Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pendidikan orang tua


Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa diatas
menggambarkan sebagian besar pendidikan ayah dari 49
responden untuk tingkat pendidikan menegah pertama sebanyak
25 responden dengan persentase 51,0% pendidikan tinggi
sebanyak 5 responden dengan persentase 10,2%.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menggambarkan sebagian besar
pendidikan ayah dari 49 responden untuk tingkat pendidikan
menegah pertama sebanyak 26 responden dengan persentase
53,1 dan pendidikan tinggi sebanyak 6 responden dengan
persentase 12,2%.
Salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap perhatian
orang tua kepada aktivitas belajar anak adalah tingkat pendidikan
orang tua. Orang tua yang tingkat pendidikan formalnya tinggi
maka kesadaran untuk memerhatikan pendidikan anak juga tinggi,
sebaliknya bagi orang tua yang pendidikannya rendah maka
kesadaran untuk memerhatikan pendidikan anak juga rendah. Hal
ini disebabkan perhatian orang tua akan tergantung dari tingkat
pendidikannya. Selain itu pengalaman kehidupan sehari-hari juga
sangat ditentukan oleh pendidikan yang ditempuh orang tua.
Bagi orang tua yang memiliki tingkat pendidikan formal yang
tinggi akan dapat membantu kesulitan anak dalam belajar,
sebaliknya bagi orang tua yang tingkat pendidikannya rendah akan
mengalami kesulitan dalam membantu memecahkan kesulitan
belajar anak. Keadaan seperti ini akan berpengaruh terhadap pola
di dalam mendidik anak.
Hal ini sejalan dengan pendapat Nini Subini (2102:95) Anak
cenderung melihat pada keluarga, jika ayah dan ibu memiliki
pendidikan tinggi. seorang anak akan mengikuti. Paling tidak
menjadikan patokan bahwa harus lebih banyak belajar.
B. Status gizi anak
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar usia responden adalah usia 12 tahun sebanyak 31
responden (62 %) dan usia terkecil adalah usia 11 tahun sebanyak
13 responden (30 %)
Berdasarkan analisis univariat pada tabel 4.5 Berdasarkan tabel
4.6 diatas menggambarkan sebagian dari 49 responden yang kurus
sebanyak 31 responden dengan persentase 63,3%,dan responden
dengan IMT normal sebanyak 11 dengan presentase 22,4%,dan
responden dengan IMT gemuk sebanyak 5 responden dengan
presentase 10,2% dan responden yang IMTnya sangat kurus
sebanyak 1 responden dengan persentase 2%,dan responden
dengan IMT obesitas sebanyak 1 responden dengan presentase
2%.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Notoadmodjo (2011) bahwa kelompok anak usia 6-12 tahun
merupakan kelompok usia yang rentan terhadap masalah terkait
dengan kekurangan gizi yang dicirikan oleh berat badan rendah
dan defisiensi zat besi. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hidayati (2012) yang menyatakan bahwa
terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam kondisi
status gizi anak usia sekolah, di antaranya yaitu asupan makanan,
aktivitas fisik, dan kondisi sosioekonomi. Asupan makanan yang
tidak seimbang dapat memengaruhi status gizi anak usia sekolah
melalui kebiasaan sarapan pagi yang tidak teratur, kecenderungan
menyukai satu macam atau beberapa jenis makanan tertentu saja,
kebiasaan jajan, kekurangan asupan makanan berserat, dan
kecenderungan mengonsumsi makanan cepat saji.
Salah satu indikator dari status gizi adalah keanekaragaman
penting bagi anak sekolah karena energi diperlukan anak untuk
menahan rasa lapar saat berada di sekolah, anak membutuhkan
untuk aktifitas di sekolah seperti belajar,berolahraga, bermain,
waktu istirahat dan sebagainya (Mochji, 2011).
golongan penduduk berada pada massa pertumbuhan yang
cepat dan aktif.Dalam kondisi anak harus mendapatkan masukan
gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Status gizi anak
sebagai cerminan kecukupan gizi, merupakan salah satu tolok ukur
yang penting untuk menilai keadaan pertumbuhan dan status
kesehatannnya. Usia antara 6 sampai 12 tahun adalah usia anak
yang duduk dibangku SD. Pada masa ini anak mulai masuk ke
dalam dunia baru anak mulai banyak berhubungan dengan orang-
orang di luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan
lingkungan baru dalam kehidupannya (Mochji, 2011).
C. Prestasi belajar

