Lo 3 GTC PDF
Lo 3 GTC PDF
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
b. Indeks karies
Indeks karies yang tinggi tidak disarankan untuk memakai
retainer yang tidak menutupi seluruh permukaan mahkota gigi
karena mudah terserang karies.
c. Oklusi
Tekanan kunyah pada oklusi yang abnormal seperti gigitan
silang dapat menekan retainer pada gigi penyangga.
d. Keadaan atau posisi gigi antagonis
Gigi hilang yang tidak segera diganti akan mengakibatkan
migrasi dan ekstrusi. Migrasi dan ekstrusi yang parah merupakan
kontra indikasi untuk dibuatkan gigi tiruan jembatan (Martanto,
1981 : 18-19).
d. Persyaratan Estetik
Gigi tiruan jembatan terutama untuk gigi depan harus dibuat
menyerupai gigi asli, tetapi tidak boleh mengorbankan kekuatan dan
kebersihannya. Permukaan logam yang tidak perlu sebaiknya dicegah
untuk kepentingan estetika. Pontik harus mempunyai kedudukan,
bentuk dan warna yang sesuai dengan keadaan sekitarnya dan
mempunyai cici-ciri permukaan yang sepadan dengan gigi
tetangganya.
e. Persyaratan Fonetik
Pada umumnya otot-otot mulut segera dapat menyesuaikan diri
untuk menghasilkan suara yang sama sebelum adanya gigi yang
hilang. Gigi tiruan jembatan mampu menyempurnakan pemulihan ini
dalam waktu yang pendek karena tidak adanya basis seperti pada gigi
tiruan lepasan. Bagian lingual dari retainer atau pontik dibuat bentuk
dan ukuran yang sama dengan gigi asli sehingga pasien mudah dan
cepat dapat berbicara seperti biasa (Martanto, 1981 : 11-12).
Gambar 2.1
Rigid Fixed Bridge
(Sumber: Madhok, 2014)
b. Semi Fixed Bridge
Semi fixed bridge merupakan gigi tiruan jembatan dengan
satu ujung kaku (kaku) pada retainer, sedangkan ujung lainnya
berakhir pada satu retainer berkunci yang memungkinkan
pergerakan-pergerakan terbatas (non-rigid) (Martanto, 1981 : 10).
Gambar 2.2
Semi Fixed Bridge
(Sumber: Madhok, 2014)
c. Cantilever Bridge
Cantilever bridge merupakan gigi tiruan jembatan yang
sangat konservatif setelah fixed-fixed bridge, dimana pada salah
satu sisinya bersifat sebagai titik kontak (Madhok, 2014 : 2).
Dukungan dapat diperoleh dari satu atau lebih gigi penyangga
pada satu sisi yang sama (Martanto, 1981 : 10).
12
Gambar 2.3
Cantilever Bridge
(Sumber: Madhok, 2014)
d. Spring Fixed Bridge
Spring fixed bridge merupakan gigi tiruan jembatan yang
menggunakan dukungan gigi dan jaringan, dimana sebuah pontik
didukung dengan konektor panjang yang menghubungkannya
dengan abutment. Jenis gigi tiruan jembatan ini dapat
menggunakan lebih dari satu konektor panjang untuk menambah
kekuatannya (Madhok, 2014 : 2).
Gambar 2.4
Spring Fixed Bridge
(Sumber: Madhok, 2014)
13
Gambar 2.5
Komponen Gigi Tiruan Jembatan
(Sumber: Herman, 2017)
a. Abutment (penyangga)
Abutment adalah gigi asli yang digunakan sebagai tempat
diletakkannya gigi tiruan jembatan. Mahkota gigi yang baik untuk
dijadikan penyangga hendaknya mempunyai panjang yang normal
dan ketebalan dentin yang cukup (Prajitno, 1991 : 36).
b. Connector
Connector adalah alat yang menghubungkan pontik ke
retainer, retainer ke retainer dan pontik ke pontik. Connector dapat
berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat
tinggi jika terbuat dari porselen seluruhnya), dovetail atau
stressbreaker, retainer presisi atau lengan spring yang panjang
(Allan dan Foreman, 1994 : 81).
c. Pontic
Menurut Allan dan Foreman, pontik adalah gigi buatan
pengganti dari gigi-gigi yang hilang. Fungsi pontic adalah untuk
mengembalikan fungsi kunyah dan bicara, mempertahankan
hubungan antara gigi sehingga mencegah migrasi/ekstrusi (Allan
dan Foreman, 1994 : 81).
