Anda di halaman 1dari 2

Catatan

Jurnal :

 Permasalahan yang dihadapi dalam proses ekstraksi Sargassum polycystum adalah


belum diketahuinya jenis pelarut yang tepat untuk menghasilkan ekstrak Sargassum
polycystum dengan karakteristik terbaik.
 Pelarut yang bersifat polar mampu melarutkan fenol lebih baik sehingga kadarnya dalam
ekstrak menjadi tinggi (Moein dan Mahmood, 2010). Menurut Eskin et al. (2001),
metanol merupakan pelarut yang paling baik dalam mengekstrak senyawa fenol. (Savitri
et al., 2017)
 Jurnal 2

Etil asetat dan n-heksan merupakan kedua pelarut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda,
dimana etil asetat merupakan jenis pelarut semi polar sedangkan n-heksan merupakan jenis
pelarut nonpolar. Setiap tahapan ekstraksi yang dilakukan diharapkan dapat mengekstrak
senyawa yang mempunyai kepolaran sesuai dengan kepolaran pelarut. Penggunaan kedua
pelarut dipilih dengan tujuan agar mampu menarik senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Etil asetat yang bersifat semi polar akan menarik senyawa semi polar dan mampu mengekstrak
senyawa fenol terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Sedangkan untuk n-heksan bersifat
nonpolar akan menarik senyawa nonpolar dan dapat mengekstrak senyawa kimia seperti lilin,
lipid dan minyak yang mudah menguap15. Menurut Firdiyani16 pelarut memiliki kemampuan
yang berbeda-beda dalam mengambil senyawa bioaktif sampel.

Jurnal 3

Selama proses ekstraksi rendemen akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
pelarut. Peningkatan rendemen ini diakibatkan karena semakin tinggi jumlah pelarut
yang digunakan, maka pengeluaran senyawa target ke dalam pelarut dapat berjalan
lebih optimal dan pelarut mengalami kejenuhan juga dapat dihindari. Akan tetapi,
setelah jumlah pelarut dinaikkan dalam jumlah tertentu maka peningkatan rendemen
relatif kecil dan cenderung menjadi konstan (Ahmad et al., 2008)

Jumlah rendemen pada ekstrak biji alpukat bergantung pada sifat kepolaran jenis pelarut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kepolaran senyawa yang terkandung pada ekstrak biji alpukat
mempunyai kepolaran yang mendekati kepolaran aseton, sehingga dapat terekstrak lebih tinggi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Sari et al. (2012) yang meneliti tentang pengaruh jenis pelarut
terhadap rendemen dan karakteristik ekstrak pewarna dari buah pandan (Pandanus tectorius)
menunjukkan bahwa aseton menghasilkan rendemen tertinggi dibandingkan dengan pelarut
etanolnya. Selain itu, hasil penelitian Nurvita et al. (2013) yang meneliti tentang pengaruh jenis
pelarut pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak menunjukkan bahwa aseton
menghasilkan rendemen tertinggi dibandingkan pelarut etil asetat dan etanol. Menurut Voight
(1994) proses penarikan bahan (ekstraksi) terjadi dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam
sel yang menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan yang terkandung dalam sel akan
terlarut sesuai dengan kelarutannya. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan
kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Harborne (1987) menyatakan bahwa
tumbuhan mengandung banyak senyawa fenolik, senyawa fenolik ini memiliki sifat yang
cenderung larut dalam pelarut polar.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa senyawa fenolik dalam biji alpukat terekstrak
dengan baik pada pelarut aseton. Tumbuhan mengandung banyak senyawa fenolik, senyawa
fenolik ini memiliki sifat yang cenderung larut dalam pelarut polar (Harborne, 1987). Hasil
penelitian Chirinos et al. (2007) yang meneliti tentang pengaruh jenis pelarut terhadap senyawa
fenolik dari Scirpus holoschoneus L. menunjukkan bahwa jenis pelarut aseton menghasilkan
ekstrak tertinggi dari pada jenis pelarut etil asetat dan petroleum eter. Semakin tinggi rasio
bahan dengan pelarut, kadar total fenolik ekstrak biji alpukat akan semakin meningkat. Menurut
Delazar et al. (2012), rendemen akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah pelarut.
Peningkatan rendemen ini diakibatkan karena semakin tinggi jumlah pelarut yang digunakan,
maka pengeluaran senyawa target ke dalam pelarut dapat berjalan lebih optimal dan kejenuhan
dalam pelarut dapat dihindari. Selain itu pada penelitian Inggrid dan Santoso (2014) yang
meneliti tentang Ekstraksi antioksidan dan senyawa aktif dari buah kiwi (Actinidia deliciosa)
menunjukkan bahwa perbandingan rasio bahan dengan pelarut 1:15 menghasilkan rendemen
tertinggi dibandingkan dengan rasio bahan dengan pelarut 1:10.

PENGARUH JENIS PELARUT DAN SUHU MASERASI TERHADAP PEMBUATAN


BIOPESTISIDA KULIT PISANG

Jenis pelarut pengaruh ke rendemen , senyawa fenol


Suhu maserasi

Anda mungkin juga menyukai