Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. ANTIPIRETIK

 PEGERTIAN
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat
mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Oba
golongan ini bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen
endogen). Contoh Obat Antipiretik : Parasetamol, panadol, paracetol, paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig,  acetaminophen, asetosal atau
asam salisilat, salisilamida. 

 Macam-macam obat Antipiretik:


1. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini
digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan
demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan
parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini
derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang
mengidap Sindrom Reye.
2. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika
digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM
(intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang
disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa
sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang
persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.
Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf
pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak
sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis
secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.

3. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat ini
amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon
diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel
darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu
disertai resep dokter.

4. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan derivat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan
salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama
karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi
manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering
dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa
perlu meningkatkan dosisnya.
Indikasi: Nyeri ringan sampai sedang termasuk dysmenorrhea, sakit kepala;
pereda nyeri pada osteoarthritis dan lesi jaringan lunak; demam termasuk demam
setelah imunisasi; serangan migren akut, tension headache
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap
paracetamol
Perhatian : Gangguan hati; gangguan ginjal; ketergantungan alkohol

II.2 ANALGESIK

 PEGERTIAN
Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita
sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah
satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau
pereda nyeri.
Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. merupakan obat untuk mengurangi
atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
orang yang menderita.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi
kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang
reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir
dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris
ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus
(optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa
sebagai nyeri.

 Penggolongan Analgesik
Analgesik dibagi menjadi dua, yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik.
1. Analgesik Narkotik
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur
dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema
bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal;
parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol, obat
sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna
memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum,
seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin atau prednisone).
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan
tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi
kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan
(habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Semua analgetik
narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan
efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan
mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi
pernafasan.
Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak
dipakai untuk nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di
Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar
yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika lainnya.
Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan
ganguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang samapi sekarang masih
digunakan di Indonesia :
 Morfin HCL,
 Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
 Fentanil HCL,
 Petinidin, dan
 Tramadol.
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memeng tergolong narkotika tetapi
menurut undang-undang tidak sebagai narkotik, karena kemungkinan
menimbulkan ketergantungan.

2. Analgesik Non – Narkotik


Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Obat- obat inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak
mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau
mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja
antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka
disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan
disertai keluarnya banyak keringat.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di
tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem,
serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG, dan histamine. PG dan
brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan membawa implus
nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brankinin
sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat
yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan
salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat
sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.
Salisilat merupakan protipe AINS yang sampai sekarang masih
digunakan. Termasuk salisilat adalah Na-salisilat, aspirin (asam asetil
salisilat), salisid, dan meril salisilat bersifat toksik jika tertelan oleh Karen
itu, hanya dipakai topical untuk menghangatkan kulit dan antigatal
( antpruritus). Golongan salisilat dapat mengiritasi lapisan mukosa
lambung. Organ yang peka pada efek ini akan mengalami mual setelah
minum aspirin. Dalam lambung . PG berperan serta dalam mekanisme
perlindungan mukosa dari asam lambung atau gantrin. PG berfungsi
meningkatkan daya tahan membrane mukosa lambung. Aspirin selain
berefek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, daalam dosis kecil juga
berfungsi sebagai antitrombosis (antiplatelet). Pada dosis kecil, aspirin
dapat menghambat agreasi trombosit (antikoagulan) mencegah
terbentuknya thrombus pada penderita infark jantung sehingga ddapat
mengurangi timbulnya stroke.

II.3 Terapi non-farmakologi

Untuk meringankan demam, sebaiknya banyak-banyak mengonsumsi air


mineral, istirahat cukup, dan makan yang teratur.

II. 4 EFEK SAMPING OBAT ANTIPIRETIK DAN ANALGETIK

1.      Gangguan Saluran Cerna


            Selain menimbulkan demam dan nyeri, ternyata prostaglandin berperan
melindungi saluran cerna. Senyawa ini dapat menghambat pengeluaran asam
lambung dan mengeluarkan cairan (mukus) sehingga mengakibatkan dinding
saluran cerna rentan terluka, karena sifat asam lambung yang bisa merusak.

2.       Gangguan Hati (hepar)


            Obat yang dapat menimbulkan gangguan hepar adalah parasetamol.
Untuk penderita gangguan hati disarankan mengganti dengan obat lain

3.       Gangguan Ginjal
             Hambatan pembentukan prostaglandin juga bisa berdampak pada ginjal.
Karena prostaglandin berperan homestasis di ginjal. Jika pembentukan
terganggu, terjadi gangguan homeostasis.

4.      Reaksi Alergi
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan raksi alergi. Reaksi dapat berupa
rinitis vasomotor, asma bronkial hingga mengakibatkan syok.
BAB III
PENUTUP

III. I Kesimpulan

Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi
semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan
efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai
dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan sulit
diberikan.

III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy


Pharmacology). Jakarta : Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I.
Katzung. G. Bertram 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik EdisiVIII Bagian ke II.
Jakarta : Salemba Medika.
Schmitz, Gery, dkk. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai