Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zaman sekarang ini pendidikan hal yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat
dengan pendidikan masyarakat dapat memperbaiki kualitas hidup hal ini diperkuat dengan
semakin tinggi pendidikan yang dipelajari maka terbuka kemungkinan peningkatan wawasan
ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah. Perkembangan pendidikan
tidak terlepas dari yang namanya pondasi pendidikan yaitu kurikulum, kurikulum merupakan
suatu cara untuk mengukur tingkat perkembangan pendidikan, hal ini dapat diartikan dapat
juga memanfaat kebutuhan dari perubahan kurikulum dapat juga memanfaatkan kebutuhan
dari perubahan kurikulum dapat juga memanfaatkan kebutuhan dari daerah setempat,
sehingga dapat menjadi hubungan yang timbal balik sehingga perubahan tersebut pada
intinya dapat berdampak positif bagi peningkatan kualitas suatu negara.

Perkembangan kurikulum adalah proses penyusun rencana tentang isi dan bahan
pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Persoalan
mengembangkan kurikulum bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah. Menentukan
isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan ingin dicapai,
sedangkan menentukan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan menetukan tujuan yang ingin
dicapai berkaitan dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat.

Tujuan dari penulis makalah ini untuk mengetahui tentang bagaimana proses dalam
pengembangan suatu kurikulum pendidikan, dimana kurikulum itu sendiri dapat menjadi
pedoman dalam proses belajar mengajarkan oleh pendidikan dalam suatu pendidikan di
Indoneisa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa proses perkembangan kurikulum

2. Apa langkah – langkah perkembangan kurikulum

3. Apa model perkembangan kurikulum

1
C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui proses perkembangan kurikulum

2.Untuk mengetahui langkah – langkah perkembangan kurikulum

3. Untuk mengetahui model perkembangan kurikulum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Perkembangan Kurikulum


Perkembangan kurikulum adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan
pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Persoalan
mengembangkan kurikulum bukan merupakan hal yang sederhana dan mudah.menentukan isi
atau muatan kurikulum dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai, sedangkan
menentukan tujuan yang ingin dicapai berkaitan dengan persoalan system nilaindan
kebutuhan masyarakat.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama, yakni ;
1. Pedoman Kurikulum meliputi
- Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi
yang menjadi sasaran , rasional bidang studi atau mata kuliah, struktur organisasi
bahan pelajaran
- Silabus yang berisi mata pelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope
(luang ringkup) dan sequence-nya (urutan pengajian)
- Desain evaluasi termasuk strategi revisi atau perbaikan kurikulum.
2. Pedoman instruksional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus.
Pedoman kurikulum disusun untuk menentukan dalam garis besarnya;
- Apa yang akan diajarkan (ruang lingkup, scope)
- Kepada siapa diajukan.
- Apa sebab diajarkan, dengan tujuan apa.
- Dalam urutan yang bagaimana (sequence)

B. Langkah-langkah dalam Pengembangan Kurikulum


Dalam garis besarnya kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut;
1. Kumpulkan keterangan mengenai factor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta
latar belakangnya.
2. Tentukan mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan
3. Rumuskan tujuan tiap mata pelajaran
4. Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata pelajaran.
5. Tentukan topik-topik tiap matapelajaran.

3
6. Tentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa.
7. Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswa.
8. Tentukan strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai sumber /alat peraga
proses belajar mengajar.
9. Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya.

C. Model Pengembangan Kurikulum


Model pengembangan kurikulum merupakan proses untuk membuat keputusan dan
untuk merevisi suatu program kurikulum. Berikut ini akan dipaparkan beberapa model
pengembangan kurikulum yang telah dikemukakan oleh para ahli kurikulum antara lain:

1. Model Tyler
Model Tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan
dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Ada empat hal yang dianggap untuk
mengembangkan suatu kurikulum.
a. Hubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai
b. Berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
c. Berhubungan dengan pengorganisasian pengalaman belajar
d. Berhubungan dengan pengembangan evaluasi
Dalam pengembangan kurikulum, tujuan merupakan langakah pertama dan utama yang
harus dikerjakan. Merumuskan tujuan kurikulum, sebenarnya sangat bergantung kepada teori
dan filsafat pendidikan serta model kurikulum yang dianut. Bagi pengembangan kurikulum
yang lebih berorientasi kepada disiplin ilmu maka penguasaan berbagai konsep dan teori,
merupakan sumber utama tujuan kurikulum.
Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula aktivitas
guru memberikan pelajaran. Pengalaman pelajaran mengacu pada aktivitas siswa di dalam
proses pembelajaran.
Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa;
a. Pengalaman belajar siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin di capai
b. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan
c. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa
e. Satu pengalaman belajar dapat mencapai beberapa tujuan yang berbeda

4
2. Model Hilda Taba
Model Hilda Taba lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum
sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
Pada prinsipnya terdapat lima langkah perkembangan kurikulum antara lain;
a. Menghasilkan unit-unit percobaan melalui langkah-langkah berikut;
 Mendiagnosis kebutuhan
 Memformulasikan tujuan
 Memilih isi
 Mengorganisasikan isi
 Memilih pengalaman belajar
 Mengorganisasikan pengalaman belajar
 Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa
 Menguji keseimbangan isi kurikulum
b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas
dan kelayakan penggunaannya.
c. Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh
dalam uji coba.
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji.

3. Model Oliva
Menurut Olivia suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif dan
sistematik. Langkah-langkah yang dikembangkan dalam kurikulum model ini terdiri atas 12
komponen yang satu sama lain saling berkaitan.
a. Menetapkan dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan
mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat.
b. Menganalisis kebutuhan masyarakat tempat sekolah itu berada, kebutuhan khusus siswa
dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diajarkan.
c. Merumuskan tujuan umum kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang
tercantum pada langkah sebelumnya.
d. Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum
kurikulum.
e. Mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum.

5
f. Mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum. Menjabarkan kurikulum dalam
bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran.
g. Merumuskan tujuan khusus pembelajaran.
h. Menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai
tujuan pembelajaran.
i. Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian yang akan digunakan.
j. Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
k. Mengevaluasi pembelajaran.
l. Mengevaluasi kurikulum

Model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam 3 dimensi;


a. Bisa digunakan untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus
seperti bidang studi tertentu disekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun
dalam proses pembelajaran.
b. Bisa digunakan untuk membuat keputusan dalam merencanakan suatu program kurikulum.
c. Bisa digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara lebih khusus.

