Anda di halaman 1dari 8

PEWARISAN DIHIBRID

Disusun oleh:
Adinda Titan Rossada (B1A019093)
Kelas B
I/6
Asisten: Salma Aulia Salsabila

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020

I. Hasil dan Pembahasan


A. Hasil
Tabel 1.2 Uji X2 (Chi-Square) Dihibrid

Kelas Fenotip Obeserved Expected (E)


(O)

Wild type 18 0,3794


= 20,81

Vestigial 9 0,6183
= 6,93
Ebony 7 0,0007
x 37 = 6,93
Vestigial-Ebony 3 0,2061
x 37 = 2,31
Total 37 37 X2Hit= 1,2045

Perhitungan :

E = Peluang × Jumlah individu (1-1)

E Liar (wild type) = 20,81

E Vestigial = 6,93

E Ebony x 37 = 6,93

E Vestigial ebony = x 37 = 2,31

Chi-Square test:

X2Hitung = (1-2)

X2Hitung Liar = (18-20,81)2/20,81


= 0,3794

X2Hitung Vestigeal
= (9-6,93)2/6,93
= 0,6183
= (7-6,93)2/6,93
X2Hitung Eboni = 0,0007

= (3-2,31)2/2,31
X2Hitung Vestigeal Eboni
= 0,2061

X2Hitung = X2Hitung Liar+ X2Hitung Vestigeal+ X2Hitung Eboni+ X2Hitung Vestigeal Eboni

= 0,3794+0,6183+0,0007+0,2061 (1-3)
= 1,2045

Derajat bebas (db) = (4 – 1) (1-4)


= (4 – 1)
=3
n= jumlah kelas fenotip

X2tabel = 7,81
X2hitung = 1,2045
Kesimpulan : X2hitung < X2tabel
1,2045 < 7,81
Hipotesis diterima. Hasil percobaan sesuai dengan nisbah hukum
Mendel II.

Tingkat Kesalahan (alfa) = 0,05

B. Pembahasan
Hukum Mendel II yaitu pengelompokan gen secara bebas berlaku ketika
pembuatan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke masing masing kutub
meiosis. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu
persilangan dari dua individu yang memiliki dua atau lebih karakter yang berbeda.
Hukum ini juga disebut hukum Asortasi. Hibrid adalah turunan dari suatu
persilangan antara dua individu yang secara genetik berbeda. Persilangan dihibrid
yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum
Mendel II yang berbunyi “Independent assortment of genes” atau pengelompokan
gen secara bebas. Arti hibrid semacam itu juga dikemukakan oleh Gardner Ratio.
Fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrida adalah 9:3:3:1, ratio ini
diperoleh oleh alel-alel pada kedua lokus yang memperlihatkan hubungan
dominan dan resesif. Ratio ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus
mempunyai alel-alel dominan dan alel letal (Crowder, 1990).
Praktikum kali ini menggunakan lalat Drosophila melanogaster tipe liar,
vestigeal, dan ebony. Lalat normal (tipe liar) memiliki tubuh berwarna kelabu,
mata merah dan sayap melebihi panjang badan. Drosophila vestgial adalah salah
satu mutan dari lalat drosophila yang memiliki mutase pada kromosom no.2 di
lokus 67 sehingga memliki sayap yang kriting dan lebih pendek. Sedangkakn
drosophila ebony adalah mutan dari lalat drosophila yang memiliki mata
berwarna merah, tubuh berwarna hitam dan panjang sayap melebihi tubuh.
Drosophila ebony bermutasi pada kromosom nomor 3 lokus 70,7. Alasan
digunakan lalat tersebut adalah karena hanya terdapat dua sifat beda antara jenis
lalat tersebut. Sifat yang akan diamati pada F2 hasil persilangan ini adalah warna
tubuh dan bentuk sayap.
Eboni = eeVV vestigial = EEvv
P1 : eeVV (eboni) × EEvv (vestigial)
G1 : e,V E,v
F1 : EeVv
P2 : EeVv x EeVv
G2 : EV, Ev, eV, ev
EV, Ev, eV, ev
F2 :
Gamet EV Ev eV ev

