Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif dan kronis,
yang memerlukan pengobatan jangka panjang dan perawatan pasien
secara mandiri, untuk dapat mencegah efek komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang. Diagnosis DM ditegakkan bila
pemeriksaan gula darah puasa > 126 mg/dl dan/atau gula darah 2 jam
setelah makan > 200 mg/dl (Gleadle, 2008).
Angka prevalensi Diabetes Melitus di dunia telah mencapai
jumlah wabah atau Epidemi. WHO memperkirakan pada negara
berkembang pada tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru. Saat ini,
Diabetes Melitus di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 230 juta,
hampir mencapai proporsi 6% dari populasi orang dewasa.
Menurut WHO, Indonesia diperkirakan akan menempati
peringkat ke 5 di dunia dengan jumlah penderita diabetes sebanyak
12,4 juta orang pada tahun 2025 mendatang. Menurut penelitian
Epidemilogi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia kekerapan
diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% sampai dengan 1,6%.
(Suroyo, 2007).
Hasil data yang didapatkan dari catatan Puskesmas Bareng,
kejadian Diabetes Mellitus mencapai 1.065 kasus dalam 7 bulan
terakhir. Persentase kejadian DM sekitar 0,38% yang terjadi di
Kelurahan Bareng. Penderita Diabetes Melitus yang ada pada wilayah
tersebut berkisar usia 15-59 tahun.
Dari latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan komunitas dengan gangguan Sistem
Endokrin dengan masalah utama: Diabetes Melitus di Kelurahan
Bareng, Klojen-Kota Malang tepatnya di RT 13 dan 14 RW 8 wilayah
Kerja Puskesmas Bareng-Kota Malang.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada RW 8 RT
13 dan 14 di Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen, Kota Malang
dengan masalah kesehatan diabetes mellitus dalam rangka
mewujudkan tercapainya masyarakat RW 8 yang sehat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan tokoh
masyarakat dan semua anggota masyarakat.

2. Mampu mengumpulkan dan menganalisa data kesehatan


yang ditemukan di masyarakat.

3. Menentukan masalah keperawatan komunitas pada


masyarakat RW 8 RT 13 dan 14 Kelurahan Bareng
Kecamatan Klojen Kota Malang

4. Menetapkan diagnosis keperawatan komunitas pada


masyarakat RW 8 RT 13 dan 14 Kelurahan Bareng
Kecamatan Klojen Kota Malang.

5. Mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat RW 8 RT 13


dan 14 Kelurahan Bareng Kecamatan Klojen Kota Malang.

6. Mampu memberikan promosi kesehatan kepada masyakat


untuk menurunkan tingkat kejadian dan resiko Diabetes
Mellitus.

7. Mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam


melaksanakan kegiatan sesuai dengan program yang
disepakati.

8. Mampu mengevaluasi hasil dari implementasi keperawatan


komunitas yang telah dilakukan dan memberikan rencana
tindak lanjut dari masalah yang diatasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Komunitas

2.1.1 Definisi Keperawatan Komunitas

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat


yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest)
yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi
yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga
(Sumijatun dkk, 2006). Kelompok masyarakat tersebut dalam
kesehatan dikenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui,
kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat
dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya (Mubarak,
2006).

Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang


keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan
dan kesehatan masyarakat (public health) dengan dukungan
peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa
mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara
menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses
keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri
dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).

Proses keperawatan komunitas merupakan metode


asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis,
kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan
masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat

3
melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas

a Tujuan keperawatan komunitas


Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui
upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care)
terhadap individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok
dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh
masyarakat (health general community) dengan
mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu,
dan kelompok
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:

1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami


2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan
masalah tersebut
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang
mereka hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan
kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri
(self care)
b Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis
dan ilmiah bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan
dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.

4
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal
sesuai dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien
serta melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat
berkaitan dengan permasalahan atau kebutuhannya
sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang
cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2006).

2.1.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas

Strategi dalam pelaksanaan intervensi asuhan keperawatan


komunitas adalah sebagai berikut:

a. Proses kelompok (group process)


Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit,
tentunya setelah belajar dari pengalaman sebelumnya,
selain faktor pendidikan/pengetahuan individu, media masa,
Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan
sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan di
lingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran penyakit
yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat
mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan
penyakit yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar
bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan mampu
mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka
mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah
kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan
perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan
hanya sekedar proses transfer materi/teori dari seseorang

5
ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur.
Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran
dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat
sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan
menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
maupun WHO yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik
fisik, mental dan sosialnya; sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan
menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh
karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya
mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui
upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.

2.1.4 Model Konseptual dalam Keperawatan Komunitas

Teori keperawatan berkaitan dengan kesehatan


masyarakat menjadi acuan dalam mengembangkan model
keperawatan komunitas adalah teori Betty Neuman (1972)
dan Model Keperawatan Comunity as Partner (2000). Model
Neuman memandang klien sebagai sistem yang terdiri dari
berbagai elemen meliputi sebuah struktur dasar, garis
kekebalan, garis pertahanan normal dan garis pertahanan
fleksibel (Neuman, 1994).

Model intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh


Betty Neuman melibatkan kemampuan masyarakat untuk
bertahan atau beradaptasi terhadap stressor yang masuk
kedalam garis pertahanan diri masyarakat. Kondisi kesehatan

6
masyarakat ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam
menghadapi stressor.

Intervensi keperawatan dilakukan bila masyarakat tidak


mampu beradaptasi terhadap stressor yang masuk kedalam
garis pertahanan (Clark, 1999).Dasar pemikiran dalam
keperawatan komunitas adalah komunitas adalah sebuah
sistem. Pada awalnya Anderson dan McFarlane (1996)
menggunakan model “comunity as client”. Pada tahun 2000
model disempurnakan menjadi “community as partner”. Model
comunity as partner mempunyai makna sesuai dengan
filosofi PHC, yaitu fokus pada pemberdayaan masyarakat.
Model tersebut membuktikan ada hubungan yang sinergi dan
setara antara perawat dan klien.

Pengkajian komunitas mempunyai dua bagian utama yaitu


core dan delapan subsistem.

7
Gambar 1. Community as Partner (Anderson & McFarlane,
2001)

Pengkajian core/inti adalah sejarah/riwayat, data


demografi, suku budaya dan nilai/keyakinan. Pengkajian 8
subsistem komunitas adalah pengkajian lingkungan fisik,
pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan
transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan
dan rekreasi (Mubarak, 2009). Model comunity as partner
menekankan pada terjadinya stressor yang dapat mengganggu
keseimbangan sistem: pertahanan fleksibel, normal dan resisten.
Tehnik pengumpulan data dalam model tersebut adalah
melalui winshield survey (pengamatan langsung ke masyarakat
dengan berkeliling wilayah dan menggunakan semua panca
indra), observasi, hasil wawancara, kuesioner, diskusi
kelompok dan data sekunder (data statistik, laporan puskesmas,
laporan kelurahan dan lain-lain).

8
2.1.5 Proses Asuhan Keperawatan Komunitas

Pelaksanaan keperawatan komunitas dilakukan melalui


beberapa fase yang tercakup dalam proses keperawatan
komunitas dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses
keperawatan komunitas secara langsung melibatkan komunitas
sebagai klien yang dimulai dengan pembuatan
kontrak/partnership dan meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi (Efendi, 2009).

