Anda di halaman 1dari 11

KUTU KEBUL bemisia tabaci

Menghadapi Kutu Kebul yang Sudah Resisten Terhadap


Pestisida
Kutu kebul (Bemisia tabaci) merupakan hama utama penting bagi berbagai tanaman sayuran
di Indonesia. Kutu kebul menyerang tanaman apa saja seperti tanaman palawija, sayuran dan
buah-buahan, biasanya hama ini berdiam dibalik daun atau dibagian bawah daun.

Kutu kebul dewasa atau imago mempunyai ukuran tubuh antara 1 - 1,5 mm, berwarna putih,
dan mempunyai sayap yang ditutupi lapisan lilin bertepung putih.

Lama siklus hidup dari kutu daun dari telur, nimfa sampai ke kutu kebul dewasa yakni rata-
rata 21-24 hari, selama masa hidupnya kutu daun menetap di bagian bawah daun tanaman.

Kutu kebul bersifat polifag, sejumlah besar spesies tanaman tahunan dan musiman yang telah
dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan sesuai untuk makanan dan/atau tempat
reproduksi (Bedford et al. 1992; Brown et al. 1992).
Kutu kebul mempunyai kisaran inang lebih dari 600 spesies tanaman (Greathead 1986) yang
berasal dari 63 famili tanaman, dan sebanyak 50% spesies tanaman yang merupakan inang
kutu kebul berasal dari famili Fabaceae, Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae dan
Euphorbiaceae (Mound dan Halsey 1978).

Di antara famili tersebut, 99% dari spesies tanaman yang merupakan inang kutu kebul adalah
Fabaceae (Basu 1995).

Serangan yang disebabkan oleh kutu kebul dibagi atas 3 tipe: (1) kerusakan langsung, (2)
kerusakan tidak langsung, dan (3) penularan virus (Berlinger, 1986).

Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang menghisap cairan
daun mengakibatkan daun tanaman mengalami klorosis, layu, gugur daun dan mati (Mau and
Kessing, 2007).

Helai daun yang mengalami vein clearing mulai dari daun pucuk berkembang menjadi warna
kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi
lanjut mengakibatkan daun mengecil dan berwarna kuning terang tanaman kerdil dan tidak
berubah.

Kutu kebul menghasilkan ekskresi berupa madu yang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan embun jelaga yang berwarna hitam (Cladosporium sp. dan Alternaria sp.)
menyebabkan proses fotosintesis tidak berjalan dengan normal.
Imago betina kutu kebul menghasilkan embun jelaga yang lebih banyak selama siklus
hidupmereka (Sanderson, 2007). Proses makan imago dan nimfa kutu kebul sangat berbahaya
pada tanaman karena dapat bertindak sebagai vektor virus.

Kutu kebul menularkan virus gemini secara persisten yaitu sekali makan pada tanaman yang
mengandung virus, selamanya sampai mati dapat ditularkan.

Tersedianya tanaman inang, baik tanaman utama maupun tanaman liar sepanjang tahun akan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan populasi kutu kebul, khususnya pada bulan-bulan
dengan kelembaban lingkungan yang rendah.

Sejumlah tanaman inang alternatif dapat saja menjadi faktor pendukung terjadinya ledakan
populasi, terutama apabila faktor iklimnya juga sesuai dengan kebutuhan reproduksi hama
ini.
Pengendalian kutu kebul secara tepat dapat mengurangi risiko gagal panen. Tetapi, ada
beberapa aktivitas yang justru semakin meningkatkan populasi hama ini, antara lain:
penanaman terus-menerus, keterlambatan waktu tanam, dan penggunaan insektisida kimia
yang kurang rasional.

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana bisa berujung pada resistensi hama satu ini. Bisa
jadi petani menggunakan pestisida dengan dosis yang terlalu sedikit atau terlalu banyak,
waktu aplikasi yang sembarangan, jenisnya yang tidak tepat, penggunaan yang berlebihan
dalam waktu yang lama, dll.

Petani sebagian besar masih sangat tergtantung pada penggunaan pestisida kimia sintetik
dalam usaha pengendalian hama. Mereka masih mengikuti paradigma perlindungan tanaman
konvensional, preventif dan prinsip asuransi yang cenderung berlebihan.

Kalau kutu kebul sudah resisten pada penggunaan pestisida tertentu, maka diperlukan
pengendalian hama yang terpadu (PHT).

Berikut beberapa hal yang perlu dilakukan jika kutu kebul sudah resisten:

1. Gunakan musuh alami.


Musuh alami kutu kebul terbagi dua, yaitu predator dan parasitoid. Predator merupakan
hewan yang diketahui memangsa kutu kebul sebagai makannnya, seperti laba-laba.
Sedangkan parasitoid adalah organisme yang mampu menyuntikkan telurnya ke dalam tubuh
Bemisia tabaci, tawon Eretmocerus sp misalnya.

2. Tanam tanaman refugia.


Tanaman refugia adalah cara yang paling efektif untuk mengundang musuh alami kutu kebul.
Tanaman refugia terbukti bisa dijadikan tempat berlindung dan bereproduksi beberapa jenis
musuh alami.

3. Gunakan agensia hayati.

Agensia hayati adalah petogen penyakit yang bisa menyerang kutu kebul hingga mati.
Agensia hayati yang sering digunakan adalah cendawan dari genus Aschersonia dan
Verticillium. Selain itu, jamur Beauveria bassiana juga dapat digunakan untuk
mengendalikan hama ini.
4. Melakukan rotasi tanaman.

Cara selanjutnya yang mudah dilakukan petani adalah dengan melakukan rotasi tanaman.
Rotasi tanaman terbukti efektif untuk menekan jumlah populasi kutu kebul, bahkan yang
sudah resisten sekalipun.

5. Lakukan aplikasi pestisida dengan 6 tepat.

Penggunaan pestisida dengan 6 tepat termasuk salah satu unsur dalam pengendalian hama
terpadu. 6 tepat yang dimaksud adalah tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis, tepat waktu,
tepat dosis, dan tepat cara penggunaan.

6. Lakukan rotasi pestisida.

Untuk mengendalikan hama, selain melakukan rotasi tanaman, ternyata rotasi pestisida juga
perlu dilakukan. Logikanya, dengan melakukan pengendalian kutu kebul dengan satu jenis
pestisida dalam waktu yang lama akan membuat kutu kebul lama-kelamaan terbiasa karena
kemampuan adaptasinya.

Dengan rotasi pestisida, niscaya kutu kebul tidak akan bisa beradaptasi dengan baik.
Misalnya, jika biasanya petani menggunakan pestisida berbahan aktif abamektin, periode
berikutnya, petani dianjurkan menggunakan pestisida berbahan aktif acetamiprid atau
carbosulfan, buprofezin atau diafenthiuron dan lain-lain.

Kategori

Anda mungkin juga menyukai