Anda di halaman 1dari 12

BAB III

METODOLOGI

3.1 Fraksinasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.)

Tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh menggunakan metode maserasi, sedangkan
salah satu cara untuk memisahkan senyawa tannin adalah dengan kromatografi lapis tipis
preparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan senyawa
tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dan mengetahui jenis
senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing wuluh.

Materi dan Metode

a. Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah Daun Belimbing Wuluh, dipilih daun muda yang segar
dan diambil diujung ranting dari daerah Malang.

Bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi:

1. Aseton 13. Ferri Sulfat


2. Akuades 14. Asam Asetat Glasial
3. Asam Askorbat 10 mM 15. Asam Asetat
4. Kloroform 16. N-Butanol
5. Etil Asetat 17. Metanol
6. Gelatin 18. NaOH 2 M
7. Formaldehid 3% 19. Al Cl3 5%
8. Natrium Asetat 20. Al Cl3 1%
9. HCl Pekat 21. H 3 BO 3
10. FeCl3 1% 22. Pelet KBr
11. FeCl3 5% 23. Plat KLT Silika G60 F 254
12. Toluen
b. Peralatan

Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

1. Seperangkat alat gelas


2. Vacum rotary evaporator
3. Bejana pengembang
4. Lampu UV 254 dan 366 nmm
5. Seperangkat alat UV-Vis merk shimadzu
6. Seperangkat alat ftir merk ir buck m500 scientific

c. Cara Kerja

Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris kecil-kecil kemudian
dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37ºC selama 5 jam dan diblender sampai diperoleh
serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian.

Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian direndam dengan 400
mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin
dipekatkan dengan menggunakan vakum rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath
pada suhu 40-50°C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL)
menggunakan corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah)
dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2
lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan dengan
vacum rotary evaporator (Makkar, 1998).

Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F 254 yang sudah diaktifkan
dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100°C selama 10 menit. Masing-masing plat
dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat
dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat
(3:1) dengan pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam asetat glasial : H 2O: HCl
pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan
pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5),
metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi Al Cl3 1% (Lidyawati, 2006), etil asetat :
kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada
garis batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya,
selanjutnya dengan memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang
ditentukan perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif.
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan
366 nm.

Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F 254 dengan ukuran 10 cm
x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan aseton-air, kemudian ditotolkan
sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi
dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan
pemisahan terbaik pada KLT analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis
batas, elusi dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya. Noda-noda
diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan aseton: air dan
disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu. Masing-
masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada
bilangan gelombang 200-800 nm. Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser
NaOH 2 M, Al Cl3 5%, Al Cl3 5% / HCl, NaOAc, NaOAc / H 3 BO 3. Kemudian diamati
pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai
berikut:

a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan dicatat
spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga homogen
dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5 menit dan diamati
spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi Al Cl3 5% dalam metanol
kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya. Sampel ditambah
denga 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg. Campuran
dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi spektrumnya.
Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150 mg dikocok sampai
homogen dan diamati spektrumnya.
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi dengan menggunakan
spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan dengan satu tetes isolat yang diduga
senyawa tanin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR
Buck M500 Scientific dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1.

3.2 Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Tanin dari Ekstrak Daun Trembesi
(Samanea saman (Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Escherichia coli (E. coli)

Ekstraksi dilakukan dengan maserasi dan partisi, pemisahan dengan KLT preparatif, uji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumur agar, dan identifikasi dilakukan dengan
spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

Materi dan Metode

a. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Trembesi yang diperoleh di
Jalan Kapten Tantular, Renon, Denpasar Bali.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Etanol (teknis) 11. HCl pekat


2. n-heksana (teknis) 12. Asam askorbat
3. Kloroform (teknis dan p.a) 13. KBr
4. Etil asetat (p.a) 14. Fe Cl3
5. Aseton 15. Serbuk gelatin
6. Akuades 16. Formaldehid
7. n-butanol (p.a) 17. NaCl
8. Asam asetat (p.a) 18. Serbuk NA (nutriet agar)
9. Metanol (p.a) 19. Antibiotik amoxicillin 3,0%
10. Etanol (p.a)

b. Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Seperangkat alat gelas dengan berbagai ukuran
2. Corong pisah
3. Statif dan klem
4. Pengaduk kaca
5. Tabung reaksi
6. Neraca
7. Pipet tetes
8. Blender
9. Pisau
10. Kain kasa
11. Kertas saring Whatman no. 1
12. Rotary vacuum evaporator
13. Autoklaf
14. Inkubator
15. Preforator
16. Alat sentrifugasi
17. Mistar
18. Alat vorteks
19. Kaca arloji
20. Cawan petri
21. Aluminium foil
22. Kapas
23. Penangas air
24. Seperangkat alat kromatografi lapis tipis dan kromatografi preparatif
25. Lampu UV
26. Seperangkat alat spektrofotometer ultravioletvisibel (UV-Vis)
27. Inframerah

c. Cara Kerja

Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Trembesi

Sebanyak 1 kg serbuk kering daun tanaman trembesi dimaserasi dengan 6,5 liter etanol teknis
96% selama ± 24 jam. Hasil maserasi dilarutkan dalam etanol : air (3:7) dengan penambahan
3 mL asam askorbat 10 mM kemudian etanolnya diuapkan dengan penguap putar vakum.
Ekstrak air dipartisi dengan nheksana, kloroform dan aseton. Ekstrak n-heksana, kloroform,
air, dan aseton yang diperoleh selanjutnya diuji tanin. Ekstrak yang menunjukkan positif
tanin dilakukan uji aktivitas antibakteri E. coli.

Uji Fitokimia Senyawa Tanin pada Ekstrak Daun Trembesi


Uji tanin dilakukan terhadap ekstrak n-heksana, ekstrak kloroform, ekstrak aseton dan ekstrak
air. Masing-masing ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan
larutan Fe Cl3 1%, jika ekstrak mengandung tanin akan terbentuk warna hijau kehitaman atau
biru tua, sesuai dengan yang telah dilakukan Sa’adah (2010). Ekstrak ditambahkan dengan
larutan gelatin, jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Selanjutnya
dilakukan uji fitokimia untuk membedakan antara tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis
dengan menambahkan formaldehid 3% + HCl 1 N (2:1) untuk menentukan adanya tanin
terkondensasi, jika terbentuk endapan warna merah muda maka positif mengandung tanin
terkondensasi. Filtrat hasil uji tanin terkondensasi diuji dengan Fe Cl3 1% untuk menentukan
tanin terhidrolisis. Jika menunjukkan warna biru tinta atau hitam maka ekstrak positif
mengandung tanin terhidrolisis. Sesuai yang telah dilakukan oleh Sa’adah (2010).

Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun trembesi dilakukan pada konsentrasi 0; 3,0; 4,0;
5,0 dan 6,0% (b/v). Pada pengujian aktivitas antibakteri digunakan metode sumur difusi agar
Sebanyak 100 μL ekstrak uji, kontrol negatif (aseton), kontrol positif (amoxicillin 3,0%)
dimasukkan kedalam sumur, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam untuk
bakteri dan diamati diameter hambat. Uji aktivitas antibakteri dilakukan kembali terhadap
isolat hasil KLT preparatif yang positif mengandung tanin untuk memastikan bahwa senyawa
tanin memiliki aktivitas antibakteri E. coli. Zona penghambatan senyawa antibakteri dari
ekstrak tanin diukur berdasarkan jari-jari (mm) penghambatan berupa areal bening di
sekeliling sumur uji. Penentuan KHM dilakukan dengan metode yang sama yaitu sumur
difusi agar dengan konsentrasi mulai dari 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5% (b/v).

Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Tanin

Pemisahan dengan KLT dilakukan menggunakan fase gerak n- butanol : asam asetat : air
(BAA) (4:1:5), Etil asetat : kloroform : asam asetat 10% (7:2:1), Metanol : kloroform (4:1),
dan Etanol : etil asetat (3:2). Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV 254 nm dan
366 nm, dan masing-masing noda diukur harga Rfnya. Selanjutnya pengembang yang
menunjukkan noda terbanyak dan terpisah dengan baik, digunakan sebagai fase gerak pada
KLT preparatif.

Pemisahan dengan KLT preparatif menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA)
(4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT. Noda yang terbentuk berupa pita
diperiksa di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Noda pada KLT Preparatif dikeruk dan
dilarutkan dengan aseton yang selanjutnya diuji fitokimia dan diuji kemurnian dengan KLT.
Isolat yang menunjukkan hasil positif tanin selanjutnya diuji aktivitas antibakteri E. coli dan
diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Isolat–isolat hasil dari KLT
preparatif diuji kemurnian menggunakan KLT dengan beberapa eluen, noda diperiksa dengan
lampu UV 366 nm dan diukur harga Rfnya. Apabila diperoleh satu noda, maka dapat
diasumsikan bahwa isolat yang diperoleh relatif murni secara KLT.

Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis dan FTIR

Isolat yang menunjukkan positif mengandung tanin yang diperoleh dari hasil KLT preparatif
dilarutkan dengan aseton dan disentrifugasi, selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer
UV-Vis dan FTiR. Masingmasing isolat dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrum yang
dihasilkan pada panjang gelombang 200-800 nm. KBr ditambahkan dengan isolat yang
diduga senyawa tannin diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dengan panjang
gelombang 4000-400 cm−1, spektrum yang terbentuk diamati.

3.3 Isolasi dan Kuantifikasi Tanin dari Kulit Akar Clerodendrum Infortunatum Linn.
dan Penilaian Potensi Antioksidan dan Efek Antiproliferatifnya Pada Sel HCT-15

Tanin diisolasi dari kulit akar Clerodendrum infortunatum. Itu dianalisis secara kualitatif


dengan skrining fitokimia, uji presipitasi protein dan kromatografi lapis tipis (KLT) dan
diukur dengan uji Folin-denis dan uji presipitasi protein. Metode modifikasi pengujian
presipitasi protein dilakukan untuk membedakan antara tanin terkondensasi dan
terhidrolisis. Aktivitas antioksidan dan antiproliferatif juga dievaluasi.

Material dan Metode

a. Bahan Kimia

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), 2,4,6-tri (2-pyridyl)-s-triazine (TPTZ), 3-(4,5


dimethylthiazol-2-yl)-2, 5-diphenyl tetrazolium bromide (MTT), asam askorbat, asam tanat
dan hidroksilamin hidroklorida dibeli dari Sigma, AS. Ferro sulfat, natrium asetat, dan
amonium molibdat dibeli dari Merck (India). Silica gel G, bovine serum albumin (BSA) dan
agarose dibeli dari bahan kimia SRL (India). Semua bahan kimia lain yang digunakan
memiliki tingkat analitis.
b. Koleksi Tanaman

Kulit akar Clerodendrum infortunatum dikumpulkan dari Distrik Idukki Kerala selama bulan


April 2013. Itu dicuci dengan benar, dikeringkan di tempat teduh, dirajang dan dijadikan
bubuk di blender dapur. Bahan bubuk disimpan dalam wadah kedap udara sampai digunakan.

c. Isolasi Tanin

Sekitar 80 g kulit akar kering dan bubuk dihilangkan lemaknya dengan petroleum eter dalam
pengocok mekanis selama 48 jam pada suhu kamar. Kemudian diekstraksi dengan aseton
berair (aseton 70%) selama 60 menit pada 60°C dalam bak air dengan pengadukan
konstan. Campuran kemudian disaring dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10
menit. Supernatan dibiarkan menguap pada suhu kamar. Ekstrak bebas aseton itu diliofilisasi
(Lark, Penguin Classic Plus, Chennai). Serbuk dikumpulkan, ditimbang dan persentase hasil
dihitung dan disimpan dalam botol steril pada suhu 4°C di lemari es untuk studi lebih lanjut.

d. Analisis kualitatif tanin terisolasi

Analisis fitokimia

Skrining fitokimia dari ekstrak aseton air dari kulit akar Clerodendrum


infortunatum dilakukan dengan menggunakan protokol standar.

Tes presipitasi protein

Tannin setelah reaksi dengan albumin menghasilkan endapan yang buram yang dapat
divisualisasikan dalam bentuk cakram dalam gel agarosa. Suatu larutan asam asetat 50 mM
dan asam askorbat 60 mM digunakan untuk persiapan gel, menyesuaikan pH menjadi 5
dengan penambahan natrium asetat, yang ditambahkan dalam agarosa 1% (tipe
I). Selanjutnya campuran dibawa ke panas, diaduk sampai titik didih sehingga ada
homogenisasi agarosa lengkap. Setelah pendinginan (45°C), campuran ditambahkan ke
albumin (BSA) fraksi V serum bebas asam lemak pada konsentrasi 0,1%. Aliquot 10 ml
didistribusikan dalam cawan petri yang ditempatkan pada permukaan datar yang membentuk
lapisan gel yang seragam. Setelah pembekuan total, sumur dibuat yang berjarak 2 cm dari
satu sama lain dan sekitar 50 μl ekstrak ditambahkan langsung ke dalam sumur. Pelat
kemudian disegel dengan parafilm dan diinkubasi pada 30°C selama 120 jam.
Kromatografi lapis tipis

Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dari ekstrak aseton berair dilakukan sesuai dengan
metode yang dijelaskan oleh Lea. Suatu alikuot sampel (10 mg/ml) diaplikasikan pada pelat
kaca yang dilapisi silika gel G (2,5 g/10 ml) yang dikeringkan dan diaktifkan pada 100°C
selama 30 menit. Toluena: Aseton: Asam format dalam perbandingan 60:60:10 digunakan
sebagai fase gerak. Asam tanat digunakan sebagai senyawa referensi. Asam tanan adalah β-
Penta-O-galloyl-D-glukosa dan merupakan senyawa model untuk tanin terhidrolisa. Lempeng
yang dikembangkan dikeringkan dengan udara dan ditempatkan dalam ruang yang jenuh
dengan uap yodium untuk mengamati bintik-bintik. Dalam sistem pelarut yang diberikan,
tanin tetap pada asalnya sedangkan fenolik lainnya bermigrasi. Asam tanat memberikan
banyak bintik yang sesuai dengan berbagai tingkat esterifikasi.

e. Analisis kuantitatif tanin terisolasi

Uji Folin-denis

Total kandungan tanin diukur dengan metode Folin-denis yang didasarkan pada kekuatan
reduksi gugus tanin fenolik hidroksil. Ke 2 ml ekstrak, volume yang sama dari reagen Folin-
denis ditambahkan. Isi dicampur secara menyeluruh dan setelah 3 menit 2 ml 1 N natrium
karbonat ditambahkan. Campuran dicampur dengan baik dan disimpan pada suhu kamar
selama 1 jam untuk pengembangan warna. Kepadatan optik dari larutan yang dihasilkan
dibaca pada 700 nm.

Uji presipitasi protein

Tanin dikuantifikasi dengan metode modifikasi difusi radial Hangerman. Uji presipitasi
protein dilakukan dengan konsentrasi yang berbeda (10, 25, 50, 100 mg/ml) tanin. Tanin
setelah reaksi dengan albumin menghasilkan endapan buram dalam bentuk cakram yang
diameter kuadratnya proporsional dengan konsentrasinya. Untuk membuat kurva standar,
konsentrasi asam tanat yang berbeda (5, 10, 15, 20, 25 mg/ml) digunakan dan hasilnya
dinyatakan sebagai mg setara asam tanat.

Penentuan selektif tanin terkondensasi atau terhidrolisis dengan difusi radial


Modifikasi metode difusi radial seperti yang dijelaskan oleh Hagerman et al., (1997)
membedakan tanin terkondensasi dari tanin terhidrolisis berdasarkan perbedaan struktural di
antara mereka. Ikatan ester karakteristik dalam tanin terhidrolisis rentan terhadap
hidroksilaminolisis. Untuk pengujian, 25 μl ekstrak ditempatkan ke dalam tabung ulir dan
menambahkan 300 μl hidroksilamin reagen (2 M hidroksilamin hidroklorida dalam etanol: air
(48/52, v/v). Dipanaskan pada 70°C selama 48 jam Setelah inkubasi 50 μl sampel kemudian
ditambahkan ke pelat difusi radial. 25 μl ekstrak ditambahkan ke 300 μl air suling sebagai
kontrol. Pelat difusi radial disegel dan diinkubasi pada 30°C selama 120 jam. Setelah
diinkubasi pelat diamati untuk cincin presipitasi dan diameter cincin diukur.

f. Uji antioksidan in-vitro

Mengurangi daya

Kekuatan reduksi dari tanin terisolasi ditentukan oleh metode. 2,5 ml tanin (20-200 µg)
dicampur dengan 2,5 ml buffer fosfat (0,2 M, pH 6,6) dan 2,5 ml kalium ferricyanide
(1%). Campuran disimpan dalam penangas air pada 50°C selama 20 menit. Setelah
pendinginan, 2,5 ml asam trikloroasetat (10%) ditambahkan dan disentrifugasi pada 3000
rpm selama 10 menit, bila perlu. Lapisan atas larutan (2,5 ml) dicampur dengan 2,5 ml air
suling dan 0,5 ml larutan besi klorida yang baru disiapkan (0,1%). Absorbansi dibaca pada
700 nm. Asam askorbat pada berbagai konsentrasi (5-50 ug) digunakan sebagai standar.