A. Pengkajian

1. Pengkajian Inti/Core

a Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang
terdiri atas: umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, nilai-nilai, dan keyakinan. Data demografi yang
perlu dikaji dalam keluarga atau masyarakat adalah nama
anggota keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan, status
pernikahan, pekerjaan, dan agama. Pada pengkajian
demografi juga terdapat data vital statistik meliputi angka
kelahiran, angka kematian, angka kesakitan, penyakit
penyebab kematian terbanyak dll.
b Nilai dan Kepercayaan
Bagian dari inti komunitas adalah nilai, keyakinan,
dan praktik keagamaan penduduk.Setiap komunitas
bersifat unik dengan nilai, keyakinan, dan praktik
keagamaan yang mengakar pada tradisi dan secara
kontinu berkembang serta tetap eksis karena memenuhi
kebutuhan masyarakat. Semua kelompok etnik
mempunyai nilai dan keyakinan yang berinteraksi
dengan sistem komunitas untuk mempengaruhi

9
kesehatan warganya. Dalam masyarakat ditanyakan
keyakinan terhadap sehat dan sakit, tempat mereka
berobat dan usaha menyembuhkan sakit atau
meningkatkan derajat kesehatan.
c. Sejarah (History)
Sejarah dalam komunitas adalah terkait dengan
sejarah masyarakat, daerah yang terkait dengan
kesehatan yang pernah dialami oleh masyarakat.Tokoh
masyarakat yang disegani yang mengetahui sejarah
daerah. Data sejarah yang perlu ditanyakan kepada
keluarga adalah riwayat anggota keluarga yang menderita
ISPAC, cara penatalaksanaan, riwayat pengobatan.
d. Suku dan budaya
Pada pengkajian suku dan budaya lebih mendalami
tentang berapa jumlah suku yang berada disuatu wilayah.
Selain jumlah suku, juga ditentukan jenis-jenis suku yang
mendiami wilayah tersebut. Kemudian, dikaji juga tentang
budaya yang menjadi tradisi di masyarakat daerah
tersebut.

2. Subsistem

a Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu
ditingkatkan juga kebersihan lingkungan sekitar dengan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Data
subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalahbahan
utama bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai,
ventilasi rumah, luas ventilasi,alat penerangan,
kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya matahari.
b Keamanan dan Transportasi

10
Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan
desa, tersedianya kendaraan umum (Ojek, Angkot),
tersediannya kendaraan pribadi (Mobil, Sepeda Motor),
tersediannya jalan pintas,penggunaan jalan umum, serta
kondisi jalan menuju layanan kesehatan.
c. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk
melakukan deteksi dini gangguan atau merawat dan
memantau apabila gangguan sudah terjadi. Hal yang perlu
dikaji dalam pelayanan kesehatan dan sosial adalah
ketersediaan tenaga kesehatan, jarak RS, ketersediaan
klinik dan gawat darurat, mencari pelayanan kesehatan,
jarak puskesmas, dan adanya jaminan kesehatan.
d. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui
apakah sudah mencukupi dengan standar yang ada,
sehingga upaya pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
efektif.Yang perlu dikaji adalah jenis pekerjaan warga sekitar,
jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan,
ketersediaan lapangan kerja, jumlah pengeluaran rata-rata
yang dikeluarkan dalam sehari, adakah alokasi simpanan
dana untuk kesehatan, status kepemilikan rumah,
kepemilikan asuransi kesehatan.
e. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting
dalam pengkajian karena untuk mengetahui seberapa jauh
pengetahuan warga sekitar tentang penyakit hipertensi.
Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau tingkat
pengetahuan yaitu, pengetahuan umum tentang penyakit
hipertensi seperti, pengertian, tanda dan gejala penyakit,
komplikasi, pencegahan dan pengobatan.

11
f. Politik dan Pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat terutama dalam penyediaan
sarana pelayanan kesehatan untuk menunjang kesehatan
warga sekitar. Di masyarakat yang perlu dikaji adalah,
adanya jadwal pelaksana kegiatan PKK, rutinitas kegiatan
PKK, program PKK, tersedianya kader-kader kesehatan tiap
RT, rutinitas kegiatan kader untuk menunjang kesehatan di
masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan
pemerintah.
g. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah
penting dalam menerima informasi terutama terkait dengan
kesehatan. Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan kesehatan (misalnya: televisi,
radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas).
Dalam subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah
penggunaan alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio,
koran dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan bersama
warga, antusias warga dalam mendapatkan informasi
kesehatan.
h. Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat
masalah atau dapat menimbulkan masalah kesehatan
kepada masyarakat disekitarnya. Yang perlu dikaji dalam
subsistem rekreasi adalah ketersediaan fasilitas bermain
anak-anak dan bentuk rekreasi yang sering dilakukan.

B. Analisa dan Diagnosa Keperawatan Komunitas

Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian


dianalisa seberapa besar stresor yang mengancam masyarakat

12
dan seberapa berat reaksi yang timbul dalam masyarakat
tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa
atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut
Muecke (1995) terdiri dari masalah kesehatan, karakteristik
populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman dan
potensial.

C. Perencanaan

Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer,


sekunder, tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga,
masyarakat) yang sesuai dengan diagnosa yang telah ditetapkan.
Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi penyusunan,
pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai
dengan prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan dan
sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi.

D. Implementasi (Pelaksanaan)

Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat


pencegahan yaitu:

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit
atau disfungsi dan diaplikasikan ke populasi sehat pada
umumnya, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum
dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan
bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan
pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan
masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini
dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit

13
atau kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai
balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan
pada pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara
optimal dari ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini
dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan
yang menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi
semula dan menghambat proses penyakit.

E. Evaluasi

Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan


hasil yang diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi
struktur, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Tugas dari
evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari
evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan
asuhan keperawatan.

2.2 Masalah Kesehatan di Masyarakat

2.2.1 Konsep Penyakit Tidak Menular (PTM)

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama


kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari
57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008,
sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan
oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh
penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara
dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh
kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari
60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-

14
negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab
kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun,
penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%),
diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,
penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian
disebabkan diabetes (WHO, 2011).

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat


Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus
meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi
di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga
(70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak
menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes.
Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52
juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular,
naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini.

Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti


malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari
18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030
(Kemenkes RI, 2012). Pada negara-negara menengah dan
miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari
tahun hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life
years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit
menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi (WHO, 2011).

Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030


transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit
tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan
akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat
dan penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker,
jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik
lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada

15
tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC,
HIV/AIDS, Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi
akan mengalami penurunan pada tahun 2030. Peningkatan
kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko
akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan
dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan
peningkatan usia harapan hidup.

2.2.1.1 Definisi Penyakit Tidak Menular

Penyakit Tidak Menular (selanjutnya disingkat


PTM) adalah penyakit yang perkembangannya berjalan
perlahan dalam jangka waktu yang panjang (kronik)
(Kemenkes RI, 2016). Penyakit tidak menular (PTM),
juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari
orang ke orang, mereka memiliki durasi yang
panjang dan pada umumnya berkembang secara
lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Permenkes No. 71
tahun 2015, bahwa kelompok Penyakit Tidak Menular
berdasarkan sistem dan organ tubuh terdiri dari;
penyakit keganasan, penyakit endokrin, nutrisi, dan
metabolik, penyakit sistem saraf, penyakit sistem
pernapasan, penyakit sistem sirkulasi, penyakit mata dan
adnexa, penyakit telinga dan mastoid, penyakit kulit dan
jaringan subkutanius, penyakit sistem musculoskeletal
dan jaringan penyambung, penyakit sistem genitourinaria,
penyakit gangguan mental dan perilaku, penyakit
kelainan darah dan gangguan pembentukan organ darah.

2.2.1.2 Jenis Penyakit Tidak Menular

16
Bedasarkan Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak
Menular (PANDU PTM) oleh Kemenkes RI tahun 2016,
PTM dapat dibedakan menjadi 5 yaitu; Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah, Diabetes Melitus dan Gangguan
Metabolik, Penyakit Paru Kronik, Penyakit Kanker,
Gangguan Indera dan Fungsional. Sedangkan menurut
Riskesdas (2013), PTM meliputi: (1) asma; (2) penyakit
paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5)
hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal
jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11)
batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik.

