Saifuddin A.Jalil dkk (2017) melakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan pada kekuatan dan ketangguhan las SMAW dengan elektroda E7018. Penelitian ini menggunakan bahan baja ASSAB 705, baja ini termasuk baja karbon rendah. Bahan di beri perlakuan pengelasan dengan variasi arus100 Ampere, 125 Ampere, dan 150 Ampere dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik dengan elektroda di hubungkan dengan kutub positif dan logam induk di hubungkan dengan kutub negatif, posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan mendatar atau bawah tangan, jenis kampuh yang di gunakan adalah kampuh V dengan sudut 70°. Spesimen di lakukan pengujian Impak metote Charpy. Hasil pengujian impak pada kelompok specimen base metal dan specimen variasi arus menunjukkan bahwa nilai kekuatan impak yang paling tinggi terdapat pada base metal yaitu sebesar 146 joule dan 1,825 joule/mm2, dibanding dengan kelompok variasi arus 100 Ampere, 125 Ampere dan 150 Ampere. Jenis-jenis perpatahan yang terjadi adalah pada base metal dan kelompok spesimen arus 100 Ampere adalah patah getas, dan kelompok spesimen 125 Ampere dan kelompok spesimen 150 Ampere adalah patah ulet. Muhammad Jordi dkk (2017) melakukan penelitian untuk mengetahui hasil pengujian kekuatan tarik baja ST 36 pengelasan SMAW dengan perbedaan media pendingin pada proses quenching menghasilkan kekuatan tarik berbeda jika dibandingkan dengan raw material. Kekuatan tarik rata-rata tertinggi dihasilkan oleh spesimen dengan media pendingin air yaitu sebesar 503,61 Mpa. Sedangkan hasil kekuatan tarik rata-rata terendah berturut-turut dimiliki oleh spesimen dengan media pendingin air garam 472,75 Mpa dan oli 408,09 Mpa. Hasil kekuatan tarik raw material sendiri adalah 341,79 Mpa. Untuk regangan rata-rata pada spesimen dengan media air adalah 20,42 %, air garam 20,30% dan oli adalah 22%. Sedangkan regangan untuk raw material adalah 25,7%. Dan untuk modulus elastisitas rata-rata tertinggi berturut-turut adalah spesimen dengan media air 2,40 GPa, air garam 2,33 GPa, oli 1,86 GPa dan raw material 1,3 GPa. Ini berarti spesimen media pendingin air dan air garam bersifat getas dan spesimen media pendingin oli masih mempunyai keuletan. Ini dikarenakan presentase struktur mikro martensit pada spesimen media pendingin air dan air garam jauh lebih tinggi di banding spesimen media pendingin oli. Proses pendinginan dilakukan terhadap hasil pengelasan baja ST 37, menggunakan media pendingin air kelapa, air garam serta oli bekas. Proses ini berguna untuk memperbaiki kekuatan tarik dari hasil pengelasan ST 37 tanpa mengubah komposisi kimia secara menyeluruh. Proses ini mencakup pengelasan dan di ikuti oleh pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan, dari proses pendinginan tersebut didapatkan nilai kekuatan tarik yang berbeda-beda antara media pendingin yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh variasi air pendingin terhadap kekuatan tarik benda. Dari hasil penelitian di ketahui bahwa semua benda hasil pengelasan yang sudah didinginkan di uji nilai kekuatan tariknya, masing- masing media pendingin mempunyai nilai kekuaran tarik berbeda. Dari 3 media pendingin yang digunakan dapat terlihat, bahwa media pendingin yang bagus adalah media pendingin oli bekas, ini terlihat dari rata-rata kekuatan tarik nya yaitu 53,415 kg/mm2. Sedangkan untuk media pendingin yang menghasilkan kekuatan tarik terandah adalah media pendingin air kelapa dengan rata-rata pengujian tariknya adalah 49,764 kg/mm2 (Yassyir Maulana, 2016).
2.2 Dasar Teori
Berdasarkan defenisi dari Deutsche Industrie Normen (DIN) mendefinisikan bahwa pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair, dengan kata lain pengelasan adalah penyambungan setempat dari dua logam dengan menggunakan energi panas. Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari proses manufaktur. Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekan dan dengan atautanpa logam tambahan dan menghasilkan sammbungan yang kontinu. Arus pengelasan adalah besarnya aliran atau arus listrik yang keluar dari mesin las. Besar kecilnya arus pengelasan dapat diatur dengan alat yang ada pada mesin las. Arus las harus disesuaikan dengan jenis bahan dan diameter elektroda yang di gunakan dalam pengelasan. Penggunaan arus yang terlalu kecil akan mengakibatkan penembusan atau penetrasi las yang rendah, sedangkan arus yang terlalu besar akan mengakibatkan terbentuknya manik las yang terlalu lebar dan deformasi dalam pengelasan. Pengelasan dengan metode SMAW merupakan proses las busur manual dimana panas pengelasan dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda terumpan berpelindung flux dengan benda kerja. Keuntungan dari las SMAW adalah jenis las yang paling sederhana dan paling serba guna, karena mudah dalam mengangkut peralatan dan perlengkapannya. Hal tersebut membuat proses pengelasan SMAW mempunyai aplikasi refinery piping hingga pipeline, dan bahkan pengelasan untuk dibawah laut, guna untuk memperbaiki lokasi yang bisa terjangkau oleh sebatang elektroda. Sambungan-sambungan pada daerah dimana pandangan mata terbatas masih bisa dilas dengan cara membengkokkan elektroda. Kelemahan dari las SMAW adalah proses pengelasan ini mempunyai karakteristik dimana laju pengisiannya lebih rendah dibandingkan proses pengelasan GTAW. Panjang elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan setelah sebatang elektroda habis, puntug elektroda terbuang dan waktu juga terbuang untuk mengganti-ganti elektroda yang baru. Terak (slag) yang terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las yang sebelumnya (Yassyir Maulana, 2016).