Kegiatan pembersihan radikal bebas

Potensi pemulungan radikal bebas dari tanin ditentukan dengan menggunakan 1,1-difenil-2-
pikrillhidrazil (DPPH) dengan metode yang dimodifikasi. 2 ml campuran reaksi yang
mengandung 1 ml larutan metanol DPPH (0,1 mM) dan 1 ml asam askorbat standar dan tanin
terisolasi pada berbagai konsentrasi (1000-1,95 μg) diinkubasi dalam gelap pada suhu 37°C
selama 30 menit. 1 ml dimetil sulfoksida (DMSO) berfungsi sebagai kontrol. Setelah
inkubasi, absorbansi dibaca pada 517 nm. Aktivitas pemulungan radikal dinyatakan sebagai
persentase penghambatan dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

|control|−|sample|
% penghambatan radikal DPPH = x 100
|control|
Nilai IC50 dihitung menggunakan grafik dengan memplot persentase penghambatan terhadap
konsentrasi ekstrak.

Total aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan total dari tanin ditentukan oleh metode phosphomolybdenum. 0,1 ml


ekstrak (100 μg) dicampur dengan 1 ml larutan reagen (0,6 M asam sulfat, 28 mM natrium
fosfat, dan 4 mM amonium molibdat). Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 95°C selama
90 menit. Setelah mendinginkan sampel ke suhu kamar, absorbansi diukur pada 695 nm
terhadap blanko dalam spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-500). 0,1 ml asam askorbat (5-
30 ug) berfungsi sebagai standar. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai setara dengan mg
asam askorbat per gram sampel berdasarkan berat kering.

Uji daya antioksidan mengurangi (FRAP)

Kemampuan reduksi besi tanin terisolasi diestimasi dengan uji daya pereduksi besi. 0,2 ml
ekstrak ditambahkan ke 3 ml reagen FRAP (10 bagian dari 300 mM buffer asetat natrium (pH
3,6), 1 bagian dari 10 mM larutan TPTZ dan 1 bagian dari 20 mM FeCl 3 larutan 6H2O) dan
campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Peningkatan absorbansi pada
593 nm diukur. FeSO4 (0,002-0,02 mmol/ml) digunakan sebagai standar. Kapasitas
antioksidan tanin berdasarkan kemampuan untuk mengurangi ion besi dihitung dari kurva
kalibrasi linier dan dinyatakan sebagai setara mmol FeSO4 per gram ekstrak kering. Asam
askorbat digunakan sebagai kontrol positif.

Efek antiproliferatif dari tanin

Efek antiproliferatif in-vitro dari tanin ditentukan dalam garis sel kanker usus besar HCT-
15. Lini sel HCT-15 dibeli dari NCCS Pune dan dirawat di media elang Dulbecco yang
dimodifikasi (HiMedia) ditambah dengan 10% serum janin sapi (Invitrogen) dan tumbuh
hingga pertemuan pada 37°C dalam 5% CO 2 (NBS, Eppendorf, Jerman ) dalam suasana yang
dilembabkan dalam CO2 inkubator. Sel-sel yang dicoba (500 μl dari 0,025% trypsin dalam
PBS/0,5 mM etilen diamina tetra asam asetat (HiMedia) selama 2 menit dan diteruskan ke
labu T dalam kondisi aseptik lengkap. Tanin terisolasi ditambahkan ke sel yang tumbuh pada
konsentrasi 10 ug, 50 ug dan 100 ug dari stok 10 mg/ml dan diinkubasi selama 24 jam. Sel
yang tidak diobati berfungsi sebagai kontrol. Perbedaan % dalam viabilitas ditentukan oleh
uji MTT standar setelah 24 jam inkubasi.

Uji MTT

Uji kolorimetri berdasarkan tetrazolium (MTT assay) digunakan untuk mengukur


pertumbuhan sel yang layak. Suspensi kultur sel dicuci dengan 1x PBS dan kemudian
ditambahkan 30 μl larutan MTT ke dalam kultur (MTT-5 mg / ml dilarutkan dalam
PBS). Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 3 jam. MTT dihilangkan dengan
mencuci dengan 1x PBS dan 200 μl DMSO ditambahkan ke dalam kultur. Kemudian
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit sampai sel terisi dan warna diperoleh. Solusinya
dipindahkan ke tabung centrifuge dan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi selama 2 menit
untuk mengendapkan puing-puing sel. Kepadatan optik dibaca pada 540 nm menggunakan
DMSO sebagai kosong. Persentase viabilitas dihitung sebagai,

OD uji
% viabilitas = x 100
OD kontrol

Anda mungkin juga menyukai