Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS KELOLAAN KEGAWATDARURATAN TN.

B
DENGAN KASUS FRAKTUR FEMUR TERTUTUP DEXTRA

OLEH :

SITI SUGIARTI

195140009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2019/2020
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
generasi tulang / osteoporosis (Widya, 2010). Sedangkan menurut Hartanto
(2011) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang terjadi
akibat trauma langsung dan umumnya sering dialami oleh laki-laki dewasa.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis menyimpulkan
bahwa fraktur femur ialah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh
trauma fisik atau tanga fsisik uyang terjadi secara langsung.
2. Etiologi
Menurut Rasjad (2010), bahwa penyebab terjadi fraktur adalah sebagai
berikut :
a. Fraktur fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan oleh
kecelakaan, tenaga fisik dan trauma yaitu dapat disebabkan oleh :
- Cedera langsung, yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
- Cedera tidak langsung, yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur
klavikula atau orang tua yang terjatuh menganai bokong dan berakibat
fraktur kolom femur.
b. Fraktur patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Hal ini dapat
terjadi pada berbagai keadaan, antara lain : tumor tulang (jinak dan
ganas), infeksi seperti osteomielitis, scurvy (penyakit gusi berdarah),
osteomalasia, rakhitis, osteoporosis.

3. Manifestasi Klinis
Corwin (2010), menjelaskan bahwa manifestasi klinis dari fraktur adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri biasanya patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot
dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.
c. Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.
d. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan
saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian
nonfraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat menandakan sindrom
kompartemen.
e. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung
ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.

4. Klasifikasi
Smeltzer (2010) menyebutkan bahwa klasifikasi fraktur femur ada 6 (enam) tipe,
antara lain :
a. Fraktur Subtrochanter Femur
Fraktur subtrochanter femur yaitu fraktur di mana garis patahnya berada
5 cm dari distal trochanter minor, fraktur ini dibagi dalam beberapa klasifikasi
tetapi lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding dan
Magliato, yaitu :
- Tipe I yaitu garis fraktur satu level dengan trochanter minor.
- Tipe II yaitu garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas trochanter
minor.
- Tipe III yaitu garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas
trochanter minor.
b. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena truma langsung akibat
kecelakaan atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan
penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah, yaitu
dengan 2 jenis antara lain:
- Fraktur tertutup
- Fraktur terbuka, ketentuan fraktur femur bila terdapat hubungan
tulang yang patah dengan dunia luar dibagi dalam 3 (tiga) derajat, yaitu :
o Derajat I, terjadi apabila hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan oleh tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
o Derajat II, terjadinya luka lebih besar (> 1 cm) dan luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.
o Derajat III, terjadinya luka lebih luas dari derajat kedua, lebih kotor dan
jaringan lunak banyak yang ikut rusak.
c. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler femur fragmen bagian distal selalu terjadi
dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari
otot-otot gastrocnemius, bisanya fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung
karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial stres valgus atau varus
disertai rotasi.
d. Fraktur Intercondyler Femur
Fraktur intercondyler femur biasanya diikuti oleh fraktur supercondyler,
sehingga terjadi bentuk T atau Y pada fraktur.
e. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme trauma fraktur condyler femur biasanya merupakan
kombinasi dari gaya hiperabduksi dan abduksi disertai dengan tekanan pada
sumbu femur ke atas.
f. Fraktur Colum Femur
Fraktur colum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh
trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah. Fraktur ini dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1) Fraktur intrakapsuler yaitu fraktur femur yang terjadi di dalam sendi, panggul
dan kapsula, melalui kepala femur (capital fraktur) dan melalui leher dari
femur.
2) Fraktur ekstrakapsuler yaitu fraktur yang terjadi di luar sendi dan kapsul melalui
trochanter femur yang lebih besar / kecil pada daerah intertrochanter dan
terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 (dua) inch
di bawah trochanter kecil.