EV EEVV EEVv EeVV EeVv

Ev EEVv EEvv EeVv Eevv

eV EeVV EeVv eeVV eeVv

ev EeVv Eevv eeVv eevv

Genotip = E_V_ : E_vv : eeV_ : eevv


9 : 3 : 3 : 1
Fenotip = liar : vestigial : eboni : vestigial eboni

Modifikasi nisbah 9:3:3:1 disebabkan oleh epistasis dan interaksi gen.


Epistasis itu sendiri adalah penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam
hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada
beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang
berbeda pada generasi F2. Macam-macam epistasis diantaranya Epistasis resesif,
yaitu peristiwa apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan
alelnya. Akibat peristiwa ini pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe
9:3:4. Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit
(Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada
mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu
berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan
tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan
albino (aacc). Ada pula Epistasis Dominan yaitu terjadinya penutupan ekspresi
gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F 2
dengan adanya epistasis dominan adalah 12:3:1. Peristiwa epistasis dominan dapat
dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo).
Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan
alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu ada
pula epistasis resesif ganda apabila gen resesif dari suatu pasangan gen (missal
gen I) epistatis terhadap pasangan gen lain (missal gen II) yang bukan alelnya,
sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan
gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9:7 pada generasi F2. Sebagai
contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan
HCN pada tanaman Trifolium repens. Sedangkakn epistasis dominan ganda
adalah gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen IEpistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15:1 pada
generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada
pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu
segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang
bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan
terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap  C dan c. Dan epistasis
dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan
gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I.  Epistasis ini menghasilkan
nisbah fenotipe 13:3 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif
dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat
pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak
menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan
terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i. Ada pula epistasis
gen duplikat dengan efek kumulatif. Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk
buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe
tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu
individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen
tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B_ll atau bbL_). 
Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan
gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah
bentuk buah cakram (B_L_). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan
berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis
gen duplikat dengan efek kumulatif. Sedangkan interaksi gen adalah
penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi
nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Selain terjadi interaksi antar alel,
interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi
rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula
penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi
rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan
interaksi gen. Contoh dari interaksi gen adalah pewarisan bentuk jengger ayam
(Suryo, 2008).

Hasil perhitungan Chi-square pada persilangan dihibrid kali ini diketahui

(O−E)2
nilai X2hitung adalah 1,2045 yang diperoleh dari rumus berikut: X 2 =
E

dengan O adalah observasi hasil penelitian, dan E adalah ekspetasi sesuai nisbah
Mendel II. Dari hasil Xh2 diatas akan dibandingkan dengan hasil Chi-square tabel
dengan derajat bebas (db) sebesar 3, dan tingkat kesalahan 5% didapat X2t = 7,81.
Jika X2t > X2h berarti penelitian sesuai dengan teori nisbah Mendel II, tetapi
sebaliknya jika Xt2 < X2h berarti penilitian tidak sesuai dengan teori nisbah
Mendel II. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa hasil
perhitungan sesuai dengan Hukum Mendel II yang menyatakan perbandingan F2
= 9 : 3 : 3 : 1. Hal ini dikarenakan hasil X 2Hitung lebih kecil daripada X2Tabel,
maka persilangan dihibrid di atas sesuai dengan nisbah Hukum Mendel II.

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan persilangan dihibrid menurut


Hukum Mendel II yaitu yang disilangkan memiliki 2 sifat beda, F 1 disilangkan
dengan sesamanya, tidak merupakan modifikasi nisbah Mendel II 9:3:3:1, dan
kesterilan botol kultur.

DAFTAR REFERENSI

Crowder, L. 1990. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: UGM.

Suryo, 2008. Genetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai