SKENARIO 1
KELOMPOK TUTORIAL G
1
Daftar Isi
Daftar Isi ………………………………………………………………………….... 2
Skenario ……………………………………………………………………………. 3
STEP 1……………………………………….………………………………………. 4
STEP 2 ...……………….......…….……………………………………………..…… 5
STEP 3 ……..............…….………………………………………………………….. 5
STEP 4 ………………………………………………………………………………. 9
STEP 5 ……………………….………………………………………………………. 10
STEP 6 ……….………………………………………………………………………. 10
STEP 7…. ……………………………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 25
2
SKENARIO 1
Seorang remaja usia 13 tahun datang ke RSGM bagian Konservasi Gigi ingin merawatkan gigi
belakang bawah kanan yang terasa berlubang sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya gigi tersebut
berlubang kecil, dibiarkan akhirnya menjadi besar. Anak tersebut mengeluh gigi terasa ngilu
saat makan manis dan minum dingin, tetapi tidak pernah sakit spontan.. Hasil pemeriksaan
obyektif menunjukkan gigi 46 karies profunda, tes termal positif, tekanan dan perkusi negatif.
Hasil pemeriksaan radiografik tampak pada gambar di bawah, tinggal selapis tipis dentin dekat
atap pulpa, ruang pulpa lebar dan keadaan jaringan periodontal baik. Diagnosa gigi 46 tersebut
adalah pulpitis reversible , dan akan dilakukan perawatan perlindungan pulpa terlebih dahulu
sebelum dibuatkan restorasi.
3
STEP 1 : CLARIFYING UNFAMILIAR WORD
1. Apa saja cara dan bagaimana menentukan diagnosa pada skenario? Jelaskan prosedur tes
termal, perkusi, dan tekanan?
Jawab :
(ayu) mengetahui gejala yang dialami pasien, pemeriksaan intraoral
Tes termal = tes kevitalan gigi dengan panas dan dingin
Tes perkusi = memberi pukulan pada gigi menggunakan ujung jari / instrumen secara
cepat dan intensitas semakin naik
Tes tekanan = dilakukan dengan mengetuk permukaan insisal/oklusal
8
STEP 4. MIND MAPPING
9
STEP 5. LEARNING OBJECTIVE
C. Pemeriksaam Penunjang
Pemeriksaan pnenunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah
pemeriksaan fisik pada penderita. Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan
insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan
mikrobiologi dan pemeriksaan darah.
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran
rongga mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan, foto periapikal, bitewing,
oklusal, dan panoramik. Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiografi, yang
bertujuan untuk melihat keadaan ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan periapikal,
keadaan jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum Miller. Pemeriksaan radiografi
penting untuk membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa, rencana perawatan dan
monitor selama perawatan / perkembangan lesi.
Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang tepat,
memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem saluran
akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi
periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan
tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula, lesi yang
terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang
sebenarnya (Apriyono, 2010).
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui alat dan bahan serta prosedur
perawatan pulp capping gigi 46
A. Alat & bahan
1. Round bur
2. Ekscavator
3. Pinset berkerat
4. Plastic filling instrument
5. Pengaduk semen
6. Stopper semen
7. Glass plate
8. Rubberdam
9. Cotton roll
10. Cotton pallate
11. Tampon
12. Calcium hydroksida
13. Sodium hipoklorit (NaOCl)
14. ZoE
15. Mineral triokside agregat
15
B. Prosedur
Pertimbangan melakukan perawatan pulp capping indirect pada kasus ini karena pada
pemeriksaan radiografi masih terdapat selapis tipis dentin dekat atap pulpa, ruang pulpa
lebar dan keadaan jaringan periodontal yang baik. Perawatan pulp capping indirect
adalah tekhnik untuk mencegah terbukannya pulpa pada perawatan lesi karies yang
dalam tanpa disertai dengan tanda-tanda klinis adalnya degenerasi pulpa dan kelainan
periapikal. Perawatan indirect pulp capping dilakukan lebih dari 1 kunjungan.
Adapun prosedur perawatan pulp capping indirect adalah;
Pada kunjungan pertama perawatan yang dilakukan antara lain:
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
Alat dan bahan yang disiapkan harus dalam keadaan steril, untuk meminimalkan
terjadinya infeksi.
2. Isolasi daerah kerja
Isolasi daerah kerja dapat menggunakan rubber dam. Dapat pula menggunakan
kapas dan saliva ejector, namun posisinya harus dijaga selama perawatan.
3. Preparasi kavitas dan ekskavasi jaringan karies
Preparasi kavitas bertujuan untuk membuang dentin sklerotik dengan bur bulat dan
membersihkan jaringan karies dengan menggunakan ekskavator. Setelah itu
dilakukan pembersihan premukaan preparasi, dapat menggunakan irigasi hydrogen
peroksida 3% dan aquades steril/saline, lalu dikeringkan dengan menggunakan
cotton pallete.