14
Gambar 2.6
Pontik Saddle
(Sumber: Shillingburg, 1997)
2) Modified Ridge Lap
Desain ini memberikan gambaran gigi asli. Pada
bagian lingual dibuat sedikit pembelokan kontur untuk
mencegah impaction makanan dan meminimalkan akumulasi
plak (Setiawan, 2015 : 16).
Gambar 2.7
Pontik Modified Ridge Lap
(Sumber: Shillingburg, 1997)
15
3) Hygiene (sanitary)
Istilah hygiene digunakan untuk menggambarkan
pontic yang tidak berkontak dengan edentulous ridge. Pada
desain ini ketebalan oklusal gingival tidak boleh kurang dari
3mm, dan harus ada ruang kosong dibawahnya untuk
memfasilitasi pembersihan (Setiawan, 2015 : 16).
Gambar 2.8
Pontik Hygiene (sanitary)
(Sumber: Shillingburg, 1997)
4) Conical
Pontic ini memiliki bentuk yang bulat dan dapat
dibersihkan, tapi pada bagian ujung lebih kecil dari pada
ukuran keseluruhan pontic. Pontic ini cocok digunakan untuk
ridge mandibular yang tipis (Setiawan, 2015 : 16).
Gambar 2.9
Pontik Conical
(Sumber: Shillingburg, 1997)
16
5) Ovate
Ovate pontic sudah digunakan sebelum tahun 1930
dan dipertimbangkan sebagai pengganti pontik tipe saddle
untuk mendapatkan estetika yang baik dan kemudahan untuk
dibersihkan (Setiawan, 2016 : 16).
Gambar 2.10
Pontik Ovate
(Sumber: Shillingburg, 1997)
d. Retainer
Menurut Martanto, retainer merupakan restorasi
(mahkota, inlay, pasak/dowel) yang menghubungkan jembatan
dengan penyangga. Retainer dapat dibuat ekstrakoronal,
intrakoronal dan dowel crown (Martanto, 1981 : 5).
1) Retainer ekstrakoronal
Menurut Allan dan Foreman, retainer ini dapat dibuat
dari porselen-logam yang mengikat jaringan gigi bersama-
sama (Allan dan Foreman, 1994 : 87). Menurut Martanto
Macam-macam retainer ekstrakoronal yaitu:
a) Mahkota penuh
Mahkota penuh merupakan suatu restorasi yang
menutupi seluruh permukaan mahkota klinis dari suatu
gigi. Mahkota ini dapat merupakan restorasi yang berdiri
sendiri (single unit restoration) atau sebagai retainer dari
17
Gambar 2.11
Mahkota Penuh
(Sumber: Allan dan Foreman, 1994)
b) Mahkota sebagian
Mahkota sebagian yang dipakai sebagai retainer
jembatan, preparasinya memerlukan pembuangan jaringan
gigi yang lebih sedikit dibandingkan dengan mahkota
penuh. Pada mahkota ini dari 4 permukaan gigi seri (labial,
mesial, distal dan lingual) hanya 3 permukaan yang ditutup
oleh mahkota. Pada gigi yang mempunyai 5 permukaan
seperti premolar hanya sebagian dari permukaan gigi yang
tertutup oleh mahkota sehingga retorasi ini disebut
mahkota sebagian (Martanto, 1981 : 76).
2) Retainer intrakoronal
Menurut Allan dan Foreman, retainer ini memerlukan
preparasi yang sebagian besar ada didalam dentin (Allan dan
Foreman, 1994 : 87). Menurut Martanto macam-macam
retainer intrakoronal yaitu:
18
a) Inlay retainer
Inlay digunakan sebagai retainer untuk gigi tiruan
jembatan yang pendek, menggantikan tidak lebih dari satu
gigi pada mulut yang karies indeks nya rendah (Martanto,
1981 : 95).
Gambar 2.12
Inlay Retainer
(Sumber: Allan dan Foreman, 1994)
3) Retainer dowel crown
Merupakan retainer yang retensinya berupa pasak pada
saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna (Prajitno,
1991 : 15).
Gambar 2.13
Retainer Dowel Crown
(Sumber: Herman, 2017)
19
B. Inlay
1. Pengertian Inlay
Menurut Tarigan, inlay merupakan tambalan dengan cara direct
(langsung) dan indirect (tidak langsung) dari bahan logam atau non logam
yang disemenkan pada kavitas (Tarigan, 1989 : 5).
Menurut Fatmawati, inlay merupakan restorasi intrakoronal yang
kerusakannya mengenai sebagian cusp dan berada diantara cusp, sehingga
ukurannya tidak begitu luas (Sofya, 2005 : 1).
Inlay biasa digunakan pada kasus dengan indeks karies yang
rendah, dibuat seperti potongan puzzle untuk menambah retensi dan
membangun kembali area yang sudah rusak pada permukaan gigi (Aspros,
2015: 1).
Gambar 2.14
Inlay
(Sumber: Istikharoh, 2018)
Gambar 2.15
Inlay klas I
(Sumber: Messing and Ray, 1982)
b. Inlay klas II
Dibuat pada daerah MOD gigi yang karies sehingga perlu adanya
perlindungan dengan cara menghilangkan tonjolan-tonjolan yang lemah.
Gambar 2.16
Inlay klas II
(Sumber: Messing and Ray, 1982)
21
Gambar 2.17
Inlay klas III dan IV
(Sumber: Messing and Ray, 1982)
d. Inlay klas V
Dapat membentuk restorasi yang baik bila segi estetik dapat diterima
dan diperoleh retensi yang memadai. Karies pada klas ini termasuk luas
mengenai bagian incisal/oklusal sampai ke bagian mesial/distal. (Eccles,
J.D, 1994 : 126).
Gambar 2.18
Inlay klas V
(Sumber: Messing and Ray, 1982)
22
g. Sandblasting
Proses pembersihan coping metal dari bahan tanam
menggunakan bahan alumunium oxide (Nastiti, 2016 : 21).
h. Coping Metal
Coping metal adalah struktur dasar dari lapisan metal tipis
berbentuk preparasi gigi yang akan dilapisi bahan porcelain.
Permukaan coping tidak boleh bersudut tajam untuk mencegah
terjadinya daya yang dapat meretakkan porcelain (Martanto, 1981 :
216). Selanjutnya dilakukan pinblasting dan oxidasi sebelum tahap
aplikasi porselen untuk mendapatkan retensi.
i. Aplikasi Porselen
Menurut Naylor pada dasarnya aplikasi porselen pada coping
metal terdiri dari opaque, body porcelain (dentin), enamel porcelain,
translucent porcelain, staining dan glazing (Naylor, 1992 : 20).
1) Lapisan opaque
Lapisan opaque memiliki fungsi membentuk ikatan antara
keramik dengan logam dan menutupi bayangan warna dari logam.
2) Lapisan body/dentin porcelain
Aplikasi body porcelain dimulai dengan pencampuran
bubuk powder dengan liquid dentin porcelain yang sesuai dengan
warna gigi pasien. Aplikasi dentin dilakukan selapis demi selapis
hingga membentuk anatomi gigi.
3) Lapisan enamel dan translucent porcelain
Pada lapisan enamel terkandung bahan translucent tetapi
tidak seperti translucent porcelain yang benar-benar memberikan
efek transparan. Aplikasi translucent dilakukan pada sepertiga
incisal crown untuk mendapatkan estetik yang baik sehingga
tampak seperti gigi asli (Naylor, 1992 : 20).
26