Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

“VEKTOR”

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Adilla Lulu Fujianti (P21345119001)

Cindy Fadhilah Muryanto (P21345119017)

Gita Nur Anggraini (P21345119031)

Hana Anggita (P21345119034)

Hani Nuri Sabrina (P21345119035)

Muhammad Nur Alif (P21345119047)

1D3A Kesehatan Lingkungan

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 2

Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120


Telp. 021.7397641, 7397643 Fax. 021.7397769
E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang kami bahas dengan judul “Vektor”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai sumber dan pihak yang saling membantu antar teman
sekelompok dengan mencari berbagai materi – materi yang dijadikan sebagai isi di dalam
makalah ini dan akhirnya tantangan itu bisa teratasi dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada semua sumber dan pihak
yang yang telah membantu dan mendukung kami dalam mengatasi beberapa hambatan
sehingga terselesainya penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik bentuk
penyusunannya maupun materinya. Kritik dan saran para pembaca sangat diharapkan agar
kami bisa menyempurnakan pada makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca.

Jakarta Selatan, 17 Februari 2020

(KELOMPOK 5)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Vektor..................................................................................


3

2.2 Standar Indeks Vektor............................................................................ 4

2.3 Dampak dan Pengendalian Vektor ........................................................ 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15

3.2 Saran...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah perkotaan mengalami perubahan yang sangat besar akibat banyaknya industri
yang didirikan. Hal ini menyebabkan penduduk yang tinggal di pedesaan mulai berpindah ke
kota untuk menjadi tenaga kerja. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka berpindah
(urban)adalah faktor ekonomi.

Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang
besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum
merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadan ini dapat
menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan
berkembang biaknya vektor penyakit. untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan
yang bersih dan sehat serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal
sebagai salah satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan
pengendalian vektor penyakit.

Sebagai vektor (penular) penyakit, arthropoda dapat memindahkan suatu penyakit dari
orang yang sakit terhadap orang yang sehat dimana dalam hal ini arthropoda secara aktif
menularkan mikroorganisme penyakit dari penderita kepada orang yang sehat dan juga
sebagai tuan rumah perantara dari mikroorganisme tersebut, contoh : nyamuk, lalat, kutu,
kecoa dsb. Arthropoda sebagai penyebab penyakit dimana arthropoda dapat menyebabkan
penyakit tanpa perantara penular penyakit dalam artian secara langsung, bisa itu dari
gangguan langsung maupun tidak langsung serta kendala lainnya adapun penyakit yang
ditimbulkan karena arthropoda sebagai penyebab penyakit secara langsung diantaranya
entomophoby, annoyance, kehilangan darah, kerusakan alat indera, racun serangga,
dermathosis, dan alergi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari vektor?
2. Apa saja standar indeks vektor?
3. Bagaimana dampak dan pengendalian vektor?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari vektor.
2. Untuk mengetahui apa saja standar indeks vektor.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak dan pengendalian pada vektor.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Vektor

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.374 / MENKES / PER/


II/2010, vektor dapat didefinisikan sebagai artropoda yang dapat menularkan, memindahkan
atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut Nurmaini
(2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Jadi, vektor adalah organisme
yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari
satu inang ke yang lainnya.

Penyakit tular vektor di Indonesia antara lain malaria, arbovirosis seperti demam
berdarah dengue, chikungunya, japanese B ensefalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki
gajah), pes (sampar) dan hutan semak (scrus typhus).

Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat
merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai
perantara penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi
penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian
atas penyebaran vektor tersebut.

Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai
pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis
yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus
binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang
pengganggu.

3
2.2 Standar Indeks Vektor

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit terdiri dari jenis, kepadatan, dan habitat perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini
adalah nama/genus/spesies vektor dan binatang pembawa penyakit. Kepadatan dalam hal ini
adalah angka yang menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam satuan
tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun periode dewasa. Habitat
perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya periode pradewasa vektor dan binatang
pembawa penyakit.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017


Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk
Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit  Serta Pengendaliannya bahwa perhitungan indeks
vektor adalah sebagai berikut :

No Vektor Parameter Satuan Ukur Nilai Baku Mutu


MBR (Man bitting Angka gigitan nyamuk
1 Nyamuk Anophelessp. <0,025
rate) per orang per malam
Persentase habitat
2 Larva Anopheles sp. Indeks habitat perkembangbiakan yang <1
positif larva
Nyamuk Aedes Angka kepadatan
Angka Istirahat
3 aegypti dan/atau Aedes nyamuk istirahat <0,025
(Resting rate)
albopictus (resting) per jam
Larva Aedes Persentase rumah/
ABJ (Angka Bebas
4 aegypti dan/ bangunan yang negatif ≥95
Jentik)
atau Aedes albopictus larva
Angka  nyamuk yang
MHD(Man Hour
5 Nyamuk Culex sp. hinggap per orang per <1
Density)
jam
Persentase habitat
6 Larva Culexsp. Indeks habitat perkembangbiakan yang <5
positif larva
7 Mansonia sp. MHD(Man Hour Angka nyamuk yang <5
Density) hinggap per orang per

4
jam
Jumlah pinjal Xenopsylla
Indeks
cheopisdibagi dengan
Pinjal Xenopsylla <1
jumlah tikus yang
cheopis
diperiksa
8 Pinjal
Jumlah pinjal yang
Indeks Pinjal tertangkap dibagi dengan
<2
Umum jumlah tikus yang
diperiksa
Indeks Populasi Angka rata-rata populasi
9 Lalat <2
Lalat lalat
Indeks Populasi Angka rata-rata populasi
10 Kecoa <2
Kecoa kecoa

Keterangan:

1. Man Biting Rate (MBR) Man Biting Rate (MBR)

Adalah angka gigitan nyamuk per orang per malam, dihitung dengan cara jumlah
nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam) penangkapan.

Contoh, penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan metode nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 12 jam (jam
18.00-06.00), yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10 Anopheles
sundaicus, dua Anopheles subpictus dan satu Anopheles indefinitus. Maka MBR
Anopheles sundaicus dihitung sebagai berikut.

Diketahui :

a. Jumlah nyamuk Anopheles sundaicus yang didapatkan sebanyak 10


b. Jumlah penangkap sebanyak 5 orang

5
c. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit, sehingga dalam satu malam
(12 jam) sebanyak 8 jam (8/12).

2. Indeks Habitat

Adalah persentase habitat perkembangbiakan yang positif larva, dihitung dengan cara
jumlah habitat yang positif larva dibagi dengan jumlah seluruh habitat yang diamati
dikalikan dengan 100%.

Contoh, pengamatan dilakukan terhadap 30 habitat perkembangbiakan nyamuk


Anopheles spp., setelah dilakukan pencidukan didapatkan 5 habitat positif larva
Anopheles dan 6 habitat positif larva Culex spp. Maka indeks habitat larva Anopheles
dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah seluruh habitat diamati 30 buah


b. Jumlah habitat positif larva Anopheles spp. 5 buah

Indeks habitat larva Culex spp. dihitung sebagai berikut.

Diketahui :

6
a. Jumlah seluruh habitat diamati sebanyak 30 buah
b. Jumlah habitat positif larva Culex spp. sebanyak 6 buah
3. Angka Istirahat

Adalah angka kepadatan nyamuk istirahat (resting) per jam, dihitung dengan cara
jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap dalam satu hari (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu
penangkapan (menit) dalam tiap jamnya.

Contoh penangkapan nyamuk istirahat siang hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan menggunakan aspirator selama 12 jam (jam 06.00-18.00), yang mana setiap jam
menangkap 40 menit, mendapatkan lima nyamuk Aedes spp. dan lima nyamuk Culex spp.
Maka angka istirahat per jam dihitung sebagai berikut.

Diketahui :

a. Jumlah nyamuk Aedes yang didapatkan sebanyak 5


b. Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
c. Lama penangkapan 12 jam
d. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).

4. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Adalah persentase rumah atau bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara
jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang
diperiksa dikali 100%. Yang dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik,
rumah susun, dan tempat fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang
bangunan/unit pengelolanya.

7
Contoh, pengamatan dilakukan terhadap 100 rumah dan bangunan, 6 rumah di
antaranya positif jentik Aedes spp. Maka ABJ dihitung sebagai berikut.

Diketahui :

a. Jumlah seluruh rumah yang diperiksa 100 rumah.


b. Jumlah rumah yang positif jentik 6 Aedes spp., artinya yang negatif jentik 94
rumah.