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa


sebagian besar usia responden adalah usia 12 tahun sebanyak 31
responden (62 %) dan usia terkecil adalah usia 11 tahun sebanyak
13 responden (30 %)

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menggambarkan sebagian dari 49


responden responden yang mendapatkan nilai D sebanyak 36
responden dengan persentase (73,5%) dan responden yang
mendapatkan nilai C sebanyak 5 responden dengan presentase
10,2 dan responden yang mendapatkan nilai B sebanyak 4
responden dengan persentase (8,2%) dan responden yang
mendapatkan nilai A sebanyak 4 responden dengan per sentase
(8,2%).
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak
akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan
kegiatan Menurut Hamdani (2011: 137)
Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan suatu
kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya.
Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan,
penghargaan) dan dapatsecara ekstrinsik (kegairahan untuk
menyelidiki, mengartikan situasi) Menurut Abu Ahmadi (2011)

A. Hubungan Pendidikan Orang Tua Ayah dengan Prestasi


belajar anak di SD 02 purwosari Kabupaten Kudus
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi
spearmen rho didapatkan nilai p-value sebesar 0,000 < (α = 0,05)
maka Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan yang signifikan
antara pendidikan ayah responden dengan prestasi belajar anak di
SD 02 purwosari Kabupaten Kudus Tahun 2020.
Jenjang pendidikan adalah kepemilikan ijazah/sertifikat
pendidikan formal yang dimiliki seseorang sebagai indikator dalam
mengikuti satuan pendidikan yang diselenggarakan. Dengan
memiliki pribadi yang dewasa sebagai hasil dari pendidikan,
seseorang akan memiliki kemampuan yang tidak sama dengan
kemampuan orang lain. Kemampuan yang dimiliki tersebut akan
menjadi pedoman baginya untuk bertindak dalam mengatasi
masalah yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari. Orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan berusaha untuk
memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan jenjang pendidikan
orang tua terhadap prestasi belajar IPA siswa. Nilai sign. untuk
jenjang pendidikan orang tua sebesar 0,047. Dengan demikian
maka nilai sign. tersebut lebih kecil dari 0,05 (0,047 < 0,05) yang
berarti terdapat pengaruh yang signifikan. Dengan demikian maka
anggapan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan
diikuti oleh prestasi belajar anak yang tinggi terbukti. Orang tua
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang lebih baik mengenai perkembangan
anaknya sehingga memungkinkan mereka untuk terlibat lebih jauh
dalam pendidikan anak (menurut dasmo dkk 2012)
Menurut zahara 1995 (Riana 2011: 19) menyebutkan bahwa:
keberhasilan pendidikan seorang anak terutama yang
menyangkutkan pencapaian prestasi belajar yang baik dipengaruhi
oleh beberapa faktor salah satunya adalah bagaimana cara orang
tua mengarahkan cara belajar anaknya. Jadi tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh dengan perkembangan potensi yang
dimilikinya termasuk potensi emosional, pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Dengan kematangan emosional, pengeahuan,
sikapyang dimiliki oleh orang tua sedikit banyaknya akan
memberikan kontribusi bagi anakanaknya.
Orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga
memungkinkan untuk lebih percaya diri pada kemampuan mereka
dalam membantu anak-anak mereka belajar. Dengan tingkat
keyakinan tersebut maka diperkirakan akan berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan akademis anak-anak.

B. Hubungan Pendidikan Orang Tua Ibu dengan prestasi belajar


anak di SD 02 purwosari Kabupaten Kudus
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi
spearmen rho didapatkan nilai p-value sebesar 0,003< (α = 0,05)
maka Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan yang signifikan
antara pendidikan Ibu responden dengan prestasi belajar anak di
SD 02 purwosari Kabupaten Kudus Tahun 2020.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Zulfitri,2017) Berdasarkan hasil perhitungan statistic dengan uji
chi-square bahwa nilai Chi- Square sebesar X² = 36,1 X²hitung
sebesar 36,1 . dk = (k-1)(b-1) = (4-1) (4-1) dk = 3 x 3 = 9, dengan
taraf signifikasi 5% atau 0,05 dengan nilai 16,9 maka dapat
diketahui X²tabel sebesar 16,9 . jika dibandingkan dengan
keduanya maka X²hitung > X²tabel (36,2 > 16,9) maka Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan
antara latar belakang pendidikan orang tua (ibu) dengan prestasi
belajar siswa kelas IV. Maka semakin tinggi pendidikan orang tua
akan semakin tinggi prestasi belajar yang diperoleh.
Menurut Sudarsono (1999:54) pendidikan informal dalam keluarga
sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan pengembangan pribadi
setiap anggota keluarga (dalam Kurniawan, 2013:4).
keberhasilan pendidikan seorang anak terutama yang
menyangkutkan pencapaian prestasi belajar yang baik dipengaruhi
oleh beberapa faktor salah satunya adalah bagaimana cara orang
tua mengarahkan cara belajar anaknya. Jadi tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh dengan perkembangan potensi yang
dimilikinya termasuk potensi emosional, pengetahuan, sikap,dan
keterampilan. Dengan kematangan emosional, pengeahuan,
sikapyang dimiliki oleh orang tua sedikit banyaknya akan
memberikan kontribusi bagi anakanaknya. Orang tua dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk
lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam membantu
anak-anak mereka belajar. Dengan tingkat keyakinan tersebut
maka diperkirakan akan berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan akademis anak-anak Menurut zahara 1995 (Riana
2011: 19).

C. Hubungan Status Gizi Anak Dengan Prestasi Belajar Anak Di


SD Purwosari Kabupaten Kudus

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi


spearmen rho didapatkan nilai p-value sebesar 0,188< (α = 0,05)
maka Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan yang signifikan
antara status gizi responden dengan prestasi belajar anak di SD
02 purwosari Kabupaten Kudus Tahun 2020.

Kedua hubungan diatas disebabkan oleh pengaruh


makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak
cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme
dalam otak yang berakibat terjadinya ketidakmampuan kinerja otak
berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis,
kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu,
badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil.
Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan
ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini
berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.

Setiap jenis makanan memiliki peranan masing-masing


dalam menyeimbangkan masukan zat gizi sehari-hari. Pertama
makanan sumber zat tenaga merupakan sumber zat tenaga dalam
menunjang aktivitas sehari-hari. Makanan sumber zat pembangun
berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan anak. Makanan sumber zat pengatur adalah semua
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung
berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan
bekerjanya fungsi organ-organ tubuh. Semua sumber makanan di
atas sangat penting sekali bagi tubuh terutama untuk anak sekolah
yang merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik
serta kecerdasan

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian ending


wahyuningsih (2014),menyatakn bahwa Ada hubungan status gizi
dengan prestasi belajar anak SD kelas V di SDN 1 Kadilanggon
Wedi Klaten yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,037 (p < 0,05).
Tetapi penelian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Creisye Cynthia Agustini dkk 2013 hasil penelitian
menunjukan bahwa, tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status gizi berdasarkan BB/U dengan prestasi belajar anak
kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan
Tuminting Kota Manado dengan melihat nilai signifikansi diperoleh
nilai ρ>0,05 (0,258)

Hal ini menyatakan bahwa status gizi berdasarkan IMT/U


bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
anak, karena masih banyak faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seperti
lingkungan, aspek psikologis dan faktor pendekatan belajar.
Seorang siswa yang bersikap conserving(apatis) terhadap ilmu
pengetahuan biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar
yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa
yang berintelegensi tinggi dan mendapat dorongan positif dari
orang tuanya, mungkin akan memilih pendekatan belajar yang
lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran (Syah, 2010).

D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa keterbatasan sebagai berikut:
1. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini banyak kekurangan dan
keterbatasan diantaranya adalah:.Peneliti mengukur tinggi badan
dan berat badan responden secara langsung sehingga responden
malu dengan peneliti,ketika ditimbang responden ada yang
memakai sepatu.
2. Peneliti memiliki masalah dalam waktu penelitian karena terkendala
padatnya jadwal antara peneliti dan responden.
3. Peneliti hanya menyanakan ijazah terakhie orang tua tanpa
mengecek langsung ijazahnya.

Anda mungkin juga menyukai