Abstrak
Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar atas barang
yang diekspor dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean Indonesia. Nilai transaksi
merupakan total pembayaran atas barang yang diimpor yang telah dibayar atau akan dibayar
pembeli kepada penjual atau untuk kepentingan penjual. Harga yang sebenarnya dibayar atau yang
seharusnya dibayar merupakan total pembayaran yang dilakukan atau akan dilakukan oleh pembeli
kepada atau untuk kepentingan penjual berkenaan dengan barang yang diimpor.
Nilai transaksi diatur pada Agreement on Implementation of Article VII of GATT dan telah
tercantum pada pasal 15 Undang-Undang Kepabeanan, yaitu nilai yang benar-benar dibayar oleh
pembeli kepada penjual dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan pembeli. Penambahan atas
biaya-biaya yang dikeluarkan pembeli di luar harga yang disepakati harus menggunakan data yang
obyektif dan terukur.
Pada pasal 20 PMK-160/KMK.04/2010, disebutkan bahwa dalam hal tidak terdapat data
yang obyektif dan terukur mengenai besaran biaya transportasi dan barang diangkut melalui laut,
maka biaya transportasi ditentukan dengan sebagai berikut:
a) Sebesar 5% dari FOB untuk barang yang berasal dari ASEAN,
b) Sebesar 10% dari FOB untuk barang yang berasal dari Asia non ASEAN dan Australia,
c) Sebesar 15% dari FOB untuk barang yang berasal dari negara selain butir a) dan b) diatas.
Pada pasal 21 PMK-160/KMK.04/2010, disebutkan bahwa dalam hal dokumen asuransi tidak
diserahkan atau tidak memenuhi kriteria seperti tersebut diatas, maka besarnya nilai asuransi
ditetapkan sebesar 0.5% dari Cost and Freight (CFR). Penetapan biaya yang tidak benar-benar
dibayar oleh importir untuk penghitungan nilai transaksi tidak selaras dengan prinsip WTO
valuation mengacu pada Artikel VII GATT. Artikel ini akan membahas permasalahan tersebut
beserta saran yang dapat dipergunakan untuk perbaikan ketentuan selanjutnya.
Pendahuluan
Nilai pabean adalah nilai yang digunakan untuk menghitung bea masuk dan
pungutan impor lainnya. Penetapan nilai pabean yang benar penting untuk memberikan
kepastian hukum dan akuntabilitas pejabat Bea dan Cukai di mata publik. Ketentuan
tentang bagaimana nilai pabean ditetapkan telah disepakati secara internasional dengan
digunakannya Agreement on Implementation of Article VII of GATT pada tahun 1994
seiring disahkannya World Trade Oraganization (WTO) dimana pada prinsipnya nilai
pabean menggunakan nilai transaksi barang yang diimpor.
1
Selanjutnya ketentuan tentang metode penetapan nilai pabean diatur secara rinci
pada Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Undang-Undang No 17
Tahun 2006. Sesuai dengan pasal 15 undang-undang tersebut, terdapat enam metode
penetapan nilai pabean yaitu :
Pertama, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi suatu barang yang diimpor
(transaction value).
Kedua, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang identik.
Ketiga, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang serupa.
Keempat, nilai pabean ditentukan dengan metode deduksi, yaitu penetapan nilai pabean
dengan mengurangi harga jual barang impor di daerah pabean dengan sejumlah faktor
pengurang.
Kelima, nilai pabean ditentukan dengan metode komputasi, yaitu penetapan nilai pabean
dengan menghitung berbagai biaya untuk pembuatan barang impor hingga dikirim ke
daerah pabean.
Keenam, nilai pabean ditentukan dengan metode penghitungan kembali data yang
tersedia di daerah pabean (fall back).
Metode I mengatur bahwa nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai
transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Pada prinsipnya nilai pabean untuk
penghitungan Bea Masuk ditetapkan berdasarkan nilai transaksi dari barang impor yang
bersangkutan, sepanjang barang impor tersebut berasal dari suatu transaksi jual-beli dan
nilai transaksi dimaksud memenuhi persyaratan tertentu.
Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar merupakan total
pembayaran yang dilakukan atau akan dilakukan oleh pembeli kepada atau untuk
kepentingan penjual berkenaan dengan barang yang diimpor. Pembayaran tersebut tidak
harus dilakukan dalam bentuk transfer uang. Pembayaran dapat dilakukan dengan
melalui Letter of Credit atau alat pembayaran lainnya. Pembayaran dapat dilakukan
secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh pembayaran secara tidak langsung
adalah pembayaran berupa kompensasi utang penjual kepada pembeli secara
keseluruhan atau sebagian.
2
Harga yang sebenarnya dibayar (price actually paid) adalah harga barang yang
pada waktu barang tersebut telah dibayar atau dilunasi pembeli. Sedangkan yang
dimaksud dengan harga yang seharusnya dibayar (payable) adalah bahwa barang
tersebut pada waktu diimpor belum dibayar atau dilunasi pembeli yang bersangkutan.
Contoh harga yang seharusnya dibayar (payable), pada invoice disebutkan bahwa
pembayaran harus dilakukan dalam waktu 90 hari sejak tanggal invoice. PIB diserahkan
kepada Bea dan Cukai pada hari ke 30 sejak tanggal invoice. Pembeli melunasi pembelian
barang yang bersangkutan pada hari ke 60 sejak tanggal invoice. Dalam hal ini pada
waktu PIB diterima, status nilai transaksi adalah payable.
Sesuai dengan prinsip utama WTO Valuatian Agreement, dasar utama penetapan
nilai pabean adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Untuk
selanjutnya dalam hal nilai transaksi barang impor yang bersangkutan tidak dapat
ditentukan, maka dipakai metode lainnya didalam pelaksanaan penetapan nilai pabean.
3
a) Dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung. Pembeli
berkewajiban membayar royalti atau biaya lisensi atas pembelian barang impor
yang bersangkutan.
b) Merupakan persyaratan penjualan barang impor; Dalam rangka pembelian
barang, pembeli diharuskan membayar royalti atau biaya lisensi. Tanpa
mempermasalahkan apakah pembayaran royalty ditujukan kepada penjual atau
pihak lain (royalty holder atau kuasanya) yang sama sekali tidak terlibat dalam
transaksi barang impor yang bersangkutan.
c) Berkaitan dengan barang impor. Pada barang impor yang bersangkutan
terdapat Hak Atas Kekayaaan Intelektual, antara lain berupa hak atas merek,
hak cipta atau hak paten (didalam barang impor terdapat proses kerja yang
dipatenkan).
4). Proceeds.
Yang dimaksud dengan proceeds adalah nilai dari bagian pendapatan yang
diperoleh pembeli atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor
yang kemudian diserahkan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual. Pada
umumnya proceeds diberlakukan oleh penjual apabila barang tersebut mempunyai
posisi tawar yang sangat tinggi. Apabila atas penjualan kembali, pemanfaatan atau
pemakaian barang impor, pembeli harus membayar proceeds kepada penjual secara
langsung atau tidak langsung baik sebagai persyaratan atas transaksi jual-beli barang
impor tersebut maupun tidak, proceeds dimaksud harus ditambahkan pada harga yang
sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Apabila pembeli tidak dapat
memperkirakan nilai proceeds tersebut, nilai pabean barang impor yang bersangkutan
tidak dapat dihitung dan ditetapkan berdasarkan Metode I.
4
tujuan) di Daerah Pabean. Apabila biaya tersebut belum termasuk dalam biaya
transportasi, maka perlu ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang
seharusnya dibayar. Besarnya biaya tersebut dihitung berdasarkan biaya yang
sebenarnya atau yang seharusnya dibayar untuk kegiatan tersebut yang ditunjukkan
dengan bukti yang obyektif dan terukur.
Dalam hal tidak terdapat data yang obyektif dan terukur mengenai besaran biaya
transportasi dan barang diangkut melalui udara, maka biaya transportasi ditentukan
berdasarkan tarif International Air Transport Association (IATA).
