Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


RESIKO BUNUH DIRI

Di susun oleh :
1. Febrin Eko 201601132
2. Hendrik Taufik 201601136
3. Samsudin 201601148

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa
yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI” meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada ibu Eko Arik Susmiatin
M.Kep. Sp.Kep.J yang telah meluangkan waktu baik diwaktu jam pelajaran
maupun diluar jam pelajaran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini, serta pihak-pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif demi kemajuan dan
kebaikan makalah ini sangat penulis harapkan

Akhirnya penulis berharap makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH
DIRI” ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan mahasiswa
STIKES Karya Husada Kediri khususnya.

Pare, Mei 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 4
C. Tujuan Masalah.................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bunuh Diri............................................................................ 6


B. Etiologi Bunuh Diri............................................................................ 7
C. Faktor Terjadinya Masalah................................................................. 8
D. Jenis-jenis Bunuh Diri........................................................................ 9
E. Sumber dan Mekanisme Koping........................................................ 10
F. Patopsikologi...................................................................................... 11
G. Tanda dan Gejala................................................................................ 12
H. Komplikasi......................................................................................... 12
I. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................... 13
J. Penatalaksanaan.................................................................................. 14
K. Pencegahan......................................................................................... 16
L. Mitos Resiko Gangguan Jiwa............................................................. 17
M. Tingkatan Bunuh Diri......................................................................... 18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.......................................................................................... 20
B. Pohon Masalah................................................................................... 25
C. Analisa Data....................................................................................... 25
D. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 25
E. Intervensi Keperawatan...................................................................... 26
F. Implementasi dan Evaluasi................................................................. 38

2
BAB IV PENUTUP

A. Simpulan............................................................................................. 43
B. Saran................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 44

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti
Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun
dan China yang mencapai 250.000 per tahun.
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup
tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya.
Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri
per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000
penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung
Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia
remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan
melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari
laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan
perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki
lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri.
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri
adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-
orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang
yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan
miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan
psikolog.

B. Rumusan Masalah
Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?

4
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani pasien
dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat.

2. Tujuan Khusus
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan resiko
bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya disekitarnya
atau pada saat prektek.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien dengan
resiko bnuh diri
c. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat mencegah
bunuh diri dikalangan masyarakat

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini
sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk
tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada
kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi
(Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang
harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh


normanorma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan

6
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhirindividu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia,
2005).
B. Etiologi Bunuh Diri
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukumanpada
diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

7
Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai
berikut :
1. Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri
2. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan
suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

C. Faktor Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri
antaralain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

8
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan
hubunganinterpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukumanpada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

D. Jenis-Jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan
individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam
keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan
untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang
menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-

9
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya
karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.

E. Sumber dan Mekanisme Koping


Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping
pada perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi
perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri.
Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik
ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya
sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-
diri tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin
berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan
mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

10
F. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang
siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah
yangmenjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya Bunuh Diri

11
Bunuh Diri

G. Tanda dan Gejala

Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi
dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapunpetunjuk psikiatrik
anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainanafektif, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja,
dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat
psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak
bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

H. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide


sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri,
namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah
berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan
meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen
suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,
pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru

12
.inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya
meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab
hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan
multiple organ.

I. Pemeriksaan Diagnostik

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan


terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan
tentamen suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan
menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan
CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan
perdarahan cerebral.

J. Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar


pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani
juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan
terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

13
1. Penatalaksanaan Medis
pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan
atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri
membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri
mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi
kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Kliendapatterlindungdariperilakubunuhdiri
c) Kliendapatmengekspresikanperasaannya
d) Kliendapatmeningkatkanhargadiri
e) Kliendapatmenggunakankoping yang adaptif
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
(1) Perkenalkan diri dengan klien
(2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
(3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
(4) Bersifat hangat dan bersahabat.
(5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
(1) Jauhkankliendaribenda-benda yang dapatmembahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
(2) Tempatkanklien di ruangan yang
tenangdanselaluterlihatolehperawat.
(3) Awasikliensecaraketatsetiapsaat.

c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya

14
(1) Dengarkankeluhan yang dirasakan.
(2) Bersikapempatiuntukmeningkatkanungkapankeraguan,ket
akutandankeputusasaan.
(3) Beridoronganuntukmengungkapkanmengapadanbagaiman
aharapannya.
(4) Beriwaktudankesempatanuntukmenceritakanartipenderitaa
n, kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
(1) Bantu
untukmemahamibahwakliendapatmengatasikeputusasaann
ya.
(2) Kajidankerahkansumber-sumber internal individu.
(3) Bantu mengidentifikasisumber-sumberharapan (misal:
hubunganantarsesama, keyakinan, hal-
haluntukdiselesaikan).
e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang
adaptif
(1) Ajarkanuntukmengidentifikasipengalamanpengalaman
yang menyenangkansetiaphari (misal :berjalan-jalan,
membacabukufavorit, menulissuratdll.)
(2) Bantu untukmengenalihal-hal yang iacintaidan yang
iasayang, danpentingnyaterhadapkehidupan orang lain,
mengesampingkantentangkegagalandalamkesehatan.
(3) Beridoronganuntukberbagikeprihatinanpada orang lain
yangmempunyaisuatumasalahdanataupenyakit yang
samadantelahmempunyaipengalamanpositifdalammengata
simasalahtersebutdengankoping yang efektif
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan :
a. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah rasa ingin bunuh diri

15
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh
diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
(1) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
(2) Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
(3) Utamakan pemberian pujian yang realitas
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
(2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah
d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
(2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien
lakukan.
(3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
(2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
(4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
K. Pencegahan

Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan


pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga
ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik.

16
Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial,
rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol
dan obat.

L. Mitos Resiko Gangguan Jiwa


1. Gangguan Jiwa: Gila
Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan
jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila. Faktanya,
tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat disebut “gila”
secara medis. Secara medis mungkin yang disebut “gila” oleh masyarakat
adalah orang-orang yang mengalami gangguan psikotik. Gangguan
psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan
dunia nyata dan dunia khayalnya, contoh gejalanya : ada yang merasa
dirinya adalah nabi atau  artis terkenal, atau merasa bahwa keluarga
terdekatnya ingin mencelakakannya selain itu tidak jarang yang dapat
mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dapat didengar atau dilihat
oleh orang lain.
2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna
Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap karena
kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga pengobatan
cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan medis.
Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu psikiater
yang menjadi pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih ada beberapa
kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat usaha
memasyarakatkan psikiatri. Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat
dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind kehidupan mental, baik yang
sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan
iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai dengan kedudukannya sebagai
bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri, psyche berarti mind atau
mental dan bukan berarti soul atau roh.
3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan angka
nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan depresi)

17
pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau sekitar 19 juta
penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64%
(1 juta) penduduk. Dengan provinsi pemegang angka gangguan mental dan
emosional tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka
20%. 20% mah masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 5
4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal
Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat,
kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan
membuat mereka.
5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter
Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-obatan yang
berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya alprazolam (xanax). Dan
ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau penggunaannya asal-asalan
dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang terlatih, baru akan
menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari golongan lain tidak
menyebabkan ketergantungan.

M. Tingkatan Bunuh Diri


Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh
diri di bagi 3 yaitu :
1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)
Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa
hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon non
verbal dengan memberikan barang-barang yang dimilikinya. Misalkan
dengan mengatakan “tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh” atau
“segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini harus
dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi tentang kematian.
2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)
Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang
dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat

18
menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada
kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara seperti
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
3. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan
mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor Predisposis
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a. Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa
yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
b. Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko
bunuh diri yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial
dan depresif.
c. Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan
dengan proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan
bercerai, kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial
merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
d. Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan
konflik yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk
melakukan bunuh diri.
e. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine dapt
menimbulkan perilaku destruktif-diri.

20
4. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
a. Resiko bunuh diri
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah
5. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
6. Konsep Diri
a. Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi
dari dirinya.
b. Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau
belom, kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
c. Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala
keluarga, ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa
bersaudara
d. Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah
pulang/sembuh klien akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya,
apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran baru.
e. Harga Diri:Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif,
depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

7. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa
,ataukah teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang
kurang perduli dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan
lingkugannya, apakah klien sering diam, menyendiri, murung dan tak
bergairah ,apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan
slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat sensitive.

21
8. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya
Tuhan atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang
menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang
beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

9. Status Mental
a. Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di
suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan
kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang
mendengarkan.
b. Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang
diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa
kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi
blocking.
c. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas
d. Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan
bicara saat berkomunikasi.
e. Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
10. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

22
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
11. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami
individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang
memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di
depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga
pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.
12. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien
13. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi
masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan
bantuan orang lain.
14. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah
gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga bunuh diri
sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
15. Rentang Respon

R e s p o n a d a p t i f Respon maladaptif
peningkatan diri pengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhan perilaku destruktif-diri tidak langsung pencederaan diri bunuh diri

16. Intensitas Bunuh diri

23
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997,
dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang
disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri
dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel

S k o r I n t e n s i t a s
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekaran g

1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
3 diri

4 Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau


saya bunuh diri”.

Aktif mencoba bunuh diri

(Suicidal Intertion Rating Scale)

Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

NO Perilaku atau I n t e n s i t a s
Gejala R e s i k o
R e n d a S e d a n T i n g g
h g i
1 C e m a R e n d a S e d a n Tinggi atau
s h g panic
2 Depres R i n g a n S e d a n B e r a
i g t
3 Isolasi- Menarik Perasaan depresi yang samar, tidak menarik diri Perasaan tidak berdaya, putus asa, menarik diri Tidak berdaya,putus asa, menarik diri, protes pada diri sendiri
diri
4 Fungsi sehari- Umumnya baik pada semua Baik pada beberapa Tidak baik pda semua
hari aktivitas aktivitas aktivitas
5 S u m b e Beberap S e d i k i K u r a n
r a t g
6 Strategi Umumnya Sebagian Sebagian besar
koping konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang Beberap Sedikit atau hanya T i d a k
dekat a satu a d a
8 Pelayanan psikiatri yang lalu Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negative terhadap
positif memuaskan pertolongan
9 Pola S t a b i S e d a n g Tidak

24
Hidup l stabil
1 0 Pemakai Tidak S e r i n Terus
alcohol/obat sering g menerus
1 1 Percobaan bunuh diri Tidak atau yang tidak Dari tidak sampai dengan cara yang agak Dari tidak sampai berbagai cara yag fatal
sebelumnya fatal fatal
1 2 Disorientasi dan Tidak S e d i k i Jelas atau ada
disorganisasi ada t
1 3 Bermusuha Tidak atau B e b e r a p Jelas atau
n sedikit a ada
1 4 Rencana Bunuh Samar, kadang-kadang ada pikiran, tidak ada Sering dipikirkan, kadang-kadang ad aide untuk merencanakan
diri rencana

B. Pohon Masalah

Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif kegagalan perpisahan

C. Analisis Data

S u b j e k t i f O b j e k t i f
memiliki riwayat penyakit mental mengalami depresi, cemas, dan perasaan putus asa
menyatakan pikiran, harapan, dan perencanaan bunuh diri respon kurang dan gelisah
menyatakan bahwa sering mengalami kehilangan secara bertubi-tubi dan bersamaan menunjukkan sikap agresif
menderita penyakit yang prognosisnya kurang baik tidak koperatif dalam menjalani pengobatan
menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan

D. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang


cermat. Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh
mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa
keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang

25
dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang
diberikan oleh pasien dan keluarga.

Diagnosa NANDA yang berhubungan dengan Respon Proteksi Diri


Maladaptif adalah Risiko Bunuh diri

26
E. Intervensi Keperawatan

NO D i a g n o s a K e p e r a w a t a n Tujuan Umum T u j u a n K h u s u s I n t e r v e n s i
1 Resiko Bunuh Diri Klien tidak mencederai diri.  K l i e n : a. Perkenalkan diri dengan
1. Klien dapat membina klien
hubungan saling percaya b. Tanggapi pembicaraan klien
Kriteria Hasil: dengan komunikasi dengan sabar dan tidak
Pasien dapat terapeutik menyangkal.
menunjukan c. Bicara dengan tegas, jelas, dan
pengendalian implus jujur.
dengan indikator d. Bersifat hangat dan bersahabat.
sebagai berikut: e. Temani klien saat keinginan
 Mengeluark mencederai diri meningkat.
an
perasaaan 2. Klien dapat terlindung
negatif dari perilaku bunuh diri a. Jauhkan klien dari benda-benda
secara tepat yang dapat membahayakan
 Mengidenti (pisau, silet, gunting, tali, kaca,
fikasi dan lain-lain).

27
perasaan b. Tempatkan klien di ruangan yang
atau tenang dan selalu terlihat oleh
perilaku yg perawat.
mengarah c. Awasi klien secara ketat setiap
pada saat.
tindakan
implusif
 Mengungka 3. Klien dapat
pkan secara mengekspresikan a. Dengarkan keluhan yang
verbal perasaanya dirasakan.
tentang b. Bersikap empati untuk
pengendalia meningkatkan ungkapan
n secar keraguan, ketakutan dan
implus keputusasaan.
 Menghinda c. Beri dorongan untuk
ri mengungkapkan mengapa dan
lingkungan bagaimana harapannya.
dan situasi d. Beri waktu dan kesempatan untuk
beresiko menceritakan arti penderitaan,

28
tinggi kematian, dan lain-lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau
ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.

a. Bantu untuk memahami bahwa


4. Klien dapat klien dapat mengatasi
meningkatkan harga diri keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan
sumber-sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi
sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).

29
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi
5. Klien dapat pengalaman-pengalaman yang
menggunakan koping menyenangkan setiap hari
yang adaptif (misal : berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulissurat dll.).
b. Bantu untuk mengenali hal-hal
yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan
c. pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam
kesehatan.
d. Beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah
dan atau penyakit yang sama
dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut

30
dengan koping yang efektif.

a. Kaji dan manfaatkan


sumber-sumber ekstemal
individu (orang-orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan,
6. Klien dapat kelompok pendukung, agama
menggunakan dukungan yang dianut).
sosial b. Kaji sistem pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman
masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi
(misal : konseling pemuka
agama).

31
a. Diskusikan tentang obat (nama,
dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat).
b. Bantu menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara, waktu).
7. klien dapat c. Anjurkan membicarakan efek
menggunakan obat dan efek samping yang
dengan benar dan tepat dirasakan.
d. Beri reinforcement positif bila
menggunakan obat dengan
benar.

a. Menganjurkan keluarga untuk


ikut mengawasi pasien serta
jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
b. Menganjurkan keluarga untuk

32
membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya
 Keluarga: disekita pasien
1. Keluarga berperan c. Mendiskusikan dengan keluarga
serta melindungi untuk tidak sering melamun
anggota keluarga sendiri
yang mengancam atau d. Menjelaskan kepada keluarga
mencoba bunuh diri pentingnya passion minum obat
secara teratur.

a. Menanyakan keluarga tentang tanda


dan gejala bunuh diri
1. Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
2. Mendiskusikan tentang tanda
2. Keluarga pasien dan gejala yang umumnya

33
mampu merawat muncul pada pasien beresiko
pasien dengan resiko bunuh diri
bunuh diri
b. Mengajarkan keluarga tentang cara
melindungi pasien dari perilaku
bunuh diri.
1. Mengajarkan keluarga
tentang cara yang dapat
dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan tanda
dan gejala bunuh diri.

2. Menjelaskan tentang cara-


cara melindungi pasien,
antara lain:
-     Memberikan tempat
yang aman.
Menempatkan pasien
ditempat yang mudah di

34
awasi, jangan biarkan
pasien mengunci diri
dikamarnya atau jangan
meninggalkan pasien
sendirian dirumah

-     Menjauhkan barang-
barang yang bias
digunakan untuk bunuh
diri. Jauhkan pasien
dari barang-barang
yang bias digunakan
untuk bunuh diri,
seperti tali, bahan bakar
minyak/bensin, api,
pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang
berbahaya seperti racun
nyamuk atau racun

35
serangga.

-     Selalu mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala
bunuh diri meningkat.
Jangan pernah
melonggarkan
pengawasan, walaupun
pasien tidak
menunjukkan tanda dan
gejala untuk bunuh diri.

3. Menganjurkan keluarga
untuk malaksanakan cara
tersebut diatas.

36
c. Mengajarkan keluarga tentang hal-
hal yang dapat dilakukan apa bila
pasien melakukan percobaan bunuh
diri, antara lain:
a.   Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh
diri tersebut
b.   Segera membawa pasien
kerumah sakit atau
puskesmas untuk
mendapatkan bantuan
medis.

d. Mencari keluarga mencari rujukan


fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien
a.       Memberikan informasi

37
tentang nomor telpon darurat
tenaga kesehatan
b.      Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya
c.       Menganjurkan keluarga
uuntuk membantu pasien
minum obat sesuai prinsip lima
benar pemberian obat.

38
F. Implementasi dan Evaluasi

N O TGL/JAM DIAGNOSA KEP T I N D A K A N E V A L U A S I


1 . 10/4/2010 Resiko Bunuh Diri S p I P a s i e n S :Klien mengatakan sudah mencoba belajar berkenalan namun masih enggan untuk dilakukan
PK.10.00 1. Membina hubungan saling
WIB percaya dengan klien O: Klien aktif dan memperhatikan selama
2. Mengidentifikasi benda- latihan berkenalan dengan perawat
benda yang dapat
membahayakan pasien A: Klien sudah tahu cara berkenalan
3. Mengamankan benda-benda dengan menyebutkan nama,asal,hobi
yang dapat membahayakan
pasien. P: Lanjutkan berkenalan dengan orang
4. Melakukan kontrak treatment lain.
5. Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan
bunuh diri

39
Sp II Pasien
1. Mengidentisifikasi aspek
positif pasien
2. Mendorong pasien untuk
berfikir positif terhadap diri
sendiri
3. Mendorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
individu yang berharga

Sp III Pasien
1. Mengidentisifikasi pola
koping yang biasa diterapkan
pasien
2. Menilai pola koping yng
biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih

40
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian

Sp IV Pasien
1 Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama
pasien
2 Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3 Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis

41
SP I Keluarga
1. Mediskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, resiko
bunuh diri dan jenis perilaku
yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien resiko bunuh
diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya

SP II Keluarga
1. Melatih keluarga untuk
mempraktekan cara
merawat pasien resiko
bunuh diri

42
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
pasien resiko bunuh diri

SP III Keluarga
1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dan dirumah termasuk
minum obat
2. Mendiskusikan sumber
rujukan yang dapat
dijangkau oleh keluarga

43
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991
: 4). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.

B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat
mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan
asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk
menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.

44
Daftar Pustaka

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


(NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama

45

Anda mungkin juga menyukai