5. Man Hour Density (MHD)

Adalah angka nyamuk yang hinggap per orang per jam, dihitung dengan cara jumlah
nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam enam jam dibagi dengan jumlah
penangkap (kolektor) dikali dengan lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu
penangkapan (menit).

Contoh,

penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor, dengan metode
nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 6 jam (jam 18.00-12.00),
yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10 Culex spp. dan 8 Mansonia
spp. Maka MHD Culex spp. dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah nyamuk Culex spp. yang didapatkan sebanyak 10


b. Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
c. Lama penangkapan 6 jam
d. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).

Maka MHD Mansonia spp. dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

8
a. Jumlah nyamuk Mansonia spp. yang didapatkan sebanyak 8
b. Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
c. Lama penangkapan 6 jam
d. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).

6. Indeks Pinjal Khusus

Adalah jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap
dan diperiksa. Adapun indeks pinjal umum adalah jumlah pinjal umum (semua pinjal)
dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa.

Contoh, hasil penangkapan tikus mendapatkan 50 tikus, setelah dilakukan penyisiran


didapatkan 40 pinjal Xenopsylla cheopis dan 30 pinjal jenis lainnya.

Indeks pinjal Xenopsylla cheopis dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah pinjal Xenopsylla cheopis yang didapatkan sebanyak 40 pinjal


b. Jumlah tikus yang diperiksa sebanyak 50 ekor

Indeks pinjal umum dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah seluruh pinjal yang didapatkan sebanyak 70 pinjal


b. Jumlah tikus yang diperiksa sebanyak 50 ekor

9
7. Indeks Populasi Lalat

Adalah angka rata-rata populasi lalat pada suatu lokasi yang diukur dengan
menggunakan flygrill. Dihitung dengan cara melakukan pengamatan selama 30 detik dan
pengulangan sebanyak 10 kali pada setiap titik pengamatan. Dari 10 kali pengamatan
diambil 5 (lima) nilai tertinggi, lalu kelima nilai tersebut dirata-ratakan. Pengukuran
indeks populasi lalat dapat menggunakan lebih dari satu flygrill. Contoh, pengamatan
lalat pada rumah makan. Flygrill diletakkan di salah satu titik yang berada di dapur. Pada
30 detik pertama, kedua, hingga kesepuluh didapatkan data sebagai berikut: 2, 2, 4, 3, 2,
0, 1,1, 2, 1. Lima angka tertinggi adalah 4, 3, 2, 2, 2, yang dirataratakan sehingga
mendapatkan indeks populasi lalat sebesar 2,6.

8. Indeks Populasi Kecoa

Indeks populasi kecoa adalah angka rata-rata populasi kecoa, yang dihitung
berdasarkan jumlah kecoa tertangkap per perangkap per malam menggunakan perangkap
lem (sticky trap).

Contoh, penangkapan kecoa menggunakan 4 buah perangkap sticky trap pada malam
hari, dua buah dipasang di dapur dan masingmasing satu buah dipasang di dua kamar
mandi. Hasilnya mendapatkan 6 ekor kecoa. Maka indeks populasi kecoa dihitung
sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah kecoa yang didapat sebanyak 6 ekor.


b. Jumlah perangkap sebanyak 4 buah.

Indeks populasi kecoa = 6/4 =1,5

10
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Binatang Pembawa Penyakit

Binatang Pembawa
No Parameter Satuan Ukur Nilai Baku Mutu
Penyakit

Persentase tikus yang


1 Tikus Succes Trap <1
tertangkap oleh perangkap
Oncomelania  hupensis Jumlah keong dalam 10 meter
2 Indeks habitat 0
lindoensis persegi habitat

Keterangan:

1. Success Trap

Adalah persentase tikus yang dikumpulkan oleh perangkap, dihitung dengan cara jumlah
tikus yang diperoleh dengan jumlah yang dikalikan 100%.

a. Jumlah tikus yang ditangkap x 100


b. Jumlah perangkap

Contoh, pemasangan 50 perangkap tikus yang dilakukan selama 10 hari mendapatkan 5


tikus. Maka Success Trap dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah tikus yang diperoleh 5 ekor.


b. Jumlah perangkap yang selama 10 hari sebanyak 50 buah.

2. Indeks Habitat Keong Oncomelania hupensis lindoensis penular Schistosomiasis /


demam keong)

11
Indeks habitat untuk keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular
Schistosomiasis) dalam 10 meter persegi habitat, dihitung dengan cara jumlah keong yang
didapat dalam 10 meter persegi.

Contoh, survei dilakukan pada 1.000 meter persegi habitat keong mendapatkan 15
keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis / demam keong).
Indeks habitat dihitung sebagai berikut.

Diketahui:

a. Jumlah keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis /


demam keong) yang diperoleh 15 ekor.
b. Luas habitat 1.000 meter persegi

2.3 Dampak dan Pengendalian Vektor


1. Pengaruh Vektor dan Binatang Pengganggu pada Kehidupan Manusia
a. Penyakit-penyakit dengan 2 faktor (manusia-arthropoda)

Penyakit yang disebabkan oleh pengaruh langsung arthropoda terhadap


manusia, bukan karena virus, bakteri, protozoa, cacing ataupun jamur. seperti :

 Entomophobia
 Infestasi
 Gigitan dan sengatan arthropoda
 Cairan beracun

b. Penyakit dengan 3 faktor (manusia-arthropoda vector-kuman)

Gambaran umum penyakit pada manusia dimana manusia pada dasarnya


sebagai tuan rumah, arthropoda sebagai vector bagi kuman/parasit dari orang ke
orang. Vektor membawa penyakit dengan menggunakan wahana dalam bentuk udara,
air, makanan, sehingga dikenal penyebaran penyakit secara air borne
infection, waterborne infection dan food borne infection.
12
c. Penyakit dengan 4 faktor (manusia-arthropoda vector-kuman-reservoir)

Disebut juga zoonosis, yaitu penyakit yang mengenai binatang (tuan


rumanhya) dan dapat dipindahkan ke manusia. Contoh : urban yellow fever dan
jungle yellow fever.

Penyakit Bawaan Vektor


Penyakit Penyebab Vektor
Malaria Plasmodium malariae Anopheles sundaicus
DHF Virus DHF Aedes agepti
Cholera Vibrio cholerae Musca domestica
Toxoplasmosis Toxoplasma Ctenochepalides felis
Cacing Pita Dipyllidium canium Ctenochepalides
Canis
Ricketsiosis Rickettsia prowazeki Pediculus humanus
Pest Pasteurela pestis X. cheopis

2. Pengendalian

Berdasarkan program yang di rilis oleh WHO tentang pengendalian vektor


dengan system managemen vektor terpadu. Strategi system managemen vektor terpadu
dirancang untuk mencapai manfaat pengendalian penyakit terbesar dengan cara yang
paling hemat biaya, dan meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem (misalnya
penipisan keanekaragaman hayati) dan merugikan efek samping pada kesehatan
masyarakat dari penggunaan berlebihan bahan kimia alam pengendalian vektor.

Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian


sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan
menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan
populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi
yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan prinsip dan konsep
yang benar.

Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai
pegangan sebagai berikut :

a. Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar


vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/ membahayakan.

13
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup.

14
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai
contoh, berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan. Jenis-jenis dan klasifikasi
vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari crustacea Kelas Myriapoda Kelas
Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata yaitu berupa tikus.
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang
pengganggu tersebut.

3.2 Saran
Pengendalian vektor harus dilakukan  secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Penggunaan insektisida
yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan
membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis.
Disarankan agar semua orang yang bekerja atau mempelajari tentang vektor tidak salah
dalam mengasumsikan dan mempraktekkannya. Supaya mengerti dan mengaplikasikannya ke
masyarakat luas sehingga tidak terjadi kesalahan yang fatal dan merugikan orang lain. Bagi
para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya
sebagai penambah ilmu pengetahuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Heriyanto, Bambang. 2011. Atlas Vektor Penyakit di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

https://www.entomologikesehatan.com/2018/08/standar-baku-mutu-kesehatan-
lingkungan.html

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._50_ttg_Standar_Baku_mutu_K
ESLING_dan_Persyaratan_Kesehatan_Vektor_.pdf

https://id.scribd.com/document/412343356/Vektor

https://www.researchgate.net/publication/330598620

https://docplayer.info/30004892-Penyakit-bawaan-vektor-jenis-jenis-vektor-dan-penyakit-
yang-ditimbulkan.html

16

Anda mungkin juga menyukai