2.2.1.3 Epidemiologi PTM di Indonesia

Di wilayah Pasifik dan Asia Timur penyakit


tidak menular merupakan 71,03% penyebab kematian
pada tahun 2002, dan menimbulkan DALYs (Disability
Adjusted Life Years) sebesar 46,90%. Di Indonesia,
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang
kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan
adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih
banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain
pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular.
Proporsi angka kematian penyakit tidak menular
meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5%
pada tahun 2007 (Riskesdas 2007).

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya


prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti
hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke
(8,3‰), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus
di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi
(30,3%), kanker/tumor (4,3‰), dan cedera lalu lintas
darat (25,9%). Prevalensi beberapa faktor risiko

17
penyakit tidak menular, seperti obesitas umum
19,1% (terdiri dari berat badan lebih 8,8% dan obesitas
10,3%), obesitas sentral 18,8%, sering (satu kali atau
lebih setiap hari) makan makanan asin 24,5%, sering
makan makanan berlemak 12,8%, sering makan/minum
makanan/minuman manis 65,2%, kurang sayur buah
93,6%, kurang aktivitas fisik 48,2%, gangguan mental
emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7%, dan
konsumsi alkohol 12 bulan terakhir 4,6% (Riskesdas,
2007).

Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin


meningkat. Dari sepuluh penyebab utama kematian,
satu diantaranya adalah penyakit tidak menular. Salah
satunya hipertensi merupakan penyakit tidak menular
yang mengalami peningkatan terus-menerus dari tahun
ke tahun. Salah satu prioritas utama dalam penyakit
jantung dan pembuluh darah yaitu hipertensi. Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran
pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat
(29,4%).

Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat


melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan
atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada
0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang
mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum
obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% +
0,7 %) (Kemenkes RI, 2016).

18
2.2.2 Diabetes Melitus
2.2.2.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan
yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah
(Bruner & Suddarth, 2002). Diabetes Mellitus adalah
keadaan hiperglikemia kronik disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagi komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer, A, 2001).
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi oleh karena kelainan pada sekresi insulin akibat
terjadinya gangguan pada fungsi pankreas atau pun
dikarenakan kerja insulin yang mengalami kelainan.
Dapat berbentuk kelainan pada kedua-duanya
(PERKENI 2011).
2.2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan ADA
(2012) dan Perkeni (2011) adalah sebagai berikut
(Gustaviani, 2007; Ignativicius dan Workman, 2006;
Smeltzer et al, 2008):
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA, 2007)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut):
a. Melalui Proses Imunologik
b. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Bervariasi mulai terutama
yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin)

19
3. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta :

2) DNA mitokondria.

3) Defek genetik kerja insulin.

4) Penyakit eksokrin pankreas :

a) Pankreatitis.

b) Tumor/ pankreatektomi.

c) Pankreatopati fibrokalkulus.

5) Endokrinopati.

a) Akromegali.

b) Sindroma Cushing.

c) Feokromositoma.

d) Hipertiroidisme.

6) Karena obat/ zat kimia.

7) Pentamidin, asam nikotinat.

8) Glukokortikoid, hormon tiroid.

4. Diabetes mellitus Gestasional


Diabetes tipe ini terjadi pada masa kehamilan.
Biasanya diabetes gestasional terjdi secara
sementara temporary atau bisa menetap menjadi
diabetes tipe 2. Ada dua kemungkinan yang dapat
terjadi yaitu karena ibu telah ada Diabetes Mellitus
sejak kehamilan atau ibu menderita setelah
melahirkan. Hal ini disebabkan karena plasenta bayi

20
mengeluarkan hormone anti insulin dan ibu tidak
dapat menahannya.
2.2.2.3 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari
diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe
I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya
suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi
sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

21
a) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada
usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
2.2.2.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari
diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya

22
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau

23
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/
komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di
seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih
besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus
keras dan tebal.
Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami beban terbesar.
Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia
dan penyembuhan luka abnormal manghalangi
resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

24
PATHWAY DM

Gambar 2.2.2.4.1 Pathway Diabetes Mellitus

25
2.2.2.5 Manifestasi klinis
1. Diabetes Tipe I
a) hiperglikemia berpuasa
b) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia,
polifagia
c) keletihan dan kelemahan
d) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen,
muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa
progresif
b) gejala seringkali ringan mencakup keletihan,
mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
c) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati,
penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan
dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal.
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
a) Pain (nyeri)
b) Paleness (kepucatan)
c) Paresthesia (kesemutan)
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).

26
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran
klinis menurut pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas


(kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus). Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
2.2.2.6 Penatalaksanaan
Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya
gula darah, oleh sebab itu sangat diperlukan
manajemen diabetes yang baik dalam upaya
pencegahan primer kaki diabetik. Menurut Perkeni
(2011), manajemen Diabetes Melitus terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat
pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi.
2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Menurut Smeltzer et al, (2008) yang juga mengutip
dari ADA bahwa perencanaan makan pada pasien
diabetes meliputi :

27
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien
Diabetes Melitus
b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada
makanan yang disajikan seperti vitamin dan
mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang
stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung
lemak, karena pada pasien Diabetes Melitus jika
serum lipid menurun maka resiko komplikasi
penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena
dapat mengurangi komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari Diabetes Melitus
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga,
latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah

28
mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat
dikurangi.
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh
mencakup diet yang benar, olah raga yang teratur,
dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan
insulin setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya
pasien perlu minum obat antidiabetes secara oral
atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi
suntikan insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan
kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor level gula
darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat
pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi dari
Diabetes Melitus (Smeltzer et al, 2008).
2.2.2.7 Komplikasi
Diabetes Mellitus (DM) dengan karakteristik
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi berupa
komplikasi akut (yang terjadi secara mendadak) dan
komplikasi kronis (yang terjadi secara menahun).
Komplikasi akut dapat berupa :

1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah <


60 mg/dl
2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan
asidosis metabolic dan hiperketogenesis

29
3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran
hipoksia yang ditimbulkan oleh hiperlaktatemia.
4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama
dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak ada
hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.
Komplikasi kronis :
Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak
terkontrol dalam jangka waktu kurang lebih 5 tahun.
Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta
persarafan yang kena atau berdasakan organ.
Pembagian secara sederhana sebagai berikut :
1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar
(pembuluh darah yang dapat dilihat secara
mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung /
Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak
/stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery
Disease.
2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah
mikroskopis antara lain retinopati diabetika
(mengenai retina mata) dan nefropati diabetika
(mengenai ginjal).
3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa
mengeluh rasa pada kaki/tangan berkurang atau
tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar
sendiri.
Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi
berdasarkan organ yang terkena yaitu :
1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati
diabetik: bercak hitam di kulit daerah tulang kering),
necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik,
tepi keputihan), selulitis ganggren,

30
2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit
neurologinya
3. Mata : Lensa cembung sewaktu hiperglikemia
(myopia-reversibel, katarax irreversible), Glaukoma,
perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non
proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6
(neuritis optika) & nerve centralis lain
4. Hidung : penciuman menurun
5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia
diabetic, Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa),
ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi),
periodontium (makroangiopati periodontitis), gigi
(caries dentis)
6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction
40% kr neuropati otonomik, kardiomiopati diabetika
(Penyakit Jantung Diabetika)
7. Paru : mudah terjangkit Tuberkulosis (TB) paru
dengan berbagai komplikasinya.
8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus,
gastroparese diabetikum (gastroparese diabeticum),
gastroatropi, diare diabetic)
9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik,
sindroma kiemmelstiel Wilson, pielonefritis,
necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical
Disfunction, infeksi saluran kencing, disfungsi ereksi/
impotensi, vulvitis.
10. Saraf : Perifer: parestesia, anestesia, gloves
neuropati, stocking, neuropati, kramp
11. Sendi : poliarthritis
12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi
makroangiopati, mikroangopati, neuropati dan infeksi
pada kaki.

31
BAB III
HASIL

3.1 PRA PENGKAJIAN


Tabel 3.1.1. Pra Pengkajian

No Tanggal Kegiatan Keterangan


1 21-22 Proses pembuatan Membuat kisi-kisi yang meliputi
Agustus kisi-kisi dan instrumen Core, Sub sistem, dan persepi
2019 pengkajian komunitas yang berkaitan dengan penyakit
Diabetes Mellitus di Diabetes Mellitus. Kemudian
kelas. membuat instrumen sesuai
dengan kisi-kisi yang telah
dibuat.
2 23 Pembagian kloter Melakukan pembagian kloter
Agustus untuk survey ke untuk memudahkan dalam
2019 puskesmas Bareng, melakukan survey ke rumah
Klojen, Malang dan warga sesuai dengan instrumen
penentuan sampel dari pengkajian
populasi
Menentukan sample

untuk survey

t


t䁦


t䁦
뻈 䁦
Keterangan :
N : Jumlah KK

32
e : Margin of error
n : Jumlah sample

Didapatkan sample sebesar


146.266 sehingga dibulatkan
menjadi 147 KK

3.2 TAHAP PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan komunitas dilakukan dari tanggal


24-28 Agustus 2019. Pengkajian dilakukan di daerah Kelurahan
bareng, Kecamatan Klojen Kota Malang, Jawa Timur. Metode yang
digunakan dalam pengkajian komunitas adalah survey, wawancara,
literature review dan winshield survey. Instrumen yang digunakan
dalam pengkajian ini adalah kuesioner, panduan wawancara,
panduan literature review dan panduan wienshield survey. Data-
data didapatkan dari warga, kader, petugas kesehatan puskesmas,
dan laporan dari puskesmas setempat.

3.3 HASIL PENGKAJIAN


A. CORE
1. Sejarah
Dari hasil wawancara dengan warga setempat didapatkan
bahwa nama kelurahan Bareng diambil dari kondisi geografis
wilayah daerah tersebut yang bentuknya berlereng-lereng.

2. Demografi
2.1 Jumlah penduduk
Menurut data dari Puskesmas didapatkan bahwa Kelurahan
Bareng, Klojen, Malang terdiri dari 8 RW dan 74 RT. Penduduknya
berjumlah 44.286 jiwa, yang terbagi atas laki-laki sebesar 21.241
jiwa (48%) dan perempuan 23.045 jiwa (52%).

33
Gambar 3.3.1. Jumlah penduduk Kelurahan Bareng menurut
jenis kelamin

Hasil wawancara dengan Kader didapatkan jumlah KK di RT


14 ada 167 yang terdiri dari 194 penduduk perempuan dan 208
penduduk laki-laki. Untuk kisaran usia yang mengidap penyakit
diabetes mellitus berada diantara 15-59 tahun.
2.2 Jumlah penderita Diabetes Mellitus
Dari hasil review literature dari puskesmas didapatkan
jumlah penduduk yang menderita diabetes mellitus dihitung
perbulannya, yaitu:
- Pada bulan Januari terdata sebanyak 39 laki-laki dan 146
perempuan dari total keseluruhan penduduk di Kelurahan
Bareng dengan estimasi jumlah perhitungan kunjungan
ke puskesmas.
- Pada bulan Februari terdata sebanyak 195 perempuan
dan tidak ada pengidap laki-laki.
- Pada bulam Maret terdata sebanyak 51 perempuan dan
23 laki-laki.

34
- Pada bulan April terdata sebanyak 88 perempuan dan 41
laki-laki.
- Pada bulan Mei terdata sebanyak 68 perempuan dan 27
laki-laki.
- Pada bulan Juni terdata sebanyak 87 perempuan dan 17
laki-laki.
- Pada bulan Juli terdata sebanyak 156 perempuan dan
127 laki-laki.

Gambar 3.3.2. Jumlah penderita DM di Kelurahan Bareng


berdasarkan jenis kelamin

3. Suku dan budaya


Dari hasil wawancara dengan warga didapatkan bahwa
mayoritas penduduk Kelurahan Bareng, Klojen, Malang adalah
suku Jawa dan sebagian kecil adalah suku Madura.

35
4. Nilai dan keyakinan
Dari hasil wawancara dengan warga didapatkan bahwa
mayoritas keyakinan yang terdapat di Kelurahan Bareng, Klojen,
Malang adalah Islam, tetapi juga ada yang beragama non Islam.
Beberapa penduduk beragama Islam yang tinggal di Kelurahan
Bareng terutama pada RT 14 sering juga mengikuti pengajian.

B. SUB SISTEM
1. Lingkungan fisik
Dari hasil wiensheild survey didapatkan bahwa pada RT 13
dan 14 pada Kelurahan Bareng, jarak antar rumah warga sangat
berdekatan sehingga ventilasi udaranya kurang bagus. Bangunan
rumah di RT 14 berukuran rata-rata <8m/perorang dengan tingkat
pencahayaan yang kurang di tiap-tiap rumahnya. Bangunan rumah
seluruhnya permanen dengan 90% rumah tidak mempunyai
pekarangan. Untuk kondisi rumah warga tidak terlalu kotor dan
tidak terlalu bersih. Namun, rawan untuk ditemukan jentik-jentik
nyamuk karena lingkungan yang padat dan lembab.
Di setiap lahan kosong yang terdapat di RT 13 dan 14 selalu
dipenuhi oleh barang-barang rongsokan yang menumpuk, sehingga
mengganggu kebersihan lingkungan sekitar. Jalanan di RT 13 dan
14 sangat sempit yang hanya dapat dilalui oleh 1 motor, sehingga
menghambat akses warga dalam beraktivitas untuk mengunjungi
pelayanan kesehatan.
RT 14 terletak dibantaran sungai sehingga sungai menjadi
akhir dari pembuangan limbah cair rumah tangga serta toilet warga.
Banyak rumah warga yang tidak memiliki septic tank untuk
pembuangan kotoran sehingga kotoran tersebut langsung dialirkan
ke sungai. Di sungai juga banyak terdapat sampah anorganik
seperti pampers dan pembalut, sehingga membuat sungai tersebut
tercemar. Untuk pembuangan sampah, di setiap rumah warga
memiliki tempat sampah sendiri-sendiri dan terdapat petugas yang

36
mengangkut sampah setiap 2 hari sekali. Terdapat beberapa warga
yang sudah memahami dan melakukan pemilahan sampah baik
sampah organic maupun anorganik.
Dari hasil wawancara dengan warga di RT 14 mereka
menyatakan bahwa RT 14 lokasinya lebih rendah dengan RT
lainnya yaitu (RT 11, 12, 13, 15) dan memiliki banyak sumber air
tanah sehingga tidak mungkin untuk membangun septic tank hanya
pada kedalaman 1 meter sumber air tanah muncul dengan deras
dan cenderung naik saat musim hujan. Sehingga, pada RT 14
seringkali terjadi banjir setinggi 1 meter yang disebabkan oleh hujan
yang deras dan air sungai yang meluap, dan membuat warga
mengeluhkan hal tersebut. Warga mengatakan bahwa masih
banyak warga yang memiliki tingkat kesadaran rendah untuk
membuang sampah pada tempatnya sehingga membuat aliran air
tersumbat.
Sumber air yang digunakan warga pada RT 13 dan 14
dulunya berasal dari air sumur. Namun, karena lokasi sumur dekat
dengan sungai yang tercemar menyebabkan beberapa warga
berhenti menggunakan air sumur untuk digunakan dan beralih ke
PDAM. Di RT 14 juga bebas dari polusi udara karena jauh dari jalan
raya atau pabrik. Fasilitas umum yang terdapat di RT 14 adalah
masjid besar.

