traktat telah ditandatangani oleh kepala negara
tersebut,kemudian diumumkan kepada khalayak ramai dengan cara tukar menukar
dokumen.

Traktat yang telah melalui tahapan tersebut telah berlaku mengikat kepada para pihak yang
menandatanganinya dan berlaku asas “Pacta sun servanda” yang artinya setiap perjanjian harus
ditaati dan dihormati.

Kekuatan hukum mengikatnya suatu Traktat terhadap penduduk suatu negara terdapat 2
pendapat yang berbeda yaitu:

1. Menurut Paul Laban,bahwa Traktat tersebut tidak secara langsung mengikat penduduk
suatu negara karena Traktat merupakan perjanjian yang dibuat oleh antar negara
sehingga hanya mengikat negara saja. Agar traktat tersebut mengikat warga negara
dari negara yang bersangkutan maka harus dijadikan hukum nasional negara yang
bersangkutan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2. Menurut van Vollen hoven,bahwa Traktat tersebut secara otomatis langsung mengikat
penduduk suatu negara. hal tersebut dikarenakan bahwa traktat merupakan perjanjian
antar negara,sehingga berdasarkan teori Primat hukum antar negara menyatakan
bahwa hukum antar negara mempunyai kedudukan lebih tinggi dari hukum nasional.
C. PENUTUP

Sumber hukum formil itu adalah sumber hukum yang menentukan bentuk dan sebab
terjadinya suatu peraturan dan kaidah hukum sedangkan sumber hukum materil adalah
sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat
setiap orang.
DAFTAR PUSTAKA

Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Volume 4, Nomor 2, 2018,


https://doi.org/10.15294/snh.v4i02.25600.
Laurensius Arliman S, Danel Situngkir, Rianda Putri, Rahmat Fauzi, Hariyadi,
Gokma Toni
Parlindungan S, Cyber Bullying Against Children In Indonesia, International
Conference on Social Sciences, Humanities, Economics and Law; Padang, 2018.
DOI:10.4108/eai.5- 9-2018.2281372.
Laurensius Arliman S, Penelantaran Perlindungan Anak Oleh Orangtua Akibat
Gaya Hidup Modernisasi Yang Salah Arah, Konferensi Nasional Sosiologi V,
Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia, Volume 5, Padang 18-19 Mei 2017.
Laurensius Arliman S, Penegakan Hukum Bisnis Ditinjau Dari Undang-Undang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lex Jurnalica,
Volume 16, Nomor 3, 2019.
Laurensius Arliman S, Analisis Dari Perspektif Politik Hukum Terhadap Pasal 56
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana, Lex Jurnalica, Volume 15, Nomor 3, 2018.
Laurensius Arliman S, Perlindungan Hukum Terhadap Karya Desain Industri Di
Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 15, Nomor 2, 2018.
Laurensius Arliman S, Perlindungan Hak Anak Di Dalam Memperoleh Pelayanan
Kesehatan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume 15, Nomor 1, 2018.
Laurensius Arliman S, Perlindungan Hak Anak Yang Berhadap Dengan Hukum Di
Wilayah Hukum Polisi Resort Kota Sawahlunto, Lex Jurnalica, Volume 14, Nomor
2, 2018. Laurensius Arliman S, Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi Dan
Korban Terhadap
Perlindungan Hak Anak Yang Bekelanjutan Di Indonesia, Lex Jurnalica, Volume
14,
Nomor 1, 2018.
Laurensius Arliman S, Perlindungan Hukum UMKM Dari Eksploitasi Ekonomi
Dalam Rangka
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal RechtsVinding, Volume 6, Nomor
3,
2017.
Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Di Dalam Perlindungan Anak Yang
Berkelanjutan Sebagai Bentuk Kesadaran Hukum, Padjadjaran Journal of Law,
Volume
3, Nomor 2, 2016. https://doi.org/10.22304/pjih.v3n2.a5.
Laurensius Arliman S, Penanaman Modal Asing Di Sumatera Barat Berdasarkan
Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Supremasi Hukum,
Volume
1, Nomor 1, 2018. http://dx.doi.org/10.36441/hukum.v1i01.102.
Laurensius Arliman S, Kodifikasi RUU KUHP Melemahkan Komisi
Pemberantasan Korupsi,
UIR Law Review, Volume 2, Nomor 1, 2018
https://doi.org/10.25299/uirlrev.2018.2.01.1437.
Laurensius Arliman S, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Tereksploitasi
Secara
Ekonomi Di Kota Padang, Jurnal Arena Hukum, Volume 9, Nomor 1, 2016,
https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2016.00901.5
Laurensius Arliman S dan Hariyadi, Peran Orangtua Dalam Mengawasi Anak
Dalam
Mengakses Media Internet Untuk Mewujudkan Perlindungan Hak Anak,
Soumatera Law
Review, Volume 1, Nomor 2, 2018, http://doi.org/10.22216/soumlaw.v1i2.3716.
Laurensius Arliman S, Peran Investasi dalam Kebijakan Pembangunan Ekonomi
Bidang Pariwisata di Provinsi Sumatera Barat, Kanun Jurnal Ilmu Hukum,
Volume 20, Nomor
2, 2018, https://doi.org/10.24815/kanun.v20i2.10081.

Anda mungkin juga menyukai