Dosen Pembimbing:
Ni Ketut Alit Armini, S.Kp.,M.Kes
Disusun Oleh:
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya singga penulis dapat menyusun
makalah ini ddengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Persalinan Premature dan Postdate”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharap pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun. Harapan penulis semoga berbagai saran
dan kritik yang disampaikan bersifat membangun sehingga dapat menjadi bekal
penulis untuk menyempurnakan penulisan selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Etiologi
Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi
(30%), ketuban pecah dini saat preterm (20- 25%), dan persalinan preterm
spontan (20-25%) (Norwitz & Schorge, 2008). Secara teoritis faktor risiko
prematur dibagi menjadi 4 faktor, yaitu faktor iatrogenik, faktor maternal,
faktor janin, dan faktor perilaku. Faktor iatrogenik merupakan faktor dari
kesehatan medis. Faktor maternal meliputi riwayat prematur sebelumnya,
umur ibu, paritas ibu, plasenta previa, kelainan serviks (serviks
inkompetensi), hidramnion, infeksi intra-amnion, hipertensi dan trauma.
Faktor janin meliputi kehamilan kembar (gemelli), janin mati (IUFD), dan
cacat bawaan (kelainan kongenital). Faktor perilaku meliputi ibu yang
merokok dan minum alcohol (Ariana dkk, 2011).
Menurut WHO (2012) dalam Berliana (2016) Penyebab kelahiran
prematur pada berbagai negara berbeda-beda. Kenaikan jumlah kelahiran
prematur di negara-negara berpenghasilan tinggi disebabkan oleh jumlah
wanita yang memiliki bayi pada umur yang lebih tua dan peningkatan
penggunaan obat kesuburan yang menyebabkan terjadinya kehamilan
kembar.Peningkatan kelahiran prematur di beberapa negara maju
disebabkan oleh induksi medis yang tidak perlu dan persalinan sesar
sebelum waktunya.Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan rendah
penyebab utama kelahiran prematur meliputi infeksi, malaria, HIV, dan
tingkat kehamilan remaja yang tinggi.Baik di negara kaya maupun miskin,
banyak kelahiran prematur yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut kejadiannya, persalinan premature digolongkan menjadi:
1. Idiopatik/ spontan
Kurang lebih 50% penyebab persalinan premature tidak diketahui, oleh
karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan
premature spontan. Termasuk kedalam golongan ini antara lain
persalinan premature akibat kehamilan kembar, poli hidramnion atau
persalinan premature yang disadari oleh faktor psikososial dan gaya
hidup. Persalinan premature sponan didahului oleh ketuban pecah dini
yang berkisar 13.5% yang sebagian besar disebbakan karena factor
infeksi infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik/elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika
kedokteran menepatkan janin sebagai individu yang mempunyai ha
katas kehidupannya (fetus as a patient), seingga apabila kelanjutan
kehamilan diduga dapat membahayakan janin, jani akan dipindahkan
ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari Rahim ibunya
sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut juga disebut
Elective preterm.
Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan premature elektif
seperti preeklamsi berat dan eklamsi, perdarahan antepartum (plasenta
previa dan solusio plasenta), korioamnionitis, penyakit jantung yang
berat atau enyakit paru/ ginjal yang berat. Selain keadaan ibu, keadaan
janin juga dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan adalah
gawat janin (hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin), infeksi
intrauterine, pertumbuhan janin terhambat (IUGR) serta isoimunisasi
rhesus.
2.1.4 Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme
yang bertanggungjawab untuk mempertahankan kondisi tenang
(quiescence) uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang
menyebabkan menjadi singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara
dini. Empat jalur persalinan prematur yaitu, stress, infeksi, regangan
(distensi uterus), dan perdarahan (Norwitz, 2008).
1. Aktivitas aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin atau
ibu stress
Stres yang didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis atau
fisik, yang mengancam atau yang dianggap mengancam
homeostatis pasien, akan mengakibatkan aktivasi prematur aksis
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress
semakin diakui sebagi faktor risiko penting untuk persaliana
prematur. Beberapa penelitian telah menemukan 50% hingga 100%
kanaikan angka persalinan prematur berhubungan dengan stres
pada ibu, dan biasanya merupakan gabungan dari proses perilaku
(seperti depresi) telah dikaitkan dengan persalinan prematur terkait
stress.
