PERILAKU KEKERASAN
Disusun oleh:
Nama : Nurul Isnaini Sa’adah
NIM : 62019040048
Jurusan : Profesi Ners
B. Rentan Respon
Respon adaptif Respon maladapfif
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi : muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klienv memaksakan
kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang (Budiana Keliat,
2004). Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Klien dengan perilaku
kekerasan sering menunjukkan adanya (Boyd & Nihart, 1998) antara lain :
1. Data Obyektif :
a. Muka merah,
b. Pandangan tajam,
c. Otot tegang,
d. Nada suara tinggi,
e. Berdebat,
f. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak,
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang.
2. Data Subyektif :
a. Mengeluh perasaan terancam
b. Mengungkapkan perasaan tidak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar,
merasa tercekik, dada sesak, bingung.
E. Psikopatologi
Kegagalan
Intimidasi
Malu
Takut
Frustasi
kecemasan
Kurangnya rasa
percaya diri Stress
G3 proses G3 afek
pikir emosi
Tegang,
curiga
Pengungkapan perasaan
kesal/marah yang tidak
konstruktif
Perilaku Kekerasan
F. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa mengamuk
ada 2 yaitu :
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan perilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
G. Masalah keperawatan:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
H. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suk amembentak dan menyerang orang yag mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajahagakmerah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Perilaku kekerasan / amuk
1) Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data Obyektif
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.
d. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1) Data subyektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
I. DiagnosaKeperawatan
1. Perilaku kekerasan
J. Intervensi
Diagnosa I: Perilaku kekerasan
Tujuan :
1. Klien tidak melakukan kekerasan
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
yang dimiliki.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Rasional :
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal
penanganan
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan positif yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat
sesuai kemampuan yang dimiliki
Rasional :
Setelah pulang kerumah, klien siap melakukan aktivitas sesuai dengan
kemampuandan norma
Tindakan :
a) Rencanakan aktifitas yang dapat dilakukan klien setiap hari
5. Keluarga mampu memeberikan dukungan pada klien
untuk memenuhi kebutuhan klien
Tindakan:
a) Diskusikan dengan keluarga cara merawat klien dan memberikan
dukungan pada klien.
Kolaboratif
1. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-
hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
BenzodiazepineS seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan pasien.
a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b. Obat anti depresi, amitriptyline
c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia, phneobarbital
2. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun
klonik.
3. Somatoterapi yang lain
a. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
b. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien
menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
4. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap
suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui
wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya :
relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu
atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan
mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan diri yang
baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan
adaptifnya.
5. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi
lingkungan pasien, sehingga bisa membantu dalam proses
penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan
kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga. Tujuan utamanya
untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi baru yang
lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan
penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan
kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
PERILAKU KEKERASAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Ds : Pasien mengatakan ingin mengamuk dan memukul orang
Do: Pasien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marah-
marah dan menggigit badan ibunya dan memukuli ibunya
2. Diagnosa
Risiko menciderai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
3. TUK:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab marah
4. Intervensi Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
f. Mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan
g. Mengidentifikasi cara mengontrol pelrilaku kekerasan
h. Mendapat dukungan dari keluarga
Fase Kerja :
“Apa yang menyebabkan mbakmarah?, Apakah sebelumnya mbak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti mbak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang mbakrasakan?”
“Apakah mbak merasakan kesal kemudian dada mbak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang mbak lakukan? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, mbak. Salah satunya adalah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbak rasakan maka mbakberdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, mbak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul mbak sudah terbiasa melakukannya”
Fase Terminasi :
“O ya mbak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab mbak marah ........ (sebutkan) dan yang mbakrasakan ........
(sebutkan) dan yang mbak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbakyang lalu, apa yang
mbak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
mbak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya mbak, berapa kali sehari mbak mau latihan
napas dalam?, jam berapa saja mbak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya mbak”
Fase Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan mbak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar mbak? Jadi kalau
nanti mbak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba mbak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali mbak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutinjika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan mbaksetelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari mbak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
cara tadi ya mbak. Sekarang kita buat jadwalnya ya mbak, mau berapa kali sehari
mbak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa mbak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
Fase Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya mbak: Meminta dengan baik tanpa marah
dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin mbak bilang penyebab marahnya karena minta uang sama isteri
tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik: “Bu, saya perlu uang
untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta
obat dan lain-lain. Coba mbak praktekkan. Bagus mbak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan mbaktidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba mbak praktekkan. Bagus mbak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
mbak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,
uang, dll. Bagus nanti dicoba ya mbak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah, mbak setuju? Mau di mana mbak? Di sini lagi?
Baik sampai nanti
Fase Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mbak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba mbak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“ mbak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba mbak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba
sebutkan caranya”
Fase Terminasi :
Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan mbak. Mau berapa
kali mbak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan
pasien)
“Coba mbak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat mbak lakukan bila mbak
merasa marah”
“Setelah ini coba mbaklakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya mbak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa mbak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah mbak, setuju pak?”
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
Fase Orientasi
“Selamat Pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana mbak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama mbak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”
Fase Kerja :
“Mbak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang mbak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa mbak
minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam mbak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini
harus mbakminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut mbak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya mbak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama mbak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya mbak.”
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba mbak sebutkan lagi jenis obat yang Mbak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana mbak melaksanakan
kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC,
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999