5. Pathway

6. Gklangsung
Trauma te`k kalip Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur femur tertutup

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri


akut
langsun
g
Perb jaringan sekitar
Kerusakan fragmen tulang
Pergesaran frag tulang Putus Spasme otot
vena/arteri
Tek sumsum
Deformitas Peningkatan tek tulang > kapiler
Perdarahan kapiler

Gg. fungsi Reaksi stress klien


Kehilangan Pelepasan
volume cairan histamin Melepaskan
Hambatan katekolamin
mobilitas fisik
Resiko syok
Protein plasma hilang Memobilisasi
asam lemak
Edema
Bergabung dg
trombosit
Peneknn pem darah

Emboli
Penurunan perfusi jar

Ketidakefektifan Menyumbat
perfusi jaringan pemb darah
perifer
7. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2010), penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus
fraktur, yaitu :
a. Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan
hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan.
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi
pemulihan posisi dan rentang gerak kembali normal. Sebagian besar reduksi
dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila
diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin atau sekrup
dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. Traksi dapat diperlukan
untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan.
c. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya
dilakukan dengan pemasangan gips, atau penggunaan bidai.

Smeltzer (2010), menjelaskan bahwa penatalaksanaan kedaruratan yang dilakukan


pada kasus fraktur adalah sebagai berikut :
a. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus
dipindahkan dari kenderaan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
harus disangga di atas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan
rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan
nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut
b. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindarkan gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
c. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi
tulang panjang ekstremitas bawah juga dapat dilakukan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai
bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
d. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fragmen, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar
melalui luka maka pasangkan bidai sesuai yang diterangkan diatas.
e. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh yang sehat dan
kemudian dari sisi yang cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada
sisi yang cedera. Ekstremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.

7. Komplikasi
Menurut Suratun (2010), komplikasi pada kasus fraktur adalah sebagai
berikut :
a. Komplikasi awal
1) Syok yaitu dapat berupa fatal dalam beberapa jam setelah odema
2) Emboli lemak yaitu dapat terjadi 24-72 jam
b. Komplikasi lanjutan
1) Mal union / non union
2) Nekrosis avaskular tulang
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna

8. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dilakukan pada klien fraktur adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/ luasnya fraktur atau trauma.
2) Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur dan juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan apabila kerusakan vaskuler dicurigai.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel), peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
5) Kreatin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multipel, atau cedera hati.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2010.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Hartanto, Andry, and Derek. 2011. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi-29, Jakarta
: EGC
Rasjad. Chairuddin. 2010.Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta;
PT.Watapone
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2010,Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo. (dkk), Jakarta : EGC
Suratun, SKM. et. al. 2010. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA ORANG DEWASA

DATA BIOGRAFI

No. Rekam Medis : Diagnosa Medis : Fraktur femur tertutup dextra (kanan)
Tanggal masuk : 16-09-2020 Jam :
Nama : Tn. B Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 40 tahun
Agama : Islam Status Perkawinan : Kawin Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta Sumber informasi: Tn. B Alamat : Jakarta Selatan
TRIAGE GD √ DTG TGTD M

GENERAL ASESSMENT

Keluhan Utama :

Tn. B mengatakan jatuh dari sepeda motor, kemudian Tn.B dibawa ke dukun pijat oleh
keluarganya. Setelah seminggu dibawa ke dukun pijat ternyata tidak kunjung sembuh tapi
malah tambah parah, kaki membengkak dan pasien baru dibawa ke RSU oleh keluarganya.
Pasien didiagnosa fraktur femur tertutup dextra. Tn.B datang langsung dibawa ke ruang
perawatan umum, mendapatkan terapi infus RL 20 tetes/ menit. Tn. B mengatakan nyeri, skala
nyeri 8, ekspresi wajah tampak meringis kesakitan, ekspresi wajah tegang, tampak kaki sebelah
kanan membengkak, klien hanya berbaring di tempat tidur, TD: 130/90 mmHg, N:112x/menit,
S:36oC.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : √ Baik  Tidak Baik, ... ... ...

Kesadaran : Compos mentis

PRIMERY ASSESMENT

Diagnosis Keperawatan:
AIRWAY

Jalan Nafas : √ Paten  Tidak Paten Kriteria Hasil :


Obstruksi :  Lidah  Sputum  Benda Asing
 Darah  Spasme  N/A
√ Intervensi :
Suara Nafas : Normal Ronchi halus/kasar
1.
 Wheezing Stridor  N/A 2.
3.
Keluhan Lain :
Pemeriksaan penunjang : 4.
5.

Implementasi :
1.
2.
3.
4.
5.

Evaluasi :
S :

O :

A :

P :

Diagnosis Keperawatan:
BREATHING
Gerakan dada : √ Simetris  Asimetris Kriteria Hasil : … … …
Irama Nafas :  Teratur  Tidak teratur
Intervensi :
Pola Nafas :  Apneu  Dipsneu  Bradipneu 1.
2.
 Takhipneu  Orthopneu  PND
3.
Pernafasan cuping hidung :  Ada  N/A 4.
Retraksi otot dada :  Ada  N/A
Implementasi :
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : x/mnt 1.
2.
Kedalaman nafas :  Normal  Dalam  Dangkal
3.
Keluhan Lain : 4.
Pemeriksaan penunjang : 5.

Evaluasi :
S :

O :

A :

P :

Diagnosis Keperawatan:
CIRCULATION
Tekanan darah : mmHg Kriteria Hasil :
Akral :  Hangat  Dingin
Pucat :  Ya  Tidak
Intervensi :
Cianosis :  Ya  Tidak
1.
Nadi :  Teraba, frekuensi x/menit 2.
3.
 Reguler  Irreguler  Kuat  Lemah
4.
 Tidak teraba 5.
CRT :  < 2 detik  > 2 detik
Implementasi :
Pendarahan :  Ya  Tidak, jika ya cc. 1.
2.
Lokasi perdarahan :
3.
Kelembaban kulit :  Lembab  Kering 4.
5.
Turgor kulit :  Normal  Kurang
Pitting Edema :  Ada  N/A Evaluasi :
S :
Output :
 Muntah : cc.  Urine : cc. O :
 Perdarahan cc.  Diare : cc.
A :
Keluhan Lain :
P :
Pemeriksaan penunjang :

DISABILITY Diagnosis Keperawatan:

Respon : √ Alert  Verbal  Pain  Kriteria Hasil :


Unrespon
Intervensi :
Kesadaran : √ CM  Apatis  Somnolen
Implementasi :
Soporo koma  Koma
GCS : E : M: V: Evaluasi :
Pupil : √ Isokor  Unisokor  Pinpoint
 Midriasis
Diameter :  1mm  2mm 3mm 4mm
Refleks Cahaya: √ Ada  Tidak Ada
Kekutan otot :
5555/5555
5534/5555
Keluhan Lain :
Pemeriksaan penunjang :
Diagnosis Keperawatan:
EXPOSURE 1. Gangguan mobilitas fisik b/d
Gangguan Muskuloskeletal
Deformitas : √ Ya Kriteria Hasil :
 Tidak Mobilitas Fisik (L.05042)
Contusio :  Ya  Tidak  Kekuatan otot meningkat (5)
Abrasi :  Ya  Tidak  Pergerakan ekstremitas menigkat (5)
Penetrasi : Ya  Tidak
Laserasi : Ya  Tidak Intervensi : Dukungan Ambulasi
Edema : √ Ya  Tidak (L.06171)
Keluhan Lain: 1. Identfikasi toleransi fisik
 Tn.B, usia 43 tahun, mengatakan jatuh dari sepeda melakukan ambulasi
motor 2. Monitor kondisi umum selama
 Setelah seminggu dibawa ke dukun pijat ternyata melakukan ambulasi
tidak kunjung sembuh tapi malah tambah parah, 3. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik
kaki membengkak
 Klien hanya berbaring di tempat tidur Dukungan mobilisasi (L.05173)
 Tampak kaki sebelah kanan membengkak 1. Identifikasi adanya nyeri atau
 N :112 x/menit keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melalukan pergerakan
Kekutan otot : 3. Fasilitasi melakukan pergerakan
5555/5555 4. Anjurkan melakukan mobilisasi
5534/5555 dini

Implementasi :
1. Mengidentfikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
Hasil : klien mengatakan masih
sakit untuk melakukan ambulasi
2. Mengidentifikasi toleransi fisik
melalukan pergerakan
Hasil : klien masih terlihat tidak
bisa melakukan pergerakan fisik
untuk kaki kanannya

Evaluasi :
S : Klien mengatakan masih sakit
untuk melakukan ambulasi

O : Klien masih terlihat tidak bisa


melakukan pergerakan fisik untuk
kaki kanannya

A : Gangguan mobilitas fisik tidak


teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1. Latihan Rom pasif yang bisa
dilakukan agar tidak terjadi
kekakuan sendi

SECONDARY ASSESMENT

Diagnosis Keperawatan:
ANAMNESA 1. Nyeri Akut b/d pergeseran
pragmen tulang
Riwayat Penyakit Saat Ini : Kriteria Hasil :
Tn. B mengatakan nyeri, skala nyeri 8, ekspresi wajah Tingkat Nyeri ( L.08066)
tampak meringis kesakitan,ekspresi wajah tegang.  Keluhan nyeri menurun (5)
 Meringis membaik (5)
P : jatuh dari sepeda motor lalu dibawa ke dukun pijat  Frekuensi nadi membaik (5)
oleh keluarganya
Q : seperti tertusuk-tusuk Intervensi :Manajemen Nyeri
R : femur bagian dextra (L.08238)
S : Skala nyeri 8 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
T : keluhan dirasakan secara mendadak
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
Alergi :
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
Medikasi :
memperberat dan memperingan
nyeri
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
4. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
Makan Minum Terakhir:
diberikan
5. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Even/Peristiwa Penyebab :
6. Kolaborasi pemberian analgetik,
Pasien mengatakan jatuh dari sepeda motor, jika perlu
kemudian Tn.B dibawa ke dukun pijat oleh
keluarganya. Setelah seminggu dibawa ke dukun pijat Implementasi :
ternyata tidak kunjung sembuh tapi malah tambah 1. Mengidentifikasi lokasi,
parah, kaki membengkak. karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
Hasil :
Tanda Vital : P : jatuh dari sepeda motor lalu
BP : TD: 130/90 mmHg N : 112 x/menit S: 36OC. dibawa ke dukun pijat oleh
RR : 20x/menit keluarganya
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : femur bagian dextra
S : Skala nyeri 8
T : keluhan dirasakan secara
mendadak
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Hasil : Skala nyeri 8
3. Berkolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Hasil : mendapatkan terapi infus RL
20 tetes/ menit
Evaluasi :
S :
P : jatuh dari sepeda motor lalu
dibawa ke dukun pijat oleh
keluarganya
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : femur bagian dextra
S : Skala nyeri 8
T : keluhan dirasakan secara
mendadak

O : Mendapatkan terapi infus RL 20


tetes/ menit

A : Nyeri akut tidak teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan

PEMERIKSAAN FISIK Diagnosis Keperawatan:


1.
2.

Kepala dan Leher: Kriteria Hasil :


Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Intervensi :
Dada:
1.
Inspeksi ... ... 2.
3.
Palpasi ... ...
4.
Perkusi ... ... 5.
Auskultasi ... ...
Implementasi :
Abdomen: 1.
2.
Inspeksi ... ...
3.
Palpasi ... ... 4.
5.
Perkusi ... ...
Auskultasi ... ... Evaluasi :
S :
Pelvis:
Inspeksi ... ... O :
Palpasi ... ...
Ektremitas Atas/Bawah: A :
P :
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Punggung :
Inspeksi ... ...
Palpasi ... ...
Neurologis

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ...
Hasil :

Tanggal Pengkajian : 16-September-2020 Tanda Tangan Pengkaji:

Jam : 15:30 WIB

Keterangan : Nama Terang : Siti Sugiarti

Anda mungkin juga menyukai