5
Bila kita mengacu kepada ketentuan pada PMK-160/KMK.04/2010, maka nilai
transaksi dapat diterima dengan cara menghitung freight sebesar 10% x 10.000 = 1.000
dan biaya asuransi sebesar 0,5% x (10.000 + 1.000) = 55, sehingga nilai transaksi
ditentukan sebesar USD 11.055,- tepatkah penentuan nilai pabean menggunakan cara
seperti ini?
Bila kita teliti lebih lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-
160/KMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, kita dapati
pengaturan tentang penambahan biaya freight dan asuransi yang tidak konsisten. Pada
pasal 8 ayat c PMK-160/KMK.04/2010 disebutkan bahwa Metode I tidak dapat
digunakan untuk menetapkan nilai pabean apabila penambahan atau pengurangan yang
harus dilakukan terhadap harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar tidak
didukung oleh data yang obyektif dan terukur. Namun pada pasal 20 dan 21 PMK-
160/KMK.04/2010 diatur bahwa biaya transportasi (freight) dan biaya asuransi
ditentukan dengan rumus tertentu dan tarif tertentu ketika tidak ditemukan data yang
obyektif dan terukur.
Simpulan
1. Nilai transaksi adalah harga atas barang yang benar-benar dibayar atau akan dibayar
pembeli kepada penjual atas kesepakatan jual beli barang yang diekspor ke dalam
daerah pabean. Penentuan nilai transaksi harus benar-benar didasarkan pada biaya
yang benar-benar dibayar oleh pembeli (importir) dengan bukti-bukti yang obyektif
dan terukur.
2. Penetapan unsur biaya tertentu dalam penetapan nilai transaksi tidak sesuai dengan
konsep nilai transaksi karena nilai yang ditentukan tersebut tidak benar-benar
dibayar oleh pembeli (importir) atas barang yang diimpornya.
6
3. Dalam hal terdapat unsur biaya untuk penetapan nilai transaksi yang tidak dapat
ditentukan maka nilai transaksi sebagai dasar untuk menghitung bea masuk (metode
I) tidak memenuhi syarat, sehingga digunakan metode selanjutnya (metode II sampai
dengan VI secara hierarkhi).
4. Penetapan unsur biaya tertentu dalam nilai yang diberitahukan tidak didukung data
yang obyektif dan terukur dapat digunakan pada metode VI menggunakan prinsip
metode I yang diterapkan secara fleksibel.
Saran
Penggunaan rumus tertentu dalam penentuan nilai pabean pada dasarnya tidak
dilarang sepanjang metode yang digunakan adalah tepat. Bila kita mengkaji secara
lengkap 6 (enam) metode nilai pabean, penentuan unsur-unsur dalam penetapan nilai
pabean yang tidak berdasarkan suatu transaksi lebih tepat digunakan pada metode VI.
Dengan demikian, penentuan biaya transportasi (freight) dan biaya asuransi dengan
rumus tertentu atau dengan tarif tertentu ketika tidak ditemukan data yang obyektif dan
terukur sebenarnya lebih tepat bila nilai pabean menggunakan metode VI (fall back).
Metode VI (fall back) adalah cara penetapan nilai pabean dengan menggunakan data
yang tersedia di daerah pabean berdasarkan prinsip-prinsip metode sebelumnya (I s.d.
V) secara fleksibel.
Bila metode I (nilai transaksi) nilai pabean adalah harga yang sebenarnya dibayar
atau seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atau untuk kepentingan penjual,
maka metode VI berdasarkan prinsip metode I, unsur-unsur biaya untuk mendapatkan
nilai pabean dapat ditetapkan dengan rumus-rumus tertentu atau tarif tertentu yang
bersifat obyektif. Pada penetapan metode VI berdasarkan metode I ini, prinsip metode I
(nilai transaksi) tetap digunakan sebagai dasar penetapan, namun karena adanya unsur
biaya tertentu yang tidak diketahui maka besarnya biaya tersebut ditentukan dengan
rumus tertentu. Penentuan nilai tertentu ini didasarkan pada biaya yang umumnya
dikenakan dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang atau fiktif sebagaimana
diatur dalam penerapan metode VI.
Sumber :
1. Undang-Undang No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk
Penghitungan Bea Masuk
3. Agreement on Implementation of Article VII of GATT