Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Persalinan


Premature Dan Postdate”
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II

Dosen Pembimbing:
Ni Ketut Alit Armini, S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh:

Galuh Meta Prameswari (132011123045)

Nur Isnaini Wulan R (132011123046)

Intan Adityas (132011123047)

Isna Kurniati Rizqi (132011123048)

Ananta Baru Wijaya (132011123049)

Moh Rafli Idhamul A (132011123050)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya singga penulis dapat menyusun
makalah ini ddengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Persalinan Premature dan Postdate”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharap pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun. Harapan penulis semoga berbagai saran
dan kritik yang disampaikan bersifat membangun sehingga dapat menjadi bekal
penulis untuk menyempurnakan penulisan selanjutnya.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya dan dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.

Surabaya, 17 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Persalinan Prematur


2.1.1. Definisi
2.1.2. Etiologi
2.1.3. Klasifikasi
2.1.4. Patofisiologi
2.1.5. Manifestasi Klinis
2.1.6. Penatalaksanaan
2.2. Konsep Persalinan Post Date
2.2.1. Definisi
2.2.2. Etiologi
2.2.3. Patofisiologi
2.2.4. Manifestasi Klinis
2.2.5. Pemeriksaan Penunjang
2.2.6. Penatalaksanaan

BAB III KONSEP ASKEP

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persalinan merupakan fungsi organ wanita dengan hasil konsepsi
dikeluarkan dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Dorland, 2010).
Normalnya persalinan terjadi ketika usia kehamilan telah mencapai 38 – 40
minggu. Akan tetapi apabila < 38 minggu atau > 40 minggu kemungkinan
dapat terjadi komplikasi dalam persalinan tersebut. Salah satu komplikasi
dalam persalinan adalah persalinan prematur dan post date.
Menurut Worid Health Organization (WHO) Persalinan Prematur
adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 – < 37 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari. Sedangkan
persalinan Post date merupakan kehamilan lebih dari 42 minggu dan
merupakansalah satu kehamilan yang beresiko tinggi, dimana dapat terjadi
komplikasi pada ibu dan janin (Prawiroharjdo, 2010). Masalah pada klien
dengan post date diantaranya adalah pertumbuhan janin lambat, resiko bayi
dapat meninggal karena kekurangan oksigen. Pada kehamilan post date
aktifitas otot uterusnya terdapat kekuatan yang kurang memadai sehingga
tidak mampu menimbulkan perubahan pada jalannya persalinan dan
akibatnya bisa menyebabkan persaalinan lama pada kala pertama. Persalinan
lama terjadi pada kala satu yaitu pada fase laten memanjang dan fase aktif
memanjang, dan kala dua memanjang (S. Prawirohardjo, 2010).
Persalinan post date adalah salah satu penyebab dari angka kematian
bayi di Indonesia pada usia 0 – 6 tahun sebesar 2,8% (Kemenkes RI, 2013).
Angka kejadian persalinan prematur menembus sekitar 6 – 10 %.
Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan prematur per 1000 persalinan di
seluruh dunia (9,6%), di Asia kelahiran prematur sebanyak 6.907 per 1000
kelahiran (9,1%), sedangkan di Asia tenggara terdapat 1.271 kelahiran
prematur per 1000 kelahiran (11,1%). Angka kejadian persalinan prematur di
Indonesia pada tahun 2010 menempati peringkat ke 5 tertinggi dengan angka
kelahiran prematur sekitar 675.500. Melihat banyaknya kasus yang tejadi dan
komplikasi serta masalah keperawatan yang muncul pada klien dan bayi
dengan kelahiran premature dan post date, maka perlu diberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif dan berkelanjutan agar tidak timbul
dampak yang tidak diinginkan.
Masalah keperawatan yang mungkin dialami bayi prematur
diantaranya adalah masalah pada sistem respirasi (defisiensi sulfaktan, alveoli
masih sedikit, aliran darah diparu belum sempurna), masalah pada
kardiovaskuler, Termogulasi (risiko hipotermi).
Berdasarkan uraian tersebut terkait masalah – masalah yang
ditimbulkan akibat persalinan prematur dan persalinan post date, peran
perawat dalam memberikan “Asuhan Keperawatan terhadap klien dengan
persalinan premature dan post date”. Sehingga membuat penulis tertsrik
untuk menggali lebih dalam untuk memnerikan informasi terkait asuhan
keperawatan terhadap klien dengan persalinan premature dan post date

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Persalinan
Prematur dan Post Date?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendemonstrasikan Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Persalinan Prematur dan Post Date secara
komprehensif.
1.3.2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Persalinan Prematur dan Post Date, diharapkan penulis dapat :
1. Menjelaskan konsep persalinan prematur
2. Menjelaskan konsep persalinan post date
3. Menjelaskan konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Persalinan Prematur dan Post Date
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan
dan referensi bagi para pembaca dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Persalinan Prematur dan Post Date.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Persalinan Prematur


2.1.1 Definisi
Persalinan prematur adalah pengehentian kehamilan sebelum
waktunya, yaitu pada usia kehamilan anatar 20-37 minggu yang dapat
mengakibatkan bayi lahir premature dengan berat lahir antara 500 gram
sampai kurang dari 2500 gram (Imron & Oktaviana, 2012). Organisasi
Kesehatan Dunia yang dikenal sebagai WHO (2013) membagi persalinan
prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu
b. veru preterm bila kurang dari 32 minggu
c. moderate to late preterm anatara 32 dan 37 minggu

2.1.2 Etiologi
Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi
(30%), ketuban pecah dini saat preterm (20- 25%), dan persalinan preterm
spontan (20-25%) (Norwitz & Schorge, 2008). Secara teoritis faktor risiko
prematur dibagi menjadi 4 faktor, yaitu faktor iatrogenik, faktor maternal,
faktor janin, dan faktor perilaku. Faktor iatrogenik merupakan faktor dari
kesehatan medis. Faktor maternal meliputi riwayat prematur sebelumnya,
umur ibu, paritas ibu, plasenta previa, kelainan serviks (serviks
inkompetensi), hidramnion, infeksi intra-amnion, hipertensi dan trauma.
Faktor janin meliputi kehamilan kembar (gemelli), janin mati (IUFD), dan
cacat bawaan (kelainan kongenital). Faktor perilaku meliputi ibu yang
merokok dan minum alcohol (Ariana dkk, 2011).
Menurut WHO (2012) dalam Berliana (2016) Penyebab kelahiran
prematur pada berbagai negara berbeda-beda. Kenaikan jumlah kelahiran
prematur di negara-negara berpenghasilan tinggi disebabkan oleh jumlah
wanita yang memiliki bayi pada umur yang lebih tua dan peningkatan
penggunaan obat kesuburan yang menyebabkan terjadinya kehamilan
kembar.Peningkatan kelahiran prematur di beberapa negara maju
disebabkan oleh induksi medis yang tidak perlu dan persalinan sesar
sebelum waktunya.Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan rendah
penyebab utama kelahiran prematur meliputi infeksi, malaria, HIV, dan
tingkat kehamilan remaja yang tinggi.Baik di negara kaya maupun miskin,
banyak kelahiran prematur yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan.

2.1.3 Klasifikasi
Menurut kejadiannya, persalinan premature digolongkan menjadi:
1. Idiopatik/ spontan
Kurang lebih 50% penyebab persalinan premature tidak diketahui, oleh
karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan
premature spontan. Termasuk kedalam golongan ini antara lain
persalinan premature akibat kehamilan kembar, poli hidramnion atau
persalinan premature yang disadari oleh faktor psikososial dan gaya
hidup. Persalinan premature sponan didahului oleh ketuban pecah dini
yang berkisar 13.5% yang sebagian besar disebbakan karena factor
infeksi infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik/elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika
kedokteran menepatkan janin sebagai individu yang mempunyai ha
katas kehidupannya (fetus as a patient), seingga apabila kelanjutan
kehamilan diduga dapat membahayakan janin, jani akan dipindahkan
ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari Rahim ibunya
sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut juga disebut
Elective preterm.
Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan premature elektif
seperti preeklamsi berat dan eklamsi, perdarahan antepartum (plasenta
previa dan solusio plasenta), korioamnionitis, penyakit jantung yang
berat atau enyakit paru/ ginjal yang berat. Selain keadaan ibu, keadaan
janin juga dapat menyebabkan persalinan prematur dilakukan adalah
gawat janin (hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin), infeksi
intrauterine, pertumbuhan janin terhambat (IUGR) serta isoimunisasi
rhesus.

Menurut usia kehamilannya persalinan prematur daoat


diklasifikasikan sebagai berikut:

1. usia kehamilan 32-36 minggu disebut persalinan prematur


(preterm)
2. usia kehamilan 28-31 inggu disebut persalinan sanat prematur
(very preterm)
3. usia kehamilan 20-27 minggu disebut persalinan ekstrim
prematur (extremely preterm)

2.1.4 Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme
yang bertanggungjawab untuk mempertahankan kondisi tenang
(quiescence) uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang
menyebabkan menjadi singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara
dini. Empat jalur persalinan prematur yaitu, stress, infeksi, regangan
(distensi uterus), dan perdarahan (Norwitz, 2008).
1. Aktivitas aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin atau
ibu stress
Stres yang didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis atau
fisik, yang mengancam atau yang dianggap mengancam
homeostatis pasien, akan mengakibatkan aktivasi prematur aksis
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress
semakin diakui sebagi faktor risiko penting untuk persaliana
prematur. Beberapa penelitian telah menemukan 50% hingga 100%
kanaikan angka persalinan prematur berhubungan dengan stres
pada ibu, dan biasanya merupakan gabungan dari proses perilaku
(seperti depresi) telah dikaitkan dengan persalinan prematur terkait
stress.
Proses yang paling penting, yang menghubungkan stress dan
kelahiran prematur ialah neuroendokrin, yang menyebabkan
aktivasi prematur aksisi HPA. Proses ini dimediasi oleh
corticotrophinreleasing hormone (CRH) plasenta. Penelitian in
vitro pada sel plasenta manusia menunjukkan CRH dilepaskan dari
kultur sel semua efektor biologi utama stre, termasuk kortisol,
katekolamin, oksitosin, angiotensin II, dan interleukin-1 (IL-1).
Dalam penelitian in vivo juga ditemukan hubungan yang signifikan
antara stress psikososial ibu dan kadar CRH, ACTH, dan kortisol
plasma ibu. Hobel dkk, melakukan penelitian kadar CRH serial
selama kehamilan dan menemukan bahwa dibandingka dengan
wanita yang melahirkan cukup bulan, wanita yang melahirkan
prematur memilki kadar CRH yang meningkat secara signifikan.
selain itu, mereka menemukan bahwa tingkat stress psikososial ibu
pada pertengahan kehamilan secara signifikan dapat memprediksi
besarnya peningkatan CRH ibu diantara pertengahan kehamilan
dan setelahnya.
Hubungan antara stres psikologis ibu dan prematuritas dimediasi
oleh peningkatan prematur dari ekspresi CRH plasenta. Pada
persalinan cukup bulan, aktivasi CRH plasenta sebagian besar
didorong oleh aksis HPA janin dalam suatu feedback psitif pada
pematangan janin. Pada persalinan prematur, aksis HPA ibu dapat
mendorong ekspresi CRH plasenta. Stress pada ibu tanpa adanya
penyebab persalinan prematur lainnya, seperti infeksi akan
menyebabkan peningkatan efektor biologi dari stress termasuk
kortisol dan epinefrin yang dapat menstimulasi janin untuk
mensekresi kortisol dan dehydroepian drosterone synthase (DHEA-
S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi plasenta
untuk mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat
persalinan premature.(Behrman, 2007; Gravett, 2010).
2. Infeksi dan Inflamasi
Infeksi menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam
persalinan prematur. Diawali oleh aktivasi fosfolipase A2 yang
dihasilkan oleh banyak mikroorganisme. Fosfolipase A2 akan
memecahkan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga
asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin.
Selain itu, endotoksin (lipoposakarida) bakteri dalam cairan
amnion akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin
dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.
Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-
6), dan tumor necrosis factor (TNF) adalah produk sekretorik yang
dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, platelet
activating factor (PAF) yang ditemukan dalam cairan amnion
terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF
diduga dihasilkan oleh paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin
tampaknya memainkan peran yang sinergik untuk inisiasi kelahiran
prematur yang disebabkan oleh infeksi bacterial. Secara teologis,
hal ini kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin
melepaskan dirinya dan lingkungan yang terinfeksi (Cunningham,
2005).
Endotoksin mikroba dan proinflammantori sitokin akan
merangsang produksi prostaglandin, mediator inflammantory
lainnya, serta matrix-degrading enzymes. Prostaglandin akan
merangsang kontraksi uterus, dan berperan dalam mengatur
metabolism matriks ekstraselular pada membrane amnion akan
menyebabkan ketuban pecah dini yang kemudian menyebabkan
persalinan prematur (Wagner, 2009). Mikroba akan merangsang
produksi progesterone melalui pemecahan asam arakidonat, dan
bersama sitokin akan meningkatkan ekpresi PGHS-2
(prostaglandin H synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-
OH prostaglandin dehydrogenase). Meningkatnya PGHS-2 akan
menstimulasi sintesis prostaglandin. Sedangkan downregulation
PGDH akan meningkatkan ratio prostaglandin (PG) terhadap
prostaglandin metabolite (PGM), yang akan meningkatkan aktivasi
uterus, pematangan serviks, dan rupturnya memmbran amnion
(Koniyo, 2013).
Sumber infeksi yang telah dikaitkan dengan persalinan prematur
meliputi infeksi intrauterine, infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik ibu, bakteriuria asimptomatik, dan periodontitis ibu
(Behrman, 2007). Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada
rongga amnion adalah genital Mycoplasma spp, dan ureaplasma
urealyticum. Beberapa mikroorganisme yang umum pada saluran
genitalia bawah, seperti streptococcus agalactiae, jarang tampak
pada rongga amnion sebelum selaput amnion pecah. Rongga
amnion biasanya steril dari bakteri, dan adanya bakteri yang
jumlahnya cukup signifikan pada membrane amnion diduga
melalui mekanisme sebagai berikut (Choi, 2012):
a. Secara ascending dari vagina dan serviks
b. Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
c. Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasive
d. Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.

Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling
umum ialah penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks.
(Choi, 2012).

3. Regangan/Distensi uterus yang berlebihan (Uterine overdistension)


Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam
memulai persalinan prematur yang berhubungan dngan kehamilan
multiple, polihidramnion, dan makrosomia. Mekanisme dari
distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan
prematur masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim
akan menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexin-
43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang
berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin. Pada
penelitian in vitro, regangan miometrium juga meningkatkan
prostaglandin H synthase 2 (PGHS-2) dan prostaglandin E (PGE).
Regangan otot pada segmen menunjukkan peningkatan produksi
IL-8 dan kolagen, yang pada gilirannya akan memfasilitasi
pematangan serviks (Gravett, 2010).

4. Perdarahan desidua (Decidual hemorrhage/thrombosis)


Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan prematur. Lesi
vascular dari plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan
prematur dan ketuban pecah dini. Lesi plasenta dilaporkan 34%
dari wanita dengan persalinan prematur, 35% dari wanita dengan
ketuban pecah dini, dan 12% kelahiran cukup bulan tanpa
komplikasi. Lesi ini dapat dikarakteristikan sebagai kegagalan dari
transformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan thrombosis
arteri ibu dan janin. Diperkirakan mekanisme yang
menghubungkan lesi vascular dengan persalinan prematur ialah
iskemi uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya belum jelas,
namun thrombin diperkirakan memainkan peran utama. (Behrman,
2007) terlepas dari peran penting dalam koagulasi, thrombin
merupakan protease multifungsi yang memunculkan aktivitas
kontraksi dari vascular, intestinal, dan otot halus miometrium,
secara in vitro. Observasi in vitro mengenai thrombin dan kontraksi
miometrium secara signifikan menurun dengan pemberian heparin
yang diketahui merupakan inhibitor thrombin. Penelitian in vitro
dan in vivo memberikan penjelasan kemungkinan mekanik
mengenai peningkatan aktivitas uterus secara klinis yang diamati
pada abrupsi plasenta serta persalinan prematur yang mengikuti
perdarahan pada trimester pertama dan kedua (Cunniingham,
2005).

2.1.5 Maninfestasi Klinis


1. Nyeri punggung bagian bawah
2. Kontraksi setiap 10 menit
3. Kram diperut bagian bawah
4. Keluar cairan dan lender dari vagina yang semakin banyak
5. Perdarahan vagina
6. Tekanan dibagian panggul dan vagina
7. Mual, muntah, hingga diare

2.1.6 Penatalaksanaan
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan premature yaitu penundaan
persalinan dengan menhentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan
terus dan siap penanganan selanjutnya.
1. Tirah baring
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan premature
(Cunningham, 2013).
2. Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan
kontraksi premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas.
Preparat morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi
(tenang/ mengurangi ketegangan)
3. Pemberian tokolitik
Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan persalinan
premature adalah: nifedipine, COX (cyclo-oxygenase-2-inhibitors,
magnesium sulfat, atosiban, beta2-sympathometics, progesterone.
4. Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan
intra ventricular yang akhirnya menurunkan kematian neonatur.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehailan kurang dari 3
minggu. Obat yang diberikan adalah dexametason atau betametason.
Pemerian steroid ini tidak diulang karena risiko terjadi pertumbuha
janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah
betametason 2x12 mg/IM dengan jarak pemberian 24 jam. Sedangkan
dexametason 4x6 mg/IM dengan jarak pemberian 12 jam
(Prawirohardjo, 2010).

5. Pemberian antibiotik
Antibiotik hanya diberikan bilaman kehamlan mengandung risiko
terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritomisin 3x500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakn antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemerian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
2.1.7 WOC Persalinan Prematur

Kehamilan

Faktor Maternal Faktor Janin Faktor Lingkungan

 Usia Overdistensi  Gaya hidup


 Riwayat kehamilan  Trauma
 Hamil kembar
premature sebelumnya  Kesenjangan ras dan
 Polihidroamnion
 Infeksi etnis
 Jarak kehamilan  pekerjaan
 Inkompetensi servik

 Prostaglanding E2 ↑& F2α↑


 Matrik metalloproteinase ↑
 Neutrophil dan makrofag

Myometrium Cervik Selaput Ketuban

Degradasi kolagen
Selaput Ketuban

Ketuban pecah

Persalinan aterm

Persalinan Prematur Mengancam Persalinan Prematur


2.2 Konsep Persalinan Post Date
2.2.1 Definisi
Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berakhir antara
40 dan 42 minggu, juga dapat berkisaran 294 hari atau lebih dimana ketika
usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil dan
fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk
menyediakan makanan semakinberkurang dan janin akan menggunakan
persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber energy.
Sehingga laju pertumbuhan janin menjadilambat. Jika plasenta tidak dapat
menyediakan oksigen yang cukup selamapersalinan, bisa terjadi gawat
janin, sehingga janin menjadi rentanterhadap cedera otak dan organ
lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi post
matur. lebih sering terjadi pada primigravida muda dan primigravida tua
atau pada grandemultiparitas

2.2.2 Etiologi
Menurut Maryunani dan Puspita (2013), seperti halnya teori bagaimana
terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate
belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehinggabeberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postdate adalah karenamasih berlangsungnya
pengaruh progesteron.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postdate
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin darineurohipofisis ibu hamil yang kurang pada
usia kehamilan lanjut diduga sebagaisalah satu faktor penyebab
kehamilan postdate.
3. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainyapersalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anencephalus,
hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis padajanin
akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehinggakehamilan dapat berlangsung lewat waktu.
4. Syaraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari Pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaaan di mana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postdate.
5. Herediter
Seorang ibu yang mengalami kehamilan postdate mempunyai
kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada kehamilan
berikutnya. Morgen (1998) seperti dikutip Cunningham, menyatakan
bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postdate saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postdate

2.2.3 Patofisiologi
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis
plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai
terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik
untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi:
30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum. Makin menurun
sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur,
sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi
persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah airketuban
berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung
janin

2.2.4 Maninfestasi Klinis


Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin
yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali per 20 menit atau
secara obyektif dengan kardiotopografi kurang dari 10 kali per 20 menit.
(Nugroho, 2012). Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang
terbagi menjadi:
1. Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) di kulit.
3. Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan
padakuku, kulitdan tali pusat

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat maturitas
plasenta
2. Riwayat haid dan pemeriksaan antenatal
3. kardiotopografi untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
4. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi ( tes
tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes tekanan
oksitosin.)
5. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2014) sampai saat ini masih terdapat
perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postdate. Beberapa
kontroversi dalam pengelolaan kehamilan ini antara lain:
1. Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu
dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis ataukah sebaliknya
dilakukan pengelolaan secara ekspektatif atau menunggu
2. Bila dilakukan pengelolaan aktif apakah kehamilan sebaiknya
diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu

Pengelolaan secara aktif yaitu dengan melakukan persalinan


anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 untuk memperkecil risiko terhadap
janin, sedangkan pengelolaan pasif atau ekspetatif didasarkan pada
pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata mata atas
dasar postdate mempunyai resiko atau komplikasi cukup besar terutama
resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan
pengawasan secara terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara
biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan
sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilannya

Penatalaksanaan postdate dalam persalinan antara lain sebagai berikut:

1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan sudah lebih dari 42 minggu,


pengolahan tergantung dari derajat kematangan serviks. Untuk menilai
kematangan serviks,dipakai score bishop > 5, induksi persalinan akan
berhasil.

Tabel: 2.1 Score pelvik menurut Bishop


Score 0 1 2 3
Pembukaan 0 1- 2 3- 4 >5
Effesement 0%- 30 % 30%- 60% 60%- 70% > 80%
Penurunan -3 -2 -1 +1/ +2
kepala
Konsistensi Keras Sedang Lunak
serviks
Posisi Ke belakang Searah Kearah
serviks sumbu depan
jalan lahir
Sumber: Prawirohardjo (2009)

2. Jika skor lebih atau sama dengan 6, maka induksi cukup dilakukan

dengan oksitosin, jika kurang atau sama dengan 5 maka matangkan

dulu serviks dengan prostaglandin atau cateter foley.

3. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42

minggumonitoring janin secara intensif

4. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai

saatkehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan

untukmelakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan

yang diinduksi atau secara sectio caesaria.

5. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan

spontandapat ditunggu dengan pengawasan ketat.

6. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks,

kalausudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan

atautanpa amniotomi. Bila:

a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.

b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.

c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.

d. Pada kehamilan > 40-42 minggu Pada persalinan per vaginan

harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan

bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan

diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu


dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I,

1998)

7. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada:

a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang

b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi

gawat janin, atau

c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-

eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan

kesalahan letak janin.

8. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :

a. Induksi persalinanInduksi persalinan adalah persalinan yang

dilakukan setelah servik matang dengan menggunakan

prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, danprostaglandin

terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan servik

dibanding oksitosin. Metode lain yang digunakan untuk

menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi

payudara, peregangan servik secaramekanis ), memiliki kisaran

keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk

menguatkan rekomendasinya.

b. Metode hormon untuk induksi persalinan:

1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan

servik sudah matang.


2) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan

serviksehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi

keduanyamenunjukkan hal yang positif.

3) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang

diberikan intra vagina (disetujui FDA untuk mencegah

ulkus peptikum, bukan untuk induksi)

4) DinoprostonMerk dagang cervidil suatu preparat PGE2,

tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina

(disetujui FDA untuk induksi persalinan padatahun 1995).

5) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia

dalam bentukjel 0,5 mg dengan diberika intraservik

(disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)


2.2.7 WOC
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kelahiran Prematur


3.1.1. Pengkajian
1. Pengkajian pada Ibu pada saat persalinan prematur
a. Identitas
Data demografi meliputi: biasanya berisikan nama klien, umur
klien, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan
diagnosa keperawatan.
b. Keluhan Utama
Dalam keluhan utama berisi apa yang dikeluhkan ibu saat
persalinan. Pada persalinan prematur ibu yang mengalami mengeluh
nyeri punggung bagian bawah dikarenakan ibu merasakan kenceng-
kenceng atau kontraksi setiap 10 menit, kram di perut bagian bawah,
keluar cairan dan lendir dari vagina yang semakin banyak, perdarahan
vagina, tekanan di bagian, panggul dan vagina, mual, muntah, hingga
diare bisa pula ibu dengan persalinan premature diawali dengan
pecahnya ketuban dini
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu berisi riwayat penyakit yang pernah
dialami ibu seperti apakah memiliki riwayat partus prematur saat
kehamilan sebelumnya, memiliki penyakit kronis atau menular dan
menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan yang ada pada ibu pada saat sebelum inpartus
seperti apakah ibu mengalami hipertensi saat hamil, biasanya
terjadi keluar cairan ketuban pervagina secara spontan tetapi tidak
diikuti tanda-tanda persalinan, kontraksi setiap 10 menit, kram di
perut bagian bawah, apakah terjadi perdarahan antepartum karena
plasenta previa yang dapat menyebabkan persalinan prematur
karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam riwayat kesehatan keluarga berisi penyakit keturunan dalam
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus,
yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
d. Riwayat Obstetri
1) Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui usia kehamilan dapat dilakukan apabila siklus
menstruasi ibu lancar maka dapat melakukan pemeriksaan
kehamilan sedini mungkin. Dengan menghitung HPHT atau hari
pertama haid terakhir dapat digunakan untuk mengestimasi usia
kehamilan. Pada umumnya konsepsi dianggap terjadi pada hari
keempat belas dari siklus 28 hari. Jika siklus >35 hari sulit untuk
menentukan usia kehamilan. Haid < 2 tahun dari kehamilan dapat
mengakibatkan persalinan preterm. (Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P,
2009; h.8).
2) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
Ibu yang telah mengalami kelahiran preterm pada kehamilan yang
lalu memiliki risiko 20 sampai 40 % untuk terulang kembali.
(Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008; h. 782)
3) Riwayat Kehamilan Sekarang
Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya secara rutin akan
menemukan dan mendapatkan pengobatan penyakit sistemik –
infeksi ibu hamil, meningkatkan gizi, mengurangi anemia, sehingga
mengurangi persalinan preterm
e. Riwayat Perkawinan
Mengkaji lamanya perkawinan, pada usia berapa melakukan
perkawinan, saat ini perkawinan yang ke berapa dan adanya riwayat
infertilitas yang membantu dalam pertimbangan pelaksanaan tindakan
f. Riwayat Kontrasepsi
Mengkaji metode KB yang terakhir dipakai ibu hamil dan keluhannya
saat pemakaian kontrasepsi tersebut karena salah satu efek samping
kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur sehingga dapat menimbulkan
ketidaktepatan dalam menentukan HPHT serta menanyakan rencana
KB setelah melahirkan
g. Riwayat Sosial – Ekonomi
Tingkat sosial – ekonomi berpengaruh terjadinya persalinan preterm.
Hal ini berkaitan dengan faktor kemiskinan sehingga kekurangan nutrisi
h. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
Pengamatan dilakukan dimulai saat pertama kali pasien datang,
apakah ibu tampak lemah atau tidak
2) Tekanan Darah
Apabila kenaikan sistlik melebihi 30 mmHg atau tekanan sistolik
>140 mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik lebih dari 15
mmHg atau mencapai >90 mmHg, pertimbangkan adanya
preeklampsia, eklampsia, atau hipertensi. Karena pada hipertensi
pertumbuhan janin terhambat sehingga dapat menyebabkan preterm
3) Berat Badan
Untuk mengetahui peningkatan berat badan ibu selama sebelum
hamil dan selama hamil. Bukti tersebut menunjukkan bahwa berat
badan sebelum hamil yang rendah berhubungan dengan kejadian
persalinan preterm karena asupan protein dan kalori yang tidak
adekuat
i. Status Obstetrikus
1) Inspeksi
Untuk melihat pengeluaran pervaginam apakah lendir bercampur
darah atau ketuban sudah pecah, hal ini tanda-tanda persalinan
preterm.
2) Palpasi Leopold
Leopold I : Untuk menetukan tinggi fundus uteri dan
menentukan umur kehamilan.
Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin dan
ekstremitas janin.
Leopold III : Untuk menentukan presentasi bagian terbawah
janin.
Leopold IV : Untuk menentukan bagian terbawah janin dengan
panggul.
3) His
Terjadi kontraksi yang terasa nyeri, teratur dan intervensinya <10
menit
4) Auskultasi
Untuk mendengarkan DJJ, normalnya 120 – 160x/menit.
2. Pangkajian pada bayi saat dilahirkan
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga
ujung kaki, meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan harus dilakukan dengan
teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010)
a. Pengkajian Umum
Pengkajian umum pada bayi antara lain :
1) Penimbangan BB
2) Pengukuran panjang badan & lingkar kepala
3) Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat istirahat,
kelancaran bernafas, edema dan lokasinya.
4) Mendiskripsikan kelainan yang tampak
5) Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat, mulut
yang terbuka, menyeringai, dan lain-lain
b. Kardiovaskuer
Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada bagian
apikal dengan ritme yang teratur. Pengkajian sistem kardiovaskuler
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.
2) Mendengarkan suara jantung.
3) Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan,
dengan palpasi akan diketahui perubahan intensitas suara jantung.
4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora,
atau ikterus.
5) Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.
6) Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian
kapiler perifer (2-3 detik) dan perfusi perifer

c. Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran
mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan
mengisap yang lemah, tidak ada anus dan ketidaknormalan kongenital
lain. Pengkajian sistem gastrointestinal pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran
abdomen, kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen,
terlihat gerakan peristaltik dan kondisi umbilikus.
2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan
dengan pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan
lambung.
3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang
pengisap dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).
4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.
5) Palpasi batas hati.
6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya
darahsesuai dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan
feses.
7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah
mendapatkanmakanan
d. Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah,
kekuningkuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, kulit
tampak transparan, halus dan mengkilap, edema yang menyeluruh atau
pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, rambut jarang
atau bahkan tidak ada sama sekali, terdapat petekie atau ekimosis.
Pengkajian sistem integumen pada bayi dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit
2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau
bernoda.
3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit
4) Mengukur suhu kulit dan aksila
e. Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang
rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian
muskuloskeletal pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan,
menghentak
2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.
3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran
f. Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak
resisten dan gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan,
mengisap dan batuk masih lemah atau tidak efektif, mata biasanya
tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26
minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar,
kejang dan mata berputar-putar yang bersifat sementara tapi bisa
mengindikasikan adanya kelainan neurologis. Pengkajian neurologis
pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting,
babinski, plantar, dan refleks lainnya.
2) Menentukan respon pupil bayi
g. Pernafasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit
dan diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring
nasal melebar (nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi
(interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik saat
bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak
2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan
otot-otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau
subternal, retraksi interkostal atau subklavikular.
3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.
4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi,
ronki basah, pernapasan mendengkur dan keimbangan suara
pernapasan.
5) Mendiskripsikan suara tangis bayi apakah keras atau merintih.
6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode,
tipeventilator, dan ukuran tabung yang digunakan.
7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan
oksimetrinadi dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida
melalui oksigen transkutan (tcPO2) dan karbondioksida transkutan
(tcPCO2)
h. Perkemihan
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara
mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium
yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah
kelahirandan belum mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine
i. Reproduksi
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara
mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium
yang ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah
kelahirandan belum mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine
j. Temuan Sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
1. Pada Ibu
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik,
biologis,kimia, psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
hipersensitivitasotot/seluler, tirah baring, kelemahan
c. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis
situasional,ancaman yng dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
d. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhantindakan
danprognosis berhubungan dengan kurangnya keinginanuntuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi
2. Pada Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-
ototpernafasan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Ketidakefektifan termoregulasi b.d system termoregulasi imatur
d. Resiko Infeksi b.d Penurunan daya tahan tubuh

3.1.3. Intervensi Keperawatan


 Intervensi pada Ibu
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI KEPERAWAN
KEPERAWATAN HASIL
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. PainLevel, a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen b. paincontrol, secara komprehensif termasuk
injuri (fisik, c. comfortlevel lokasi, karakteristik, durasi,
biologis, kimia, setelah dilakukan tindakan frekuensi, kualitas dan faktor
psikologis), keperawatan selama Pasien presipitasi
kontraksiotot dan tidak mengalami nyeri, b. Observasi reaksi nonverbal
efek obat-obatan dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan
a. Mampu mengontrol nyeri c. Bantu pasien dan keluarga
(tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan
mampu menggunakan menemukan dukungan
teknik nonfarmakologi d. Kontrol lingkungan yang dapat
untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti
mencari bantuan) suhu ruangan, pencahayaan
b. Melaporkan bahwa nyeri dan kebisingan
berkurang dengan e. Kurangi faktor presipitasi
menggunakan manajemen nyeri
nyeri f. Kaji tipe dan sumber nyeri
c. Mampu mengenali nyeri untuk menentukan intervensi
(skala, intensitas, g. Ajarkan tentang teknik non
frekuensi dan tanda nyeri) farmakologi: napas dala,
d. Menyatakan rasa nyaman relaksasi, distraksi kompres
setelah nyeri berkurang hangat/ dingin
e. .Tanda vital dalam rentang h. Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri:
f. Tidak mengalami gangguan i. Tingkatkan istirahat
tidur j. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWAN
KEPERAWATAN HASIL
Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas a. Self Care : ADLs a. Observasi adanya
berhubungan b. Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
dengan c. Konservasi eneergi melakukan aktivitas
hipersensitivitas Setelah dilakukan tindakan b. Kaji adanya faktor yang
otot/seluler, tirah keperawatan…selama menyebabkan kelelahan\
baring, kelemahan Pasien bertoleransi terhadap c. Monitor nutrisi dan sumber

aktivitas dengan Kriteria energi yang adekuat

Hasil : d. Monitor pasien akan adanya


kelelahan fisik dan emosi
a. Berpartisipasi dalam
secara berlebihan
aktivitas fisik tanpa
e. Monitor respon
disertai peningkatan
kardivaskuler terhadap
tekanan darah, nadi dan RR
aktivitas (takikardi,
b. Mampu melakukan
disritmia, sesak nafas,
aktivitas sehari hari
diaporesis, pucat, perubahan
(ADLs) secara mandiri
hemodinamik)
c. Keseimbangan aktivitas dan
f. Monitor pola tidur dan
istiraha
lamanya tidur/istirahat
pasien
g. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
Ansietas, NOC : NIC:
ketakutan a. Anxiety control Coping Enhancement
berhubungan b. Fear control a. Jelaskan pada pasiententang
dengan krisis Setelah dilakukan tindakan proses penyakit
situasional, keperawatan selama. takut b. Jelaskan semua tes dan
ancaman yang klien teratasi dengan pengobatan pada pasien
dirasakan atau kriteria hasil : dan keluarga
aktual pada diri c. Sediakan reninforcement
a. Memiliki informasi untuk
dan janin. positif ketika pasien
mengurangi takut
melakukan perilaku untuk
b. Menggunakan tehnik
mengurangi takut
relaksasi
d. Sediakan perawatan yang
c. Mempertahankan hubungan
berkesinambungan
sosial dan fungsi peran
e. Kurangi stimulasi
d. Mengontrol respon takut
lingkunganyang dapat
menyebabkan
misinterprestasif.
f. Dorong mengungkapkan secara
verbal perasaan, persepsi dan
rasatakutnyag.
g. Perkenalkan dengan orang
yang mengalami penyakit yang
sama.
h. Dorong klien untuk
mempraktekan tehnik relaksasi

Kurang NOC: NIC :


pengetahuan a. Kowlwdge : disease a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
mengenai process dan keluarga
persalinan preterm, b. Kowledge: health b. Jelaskan patofisiologi dari
kebutuhan Behavior penyakit dan bagaimana hal
tindakan dan Setelah dilakukan tindakan ini berhubungan dengan
prognosis keperawatan selama.... pasien anatomi dan fisiologi, dengan
berhubungan Menunjukkan pengetahuan cara yang tepat.
dengan kurangnya tentang proses penyakit c. Gambarkan tanda dan gejala
keinginan dengan kriteria hasil: yang biasa muncul pada
untuk mencari a. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
informasi,tidak menyatakan tepat
mengetahuisumber pemahaman tentang d. Gambarkan proses penyakit,
-sumberinformasi penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan program e. Identifikasi kemungkinan
pengobatan penyebab, dengan cara yang
b. Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan f. Sediakan informasi pada pasien
prosedur yang tentang kondisi, dengan cara
dijelaskan secara benar yang tepat
c. Pasien dan keluarga g. Sediakan bagi keluarga
mampu menjelaskan informasi tentang kemajuan
kembali apa yang pasien dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim h. Diskusikan pilihan terapi atau
kesehatan lainnya penanganan
i. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
 Intervensi pada Bayi

DIAGNOSA TUJUAN DAN


INTERVENSI KEPERAWAN
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
Ketidakefektifan NOC NIC
a. Airway Management
pola nafas Setelah dilakukan asuhan
- Posisikan pasien untuk
berhubungan keperawatan selama … jalan
memaksimalkan ventilasi.
dengan imaturitas nafas dalam kondisi bebas
- Identifikasi pasien perlunya
otot-otot atau paten dan pola nafas
pemasangan alat jalan nafas
pernafasan dan mejadi efektif.
bantuan.
penurunan Kriteria Hasil :
- Lakukan suction bila perlu.
ekspansi paru a. Suara nafas bersih, tidak
- Auskulatasi suara nafas, catat
ada sianosis, tidak ada
adanya suara nafas tambahan.
dispneu, bayi
- Monitor respirasi dan status
mampubernapas dengan
O2.
mudah.
b. Oxygen Therapy
b. Irama nafas teratur,
- Bersihkan mulut, hidung dan
frekuensi pernafasan
secret trakea.
dalam batas normal (30-40
- Pertahankan jalan nafas yang
kali/menit pada bayi),
paten.
tidak ada suara nafas
- Atur peralatan oksigenasi.
abnormal.
- Monitor aliran oksigen.
c. Tanda-tanda vital dalam
- Pertahankan posisi pasien.
batas normal.
- Observasi adanya tanda-tanda
- Nadi : 120-130 kali/menit.
distres respirasi seperti retraksi,
- Tekanan darah : 70-90/50
takipneu,apneu, sianosis.
mmHg
c. Vital Sign Monitoring
- Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
- Monitor tekanan darah, nadi,
- Pernafasan : 30-40
suhu, dan pernafasan.
kali/menit
- Monitor frekuensi dan kualitas
nadi.
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan.
- Monitor suara paru.
- Monitor pola pernapasan
abnormal.
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
- Monitor adanya sianosis
perifer.
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

Ketidakseimbangan NIC NOC


Setelah dilakukan asuhan a. Nutrition Management
nutrisi kurang dari
keperawatan selama … jam - Kaji adanya alergi.
kebutuhan tubuh
asupan nutrisi berupa - Kaji kesiapan bayi untuk
berhubungan
makanan dan cairan dalam menyusu langsung pada ibu.
ketidakmampuan
keadaan seimbang dan tidak - Berikan nutrisi secara
menerima nutrisi.
ada penurunan berat badan. parenteral jika diperlukan.
Dengan Kriteria Hasil: - Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
a. Adanya peningkatan berat
kalori dan nutrisiyang
badan sesuai dengan tujuan
dibutuhkan bayi.
(berat badanbertambah 20-
- Monitor jumlah nutrisi dan
30 gram/hari).
kandungan kalori.
b. Tidak ada tanda-tanda b. Nutrition Monitoring
malnutrisi (pada usia 2 - Monitor adanya penurunan
minggu kebutuhan berat badan.
nutrisimencapai 150 - Monitor terjadiya kulit kering
cc/kgbb/hari) dan perubahan pigmentasi.
- Monitor turgor kulit.
c. Menunjukkan peningkatan
- Monitor kekeringan dan kusam
fungsi mengisap dan
pada rambut.
menelan.
- Monitor terjadinya muntah.
d. Tidak terjadi penurunan - Monitor kadar albumin, total
berat badan yang berarti. protein, Hb, dan kadar Ht.
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
- Monitor terjadinya pucat,
kekeringan, dan kemerahan
pada jaringankonjungtiva.
- Monitor kalori dan intake
nutrisi.
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna
magenta atau merah tua.

Ketidakefektifan NOC NIC


termoregulasi b.d Setelah dilakukan asuhan Tempatkan bayi pada inkubator.
system
keperawatan selama … jam Rasional: Mempertahankan
termoregulasi
imatur suhu badan bayi normal lingkungan termonetral,
dengan Kriteria Hasil : membantu mencegah stress
- Mempertahankan suhu dingin.
tubuh dalam batas normal a. Gunakan lampu pemanas
(35,5 sampai 37,3 0C) Rasional: Menurunkan
- Bebas dari tanda stress kehilangan panas pada
dingin lingkungan yang lebih dingin
dari ruangan.
b. Kurangi pemajanan pada aliran
udara, hindari pembukaan
jendela inkubator yang tidak
semestinya.
Rasional: Menurunkan
kehilangan panas karena
konveksi atau konduksi
membatasi kehilangan panas
melalui radiasi.
c. Ganti pakaian atau linen tempat
tidur bila basah.
Rasional: Menurunkan
kehilangan panas melalui
evaporasi.
d. Berikan penghangatan bertahap
pada bayi dengan stress dingin.
Rasional: Peningkatan suhu
tubuh yang cepat dapat
menyebabkan konsumsi oksigen
berlebihan dan apnea.
e. Observasi suhu tubuh pada awal
pengahangatan tiap 15menit.
Rasional: Hipotermi membuat
bayi cenderung pada stress
dingin
f. Kaji kemajuan kemampuan bayi
untuk beradaptasi terhadap suhu
rendah di dalam incubator.
Rasional: Bayi dapat
mempertahankan suhu tubuh
stabil dalam ruangan dan tetap
meningkatkan berat badan.

Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan a. Lakukan cuci tangan pada
Penurunan daya keperawatan selama … jam orang tua, staf, dan tenaga
tahan tubuh bayi tidak menunjukan kesehatan lain, gunakan
tanda tanda infeksi, dengan antiseptic dalam membantu
kriteria hasil: prosedur invansif.
- Mempertahankan serum Rasional: Mencuci tangan
negatif adalah praktek yang paling
- CSS, urin dan kultur penting untuk mencegah
nasofarengeal dengan kontaminasi silang
hitung darah lengkap b. Kaji bayi terhadap tanda
trombosit, kadar PH. infeksi (ketidakstabilan suhu,
hipotermia atau hipotermi).
Rasional: Bermanfaat dalam
mendiagnosa infeksi.
c. Lakukan perawatan tali pusat
sesuai protokol.
Rasional: Penggunaan
alcohol, tripel day dan
berbagai antimikroba yang
membantu mencegah
kolonisasi.
d. Observasi terhadap tanda syok
atau koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) seperti
bradikardi, penurunan TD,
ketidakstabilan suhu, malas
minum, edema dan eritema
pada dinding abdomen.
Rasional: KID dapat terjadi
dengan septic gram negatif.
e. Berikan ASI untuk pemberian
makan bila tersedia.
Rasional: ASI mengandung
IgA, makrofak, limfosit dan
netrofil yang memberikan
beberapa perlindungan dari
infeksi. 
f. Berikan antibiotik intravena
sesuai dengan laporan
sensitivitas.
Rasional: Antibiotik spectrum
luas meliputi ampisilin dan
aminoglikosida biasanya
diindikasikan, menunggu hasil
test kultur dan sensitivitas. 

3.1.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk
memfokuskan tindakan keperawatan dalam kebutuhan mobilisasi agar membantu
pasien mengatasi masalah kesehatan yang sedang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry,
2011)

3.1.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara


melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil
(Hidayat, 2004). Menurut Nursalam (2008), pada tahap evaluasi ini terdiri dari
dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
perawatan berlangsung (evaluasi proses) dan kegiatan melakukan evaluasi
dengan target tujuan yang diharapkan (evaluasi hasil).

1. Evaluasi proses (evalusi formatif)

Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Metode
pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis rencana asuhan
keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok, wawancara,
observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisaanya dapat
menggunakan sistem SOAP.

2. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)

Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada perubahan


perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.
Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efisien. Metode
pelaksanaannya terdiri dari close chart audit, wawancara pada pertemuan
terakhir asuhan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.

3.2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kelahiran Post Date


3.2.1. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama, umur (lebih rentan 30-40 tahun), gravida (jika kehamilan
sebelumnya sudah terindikasi maka kehamilan selanjutnya lebih
rentan terindikasi juga), alamat dan nomor telepon, agama, status
perkawinan (menikah pada usia yang cukup atau tidak), pekerjaan
(pekerjaan yang lebih berat dapat beresiko terindikasi postdate) dan
tanggal anamnesis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada post op sectio caesaria dengan indikasi post date
adalah nyeri yang di sebabkan oleh trauma pembedahan. Riwayat
keluhan utama menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian
serta menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat ini,
dengan menggunakan metode P, Q, S, R, T. P : (paliatif/profokatif),
apakah yang menyebabkan keluhan dan memperingan serta
memberatkan keluhan. Q : (quality/kuantity), seberapa berat keluhan
dan bagaimana rasanya serta berapa sering keluhan itu muncul. R :
(region/radition), lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran
keluhan sejauh mana. S : (scale/saverity), itensitas keluhan yang
dirasakan apakah sampai menggangu atau tidak, dimana hal ini
menentukan waktu dan durasi. T : (time), kapan keluhan dirasakan,
seberapa sering, apakah berulang-ulang, dimana hal ini mennetukan
waktu dan durasi (Muttaqin,2008)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan yang berhubungan dengan gangguan penyakit yang
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah operasi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama.
Klien sudah pernah atau belum melakukan operasi
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ketidak adaan penyakit yang diderita oleh keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 : Breathing
1) Inspeksi : Respirasi rate normal (16-24 x/menit), tidak ada retaksi
otot bantu nafas, tidak terjadi sesak nafas, pola nafas teratur, tidak
menggunakan alat bantu nafas
2) Palpasi : Pergerakan dinding sama
3) Perkusi : Suara perkusi sonor
4) Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan
b. B2 : Blood
1) Inspeksi : Anemia
2) Palpasi : CRT < 3 detik, akral hangat, takikardi
3) Perkusi : pekak
c. B3 : Brain
1) Inspeksi : kesadaran CM, GCS 4 5 6, mampu berorientasi dengan
baik
d. B4 : Bladder
1) Inspeksi : terpasang kateter, warna urine, jumlah pengeluaran urin
per24 jam. Pada pasien post sectio caesaria dengan indikasi post
date biasanya terjadi distensi kandung kemih karena efek anestesi
menimbulkan tonus otot untuk berkemih.
2) Palpasi: ada nyeri tekan pada kandung kemih
e. B5 : Bowel
1) Inspeksi : adanya bekas operasi, mukosa lembab
2) Palpasi : abdooomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium, TFU
setinggi pusat atau 2 jari dibawah pusat, adanya nyeri tekan pada
luka bekas operasi
3) Auskultasi : bising usus normal
f. B6 : Bone
1.) Inspeksi : terjadi kelemahan akibat adanya luka post operasi,
adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi ariola
mamae dan papila mamae
2.) Palpasi : turgor elastic, tidak menemukan adanya edema, TFU
setinggi pusat atau 2 jari dibawah pusat, adanya nyeri tekan pada
luka bekas operasi
g. Pengindraan
Pada mata tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan pasien bisa
melihat dengan jelas, konjungtiva anemis, sclera putih. Ketajaman
penciuman normal, tidak ada secret dan mukosa hidung lembab. Pada
telinga tidak ada keluhan. Perasa normal ( bisa merasakan manis,
pahit, asam, manis)
h. Endokrin
Pada klien post section caesarea indikasi postdate tidak ditemukan
adanya kelainan kelenjar endokrin