2. Ekonomi
Dari hasil pendataan kuesioner didapatkan bahwa beberapa
warga RT 13 dan 14 yang perempuan merupakan ibu rumah
tangga, sedangkan yang laki-laki kebanyakan bekerja di pabrik,
wiraswasta, PNS dan terdapat juga yang sudah pensiun. Untuk
kisaran pendapatan warga yang bekerja adalah 500.000-1.500.000
perbulannya, sedangkan untuk warga yang pensiun berkisar
dibawah 1.000.000.

37
Untuk warga yang mengidap diabetes mellitus, mereka
memiliki biaya pengeluaran khusus perbulannya sekitar 200.000-
300.000. mereka mendapatkan biaya tersebut dari pemberian
anak-anaknya dan juga tabungan mereka sendiri yang berupa
layanan BPJS.

3. Pelayanan kesehatan dan sosial


Dari hasil wawancara dengan kader didapatkan Kelurahan
Bareng, Klojen, Malang terdapat pelayanan Posyandu Balita,
Posyandu Lansia (gabung menjadi satu yaitu RT 11, 12, 13, 14 dan
15) di Pos RT 13. Terdapat dua kader yang aktif untuk membina
warga di RT 14 salah satunya yang bernama Ibu Suci dan berusia
48 tahun. Kader tersebut aktif dalam Kader Posyandu (lansia dan
balita). Namun, para kader belum pernah mendapat pelatihan
tentang kader.
Di Kelurahan Bareng terdapat puskesmas yang bernama
Puskesmas Bareng untuk para warga melakukan pengobatan dan
konsultasi kesehatan. Setiap Sabtu di Kelurahan Bareng terdapat
kegiatan Posbindu Penyakit Tidak Menular (Hipertensi dan
Diabetes Mellitus) dengan rincian kegiatan: pengecekan tekanan
darah dan pengecekan kadar gula darah.
Di Kelurahan Bareng tidak terdapat komunitas yang
membahas tentang Penyakit Tidak Menular tersebut. Warga juga
tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang Hipertensi dan
Diabetes Mellitus. Namun, warga mendapatkan penyuluhan HIV
dan bahaya merokok. Warga yang menderita diabetes mellitus
biasanya langsung mengunjungi dokter praktik mandiri untuk
melakukan pengobatan dan kontrol kesehatan. Warga juga sudah
mengerti terkait sistem rujukan BPJS dan warga juga sudah sering
mengunjungi puskesmas dengan akses yang mudah untuk
dijangkau apabila mereka terkena penyakit serta melakukan
imunisasi untuk anak-anak mereka.

38
Kegiatan sosial lainnya yang biasa dilakukan warga adalah
paguyuban bapak-bapak setiap tanggal 10 perbulannya, PKK ibu-
ibu pada minggu ketiga setiap bulan, tahlilan bapak-bapak setiap
hari kamis malam dan tahlilan ibu-ibu setiap selasa malam.

4. Transportasi dan keamanan


Dari hasil wawancara dengan kader didapatkan bahwa
warga di Kelurahan Bareng kebanyakan memiliki kendaraan pribadi
berupa sepeda motor. Namun, beberapa warga juga memiliki mobil.
Biasanya warga mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan
menggunakan kendaraan pribadi berupa sepeda motor. Jarak
antara rumah warga menuju puskesmas Bareng berkisar 1-2km
saja dengan kondisi jalanan yang relatif baik.
Keamanan di Kelurahan Bareng RT 13 dan 14 termasuk
aman walaupun tidak terdapat siskamling ataupun pos ronda.
Akses menuju ke sarana pendidikan relative mudah karena
warga bisa berjalan kaki atau juga menggunakan motor.

5. Politik dan pemerintahan


Dari hasil survey di RT 13 dan 14 sudah terdapat pelayanan
kesehatan, seperti; terdapat program PKK dan tersedianya kader-
kader kesehatan pada tiap RT.

6. Komunikasi
Dari hasil wawancara dengan warga di RT 13 dan 14,
bahasa yang banyak digunakan adalah bahasa jawa, bahasa
Indonesia dan bahasa madura. Warga juga sering bersosialisasi
dengan penduduk sekitar rumah mereka karena sering diadakan
berbagai perkumpulan.
Warga menerima informasi kesehatan melalui forum
posyandu warga yang diadakan oleh kader. Warga juga mendapat
informasi secara pribadi melalui radio, handphone, dan televisi.

39
7. Pendidikan
Dari hasil kuesioner dan juga wawancara dengan warga
didapatkan bahwa mayoritas warga berpendidikan terakhir Sekolah
Menengah Atas (SMA). Tidak sedikit warga yang tidak tamat
Sekolah Dasar (SD), namun pengetahuan warga terkait informasi
kesehatan sudah dapat dikatakan bagus, karena menurut warga
kesehatan adalah hal yang sangat penting.
8. Rekreasi
Dari hasil wawancara dengan warga didapatkan bahwa
warga di RT 13 dan 14 menganggap bahwa rekreasi bukan
termasuk hal yang perlu dilakukan karena sebagian masyarakat
beranggapan bahwa rekreasi kurang penting, juga tidak ada tempat
rekreasi terdekat di sekitar pemukiman warga, dan apabila
melakukan rekreasi ke tempat yang agak jauh tidak ada biaya.
Namun ada beberapa warga yang menganggap bahwa
rekreasi adalah hal yang penting untuk menghilangkan kejenuhan
dan stress. Mereka melakukannya sekitar dua bulan sekali.
Beberapa warga biasanya memiliki kegiatan hiburan seperti nonton
TV dan berlibur ke taman dekat desa atau ke sekitaran wilayah
Malang.

C. PERSEPSI
1. Persepsi masyarakat
Dari hasil wawancara dengan salah satu warga, beberapa
warga beranggapan bahwa kesehatan sangat penting untuk dijaga,
akan tetapi pola hidup masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi.
Karena, masih banyak warga yang tidak menerapkan pola hidup
sehat, seperti : merokok, mengkonsumsi makanan yang manis
ataupun asin, minum kopi, buang sampah sembarangan, dll.
Mereka juga masih sangat minim dalam menerima informasi
kesehatan.

40
2. Persepsi perawat
Dari hasil wawancara dengan salah satu perawat didapatkan
bahwa dari segi perawat sendiri memang belum banyak dilakukan
penyuluhan kesehatan di kelurahan Bareng. Karena ada beberapa
hambatan seperti : akses menuju layanan kesehatan, kemauan
warga untuk mendapat layanan dan informasi kesehatan, sulit
mengumpulkan warga jika ingin dilakukan penyuluhan dikarenakan
kesibukan dan aktivitas yang berbeda-beda. Namun, selama ini
ketika akan diadakan penyuluhan biasanya diumumkan di PKK
atau tahlilan rutin yang ada di RT 14.