4. Penempatan sub base dengan menggunakan pasta calcium hydroksida secara
langsung
5. Penempatan tumpatan sementara
Bahan tumpatan sementara apat menggunakan Resin-modified glass ionomer
cement, seng fosfat.
Kemudian kunjungan kedua yaitu 60 hari setelah dilakukan kunjungan pertama
dilakukan beberapa tes seperti tes vitalitas gigi, perkusi, tekanan, palpasi, thermal dan
pemeriksaan pendukung seperti Radiografi. Apabila hasil tes pasien baik, maka dapat
dilakukan perawatan lanjutan berupa restorasi permanen.
16
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Indikasi dan kontraindikasi pulp
capping
1. Indirect Pulp Capping
Indikasi
Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke pulpa tetapi tidak
mengenai pulpa.
Pulpa masih vital.
Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda.
Kontra Indikasi
Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
Pembengkakan.
Fistula.
Peka terhadap perkusi.
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna.
Resorpsi akar interna.
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa.
2. Direct pulp capping
Indikasi
Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar tidak lebih dari
1mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta tidak ada gejala.
Gigi permanen dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena karies dan
lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.
Pulpa masih vital.
Hanya berhasil pada pasien di bawah usia 30 tahun, misalnya pulpa terpotong oleh bur
pada waktu preparasi kavitas dan tidak terdapat invasi bakteri maupun kontaminasi
saliva.
Kontraindikasi
Nyeri spontan – nyeri pada malam hari.
Pembengkakan.
17
Fistula.
Peka terhadap perkusi.
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna.
Resorpsi akar internal
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa.
Terbukanya pulpa secara mekanis dan instrumen yang dipakai telah memasuki jaringan
pulpa
Perdarahan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa.
Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa.
18
karena tubuli dentin lebih banyak dan lapisan enamel lebih tipis sehingga
rangsangan mudah dihantarkan. Bila timbul reaksi nyeri nyeri hebat akibat tes
termal, maka dapat dikurangi dengan melakukan tes termal yang berlawanan.
b. Tes termal dingin
Tes termal dingin akan menyebabkan vaso kontriksi. Rangsangan yang dapat
menyebabkan kontraksi pulpa diperoleh dari bulatan kapas kecil yang disemprot etil
klorida atau es berbentuk batang kecil. Bulatan kapas yang disemprot klor etil
akan diletakkan didaerah servikal.
c. Perkusi
Mengetuk mahkota gigi dengan menggunakan pangkal kaca mulut untuk
mengetahui nyeri dengan melihat ekspresi penderita.
d. Druk
Mengetahui penjalanan keradangan dengan cara meletakan pangkal kaca mulut di
atas mahkota gigi kemudian penderita di minta menggigit perlahan-lahan untuk
mengetahui nyeri dengan melihat ekspresi penderita (Bila gigi lawan tidak cukup
ditekan dengan pangkal kaca mulut).
2. Menanyakan Keluhan penderita
Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu tanyakan keluhan
penderita, apabila sudah tidak ada keluhan maka langsung dilanjutkan dengan
tumpatan tetap sesuai dengan lesi kari esnya.
Kunjungan III (John, 2009):
1. Melakukan Tes vitalitas, tes perkusi dan tes tekan setelah membuka tumpatan
sementara
2. Menanyakan Keluhan penderita
Setelah melakukan tes termal dan tes tekan serta tes perkusi lalu tanyakan
keluhan penderita, apabila tidak ada keluhan maka subbase dan base dibuang
dan diganti yang baru setelah itu baru dilakukan penumpatan tetap.
2. Evaluasi perawatan
Pulp capping direct sampai saat ini masih merupakan suatu metode perawatan yang
valid di bidang endodontic, karena bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari gigi dengan
pulpa terbuka dapat dipertahankan. Kondisi ini sangat tergantung pada diagnosis yang tepat
19
sebelum perawatan, tidak ada bakteri yang mencapai pulpa dan tidak ada tekanan pada
daerah pulpa yang terbuka.
Keberhasilan perawatan pulp capping direct hampir sama dengan indirect, ditandai
dengan hilangnya rasa sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang
dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan
objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin
yang dapat dilihat dari gambaran radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan
penutupan apikal. Sebagian besar peneliti memakai kriteria jembatan dentin sebagai indicator
keberhasilan perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk
melindungi jaringan pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi, tetap vital,
membantu kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi yang
pertumbuhannya belum sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya fungsi sel
odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka. Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium
hidroksida terjadi pada hari pertama hingga minggu kesembilan, sehingga pasien dapat
diminta datang 2 bulan setelah perawatan untuk melakukan control. Kemudian secara
periodic setiap 6 bulan sekali dalam jangka waktu 2 sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas
pulpa.
