“VEKTOR”
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang kami bahas dengan judul “Vektor”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai sumber dan pihak yang saling membantu antar teman
sekelompok dengan mencari berbagai materi – materi yang dijadikan sebagai isi di dalam
makalah ini dan akhirnya tantangan itu bisa teratasi dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada semua sumber dan pihak
yang yang telah membantu dan mendukung kami dalam mengatasi beberapa hambatan
sehingga terselesainya penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik bentuk
penyusunannya maupun materinya. Kritik dan saran para pembaca sangat diharapkan agar
kami bisa menyempurnakan pada makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca.
(KELOMPOK 5)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran...................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Wilayah perkotaan mengalami perubahan yang sangat besar akibat banyaknya industri
yang didirikan. Hal ini menyebabkan penduduk yang tinggal di pedesaan mulai berpindah ke
kota untuk menjadi tenaga kerja. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka berpindah
(urban)adalah faktor ekonomi.
Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang
besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum
merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadan ini dapat
menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan
berkembang biaknya vektor penyakit. untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan
yang bersih dan sehat serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal
sebagai salah satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan
pengendalian vektor penyakit.
Sebagai vektor (penular) penyakit, arthropoda dapat memindahkan suatu penyakit dari
orang yang sakit terhadap orang yang sehat dimana dalam hal ini arthropoda secara aktif
menularkan mikroorganisme penyakit dari penderita kepada orang yang sehat dan juga
sebagai tuan rumah perantara dari mikroorganisme tersebut, contoh : nyamuk, lalat, kutu,
kecoa dsb. Arthropoda sebagai penyebab penyakit dimana arthropoda dapat menyebabkan
penyakit tanpa perantara penular penyakit dalam artian secara langsung, bisa itu dari
gangguan langsung maupun tidak langsung serta kendala lainnya adapun penyakit yang
ditimbulkan karena arthropoda sebagai penyebab penyakit secara langsung diantaranya
entomophoby, annoyance, kehilangan darah, kerusakan alat indera, racun serangga,
dermathosis, dan alergi.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari vektor.
2. Untuk mengetahui apa saja standar indeks vektor.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak dan pengendalian pada vektor.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit tular vektor di Indonesia antara lain malaria, arbovirosis seperti demam
berdarah dengue, chikungunya, japanese B ensefalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki
gajah), pes (sampar) dan hutan semak (scrus typhus).
Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat
merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai
perantara penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi
penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian
atas penyebaran vektor tersebut.
Adapun dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang
dinamakan phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, demam berdarah, dan phylum chodata yaitu tikus sebagai
pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis
yang menyebabkan penyakit pes. Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus
binatang pengganggu masih banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang
pengganggu.
3
2.2 Standar Indeks Vektor
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit terdiri dari jenis, kepadatan, dan habitat perkembangbiakan. Jenis dalam hal ini
adalah nama/genus/spesies vektor dan binatang pembawa penyakit. Kepadatan dalam hal ini
adalah angka yang menunjukkan jumlah vektor dan binatang pembawa penyakit dalam satuan
tertentu sesuai dengan jenisnya, baik periode pradewasa maupun periode dewasa. Habitat
perkembangbiakan adalah tempat berkembangnya periode pradewasa vektor dan binatang
pembawa penyakit.
4
jam
Jumlah pinjal Xenopsylla
Indeks
cheopisdibagi dengan
Pinjal Xenopsylla <1
jumlah tikus yang
cheopis
diperiksa
8 Pinjal
Jumlah pinjal yang
Indeks Pinjal tertangkap dibagi dengan
<2
Umum jumlah tikus yang
diperiksa
Indeks Populasi Angka rata-rata populasi
9 Lalat <2
Lalat lalat
Indeks Populasi Angka rata-rata populasi
10 Kecoa <2
Kecoa kecoa
Keterangan:
Adalah angka gigitan nyamuk per orang per malam, dihitung dengan cara jumlah
nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam) penangkapan.
Contoh, penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan metode nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 12 jam (jam
18.00-06.00), yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10 Anopheles
sundaicus, dua Anopheles subpictus dan satu Anopheles indefinitus. Maka MBR
Anopheles sundaicus dihitung sebagai berikut.
Diketahui :
5
c. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit, sehingga dalam satu malam
(12 jam) sebanyak 8 jam (8/12).
2. Indeks Habitat
Adalah persentase habitat perkembangbiakan yang positif larva, dihitung dengan cara
jumlah habitat yang positif larva dibagi dengan jumlah seluruh habitat yang diamati
dikalikan dengan 100%.
Diketahui:
Diketahui :
6
a. Jumlah seluruh habitat diamati sebanyak 30 buah
b. Jumlah habitat positif larva Culex spp. sebanyak 6 buah
3. Angka Istirahat
Adalah angka kepadatan nyamuk istirahat (resting) per jam, dihitung dengan cara
jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap dalam satu hari (12 jam) dibagi dengan
jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu
penangkapan (menit) dalam tiap jamnya.
Contoh penangkapan nyamuk istirahat siang hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan menggunakan aspirator selama 12 jam (jam 06.00-18.00), yang mana setiap jam
menangkap 40 menit, mendapatkan lima nyamuk Aedes spp. dan lima nyamuk Culex spp.
Maka angka istirahat per jam dihitung sebagai berikut.
Diketahui :
Adalah persentase rumah atau bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara
jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang
diperiksa dikali 100%. Yang dimaksud dengan bangunan antara lain perkantoran, pabrik,
rumah susun, dan tempat fasilitas umum yang dihitung berdasarkan satuan ruang
bangunan/unit pengelolanya.
7
Contoh, pengamatan dilakukan terhadap 100 rumah dan bangunan, 6 rumah di
antaranya positif jentik Aedes spp. Maka ABJ dihitung sebagai berikut.
Diketahui :
Adalah angka nyamuk yang hinggap per orang per jam, dihitung dengan cara jumlah
nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam enam jam dibagi dengan jumlah
penangkap (kolektor) dikali dengan lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu
penangkapan (menit).
Contoh,
penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor, dengan metode
nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 6 jam (jam 18.00-12.00),
yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10 Culex spp. dan 8 Mansonia
spp. Maka MHD Culex spp. dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Diketahui:
8
a. Jumlah nyamuk Mansonia spp. yang didapatkan sebanyak 8
b. Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
c. Lama penangkapan 6 jam
d. Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).
Adalah jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap
dan diperiksa. Adapun indeks pinjal umum adalah jumlah pinjal umum (semua pinjal)
dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa.
Diketahui:
Diketahui:
9
7. Indeks Populasi Lalat
Adalah angka rata-rata populasi lalat pada suatu lokasi yang diukur dengan
menggunakan flygrill. Dihitung dengan cara melakukan pengamatan selama 30 detik dan
pengulangan sebanyak 10 kali pada setiap titik pengamatan. Dari 10 kali pengamatan
diambil 5 (lima) nilai tertinggi, lalu kelima nilai tersebut dirata-ratakan. Pengukuran
indeks populasi lalat dapat menggunakan lebih dari satu flygrill. Contoh, pengamatan
lalat pada rumah makan. Flygrill diletakkan di salah satu titik yang berada di dapur. Pada
30 detik pertama, kedua, hingga kesepuluh didapatkan data sebagai berikut: 2, 2, 4, 3, 2,
0, 1,1, 2, 1. Lima angka tertinggi adalah 4, 3, 2, 2, 2, yang dirataratakan sehingga
mendapatkan indeks populasi lalat sebesar 2,6.
Indeks populasi kecoa adalah angka rata-rata populasi kecoa, yang dihitung
berdasarkan jumlah kecoa tertangkap per perangkap per malam menggunakan perangkap
lem (sticky trap).
Contoh, penangkapan kecoa menggunakan 4 buah perangkap sticky trap pada malam
hari, dua buah dipasang di dapur dan masingmasing satu buah dipasang di dua kamar
mandi. Hasilnya mendapatkan 6 ekor kecoa. Maka indeks populasi kecoa dihitung
sebagai berikut.
Diketahui:
10
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Binatang Pembawa Penyakit
Binatang Pembawa
No Parameter Satuan Ukur Nilai Baku Mutu
Penyakit
Keterangan:
1. Success Trap
Adalah persentase tikus yang dikumpulkan oleh perangkap, dihitung dengan cara jumlah
tikus yang diperoleh dengan jumlah yang dikalikan 100%.
Diketahui:
11
Indeks habitat untuk keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular
Schistosomiasis) dalam 10 meter persegi habitat, dihitung dengan cara jumlah keong yang
didapat dalam 10 meter persegi.
Contoh, survei dilakukan pada 1.000 meter persegi habitat keong mendapatkan 15
keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis / demam keong).
Indeks habitat dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Entomophobia
Infestasi
Gigitan dan sengatan arthropoda
Cairan beracun
2. Pengendalian
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai
pegangan sebagai berikut :
13
b. Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologi terhadap
tata lingkungan hidup.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya
dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai
contoh, berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan. Jenis-jenis dan klasifikasi
vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang terdiri dari crustacea Kelas Myriapoda Kelas
Arachinodea Kelas hexapoda dan phylum chodata yaitu berupa tikus.
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang
pengganggu tersebut.
3.2 Saran
Pengendalian vektor harus dilakukan secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan
untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Penggunaan insektisida
yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan
membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis.
Disarankan agar semua orang yang bekerja atau mempelajari tentang vektor tidak salah
dalam mengasumsikan dan mempraktekkannya. Supaya mengerti dan mengaplikasikannya ke
masyarakat luas sehingga tidak terjadi kesalahan yang fatal dan merugikan orang lain. Bagi
para pembaca diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya
sebagai penambah ilmu pengetahuan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Heriyanto, Bambang. 2011. Atlas Vektor Penyakit di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://www.entomologikesehatan.com/2018/08/standar-baku-mutu-kesehatan-
lingkungan.html
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._50_ttg_Standar_Baku_mutu_K
ESLING_dan_Persyaratan_Kesehatan_Vektor_.pdf
https://id.scribd.com/document/412343356/Vektor
https://www.researchgate.net/publication/330598620
https://docplayer.info/30004892-Penyakit-bawaan-vektor-jenis-jenis-vektor-dan-penyakit-
yang-ditimbulkan.html
16