3.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resiko infeksi b.d tauma jaringan atau kulit rusak
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan, nyeri post operasi

3.2.3. Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
 Kriteria hasil :
a. Pasien mengetahui penyebab nyeri dan mengetahui cara
mengontrol nyeri
b. Adanya penurunan skala nyeri
c. Klien tampak rilex
d. Klien mengungkapkan kekuranga rasa nyerinya
e. TTV dalam betas normal
RR : 16 – 24x/menit
N : 80 – 100x/menit
S : 36,5 – 37,5 ºC
TD : 120/80 mmHg
 Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya
Rasional : agar pasien kooperatif dalam tindakan
2) Observasi tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien
Rasional : Untuk mngetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien
3) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien
4) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurasi nyeri
yang dirasakan pasien
5) Atur posisi yang nyaman bagi klien
Rasional : Posisi yang nyaman akan membentu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan obat anagesic
Rasional : untuk membentu mengurasi nyeri pasien
2. Resiko infeksi b.d tauma jaringan atau kulit rusak
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x
24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi
 Kriteria hasil :
1.) Lukabebas dari drainase purulent dengan tanda awal
penyembuhan.
2.) Suhu dalam batasan normal.
3.) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi kalor (panas), dolor (rasa sakit),
rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), fungsio laesa.
 Intervensi keperawatan
1.) Ajurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan
pembuangan pengalas kotoran, pembalut dan linen
berkontaminasi dengan tepat.
Rasional : Membantu mencegah atau penyebaran infeksi
2.) Observasi kondisi keluaran atau dischart yang keluar, jumlah,
warna dan bau dari luka operasi
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dischart dikaji setiap saat
dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap desertai bau yang
tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
3.) Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama post
operasi
Rasional : infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka
4.) Lakukan perawatn luka
Rasional : Inkubasi kuman pada area luka padat menyebabkan
infeksi
5.) Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulit
Rasional : Insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan
pengangkatan jahitan pada hari ke 4 atau ke 5
6.) Dorong pasien untuk mandi dengan air hangat tiap hari
Rasional : Untuk dapat merangksang sirkulasi dan penyembuhan
luka
7.) Observasi nadi, suhu dan sel darah putih
Rasional : Demam pasca operasi hari ke 3, leucositosis dan
takikardi menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,5ºC
dalam 24 jam pertama sangat mengintivikasi infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan, nyeri post operasi
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x
24 jam pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas maksimal
 Kriteria Hasil :
1.) Melakukan pergerakan dan perpindahan
2.) Pasien mangatakan sudah bisa bergerak
 Intervensi keperawatan
1.) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
Rasional : Perdarahan masih perlu di waspadai untuk mencegah
kondisi klien lebih buruk
2.) motivasi klien untuk melakukan pergerakan secara bertahap
Rasional : dirahapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan
ambulasi
3.) bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan
atau kondisi klien
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien.
4.) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas
Rasional : Menilai kondisi klien

3.2.4. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang


dilakukan oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan,
fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain validasi (pengesahan)
rencana keperawatan, menulis atau mendokumentasikan rencana keperawatan ,
melanjutkan pengumpulan data, dan memberikan asuhan keperawatan

3.2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien atau pasien
dengan perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Persalinan prematur adalah pengehentian kehamilan sebelum waktunya,
yaitu pada usia kehamilan anatar 20-37 minggu yang dapat mengakibatkan bayi
lahir premature dengan berat lahir antara 500 gram sampai kurang dari 2500
gram. Persalinan post date adalah salah satu penyebab dari angka kematian bayi
di Indonesia paa usia 0 – 6 tahun sebesar 2,8%. WHO membagi persalinan
prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu extremely
preterm (< 28 minggu), veru preterm (< 32 minggu), moderate to late preterm
(32 & 37 minggu). Penyebab persalinan prematur yaitu iatrogenik (20%), infeksi
(30%), ketuban pecah dini saat preterm (20- 25%), dan persalinan preterm
spontan (20-25%). Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate belum
jelas. Beberapa teori yang diajukan untuk penyebab persalinan postdate diantara
adalah pengaruh progesterone, teori oksitosin, teori kortisol/ACTH janin, syaraf
uterus, herediter

4.2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan untuk
pembaca, ibu hamil agar lebih memahami hal – hal yang terkait dengan persalinan
prematur dan post date sehingga dapat memberikan pelaksanaan yang tepat terkait
masalah tersebut dan diharapkan pula dapat mengurangi angka kematian ibu dan
bayinya. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat masih ada
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Ariana, Dhina Novi dkk. (2011). Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur
(Studi Di Bidan Praktek Mandiri Wilayah Kerja Puskesmas Geyer dan
Puskesmas Toroh Tahun 2011). Jurnal Unimus.

Behrman RE, Butter AS. (2007). Peterm Birth Causes, Consequences, and
Prevention. Washington: The National Academies Press.

Choi SJ, dkk. (2012). The prevalence of Vaginal Microorganisms in Pregnant


Women with Preterm Labor and Preterm Birth. Analisis of Laboratory
Medicine.

Cunningham FG, Leveno KL. (2005). Obstetri. Jakarta:EGC

Cunningham, FG., et al. (2013). Williams Obstetri. Jakarta: EGC

Florensia S. L, Erna S, Rudy L. 2017. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan
Kejadian Persalinan Prematur di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic (eCl). Volume 5 Nomor 1.

Gravett MG., et al. (2010). Global Report an Peterm Birth and Stillbirth
discovery science. BioMed Central Pregnancy and Childbirth.

Imron, Riyanti & Oktaviana Amrina. (2012). Penyebab Persalinan Preterm.


Jurnal Keperawatan. 8(2): 162-169

Koniyo MA, dkk. (2013). Determinan Kejadian Kelahiran Prematur di Rumah


Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Jurnal
Masyarakat Epidemiologi 2(2): 6-9

Norwitz ER, Schorge JO. (2008). At Glance Obstetri dan Ginekologi. 2nd.
Jakarta: Erlangga

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmi Kebidanan. Jakarta : EGC.


Prawiroharjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Wagner WE. (2009). Amniotic Fluid Infection May Be Linked to Risk for
Prematur Birth. Rosebud

Anda mungkin juga menyukai