3.4 ANALISIS INDIKATOR


Tabel 3.4.1. Analisa Indikator
Data Indikator Kesehatan Kesimpulan

Data primer: Data dari Riskesdas Sesuai data yang


Hasil Survey yang (2018), prevalensi DM diperoleh pada hasil
dilakukan di RT 13 berdasarkan pemeriksaan survey di kelurahan
dan RT 14 darah pada penduduk Bareng, warga yang
Kelurahan Bareng, umur ≥ 15 tahun didapati mempunyai
ditemukan sebanyak sebanyak 8,5% penyakit DM masih
7 dari 129 warga terdiagnosis diabetes tergolong rendah (0,38%)
terdiagnosa DM melitus. Sedangkan dengan hasil Riskesdas
atau sebanyak provinsi Jawa Timur pada tahun 2018 yaitu
0,38% . prevalensi DM sebanyak sebesar 8,5%.
2,6% (Masalah : Aktual)

Data primer: Menurut Infodatin tahun Perilaku penderita DM


Hasil Survey yang 2019 pemeriksaan gula yang tidak melakukan
dilakukan di RT 13 darah dikatakan rutin jika pemeriksaan gula darah
dan RT 14 anggota ART secara rutin masih
Kelurahan Bareng, memeriksakan gula darah tergolong banyak yaitu

41
ditemukan sebanyak sesuai petunjuk dokter 42,8%. Sedangkan,
42,8% penderita DM (bagi ART yang pernah menurut Kemenkes RI
tidak melakukan didiagnosis DM oleh orang yang telah
pemeriksaan gula dokter) atau jika ART terdiagnosis DM harus
darah secara rutin. memeriksakan kadar gula melakukan pemeriksaan
darah minimal 1x per gula darah secara rutin
tahun (bagi ART yang sesuai petunjuk dokter
belum pernah didiagnosis agar bisa mengontrol gula
DM oleh dokter) darahnya.
(Masalah: aktual)

Data primer: Menurut Infodatin tahun Sebagian penderita DM di


Berdasarkan hasil 2019, penderita DM perlu kelurahan Bareng tidak
survei, didapatkan melakukan diet yang melakukan dietnya
data warga seimbang dengan sesecara teratur.
penderita DM di RT mengkonsumsi makanan Sedangkan, menurut
13 dan RT 14 sehat dan gizi seimbang, Kemenkes RI, penderita
Kelurahan Bareng konsumsi buah sayur DM perlu melakukan diet
sebanyak 42,86% minimal 5 porsi per hari, seimbang sesuai
penderita DM tidak sedapat mungkin kondisinya agar
melakukan diet menekan konsumsi gula membantu mengontrol
secara teratur hingga maksimal 4 sdm penyakit DM yang
atau 50 gram per hari, dideritanya.
menghindari makanan (Masalah : Aktual)
atau minuman yang manis
atau berkarbonasi.

Berdasarkan hasil Menurut Perkeni Sebanyak 71,,43%


survei didapatkan (Persatuan Endokrinologi penderita DM di
data warga Indonesia) tahun 2015, ekelurahan Bareng belum
penderita DM di RT salah satu pilar mengetahui informasi
13 dan 14 sebanyak penatalaksanaan DM terkait penyakitnya.
71,43% warga yang adalah perlunya edukasi Pengetahuan penderita

42
belum mengetahui tentang perjalanan DM tentang penyakitnya
terkait pengetahuan penyakit, pengendalian dapat membantu penderita
tentang penyakit DM dan pemantauan DM untuk memahami tentang
yang dideritanya berkelanjutan bagi tanda dan gejala DM serta
penderita DM. bagaimana jalannya
pengetahuan tentang penyakit tersebut. Namun,
pemantauan mandiri, yang lebih utama
tanda dan gejala penderita bisa memahami
hipoglikemia dan cara mengenai bagaimana
mengatasinya harus pengontrolan DM agar
diberikan kepada pasien. tidak bertambah parah
Pengetahuan tentang serta tidak menimbulkan
pemantauan mandiri komplikasi
tersebut dapat dilakukan (Masalah : Aktual)
setelah mendapat
pelatihan khusus.

3.5 ANALISIS DATA


Tabel 3.5.1. Tabel Analisa Data
Data Masalah Keperawatan

Data Primer : Ketidakefektifan Manajemen


- Hasil survey keluarga sehat yang Kesehatan
dilakukan di lakukan di RT 13 dan
RT 14 Kelurahan Bareng, ditemukan
sebanyak 7 dari 129 warga
terdiagnosa Diabetes Melitus
dengan persentase 0,38%
- Berdasarkan hasil survey,
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak

43
42,8% warga tidak melakukan
pemeriksaan gula darah secara rutin
- Berdasarkan hasil survey,
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak
100% warga tidak melakukan
olahraga atau aktivitas fisik secara
teratur
- Berdasarkan hasil survey,
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak
57,14% diantaranya menjalankan
diet secara teratur, namun masih
ditemukan 42,86% yang tidak
menjalankan diet secara teratur.
- Berdasarkan hasil survey,
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak
71,43% warga yang belum
mengetahui terkait pengetahuan
penyakit DM yang dideritanya

Data Sekunder :

Berdasarkan hasil wawancara dengan


Kader di puskesmas yang didapatkan data
penderita DM setiap bulannya, yaitu:

- Januari: 185 jiwa dengan rincian 39


laki-laki dan 146 perempuan.
- Februari: 195 jiwa dengan rincian tidak
ada penderita laki-laki dan 195
perempuan.

44
- Maret: 74 jiwa dengan rincian 23 laki-
laki dan 51 perempuan.
- April: 129 jiwa dengan rincian 41 laki-
laki dan 88 perempuan.
- Mei: 95 jiwa dengan rincian 27 laki-laki
dan 68 perempuan.
- Juni: 104 jiwa dengan rincian 17 laki-
laki dan 87 perempuan.
- Juli: 283 jiwa dengan rincian 127 laki-
laki dan 156 perempuan.

Data Primer : Defisiensi Kesehatan


- Berdasarkan hasil survey, Komunitas
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak
100% tidak mendapatkan
penyuluhan terkait penyakit diabetes
mellitus.
- Berdasarkan hasil survey,
didapatkan data warga penderita
DM di RT 13 dan 14 sebanyak
42,8% warga tidak melakukan
pemeriksaan gula darah secara rutin
Data Sekunder :
- Hasil wawancara pelaksanaan
posbindu PTM yang kurang efektif
- SDM yang kurang dari tenaga
kesehatan dan kader kesehatan

45
3.6 PENEPATAN PRIORITAS
Tabel 3.6.1. Tabel Penetapan Prioritas model Ervin

Motivasi Peningkatan
Pentingnya Masyarakat Kualitas Hidup
masalah Untuk Masyarakat Rangking
Untuk Menyelesaika bila masalah masalah dari
Diselesaikan n Masalah diselesaikan 1 sampai 6
Diagnosa Jmlsk
0 : tidak ada 0 : tidak ada 1 : paling tidak
Keperawatan 1 : rendah or
penting
2 : sedang 1 : rendah 1 : rendah
6 : yang paling
3 : tinggi 2 : sedang 2 : sedang penting

3 : tinggi 3 : tinggi

Ketidakefektifa
n Manajemen 3 1 3 6
Kesehatan 13

Defisien
Kesehatan 3 2 3 4 12
Komunitas

3.7 DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA


a. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
b. Defisien Kesehatan Komunitas

46
3.8 WOC

Perilaku & Pengetahuan Gaya Hidup


kebiasaan DM DM

Beberapa warga tidak Beberapa warga Rata-rata suka


mengetahui infromasi baru menyadari jika makan yang
Tidak melakukan terkait penyakit DM, menderita DM saat manis dan tinggi
Dahulu jarang diet DM tindakan untuk kontrol
mengontrol gula
ke dokter untuk karbohidrat
dan penanganannya
darah secara teratur melakukan
Tidak melakukan pemeriksaan HT
pengobatan

DM

Tidak melakukan Tidak melakukan Mempengaruhi pola Terdapat warung


Tidak konsumsi makanan makan cepat saji
pemerikasaan pemeriksaan
melakukan keluarga
rutin ke dokter gula darah rutin
Belum ada program olahraga
khusus DM pada
pelayanan
Gambar 3.8.1. Bagan WOC DM 47
kesehatan sosial
3.9 INTERVENSI KEPERAWATAN
Tabel 3.9.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakefektifan Prevensi Primer Prevensi Primer
Manajemen Pengetahuan :Promosi Kesehatan Pengajaran proses penyakit
Kesehatan No Indikator 1 2 3 4 5 1. Mengetahui tingkat
pengetahuan pasien yang
1 Perilaku yang
berhubungan dengan proses
meningkatkan
penyakit DM
kesehatan
2. Mengkaji pengetahuan pasien
2 Hubungan antara
tentang kondisi penyakit DM
diet,olahraga,berat
3. Menjelaskan tanda dan gejala
badan
umum tentang penyakit DM
3 Strategi untuk
4. Menyediakan informasi ke
menghindari
pasien tentang penyakit DM
paparan bahaya
5. Mendiskusikan perubahan
lingkungan
gaya hidup yang dibutuhkan
4 Risiko penyakit yang
untuk mencegah komplikasi
diturunkan (DM)
DM
Keterangan :

48
1= tidak ada pengetahuan (skor: 0) 6. Menjelaskan komplikasi yang
2= pengetahuan terbatas (skor: 1-2) mungkin terjadi terkait DM
3= pengetahuan sedang (skor: 3) 7. Menyediakan kontak nomor
4= pengetahuan banyak (skor: 4) telefon jika terjadi komplikasi
5= pengetahuan sangat banyak (skor: 5) agar lebih mudah untuk
Pengetahuan : Manajemen penyakit kronik melakukan pengobatan

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Faktor penyebab
dan faktor yang
berkontribusi
terjadinya DM
2 Manfaat manajemen
penyakit DM
3 Tanda dan gejala
penyakit DM
4 Tanda dan gejala
komplikasi DM
5 Strategi untuk

49
menyeimbangkan
aktifitas dan istirahat
bagi pasien DM
6 Sumber daya
komunitas yang
tersedia
Keterangan : Prevensi Sekunder
1= tidak ada pengetahuan Skrining kesehatan
2= pengetahuan terbatas 1. Menentukan populasi target
3= pengetahuan sedang untuk (dilakukannya)
4= pengetahuan banyak pemeriksaan kesehatan
5= pengetahuan sangat banyak 2. Menyediakan akses yang
Prevensi Sekunder mudah bagi layanan skrining
Kontrol Resiko (misalnya waktu dan tempat)
No Indikator 1 2 3 4 5 3. Menggunakan instrument
1 Mengidentifikasi skrining yang valid dan
faktor resiko terpercaya
2 Mengenali 4. Menginstruksikan pasien akan
rasionalisasi dan tujuan

50
kemampuan untuk pemeriksaan kesehatan dan
mengubah perilaku pemantauan diri
3 Memonitor faktor 5. Mendapatkan riwayat
resiko di lingkungan kesehatan yang sesuai,
4 Memonitor faktor termasuk deskripsi kebiasaan
resiko individu kesehatan, factor risiko, dan
5 Mengembangkan obat-obatan
strategi yang efektif 6. Mengukur tekanan darah,
dalam mengontrol TB,BB, Prosentase lemak
faktor resiko tubuh, kolesterol dan kadar
6 Menjalankan strategi glukosa darah dan
kontrol resiko yang pemeriksaan urin yang sesuai
sudah diterapkan 7. Memberikan informasi dan
7 Berpartisipasi dalam hasil pemeriksaan diri pasien
skrining masalah yang tepat pada saat skrining
kesehatan 8. Merujuk pasien pada penyedia

8 Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan lainnya

skrining resiko yang diperlukan

51
9 Memonitor
perubahan status
kesehatan
Keterangan : Prevensi Tersier
1= tidak pernah menunjukan Pengajaran Peresepan Diet
2= jarang menunjukan 1. Mengkaji tingkat pengetahuan
3= kadang-kadang menunjukan pasien mengenai diet yang
4= sering menunjukan disarankan
5= secara konsisten menunjukan 2. Mengkaji pola makan pasien
Prevensi Tersier saat ini dan sebelumnya
Perilaku Patuh : Pengobatan yang Disarankan 3. Menjelaskan pada pasien
No Indikator 1 2 3 4 5 mengenai tujuan kepatuhan
1 Memperoleh obat terhadap diet yang disarankan
yang dibutuhkan 4. Menginstruksikan pasien untuk
2 Meminum obat menghindari makanan yang
sesuai dosis dipantang dan mengonsumsi
3 Menghindari makanan yang diperbolehkan
makanan dan 5. Menginstruksikan kepada
pasien untuk merencanakan

52
minuman jika ada diet yang sesuai (rendah gula
kontraindikasi dan menghindari makanan
4 Menggunakan yang manis-manis)
strategi untuk
mengurangi efek Pengajaran peresepan obat-obatan
samping obat 1. Menginstruksikan pasien
5 Melaporkan efek mengenai tujuan dan kerja
lanjut terapi kepada setiap obat
professional 2. Menginstruksikan pasien
kesehatan mengenai dosis,rute dan
Keterangan : durasi setiap obat
1= tidak pernah menunjukan 3. Menginstruksikan pasien
2= jarang menunjukan mengenai cara pemberian
3= kadang-kadang menunjukan sesuai setiap obat
4= sering menunjukan 4. Mengevaluasi kemampuan
5= secara konsisten menunjukan pasien untuk memberikan obat
secara mandiri
Perilaku Patuh :Diet yang Disarankan 5. Menginstruksikan mengenai
kemungkinan efek samping

53
No Indikator 1 2 3 4 5 6. Melibatkan keluarga atau
1 Berpartisipasi dalam orang terdekat sesuai
menetapkan tujuan kebutuhan
diet yang bisa
dicapai dengan
professional
kesehatan
2 Memilih makanan
dan minuman yang
sesuai dengan diet
yang ditentukan
3 Menghindari
makanan dan
minuman yang tidak
diperbolehkan dalam
diet
4 Mengikuti
rekomendasi dalam

54
diet
5 Menghindari
makanan dan cairan
yang berinteraksi
dengan obat

Keterangan :
1= tidak pernah menunjukan
2= jarang menunjukan
3= kadang-kadang menunjukan
4= sering menunjukan
5= secara konsisten menunjukan
2 Defisiensi Prevensi Primer Prevensi Primer
Kesehatan Status Kesehatan Komunitas Manajemen Lingkungan :
Komunitas No Indikator 1 2 3 4 5 Komunitas
1 Status kesehatan 1. Menginisiasi skrining resiko
penderita DM kesehatan yang berasal dari
2 Tingkat partisipasi lingkungan
2. Berpartisipasi dalam tim multi

55
dalam pelayanan disiplin untuk mengidentifikasi
perawatan ancaman terhadap
kesehatan preventif keselamatan di komunitas
3 Prevalensi program 3. Memonitor status resiko
peningkatan kesehatan yang sudah
kesehatan diketahui
4 Prevalensi program 4. Berpartisipasi dalam program
perlindungan di komunitas untuk mengatasi
kesehatan resiko yang sudah diketahui
5 Tingkat partisipasi 5. Meningkatkan kebijakan
dalam program pemerintah untuk menurunkan
kesehatan resiko tertentu
komunitas 6. Mendorong lingkungan untuk
6 Kesesuaian dengan berpartisipasi aktif dalam
standar kesehatan keselamatan komunitas
lingkungan 7. Mengkoordinasikan layanan
terhadap kelompok dan
Keterangan : komunitas beresiko
8. Melakukan program edukasi

56
1= buruk untuk kelompok beresiko
2= cukup baik
3= baik
4= sangat baik
5= sempurna

Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder


Keefektifan Skrining Kesehatan Komunitas Skrining kesehatan
No Indikator 1 2 3 4 5 1. Menentukan populasi target
1 Identifikasi kondisi untuk dilakukan pemeriksaan
beresiko tinggi yang kesehatan
umum di komunitas 2. Mengiklankan layanan skrining
2 Identifikasi kondisi kesehatan untuk
yang bisa meningkatkan kesadaran
mendapatkan masyarakat
manfaat dari deteksi 3. Menyediakan akses yang
dini dan pengobatan mudah bagi layanan skrining
3 Pemilihan skrining (misalnya waktu dan tempat)
difokuskan pada 4. Menjadwalkan pertemuan

57
deteksi dini untuk meningkatkan efisiensi
4 Pendidikan kepada dan perawatan individual
anggota komunitas 5. Mendapatkan riwayat
akan pentingnya kesehatan yang sesuai,
skrining termasuk deskripsi kebiasaan
5 Identifikasi kesehatan, faktor resiko dan
permintaan frekuensi obat obatan penyakit DM
skrining yang 6. Mendapatkan riwayat
diperlukan kesehatan keluarga yang
6 Identifikasi sumber sesuai
daya yang 7. Melakukan pengkajian fisik
dibutuhkan untuk yang sesuai
skrining
7 Koordinasi dengan
organisasi
perawatan
kesehatan yang
menyediakan

58
skrining

Keterangan :
1= buruk
2= cukup baik
3= baik
4= sangat baik
5= sempurna

59
Prevensi Tersier Prevensi Tersier
Kontrol Resiko Komunitas : Penyakit Kronik Pengembangan Program
No Indikator 1 2 3 4 5 1. Membantu kelompok atau
1 Penyediaan program masyarakat dalam
pendidikan publik mengidentifikasi kebutuhan
tentang penyakit DM atau masalah kesehatan yang
2 Tingkat partisipasi signifikan (misal pembentukan
populasi target FGD khusus DM)
dalam program 2. Memprioritaskan kebutuhan
pengurangan resiko kesehatan terhadap masalah
DM yang telah diidentifikasi (Hal
3 Ketersediaan yang paling urgensi yang
program skrining dialami warga penderita DM)
preventif 3. Mengedukasi anggota
4 Tingkat partisipasi kelompok perencanaan
populasi target mengenai proses perencanaan
dalam program yang sesuai (mengedukasi
skrining preventif para penderita DM tentang
informasi seputar penyakit,

60
5 Ketersediaan penanganan/pengontrolan dan
program pendidikan pengobatan)
manajemen penyakit 4. Mengidentifikasi alternative
DM secara sendiri pendekatan untuk mengatasi
6 Proporsi tingkat kebutuhan atau masalah yang
partisipasi dalam berkaitan dengan DM (Bisa
program pendidikan melalui penyuluhan,
manajemen penyakit perkumpulan komunitas DM,
DM sendiri dll)
7 Ketersediaan
layanan kesehatan
untuk mengobati
penyakit DM
8 Penyediaan layanan
kesehatan sesuai
populasi target
9 Pemantauan insiden
prevalensi,

61
morbiditas,
komplikasi, kematian
akibat penyakit DM
10 Kepatuhan standar
nasional untuk
pencegahan dan
penanganan
penyakit DM
Keterangan :
1= buruk
2= cukup baik
3= baik
4= sangat baik
5= sempurna

62
3.10 PLAN OF ACTION
Tabel 3.10.1. Plan of Action

WAKTU PELAKSANA
BENTUK
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN DAN MEDIA / PJ DANA
KEGIATAN
TEMPAT KEGIATAN
1 Screening - Mengetahui tingkat Masyarakat Pemeriksaa Minggu, 1 Tensimeter Nafisah 400.00
kesehatan kesehatan masyarakat di n September Stetoskop Marisa 0
(Prevensi kelurahan kesehatan 2019 di Paket alat Dwi
sekunder Memeriksa tekanan bareng (tekanan kelurahan pemeriksaan
dari darah dan gula darah darah dan bareng, gula darah
diagnose gula darah) pukul
Ketidakefek Mengetahui 08.00 –
tifan masyarakat yang 10.00 WIB
manajemen berisiko dan memiliki
kesehatan) gula darah di atas
normal

63
2 Penyuluhan
- Masyarakat dapat Masyarakat -Seminar Senin, 2 PPT materi Erlintan 150.00
Kesehatan memahamimengenai di -Tanya September Video Azmiya 0
(Diabetes penyakit diabetes kelurahan jawab 2019 di Leaflet Fabi
Mellitus) mellitus (dapat Bareng -Diskusi kelurahan Ghea
dengan menyebutkan -Focus Bareng,
sasaran pengertian, factor Group pukul
primer, risiko, manajemen Discussion 15.00-16.00
sekunder, penatalaksanaan WIB
dan tersier diabetes mellitus
(prevensi termasuk kepatuhan
primer dari dalam diet dan
diagnose konsumsi obat)
Ketidakefek
tifan
manajamen
kesehatan)
3 Senam Meningkatkan Masyarakat Senam Sabtu, 7 Musik Clara 100.00
kesehatan kebugaran dan tingkat di September Video Filda 0
dan senam kesehatan kelurahan 2019 di Fira

64
kaki Bareng kelurahan
diabetes Melancarkan khusunya Bareng,
(Prevensi peredaran darah penderita pukul
teriser dari DM 06.30 –
daignosa Mencegah luka kaki 08.30 WIB
Ketidakefek diabetes
tifan
manajemen
kesehatan)
4 Pemberday Memberi kader Kader - Materi Rabu, 4 - PPT Fira dan Fabi 500.00
aan Kader pengetahuan dan kesehatan - Tanya September Materi 0
PTM dalam pelatihan tentang DM jawab 2019 di - Booklet
kegiatan - Diskus kelurahan - Print out
POSPINDU Melatih kader agar - Focus Bareng, pre test
dan siap membina Group pukul - Print out
PROLANIS POSPINDU dan Discuss 15.00 – post test
(Prevensi PROLANIS tentang ion 16.00 WIB
primer dari DM
diagnose

65
Defisiensi
kesehatan
komunitas)
5 Pengemba Masyarakat penderita Masyarakat - Pelatihan Kamis, 5 - PPT Materi Erlintan 500.00
ngan DM memiliki forum penderita - Diskusi September - Leaflet Azmiya 0
program untuk berbagi Diabetes - Focus 2019 di Nafisah
khusus DM pengetahuan dan mellitus Group kelurahan Dwi
yang informasi tentang DM Discussio Bareng,
diterapkan n pukul
pada Masyarakat penderita 15.00 –
POSPINDU DM memiliki wadah 16.00 WIB
PTM dan atau komunitas untuk
PROLANIS sharing mengenai
(Prevensi penyakit DM yang
tersier dari sedang dialami
diagnose
defisiensi Meningkatkan
kesehatan pengetahuan serta
komunitas) kepatuhan masyarakat

66
penderita DM

67
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol
3. Edisi 8. Penerbit EGC. Jakarta.

Anderson & McFarlane. 2001. Community As Partner Theory And


Practice In Nursing.

Anonim, 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 1. Jakarta: Sagung


Seto

Bare & Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta:
EGC

American Women. European Journal of Research in Social Science, 2014,


2(1). Clark. 1999. Nursing In The Community Dimensions of
Community Health Nursing.

Mubarak, W. I. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba


Medika

Sumijatun. 2006. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta:


EGC

Wahyudi, I. 2010. Hubungan Persepsi Perawat tentang Profesi


Keperawatan, Kemampuan dan Motivasi Kerja dengan Kinerja
Perawat di RSUD Dr. Slamet Garut. Tesis Program Pasca
Sarjana Magister Ilmu Keperawatan. Depok. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

68

Anda mungkin juga menyukai