4. Model Beauchamp
Beaunchamp mengemukakan lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum,
seperti berikut;
a. Menetapkan wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.bisa
terjadi hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten, atau mungkin tingkat provinsi dan
tingkat nasional.
b. Menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
Pihak-pihak yang harus dilibatkan itu terdiri dari para ahli/spesialis kurikulum, para ahli
pendidikan termasuk para guru ang dianggap berpengalaman, para professional lain dalam
bidang pendidikan seperti (pustakawan, laboran, konsultan pendidikan) dan para
professional dalam bidang lain beserta para tokoh masyarakat (politikus, industriawan,
pengusaha) dalam proses pegembangan kurikulum, semua kelompok yang terlibat itu
perlu mendapat informasi tentang tugas dan perannya secara jelas.
c. Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. Yang meliputi merumuskan tujuan umum dan
tujuan khusus, prosedur selanjutnya dilaksanakan dalam 5 langkah; (1). Membentuk tim
pengembangan kurikulum. (2). Melakukan penilaian terhadap kurikulumyang sedang
berjalan. (3). Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru, (4).
6
Merumuskan kriteria dan alternatif pengembangan kurikulum. (5). Menyusun dan
menulis kurikulum yang dikehendaki.
d. Implementasi kurikulum. Tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang
dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan
kurikulum seperti pemahaman guru tentang kurikulum, sarana atau fasilitas yang tersedia,
dan menejemen sekolah.
e. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut; 1). Evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru disekolah. 2). Evaluasi terhadap desain kurikulum. 3). Evaluasi
keberhasilan anak didik, dan 4). Evaluasi sistem kurikulum.
Perubahan Sosial dan Pendidikan
Perubahan masyarakat dan pekerjaan guru menjadi lebih rumit dan menuntut. Oleh
karena itu, mengembangkan pemahaman tentang sifat perubahan sosial dan pengaruhnya
terhadap pendidikan merupakan masalah penting bagi pendidik. Postiglione & Lee (1997, p.
2) menyarankan: 'Sekolah tidak ada di a kekosongan. Mereka adalah bagian dari masyarakat
yang mengelilinginya. ' Di dalam buku, Evolusi Pemikiran Pendidikan , Durkheim (1969, p.
194) berpendapat: 'Pendidikan adalah gejala dan hasil dari transformasi sosial di Indonesia
ketentuan yang harus dijelaskan '. Di Hong Kong, ada fakta-fakta itu ilustrasikan argumen
ini. Misalnya, ketika ada kebutuhan menggantikan profesional berpendidikan tinggi yang
beremigrasi pada tahun 1989, lebih tinggi pendidikan diperluas. Ketika ada kebutuhan untuk
meningkatkan politik kesadaran untuk tahun 1997, pendidikan kewarganegaraan
diperkenalkan. Demikian pendidikan sangat dipengaruhi oleh transformasi sosial. Perubahan
sosial dapat dilihat dari berbagai perspektif teoretis. Pendekatan tatanan sosial (Parsons,
1966) memandang sistem bekerja untuk menjaga keseimbangan. Menurut pendekatan ini,
sekolah bertujuan untuk menjaga ketertiban dan integrasi di antara bagian-bagian masyarakat.
Masalah dengan model ini adalah tidak dapat menjelaskan fakta bahwa perubahan dapat
terjadi tiba-tiba, dan itu dapat dihasilkan melalui kontradiksi dan konfrontasi. Bertentangan
dengan model tatanan sosial, pendekatan konflik (Lenski, 1966; Turner, 1984) berpendapat
bahwa perubahan tidak dapat dihindari dan mengganggu. Konflik terjadi di antara berbagai
pihak, berdasarkan kelas sosial, kepentingan ekonomi, agama, kepercayaan politik dan
sebagainya. Yang dominan kelompok yang memegang kekuasaan akan berupaya membentuk
sekolah sendiri minat. Perubahan tidak bisa dihindari dan selalu ada. Itu bisa berasal dari
berbagai sumber. Dengan demikian, sistem sekolah bergantung pada umpan balik dari
lingkungan di sekitarnya dalam proses adaptasinya. Dunia kita adalah pada saat segala
sesuatu berubah pada hal yang tak terpikirkan kecepatan. Proses perubahan berasal dari
7
tekanan baik di dalam maupun di di luar sistem pendidikan. Misalnya, perubahan ukuran
populasi dan komposisi, dalam pedagogi, dalam teknologi dan dalam partai politik akan
semua menghasilkan tekanan pada pendidikan. Pendidikan juga dipengaruhi oleh harapan
orang tentang mereka masa depan. Karenanya, sekolah tidak hanya menanggapi perubahan
sosial, tetapi juga dapat bertindak sebagai kekuatan utama untuk perubahan. Misalnya,
Postiglione & Lee (1997) percaya bahwa, di Hong Kong, pendidikan dapat: membentuk
pemikiran generasi baru; mempengaruhi kriteria seleksi untuk perekrutan ke posisi penting
dalam pemerintahan; bekerja untuk mempertahankan tenaga kerja yang sangat terampil;
menentukan tingkat interaksi dengan sistem pendidikan lainnya bagian dari Cina;
mempengaruhi proses sosialisasi yang membangun identitas budaya; mendukung atau
melatih kembali proses umum demokratisasi.

Perspektif Teoritis tentang Kurikulum dan Konteks Sosial


Kurikulum adalah bagian penting dari pendidikan. Itu terus berkembang dan adalah
total 'barang' yang diambil siswa dari sekolah. Ketentuan, kurikulum dan pengembangan
kurikulum, sendiri bermasalah karena mereka menyiratkan dua tahap yang terdefinisi dengan
baik – tahap pengembangan dan tahap di mana kurikulum selesai. Bahkan, tidak ada garis
yang memisahkan keduanya. Pengembangan kurikulum bukanlah suatu entitas yang berhenti
sebelum masuk ke ruang kelas dan kurikulum bukanlah paket yang berhenti berkembang di
ruang kelas. Ini adalah proses pembangunan dan modifikasi yang berkelanjutan. Berbagai
pihak berkontribusi pada proses ini, termasuk pemerintah, penerbit, orang tua, guru, dan
pelajar. Daftar ini tidak ada habisnya. Namun, efek yang diberikan masing-masing pihak
berbeda. Beberapa lebih kuat dari yang lain, yang berarti bahwa mereka dapat mempengaruhi
proses pada tingkat yang lebih besar atau bahkan mengontrol perilaku pihak lain. Karena itu,
untuk memahami prosesnya, kita tidak seharusnya membatasi pelajaran kita pada struktur
kurikulum atau isi kurikulum, tetapi harus menyadari peran yang berbeda kontributor. Ada
beberapa teori yang berusaha menjelaskan hubungan tersebut antara kurikulum dan
lingkungan sosial yang lebih luas. Apple (1982) karya menunjukkan ideologi sebagai utas
yang menghubungkan tingkat dasar dan superstruktur. Untuk memahami organisasi dan
praktik Kurikulum, perlu untuk menyelidiki akar ideologis dari apa dianggap sebagai
pengetahuan yang valid dalam kurikulum yang diberikan. Eagleton (1991) berpendapat
bahwa tidak ada definisi ideologi yang memadai. Namun demikian berguna untuk meminjam
beberapa cara yang disarankan untuk diskusi kita. Ideologi, dalam artikel ini, mengacu pada
proses produksi ide dan nilai-nilai kelompok dominan dalam kehidupan sosial, dan legitimasi

8
dan promosi ini dalam masyarakat. Ini tentang bagaimana kelompok dominan menggunakan
kekuatan untuk membentuk kelompoknya Gagasan menjadi tren utama. Bernstein (1975)
menyatakan bahwa konsekuensi social reproduksi tidak dapat menjelaskan cara hubungan
social dan identitas direproduksi.
Modernitas dan Kurikulum Modern
Hargreaves (1994) mendefinisikan modernitas dengan cara-cara berikut. Secara
ekonomis, itu dimulai dengan pemisahan keluarga dan pekerjaan sepanjang rasional
konsentrasi produksi dalam sistem pabrik. Secara politis, itu memusatkan kontrol di pusat
sehubungan dengan pengambilan keputusan, social kesejahteraan dan pendidikan. Secara
organisasi, itu tercermin besar organisasi birokrasi dimana pekerja disegmentasi menjadi
berbeda spesialisasi keahlian. Dalam modernitas, ada sistem dan ketertiban. Sekolah dengan
skala besar, pola spesialisasi, birokrasi organisasi dan kegagalan untuk melibatkan emosi
banyak siswa adalah simbol utama modernitas. Modernitas telah banyak ditampilkan dalam
pemerintahan, sektor komersial dan industri, di mana gagasan untuk merencanakan dan
mengendalikan perilaku manusia berasal dari klasik dan perilaku perspektif. Ahli teori klasik
seperti Taylor, Weber dan Fayol (Daft,1995), yang bertujuan menemukan 'satu cara terbaik'
untuk standardisasi manusia tingkah laku. Standar kemudian akan menjadi rencana dan
tujuan itu memandu proses organisasi dan evaluasi yang berhasil. Ahli perilaku, seperti
Maslow dan McGregor dan juga dibahas oleh Daft (1995) menemukan elemen yang mereka
sebut motivator, yang diyakini merangsang perilaku pekerja. Setelah mengetahui motivator,
manajer kemudian dapat merencanakan, mengatur, dan mengendalikan. Meskipun konsep
behavioris lebih menekankan pada aspek manusia dapat diperdebatkan bahwa tujuan utama
dari studi motivasi adalah untuk mengendalikan produktivitas, tetapi bukan pertimbangan
manusiawi dari kepuasan kerja dan kesejahteraan pekerja. Di bidang pendidikan, Tyler
Rationale (1949) adalah yang paling banyak model modernis terkenal pengembangan
kurikulum. Berdasarkan Kliebard (1995), ia belum menerima serangan langsung apa pun atas
supremasinya sejak diterbitkan. Schubert (1986) juga mengungkapkan bahwa banyak para
pendidik menganggapnya sebagai yang paling berpengaruh dalam kurikulum pikir.
Seperti yang dikemukakan oleh Tyler (1949) Dasar pemikiran dikembangkan dimulai
dengan mengidentifikasi empat dasar pertanyaan, yang harus dijawab dalam mengembangkan
kurikulum dan rencana pengajaran. Ini adalah:
 Tujuan pendidikan apa yang hendak dicapai sekolah?
 Pengalaman pendidikan apa yang bisa diberikan yang mungkin terjadi mencapai
tujuan ini?
9
 Bagaimana pengalaman pendidikan ini dapat diatur secara efektif?
 Bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan tersebut tercapai?

Model ini merinci empat komponen utama dari kurikulum:


Tujuan, pengalaman, metode dan evaluasi. Ini adalah logis dan pendekatan
sekuensial, yang menunjukkan bahwa perencanaan kurikulum adalah tugas pertimbangan dan
pemantauan yang cermat. Ini sangat maju karena industry ini merupakan respon terhadap
industrialisasi masyarakat. Seperti yang disarankan oleh Apple (1982), mereka berbagi
ideologi modernis umum. Mereka berdua mengadopsi konsepsi rasional dunia, di mana
operasi yang menguntungkan harus didahului oleh perbedaan rencana dan sasaran. Kedua
pendekatan ini juga selaras dengan social perspektif tatanan (Parsons, 1966), disebutkan
sebelumnya, percaya bahwa sistem bekerja menuju keseimbangan. Mereka diam dalam
berbicara perubahan dan konflik dalam sistem. Dalam model kurikulum Tyler, kata yang
paling penting adalah “tujuan”. Sebagai dia sendiri menyarankan Tujuan pendidikan ini
menjadi kriteria bahan dipilih, konten diuraikan, prosedur pengajaran dikembangkan dan tes
dan ujian disiapkan. Semua aspek Program pendidikan benar-benar sarana untuk mencapai
pendidikan tujuan. Oleh karena itu, latihan perencanaan keseluruhan terletak pada pemilihan
tujuan dan pengalaman belajar berikut akan dibatasi oleh tujuan yang ditentukan. Namun,
penentuan tujuan tidak melayani setiap interaksi antara perencana dan peserta didik. Ini
membuatnya menjadi pendekatan yang bermasalah. Di dunia komersial yang menghasilkan
untung, ini prosedurnya lebih sederhana karena kategori sasarannya tidak banyak. Di bidang
pendidikan, di mana tujuannya filosofis dan etis, daripada kuantitatif, proses seleksi lebih
kompleks.

Kurikulum Postmodernitas dan Postmodern


Definisi postmodernisme masih terus berkembang. Seperti yang disarankan oleh
Bullocket Ini masih tubuh amorf perkembangan dan arah yang ditandai oleh eklektisme,
pluri-kulturalisme, dan seringkali kerangka acuan teknologi tinggi pasca-industri ditambah
dengan pandangan skeptic kemajuan teknis. Dapat dibayangkan, ketidakpastian definisi
adalah itu sendiri penjabaran terbaik postmodernitas. Hargreaves (1995) mengemukakan
beberapa tanda postmodernitas. Secara filosofis, penggunaan teknologi informasi yang
nyaman memungkinkan orang untuk memilih gaya hidup alternatif. Tentang hubungan
interaksi dalam dua dimensi. Salah satunya adalah 'hubungan pedagogis', yang menekankan
interaksi di antara struktur kurikulum. Yang lainnya adalah 'hubungan budaya', yang berfokus

10
pada interaksi antar kurikulum dengan konteks lokal maupun global. Terakhir, penawaran
yang ketat dengan interaksi yang berkelanjutan antara konsep dan teori. Itu Sikap terhadap
kurikulum adalah sikap yang selalu menuntut ketelitian eksplorasi dan interpretasi. Meskipun
Doll belum secara langsung membahas pengertian kekuasaan, itu Argumen menunjukkan
bahwa kekuasaan perlu didistribusikan kembali dari perencana di 'atas' untuk para guru dan
siswa di 'bawah'. Ini beresonansi dengan konsep desentralisasi dan pemberdayaan di
Indonesia disiplin manajemen. Mirip dengan kurikulum modernis, Argumen postmodernis
tidak bisa lepas dari kenyataan perebutan kekuasaan.
Model Doll adalah perwujudan kekuatan yang harus ada di tangan guru dan pelajar.
Itu tidak menekankan penentuan rencana dan tujuan, tetapi merayakan sifat pembelajaran
interaktif. Mungkin ada 'dialog berkelanjutan' hanya jika para peserta memiliki wewenang
untuk melakukannya. Model ini bergema dengan 'learning to know' prinsip yang disarankan
oleh UNESCO, tetapi menguraikan kerangka kerja yang lebih jelas bagaimana
mempraktikkan argumen.
Teori Aktor-Jaringan untuk Analisis Kurikulum
Diskusi di atas menunjukkan bahwa pendekatan kurikulum berbeda pengembangan
adalah hasil dari pola kekuatan yang berbeda. Kaum modernis kurikulum dirancang karena
perencana menganggap kurikulum sebagai produk industri, yang mengikuti prosedur
manufaktur yang pasti. Ini jenis konseptualisasi muncul dari lingkungan sosial, di mana
industrialisasi dan birokratisasi adalah yang paling dominan fenomena. Kemampuan kerja
terbukti dengan modernisasi pada khususnya Periode menjadi jaringan yang kuat, kekuatan
yang menyebar ke lainnya institusi sosial. Oleh karena itu, wajar untuk menggambarkan
bahwa modern kurikulum adalah cerminan dari struktur kekuatan masyarakat modernis.
Namun demikian, dunia sekarang digantikan oleh indera yang kuat ketidakpastian, kekacauan
dan fluiditas. Struktur kekuatannya tidak sekaku itu sebelumnya. Karakteristik ini tercermin
dalam beberapa dimensi.
Secara politis, kita melihat kehancuran Uni Soviet dan perubahan arah ideologis
Eropa Timur. Secara ekonomi, kita melihat kebangkitan Cina, ekonomi Jepang yang
memburuk, dan pasang surut yang cepat dari Asia Tenggara. Secara budaya, kita melihat
perayaan globalisasi satu tangan, dan ketegangan dan konfrontasi di antara etnis yang
berbeda kelompok dan kelompok agama, di sisi lain. Secara teknologi, kita melihat atom
produksi massal memberi jalan ke produksi yang disesuaikan digital. Ini dia periode di mana
partai-partai yang beragam berusaha merangkul kekuatan sebanyak-banyaknya mungkin.

11
Dalam konteks postmodernis ini, Doll (1993) mengusulkan Perspektif postmodern
tentang kurikulum berpendapat untuk lebih interaktif pendekatan di mana peserta didik
diberdayakan untuk mengatur diri sendiri dan mengubah. Tidak seperti perspektif modernis,
yang menempatkan kekuasaan di atas, kurikulum postmodernis menganjurkan desentralisasi
kekuasaan di mana pembelajaran sebenarnya terjadi. Namun, dunia terus berubah dan bisa
dipastikan postmodernitas tidak akan menjadi tahap akhir evolusi. Sebaliknya, itu hanya
bagian dari total proses. Perdebatan tentang kurikulum modern dan Kurikulum postmodern
menunjukkan bahwa keduanya dapat dianalisis dari sudut distribusi daya. Perencana
kurikulum, terlepas dari mereka identitas, adalah orang-orang yang memegang kekuasaan
paling besar. Karena itu, lebih baik Pendekatan untuk analisis kurikulum tidak bergantung
pada penerimaan Model Tyler atau model Doll, tetapi pada peningkatan kemampuan untuk
membuat konsep struktur kekuasaan dalam pengembangan kurikulum proses. Teori aktor-
jaringan, yang dikembangkan oleh ahli teori Prancis, Callon (1986) dan Latour (1988), adalah
model analitis yang berguna, yang membantu memeriksa proses heterogen perubahan sosial
dan teknis. Saya dapat dipinjam untuk menganalisis perubahan pengembangan kurikulum.
Saya juga menyoroti fitur-fitur penting yang dibutuhkan analis kurikulum melihat. Awal dari
teori ini adalah untuk membubarkan persepsi tentang kurikulum sebagai entitas yang solid.
Sebaliknya, kurikulum, pada waktu tertentu, bisa saja dianggap sebagai jaringan hubungan
atau proses. Oleh karena itu, pandangan modernis teknisi melihat kurikulum sebagai satu
paket (Grundy,1987) harus dihapuskan. Anggota dalam jaringan ini tidak tetap, tetapi terus
berubah. Dalam kata Cooper (1992).

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum modernis telah sangat diterima selama periode yang panjang waktu. Ini
memberikan kerangka kerja untuk mengukur perilaku manusia. Itu kualitas guru dan peserta
didik diukur berdasarkan standar sudah ditentukan pada tahap perencanaan kurikulum.
Sekolah menjadi entitas birokratis di mana pembelajaran mirip dengan manufaktur proses.
Pengetahuan diperlakukan sebagai objek eksternal dan keberhasilan pendidikan tergantung
pada transmisi pengetahuan dari guru ke siswa. Jelas, belajar adalah kegiatan pasif yang
hanya membutuhkan informasi pemberian makan. Praktek modernis ini menguntungkan di
masa ketika masyarakat secara keseluruhan bekerja dengan cara yang sama. Setiap anggota
tampaknya menerima peran yang ditugaskan kepadanya. Kekuasaan polanya kaku dan jelas.
Kekuasaan terletak pada kekayaan politik dan kekuasaan kaya finansial. Yang kurang kaya
hanya bisa mengikuti aturan yang ditetapkan dan peraturan, dan menunggu hari ketika
mereka sendiri menjadi kaya. Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa dunia melepaskan
diri dari ini paradigma modernis. Pola kekuasaan kurang kaku dan kurang pasti sebelum. Apa
diadvokasi dalam kurikulum modernis tidak dapat mempersiapkan siswa untuk bertahan
hidup dan terus berkembang di era postmodernis. Diskusi Doll (1993) tentang kurikulum
postmodernis menyediakan mulai untuk studi di lapangan. Ini menggambarkan kemungkinan
fitur kurikulum dan kriteria postmodernis dalam menilai satu. Dalam paradigma ini, kekuatan
didistribusikan kembali. Itu terletak pada mereka yang dapat mengatur diri sendiri dan
mereka yang dapat merespons dunia dengan cara yang paling kreatif. Lebih lanjut, teori
aktor-jaringan menyarankan pada akhir artikel, adalah model postmodernis untuk
menganalisis kurikulum dalam konteks apa pun. Teori menjelaskan sifat perubahan dalam
proses pengembangan, dan digunakan di sini untuk menunjukkan apa yang terjadi dalam
pengembangan proses kurikulum. Argumennya adalah proses kurikulum pengembangan
adalah manifestasi dari distribusi kekuatan pada saat itu periode tertentu. Kekuasaan
bukanlah entitas yang pasti, tetapi jaringan yang kuat terbentuk oleh banyak komponen
heterogen. Mempelajari perubahan pembentukan jaringan, oleh karena itu, dapat
meningkatkan analisis kurikulum. Ini sangat penting untuk menghargai bahwa pembentukan
jaringan sedang berlangsung proses dan pembangun tidak menghormati kategori
pengetahuan atau batas profesional (Hughes, 1986).

13
Program Perkembangan kurikulum adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan
bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. terdapat dua
proses utama, yakni ;
1. Pedoman Kurikulum
2. Pedoman instruksional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus.

Dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut;


1. Kumpulkan keterangan mengenai factor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta
latar belakangnya.
2. Tentukan mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan
3. Rumuskan tujuan tiap mata pelajaran
4. Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata pelajaran.
5. Tentukan topik-topik tiap matapelajaran.
6. Tentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa.
7. Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswa.
8. Tentukan strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai sumber /alat peraga proses
belajar mengajar.
9. Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya.
Model pengembangan kurikulum merupakan proses untuk membuat keputusan dan
untuk merevisi suatu program kurikulum. Dikemukakan oleh para ahli kurikulum antara lain;
1. Model Tyler
2. Model Hilda Taba
3. Model Oliva
4. Model Beauchamp

14
DAFTAR PUSTAKA

Apple, M. (1982) Bentuk Kurikulum dan Logika Kontrol Teknis: building the individu yang
posesif, dalam Reproduksi Budaya dan Ekonomi M. Apple (Ed.) dalam Pendidikan:
esai tentang kelas, ideologi dan negara . London: Routledge & Kegan Paul.
Atkinson, J. (1985) The Changing Corporation, dalam D. Clutterbuck (Ed.) Pola Baru
Pekerjaan . Aldershot: Gower.
Bullock, A., Stallybrass, O. & Trombley, S. (Eds) (1988) Kamus Fontana dari Pemikiran
Modern . London: Fontana Press.
Callon, M. (1986) Beberapa Elemen Sosiologi Terjemahan: Domestikasi Kerang dan Nelayan
Teluk St Brieuc, dalam J. Law (Ed.) Power, Action dan Keyakinan . London:
Routledge & Kegan Paul.
Callon, M. (1987) Masyarakat dalam Pembuatan: studi teknologi sebagai alat untuk analisis
sosiologis, dalam WE Bijker, TP Hughes & TJ Pinch (Eds) Them Konstruksi Sosial
Sistem Teknologi, Dimensi Baru dalam Sosiologi dan Sejarah Teknologi . Cambridge:
MIT Press.
Cheung, KW (1997) Kurikulum sebagai Bentuk Praktek Sosial, di GA Postiglione & WO
Lee (Eds) Schooling di Hong Kong: organisasi, pengajaran dan sosial konteks . Hong
Kong: Hong Kong University Press.
Cooper, R. (1992) Sistem dan Organisasi: pemikiran distal dan proksimal, Praktek Sistem , 5,
hlm. 373-377. Daft, RL (1995) Pengertian Manajemen . Orlando: Dryden Press. Doll,
WE (1993) Perspektif Postmodern tentang Kurikulum . New York: Guru Perguruan
Tinggi.
Drucker, PF (1974) Tugas Manajemen, Tanggung Jawab, Praktek . New York: Harper &
Row.
Durkheim, E. (1969) L'evolution pedagogique en France . Paris: Penekan Universitaires de
France.
Elias, N. (1978) Apa itu Sosiologi? London: Hutchinson.
Grundy, S. (1987) Kurikulum: produk atau praksis. Lewes: Falmer.
Hargreaves, A. (1994) Mengubah Guru, Mengubah Waktu . London: Cassell.
Hamalik , Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara 2010.
Hernawan , Asep Herry , Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Universitas
Terbuka, 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai