Dibuat oleh:
Muhammad AmmarNurHandyka
NIM. 24020119130106
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
ACARA VII
EKOSISTEM
I. TUJUAN
Mempelajari komponen-komponen yang menyusun ekosistem serta bagaimana
kedudukannya dalam ekosistem tersebut.
(Pandani, 2016)
2.2. Karakteristik Ekosistem
Setiap ekosistem memiliki karakteristik yang berbeda, misalnya pada
ekosistem hutan daratan rendah dan rawa-rawa mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan hutan pegunungan. Karakteristik ekosistem daratan sepanjang garis
pantai berbeda dengan ekosistem laut. Banyak aspek dalam ekologi, semakin banyak
kita belajar mengenai ekosistem maka semakin banyak kita menyadari hubungan dan
saling ketergantungan berbagai ekosistem (Hidayat, 2015).
Sebagai contoh adalah karakteristik ekosistem hutan mangrove.
Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan yang
berkelanjutan membutuhkan dukungan kondisi ekosistem pesisir yang baik.
Ekosistem mangrove potensial mendukung sumberdaya kelautan dan perikanan yang
produktif dan lestari. Ekosistem mangrove dikenal memegang peran fungsi ekonomi
dan fungsi ekologi serta jasa lingkungan yang memberikan sumbangan penting
dalam pembangunan di kawasan pesisir dan laut (Muarif, 2017).
(Bintar, 2019)
(Mokhammad, 2020)
2.4. Rantai Makanan
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup
dengan urutan tertentu. Rantai makanan akan berlangsung terus-menerus apabila
jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen I, jumlah konsumen I lebih
banyak daripada jumlah konsumen II, dan seterusnya. Apabila salah satu di antara
komponen tersebut tidak ada (misal, konsumen I tidak ada), akan terjadi
ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan dalam rantai makanan tersebut
(Susilowati, 2016). Rantai makanan juga dapat disebut dengan jalur perpindahan
energi dari suatu trofik ke tingkat trofik berikutnya melalui proses makan dan
dimakan. Semakin pendek rantai makanan maka semakin besar energi yang
tersimpan dalam organisme di ujung rantai makanan (Furqaani dkk, 2017)
Herbivor mendapatkan energi dari produsen atau tumbuhan. Karnivor
mendapatkan energi dari herbivor sehingga energi berpindah dari herbivor ke
karnivor.Berdasarkan tipe organisme, produsen atau tumbuhan menjadi tingkat trofik
I. Terdapat dua tipe rantai makanan, yaitu tipe rantai makanan perumput dan tipe
rantai makanan detritus. Rantai makanan yang dimulai dari tumbuhan (produsen)
disebut rantai makanan perumput, sedangkan rantai makanan yang diawali dari
detritus (serpihan organisme mati) disebut rantai makanan detritus. Contoh rantai
makanan perumput : padi -> belalang -> katak -> ular. Contoh rantai makanan
detritus : serpihan daun -> cacing tanah -> itik -> manusia (Furqaani dkk, 2017).
(Saddoen, 2020)
2.5. Jaring-Jaring Makanan
Dalam ekosistem, suatu organisme tidak hanya makan satu jenis makanan
saja, dan juga dapat dimakan oleh beberapa jenis pemangsa. Oleh karena itu terjjadi
beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Sekumpulan rantai makanan
yang saling berhubungan ini disebut dengan jaring-jaring makanan (Inke, 2015).
Dalam suatu ekosistem, suatu rantai makanan akan berhubungan dengan rantai
makanan yang lain. Semakin kompleks jaring-jaring makanan, semakin tinggi
tingkat kestabilan ekosistem (Furqaani, 2017).
Perbedaan rantai makanan dan jaring-jaring makanan dapat dilihat dari
struktur, jumlah organisme, kesetimbangan, dan keterkaitan antar organisme. Sebuah
jaring makanan memiliki struktur yang lebih banyak dari rantai makanan dan lebih
kompleks. Dalam jumlah organisme, organisme yang ada pada jaring-jaring
makanan lebih banyak autotrof dibanding heterotrof, dan lebih banyak pemakan
tumbuhan daripada pemakan daging. Dalam rantai makanan, kesetimbangan rantai
makanan tunggal sangat bergantung terhadap setiap organisme di dalamnya. Berbeda
dengan jaring-jaring makanan. Jika terdapat salah satu organisme yang mati, maka
peran dari organisme tersebut dapat digantikan oleh organisme lain sehingga
organisme yang memakan organisme yang mati tersebut dapat melanjutkan
kelangsungan hidupnya dengan memakan organisme lain yang memiliki peran yang
sama dengan organisme yang mati (Furqaani, 2017).
(Zulfikar, 2010)
2.6. Ekosistem Darat
Lingkungan fisik dari ekosistem darat memang terdapat pada wilayah daratan,
akan tetapi tidak berarti bahwa tidak terdapat perairan. Karena, sekalipun di darat
juga masih bisa ditemukan perairan, namun sorotan secara umum merupakan
wilayah daratan, dan perairan hanya sebagai tambahan saja.Di dalam ekosistem
darat, terdapat gambaran interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
secara umum. Sehingga dapat dikatakan ekosistem darat tidak hanya memiliki
cakupan wilayah yang sempit. Akan tetapi memiliki wilayah yang begitu luas, untuk
itu ekosistem darat tersebut juga dapat dikatakan sebagai bioma (Suwandi, 2016).
Padang rumput merupakan suatu contoh ekosistem daratan. Salah satu
perbedaan yang mencolok antara ekosistem perairan dengan daratan adalah pada
produsen. Di perairan, produsen utamanya adalah fitoplankton yang berukuran
mikroskopik. Produsen di perairan adalah tumbuhan air, yang tubuhnya kecil, lemah
tanpa jaringan penguat, sehingga biomassanya kecil. Di daratan dijumpai produsen
dengan tubuh yang besar, bahkan berupa pohon yang besar dengan jaringan penguat
yang kokoh, sehingga biomassanya besar (Utomo, 2012).
(Burhan, 2017)
Salah satu ekosistem perairan adalah kolam. Dalam hal tingkatan organisasi,
ekosistem kolam boleh dikatakan organisasi yang paling sederhana (Retnaningdyah,
2019). Meskipun sederhana, kolam merupakan ekosistem yang sempurna, lengkap
dengan keenam komponen serta proses prosesnya. Dalam suatu kolam dapat kita
amati komponen-komponen seperti komponen biotik dan abiotik. Komponen abiotik
meliputi materi anorganik dan organik yang terlarut dalam air yaitu CO2, O2, Ca, N,
garam-garam fosfat, asam amino, materi humus, dan lain-lain (Utomo, 2012).
(Flysh, 2018)
III. METODE
13. Elang
14. Monyet
15. Buaya
16. Tapir
17. Lemur
b. Rantai Makanan
c. Jaring Makanan
b. Rantai Makanan
1) Tawar (Lotik)
2) Tawar (Lentik)
3) Laut
c. Jaring Makanan
1) Tawar (Lotik)
2) Tawar (Lentik)
3) Laut
V. PEMBAHASAN
Praktikum Biologi Dasar II Acara VII tentang Ekosistem bertujuan untuk
Mempelajari komponen-komponen yang menyusun ekosistem serta bagaimana
kedudukannya dalam ekosistem tersebut. Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 4 Mei
2020 secara daring (online) melalui aplikasi Microsoft Teams dan Kulon Undip. Alat dan
bahan yang dibutuhkan meliputi laporan sementara, Hp/Laptop, alat tulis, Video Referensi
Ekosistem Daratan, video Referensi Ekosistem Sungai, video Referensi Ekosistem Danau,
Video Referensi Ekosistem Laut. Cara kerjanya adalah video diamati dan ditulis di laporan
sementara.
Ekosistem merupakan suatu proses hubungan timbal balik dan bersifat saling
ketergantungan yang terjadi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Hal ini merujuk
pada pernyataan Jasmi (2013) bahwa ekosistem merupakan suatu hubungan yang
melibatkan komunitas tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada pada lingkungan
tertentu. Ekosistem yang ada dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem darat dan ekosistem
perairan. Hal ini disampaikan oleh Karitas (2017) Pada dasarnya, ekosistem yang ada di
dunia dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem alami
terdiri atas ekosistem air dan ekosistem darat. Ekosistem air terdiri atas ekosistem air
tawar dan ekosistem air asin. Ekosistem darat terdiri atas ekosistem hutan, padang rumput,
padang pasir, tundra, dan taiga.. Sawah dan bendungan merupakan dua contoh ekosistem
buatan.
5.1. Ekosistem Daratan
Ekosistem daratan merupakan ekosistem yang melibatkan makhluk hidup
dengan lingkungan, dimana faktor lingkungannya lebih mendominasi daerah daratan.
Hal disampaikan oleh Meilasari (2018) bahwa ekosistem daratan merupakan suatu
tipe ekosistem yang Sebagian besar lingkungan fisiknya berupa daratan, ekosistem
daratan memiliki bagian daerah yang luas dengan habitat dan komunitas tertentu.
Utomo dkk (2012) menyampaikan bahwa, Pada ekosistem darat alami di Indonesia
terdapat tiga bentuk vegetasi utama, yaitu (1) vegetasi pamah (lowland vegetation),
(2) vegetasi pegunungan dan (3) vegetasi monsun. Vegetasi pamah merupakan bagian
terbesar hutan dan mencakup kawasan yang paling luas di Indonesia, terletak pada
ketinggian 0-1000 m. Vegetasi pegunungan sangat beraneka ragam dan sering
menunjukkan pemintakatan yang jelas, sesuai dengan pemintakatan flora yang
berlaku untuk semua kawasan tropik. Vegetasi pegunungan dapat diklasifikasi
menjadi hutan pegunungan, padang rumput, vegetasi terbuka pada lereng berbatu,
vegetasi rawa gambut dan danau, serta vegetasi alpin. Vegetasi monsun terdapat di
daerah yang beriklim kering musiman dengan Q > 33,3 % dan evapotranspirasi
melebihi curah hujan yang umumnya kurang dari 1500 mm/tahun. Jumlah hari hujan
selama empat bulan terkering berturut-turut kurang dari 20. Musim kemarau pendek
sampai kemarau panjang terjadi pada pertengahan tahun. Beberapa contoh di
antaranya adalah hutan monsun, savana, dan padang rumput.
Pada praktikum kali ini yang digunakan sebagai contoh ekosistem daratan
adalah ekosistem hutan hujan tropis. Ekosistem hutan hujan tropis termasuk dalam
ekosistem daratan karena memiliki ciri lingkungan yang didominasi dengan daratan
dan komponen biotiknya yang mampu beradaptasi di lingkungan darat. Hal ini sesuai
dengan Faida (2018) bahwa ekosistem daratan memiliki cirri komunitas tumbuhan
atau vegetasinya karena wujud vegetasi merupakan pencerminan fisiognomi atau
penampakan luar interaksi antara tumbuhan, hewan, dan lingkungannya. Menurut
Qayim (2014) Hutan hujan tropis adalah hutan alam yang berada pada iklim tropis
yaitu terletak antara 230 27’ LU dan 230 27’ LS. Hutan tropis terdiri dari 2 musim,
yaitu musim hujan dan kemarau. Berbeda dengan hutan subtropis atau temperate yang
memiliki 4 musim yaitu dingin, semi, panas, dan gugur. Hutan hujan tropis adalah
salah satu bentuk hutan tropis dalam sistem penggolongan hutan menurut variabel
iklim. Dalam konteks pembahasan tentang hutan tropis pengertian curahan
(presipitasi) hanya mengacu pada curah hujan, bukan bentuk curahan lain seperti
salju, hujan es, dan sebagainya. Dengan demikian, kata hutan hujan menyatakan hutan
yang dipengaruhi oleh curah hujan, baik jumlahnya maupun distribusinya. Qayim
(2014), menambahkan bahwa Struktur hutan tropis adalah cara pengaturan atau
pengorganisasian tumbuhan dalam hutan tropis. Pengaturan tumbuhan tersebut bisa
dilihat berdasarkan stratifikasi vertikal atau pengelompokan synusia. Stratifikasi
vertikal menggambarkan tingkatan tajuk dari pohon tertinggi hingga tumbuhan bawah
yang ada di lantai hutan, sedangkan pengelompokkan synusia adalah pengelompokan
tumbuhan berdasarkan kesamaan relung (niche) ekologi, peran, atau bentuk hidupnya.
Ekosistem ini memiliki komponen biotik yang terdiri dari pohon besar,
rumput, lumut, anggrek, lebah, kupu-kupu, kumbang, nyamuk, belalang, semut, katak,
ular, elang, monyet, buaya, tapir, dan lemur. Salah satu rantai makanan pada
ekosistem ini yaitu Rumput-Belalang-Katak-Ular-Elang-Pengurai. Rumput
merupakan makhluk hidup yang bersifat autotrof, rumput mengolah bahan
makanannya sendiri, hal ini menyebabkan rumput terletak di posisi produsen dalam
ekosistem ini. Dalam ekosistem ini belalang menjadi konsumen I, ular menjadi
konsumen II, dan elang menjadi konsumen puncak di ekosistem ini. Pada ekosistem
terestrial, yang bertugas menjadi pengurai adalah fungi dan bakteri. Ekosistem
terestrial memiliki jaring-jaring makanan, yaitu rumput, pohon besar, dan tanaman
anggrek bertugas sebagai produsen, konsumen tingkat satu ditempati oleh serangga
(belalang, kupu-kupu, lebah, semut, nyamuk dan lemur). Belalang,kupu-kupu,dan
nyamuk dimakan oleh katak, semut dimakan oleh tapir,lebah dimakan oleh ular. Lalu,
katak,tapir,monyet, dan lemur dimakan oleh buaya. Dalam jaring-jaring makanan ini
ular dimakan oleh elang. Elang tersebut dimakan oleh buaya dan pada akhirnya buaya
yang sudah mati diuraikan oleh pengurai (bakteri / jamur). Hal ini disampaikan oleh
Faida (2018) bahwa tumbuhan secara umum bertindak sebagai produsen, yaitu
golongan makhluk hidup yang mampu membuat makanannya sendiri seperti
tumbuhan. Sedangkan konsumen bersifat heterotroph yang memakan produsen, dan
pengurai adalah organisme yang mengurai sisa-sisa makhluk hidup yang sudah mati.
Dalam suatu ekosistem, rantai makanan saling berhubungan untuk menjadi hubungan
saling makan-memakan yang lebih kompleks. Hubungan makan-memakan yang
kompleks ini disebut jaring-jaring makanan. Hal ini disampaikan oleh Setiadi (2014)
Hal yang terjadi di dalam suatu ekosistem, rantai makanan yang ada biasanya
merupakan hubungan saling makan yang lebih kompleks. Hubungan saling makan
tersebut akan membentuk suatu jaringan makanan (Food Web). Setiadi (2014)
menyampaikan bahwa, pada ekosistem darat tumbuhan menempati posisi sebagai
produsen, tingkatan konsumen II ditempati oleh marmut, kelinci, tikus, dan serangga.
Serangga dimakan oleh burung yang ada di ekosistem tersebut. Marmut, tikus,
kelinci, burung, dan macan dimakann oleh konsumen puncak, yaitu serigala, ular,
anjing hutan. Konsumen puncak yang sudah mati diuraikan oleh dekomposer (cacing,
bakteri, dan/atau fungi).
VI. KESIMPULAN
Ekosistem merupakan hubungan timbalbalik yang melibatkan makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem daratan dan
ekosistem perairan. Ekosistem daratan merupakan ekosistem yang komponen biotiknya
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki sedikit air. Ekosistem perairan
dibagi menjadi ekosistem perairan tawar dan ekosistem perairan laut. Ekosistem perairan
tawar memiliki salinitas yang rendah dan dibagi menjadi lotik dan lentik. Ekosistem laut
memiliki tingkat salinitas tinggi dibandingkan dengan ekosistem air tawar. Pada
praktikum kali ini, ekosistem yang diamati yaitu ekosistem terrestrial (ekosistemdaratan),
ekosistems ungai (ekosistem air tawar lotik), ekosistem danau (ekosistem air tawar
lentik), dan ekosistem laut. Masing-masing ekosistem memiliki komponen biotik dan
abiotik yang memiliki keterkaitan dan membentuk rantai makanan ataupun jarring
makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Balasubramanian, A. 2017. Ecosystem and Its Components. India : University of Mysore
Faida, L. R. W., & Fandeli, C. 2018. Gunung Sewu : Menguak Jejak Sejarah Flora,
Merekonstruksi Kawasan Karst. Yogyakarta : UGM Press.
Furqaani, A. R. dkk. 2017. New Edition Big Book : Biologi SMA/MA Kelas X, XI, &XII.
Jakarta : Cmedia
Harahab, Nuddin. 2009. Pengaruh Ekosistem Mangrove Terhadap Produksi
Perikanan Tangkap (Studi Kasus Di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur). Jurnal
Perikanan, XI(1) : 100-106.
Karitas, D. P. 2017. Ekosistem buku tematik terpadu kurikulum 2013. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud
Latumahina, F. dkk. 2019. Respon Semut Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Di Pulau
Kecil. Bandung : CV. Media Akselerasi
Meilasari, T. 2018. Pengembangan Asesmen Biologi Berbasis Keterampilan Berpikir Kreatif
pada Materi Animalia Kelas X Di SMA Negeri I Pangkalan Lampam Oki
(Doctoral Dissertation, UIN Raden Fatah Palembang).
Muarif, M. 2017. Karakteristik Ekosistem Mangrove Di Kawasan Pesisir Kepulauan
Natuna. JURNAL MINA SAINS, 3(2), 44-49.
Muflihah, S. 2017. Jaring Makanan Perairan. Serang : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Nurdyansyah, N. & Fitri, A. 2018. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pelajaran
IPA Materi Komponen Ekosistem. Sidoarjo : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Qayim, I. 2014. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya. Modul. Universitas Terbuka
Retnaningdyah, Catur. 2019. Bacterial Harmful Algal Blooms (CyanoHABs) : Bloming
Microcystis Ekosistem Perairan Tawar dan Cara Pengendaliannya. Malang : UB
Press.
Setiadi, D. 2014. Prinsip Dasar Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Modul.
Universitas Terbuka.
Sitanggang, N. D. H., &Yulistiana, Y. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Ekosistem melalui
Penggunaan Laboratorium Alam. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 5(2).
Susilowati, Tina. 2016. Inti Sari Superpintar RPAL (Rangkuman Pengetahuan Alam
Lengkap). Yogyakarta : PT Bentang Pustaka
Suwandi, S., & Yunus, A. 2016. Kecerdasan Ekologis Dalam Buku Sekolah Elektronik Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia SMP. LITERA, 15(1).
Syahputra, A. 2018. Kajian Ekosistem Perairan Laut terhadap Potensi Budidaya Perikanan.
Jurnal Perikanan, 5(1).
Utomo, S. W., Sutriyono, I., & Rizal, R. 2012. Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan
Ekosistem. Modul. Universitas Terbuka
Yusuf, B. 2010. Studi Keanekaragaman Jenis Fitoplankton di Daerah Hulu Sungai Boyong
Kabupaten Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
LEMBAR PENGESAHAN