Proses yang paling penting, yang menghubungkan stress dan
kelahiran prematur ialah neuroendokrin, yang menyebabkan
aktivasi prematur aksisi HPA. Proses ini dimediasi oleh
corticotrophinreleasing hormone (CRH) plasenta. Penelitian in
vitro pada sel plasenta manusia menunjukkan CRH dilepaskan dari
kultur sel semua efektor biologi utama stre, termasuk kortisol,
katekolamin, oksitosin, angiotensin II, dan interleukin-1 (IL-1).
Dalam penelitian in vivo juga ditemukan hubungan yang signifikan
antara stress psikososial ibu dan kadar CRH, ACTH, dan kortisol
plasma ibu. Hobel dkk, melakukan penelitian kadar CRH serial
selama kehamilan dan menemukan bahwa dibandingka dengan
wanita yang melahirkan cukup bulan, wanita yang melahirkan
prematur memilki kadar CRH yang meningkat secara signifikan.
selain itu, mereka menemukan bahwa tingkat stress psikososial ibu
pada pertengahan kehamilan secara signifikan dapat memprediksi
besarnya peningkatan CRH ibu diantara pertengahan kehamilan
dan setelahnya.
Hubungan antara stres psikologis ibu dan prematuritas dimediasi
oleh peningkatan prematur dari ekspresi CRH plasenta. Pada
persalinan cukup bulan, aktivasi CRH plasenta sebagian besar
didorong oleh aksis HPA janin dalam suatu feedback psitif pada
pematangan janin. Pada persalinan prematur, aksis HPA ibu dapat
mendorong ekspresi CRH plasenta. Stress pada ibu tanpa adanya
penyebab persalinan prematur lainnya, seperti infeksi akan
menyebabkan peningkatan efektor biologi dari stress termasuk
kortisol dan epinefrin yang dapat menstimulasi janin untuk
mensekresi kortisol dan dehydroepian drosterone synthase (DHEA-
S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi plasenta
untuk mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat
persalinan premature.(Behrman, 2007; Gravett, 2010).
2. Infeksi dan Inflamasi
Infeksi menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam
persalinan prematur. Diawali oleh aktivasi fosfolipase A2 yang
dihasilkan oleh banyak mikroorganisme. Fosfolipase A2 akan
memecahkan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga
asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin.
Selain itu, endotoksin (lipoposakarida) bakteri dalam cairan
amnion akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin
dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.
Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-
6), dan tumor necrosis factor (TNF) adalah produk sekretorik yang
dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, platelet
activating factor (PAF) yang ditemukan dalam cairan amnion
terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF
diduga dihasilkan oleh paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin
tampaknya memainkan peran yang sinergik untuk inisiasi kelahiran
prematur yang disebabkan oleh infeksi bacterial. Secara teologis,
hal ini kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin
melepaskan dirinya dan lingkungan yang terinfeksi (Cunningham,
2005).
Endotoksin mikroba dan proinflammantori sitokin akan
merangsang produksi prostaglandin, mediator inflammantory
lainnya, serta matrix-degrading enzymes. Prostaglandin akan
merangsang kontraksi uterus, dan berperan dalam mengatur
metabolism matriks ekstraselular pada membrane amnion akan
menyebabkan ketuban pecah dini yang kemudian menyebabkan
persalinan prematur (Wagner, 2009). Mikroba akan merangsang
produksi progesterone melalui pemecahan asam arakidonat, dan
bersama sitokin akan meningkatkan ekpresi PGHS-2
(prostaglandin H synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-
OH prostaglandin dehydrogenase). Meningkatnya PGHS-2 akan
menstimulasi sintesis prostaglandin. Sedangkan downregulation
PGDH akan meningkatkan ratio prostaglandin (PG) terhadap
prostaglandin metabolite (PGM), yang akan meningkatkan aktivasi
uterus, pematangan serviks, dan rupturnya memmbran amnion
(Koniyo, 2013).
Sumber infeksi yang telah dikaitkan dengan persalinan prematur
meliputi infeksi intrauterine, infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik ibu, bakteriuria asimptomatik, dan periodontitis ibu
(Behrman, 2007). Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada
rongga amnion adalah genital Mycoplasma spp, dan ureaplasma
urealyticum. Beberapa mikroorganisme yang umum pada saluran
genitalia bawah, seperti streptococcus agalactiae, jarang tampak
pada rongga amnion sebelum selaput amnion pecah. Rongga
amnion biasanya steril dari bakteri, dan adanya bakteri yang
jumlahnya cukup signifikan pada membrane amnion diduga
melalui mekanisme sebagai berikut (Choi, 2012):
a. Secara ascending dari vagina dan serviks
b. Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
c. Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasive
d. Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.
Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling
umum ialah penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks.
(Choi, 2012).
2.1.6 Penatalaksanaan
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan premature yaitu penundaan
persalinan dengan menhentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan
terus dan siap penanganan selanjutnya.
1. Tirah baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan premature
(Cunningham, 2013).
2. Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan
kontraksi premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas.
Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi
(tenang/ mengurangi ketegangan)
3. Pemberian tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan persalinan
premature adalah: nifedipine, COX (cyclo-oxygenase-2-inhibitors,
magnesium sulfat, atosiban, beta2-sympathometics, progesterone.
4. Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan
intra ventricular yang akhirnya menurunkan kematian neonatur.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehailan kurang dari 3
minggu. Obat yang diberikan adalah dexametason atau betametason.
Pemerian steroid ini tidak diulang karena risiko terjadi pertumbuha
janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah
betametason 2x12 mg/IM dengan jarak pemberian 24 jam. Sedangkan
dexametason 4x6 mg/IM dengan jarak pemberian 12 jam
(Prawirohardjo, 2010).
5. Pemberian antibiotik
Antibiotik hanya diberikan bilaman kehamlan mengandung risiko
terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritomisin 3x500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakn antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemerian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
2.1.7 WOC Persalinan Prematur
Kehamilan
Degradasi kolagen
Selaput Ketuban
Ketuban pecah
Persalinan aterm
2.2.2 Etiologi
Menurut Maryunani dan Puspita (2013), seperti halnya teori bagaimana
terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate
belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehinggabeberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postdate adalah karenamasih berlangsungnya
pengaruh progesteron.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postdate
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin darineurohipofisis ibu hamil yang kurang pada
usia kehamilan lanjut diduga sebagaisalah satu faktor penyebab
kehamilan postdate.
3. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainyapersalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anencephalus,
hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis padajanin
akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehinggakehamilan dapat berlangsung lewat waktu.
4. Syaraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari Pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postdate.
5. Herediter
Seorang ibu yang mengalami kehamilan postdate mempunyai
kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada kehamilan
berikutnya. Morgen (1998) seperti dikutip Cunningham, menyatakan
bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postdate saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postdate
2.2.3 Patofisiologi
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis
plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai
terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik
untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi:
30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum. Makin menurun
sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur,
sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi
persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah airketuban
berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung
janin
2. Jika skor lebih atau sama dengan 6, maka induksi cukup dilakukan
4. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai
1998)
menguatkan rekomendasinya.
c. Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran
mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan
mengisap yang lemah, tidak ada anus dan ketidaknormalan kongenital
lain. Pengkajian sistem gastrointestinal pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran
abdomen, kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen,
terlihat gerakan peristaltik dan kondisi umbilikus.
2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan
dengan pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan
lambung.
3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang
pengisap dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).
4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.
5) Palpasi batas hati.
6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya
darahsesuai dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan
feses.
7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah
mendapatkanmakanan
d. Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah,
kekuningkuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, kulit
tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh atau
pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, rambut jarang
atau bahkan tidak ada sama sekali, terdapat petekie atau ekimosis.
Pengkajian sistem integumen pada bayi dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit
2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau
bernoda.
3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit
4) Mengukur suhu kulit dan aksila
e. Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang
rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian
muskuloskeletal pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan,
menghentak
2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.
3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran
f. Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak
resisten dan gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan,
mengisap dan batuk masih lemah atau tidak efektif, mata biasanya
tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26
minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar,
kejang dan mata berputar-putar yang bersifat sementara tapi bisa
mengindikasikan adanya kelainan neurologis. Pengkajian neurologis
pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting,
babinski, plantar, dan refleks lainnya.
2) Menentukan respon pupil bayi
g. Pernafasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit
dan diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring
nasal melebar (nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi
(interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik saat
bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak
2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan
otot-otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau
subternal, retraksi interkostal atau subklavikular.
3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.
4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi,
ronki basah, pernapasan mendengkur dan keimbangan suara
pernapasan.
5) Mendiskripsikan suara tangis bayi apakah keras atau merintih.
6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode,
tipeventilator, dan ukuran tabung yang digunakan.
7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan
oksimetrinadi dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida
melalui oksigen transkutan (tcPO2) dan karbondioksida transkutan
(tcPCO2)
h. Perkemihan
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara
mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium
yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah
kelahirandan belum mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine
i. Reproduksi
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara
mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium
yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah
kelahirandan belum mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine
j. Temuan Sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
1. Pada Ibu
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik,
biologis,kimia, psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
hipersensitivitasotot/seluler, tirah baring, kelemahan
c. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis
situasional,ancaman yng dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
d. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhantindakan
danprognosis berhubungan dengan kurangnya keinginanuntuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi
2. Pada Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-
ototpernafasan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Ketidakefektifan termoregulasi b.d system termoregulasi imatur
d. Resiko Infeksi b.d Penurunan daya tahan tubuh
Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan a. Lakukan cuci tangan pada
Penurunan daya keperawatan selama … jam orang tua, staf, dan tenaga
tahan tubuh bayi tidak menunjukan kesehatan lain, gunakan
tanda tanda infeksi, dengan antiseptic dalam membantu
kriteria hasil: prosedur invansif.
- Mempertahankan serum Rasional: Mencuci tangan
negatif adalah praktek yang paling
- CSS, urin dan kultur penting untuk mencegah
nasofarengeal dengan kontaminasi silang
hitung darah lengkap b. Kaji bayi terhadap tanda
trombosit, kadar PH. infeksi (ketidakstabilan suhu,
hipotermia atau hipotermi).
Rasional: Bermanfaat dalam
mendiagnosa infeksi.
c. Lakukan perawatan tali pusat
sesuai protokol.
Rasional: Penggunaan
alcohol, tripel day dan
berbagai antimikroba yang
membantu mencegah
kolonisasi.
d. Observasi terhadap tanda syok
atau koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) seperti
bradikardi, penurunan TD,
ketidakstabilan suhu, malas
minum, edema dan eritema
pada dinding abdomen.
Rasional: KID dapat terjadi
dengan septic gram negatif.
e. Berikan ASI untuk pemberian
makan bila tersedia.
Rasional: ASI mengandung
IgA, makrofak, limfosit dan
netrofil yang memberikan
beberapa perlindungan dari
infeksi.
f. Berikan antibiotik intravena
sesuai dengan laporan
sensitivitas.
Rasional: Antibiotik spectrum
luas meliputi ampisilin dan
aminoglikosida biasanya
diindikasikan, menunggu hasil
test kultur dan sensitivitas.
Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode
pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan
keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara,
observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisaanya dapat
menggunakan sistem SOAP.
3.2.4. Implementasi
3.2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien atau pasien
dengan perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Persalinan prematur adalah pengehentian kehamilan sebelum waktunya,
yaitu pada usia kehamilan anatar 20-37 minggu yang dapat mengakibatkan bayi
lahir premature dengan berat lahir antara 500 gram sampai kurang dari 2500
gram. Persalinan post date adalah salah satu penyebab dari angka kematian bayi
di Indonesia paa usia 0 – 6 tahun sebesar 2,8%. WHO membagi persalinan
prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu extremely
preterm (< 28 minggu), veru preterm (< 32 minggu), moderate to late preterm
(32 & 37 minggu). Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi
(30%), ketuban pecah dini saat preterm (20- 25%), dan persalinan preterm
spontan (20-25%). Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate belum
jelas. Beberapa teori yang diajukan untuk penyebab persalinan postdate diantara
adalah pengaruh progesterone, teori oksitosin, teori kortisol/ACTH janin, syaraf
uterus, herediter
4.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan untuk
pembaca, ibu hamil agar lebih memahami hal – hal yang terkait dengan persalinan
prematur dan post date sehingga dapat memberikan pelaksanaan yang tepat terkait
masalah tersebut dan diharapkan pula dapat mengurangi angka kematian ibu dan
bayinya. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat masih ada
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ariana, Dhina Novi dkk. (2011). Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur
(Studi Di Bidan Praktek Mandiri Wilayah Kerja Puskesmas Geyer dan
Puskesmas Toroh Tahun 2011). Jurnal Unimus.
Behrman RE, Butter AS. (2007). Peterm Birth Causes, Consequences, and
Prevention. Washington: The National Academies Press.
Florensia S. L, Erna S, Rudy L. 2017. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan
Kejadian Persalinan Prematur di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic (eCl). Volume 5 Nomor 1.
Gravett MG., et al. (2010). Global Report an Peterm Birth and Stillbirth
discovery science. BioMed Central Pregnancy and Childbirth.
Norwitz ER, Schorge JO. (2008). At Glance Obstetri dan Ginekologi. 2nd.
Jakarta: Erlangga
Wagner WE. (2009). Amniotic Fluid Infection May Be Linked to Risk for
Prematur Birth. Rosebud