Kegagalan perawatan pulp capping biasanya dikarenakan perdarahan yang terjadi
dapat berperan sebagai penghalang sehingga tidak terjadi kontak antara bahan kalsium
hidroksida dengan jaringan pulpa. Hal ini menyebabkan proses penyembuhan pulpa
terhambat. Kegagalan perawatan ditandai dengan pemeriksaan subjektif yaitu timbulnya
keluhan, misalnya gigi sensitive terhadap rangsang panas dan dingin atau gejala lain yang
tidak diinginkan. Kemudian pada pemeriksaan objektif dengan radiografi dilihat adanya
gambaran radiolusen yang menunjukkan gumpalan darah atau terjadinya resorpsi internal.
Setelah dilakukan perawatan pulp capping dengan prognosa yang baik, maka sebagai dokter
gigi kita wajib dan harus memberi edukasi dan evaluasi mengenai perawatan tersebut kepada
pasien anak dan orang tuanya. Salah satu contohnya yaitu Dental health education. Dental
health education adalah suatu proses belajar yang ditujukan kepada individu dan kelompok
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-tingginya. Suatu usaha atau
aktivitas yang mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sedemikian rupa sehingga
baik untuk kesehatan gigi dan mulut pribadi maupun masyarakat (Herijulianti, 2000).
Diharapkan dengan diberikan edukasi dan evaluasi tersebut, baik orang tua dan anak dapat
20
merubah dan menjaga oral hygine. Sebagai orang tua harus lebih memperhatikan kebersihan
mulut dari sang anak (Todd and Dodd, 1985).
Jika terdapat hal yang tidak diinginkan:
Penatalaksanaan Kedaruratan Antar Kunjungan
Kedaruratan antar kunjungan disebut juga sebagai falre-up yaitu suatu kedaruratan
murni dan demikian parahnya sehingga perlu perawatan dengan segera. Walaupun prosedur
perawatan telah dilakukan dengan hati-hati dan teliti, namun komplikasi dapat timbul berupa
nyeri dan pembengkakan. Kedaruratan antar kunjungan ini adalah peristiwa yang sangat
tidak diinginkan dan sangat mengganggu serta harus segera ditangani (Apriyono,2010).
Perawatan Flare-up
Aspek terpenting perawatan flare-up adalah menenangkan pasien. Umumnya pasien
merasa ketakutan dan kesal bahkan menyangka bahwa perawatan telah gagal dan gigi harus
dicabut. Berilah keyakinan kepada pasien bahwa rasa nyeri yang timbul dapat ditanggulangi
dan kasusnya akan segera ditangani. Kasus kedaruratan antar kunjungan dapat dibagi
menjadi kasus tanpa dan dengan pembengkakan, dan yang diagnosis awalnya pulpa vital atau
nekrosis. Jika pada diagnosis awalnya pulpa masih vital, jarang timbul flare-up (Apriyono,
2010).
23
KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE)
Pada kunjungan pertama,dilakukan pemeriksaan lengkap dilakukan komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan gigi mulut dan profilaksis oral (pemberian antibiotik).
Saat KIE, anak diberikan sejelas mungkin tentang perawatan yang akan diberikan, waktu dan
prosedur perawatan, dan pentingnya bekerja sama selama perawatan.
KIE dalam program kesehatan ditujukan untk meningkatkan kepedulian dan mengubah
sikap untuk menghasilkan suatu sebuah perubahan perilaku yang spesifik. IEC berarti berbagi
informasi dan ide melalui cara-cara yang dapat diterima oleh komunitas, dan menggunakan
saluran, metode maupun pesan yang tepat. Hal ini lebih luas dari pengembangan materi
pendidikan kesehatan karena meliputi proses komunikasi dan membangun jaringan
komunikasi.
KIE harus melibatkan partisipasi aktif dari target audiens dan menggunakan metode maupun
teknik yang familiar bagi audiens. KIE merupakan alat yang penting dalam promosi kesehatan
untuk menciptakan linkungan yang mendukung dan penguatan aksi-aksi komunitas serta
berperan penting dalam perubahan perilaku.
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan. Hal ini
berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini
disampaikan/dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif. Hal
ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu,
dan hal ini kadang-kadang disebut pembelajaran partifipatif.
Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita sering
menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan
yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman
bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan
dan mengambil pelajaran dari hal tersebut.
24
budaya.
Daftar Pustaka
Andlaw, R. J. 1992. Perawatan gigi anak. Jakarta: widya medika.
Apriyono, Dwi Kartika. 2010. Kedaruratan Endodontik. Stomatognatic (J.K.G. Unej) Vol. 7
No. 1 : 45-50. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Baum, phillips, lund. 1997. Buku ajar ilmu konservasi gigi : Jakarta.EGC.
Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6 th Ed, Mosby-Year Book, Philadelphia
Haryuni, Rizky Fitri, Eva Fauziyah. Penata laksanaan FrakturEllis Klas II Pada Gigi Tetap
Muda. Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172
Fagundes et al.2009. Indirect pulp treatment in a permanent molar: case report of 4
years follow up: Journal of Applied Oral Science.
Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC Decker Inc
Hamilton London
Tarigan; editor, Lilian Yuwono. - Ed. 3 – Jakarta: EGC, 1997
25
26
27