Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II


“DIVERSITAS JAMUR”

Dibuat oleh:
Muhammad AmmarNurHandyka
NIM. 24020119130106

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
ACARA V
DIVERSITAS JAMUR
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat membedakan berbagai jenis jamur yang terdapat di sekitar kita berdasarkan
morfologinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Karakteristik Jamur
Fungi atau sering disebut dengan jamur merupakan organisme eukaryotik,
berspora, tidak berklorofil, bereproduksi secara seksual dan aseksual (Darwis, 2011).
Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk
anyaman bercabang- cabang yang disebut miselium (Alex, 2011). Jamur terbagi atas
jamur makroskopis dan jamur mikroskopis. Karakteristik dari jamur makroskopis
dapat dilihat berdasarkan morfologinya (Rahma, 2018).
Berdasarkan morfologinya jamur makroskopis mempunyai warna tubuh
bermacam-macam yaitu warna merah muda, orange, coklat tua atau muda, kuning,
putih, putih kekuningan, kuning dan hitam. Bentuk tubuh buah pada jamur
makroskopis adalah bentuk kipas, ginjal, setengah lingkaran, terompet dan payung.
Bentuk spora dari jamur makroskopis berbentuk bulat, lonjong, silindris, bersegi,
jarum dan setengah lingkaran. Spora dalam jamur makroskopis berwarna merah,
coklat, putih, kuning, ungu dan hitam (Rahma, 2018). Jamur merupakan salah satu
keunikan yang memperkaya keanekaragaman jenis makhluk hidup. Beberapa jenis
jamur telah banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan obat-obatan tradisional
maupun modern bahkan pemanfaatan jamur sebagai bahan makanan atau dapat
dikonsumsi dari beberapa jenis jamur (Wahyudi, 2012).

(Oesman, 2019)
2.2. Struktur Jamur
Tubuh jamur biasanya membentuk jaringan filamen kecil, yang disebut hifa.
Hifa terdiri dari dinding sel berbentuk tabung yang mengelilingi membran plasma
dan sitoplasma sel, dinding sel jamur diperkuat oleh kitin. Hifa jamur membentuk
massa yang salin menjalin, disebut miselium, yang menembus zat tempat jamur
mencari makan. Miselium jamur tumbuh dengan cepat, seiring disalurkannya protein
dan zat-zat lain yang disintesis oleh fungi melalui aliran sitoplasma ke ujung-ujung
hifa yang menjulur. Jamur memusatkan energi dan sumber dayanya untuk
menambah panjang hifa sehingga meningkatkan seluruh area permukaan absorptif,
dan bukan memperbesar lingkar hifa (Rahma, 2018).
Berdasarkan morfologinya, jamur dapat dibedakan menjadi jamur mikroskopis
dan jamur makroskopis (Darwis, 2009). Jamur makroskopis merupakan organisme
hidup yang tidak memiliki klorofil, mirip dengan tumbuhan karena memiliki dinding
sel, namun jamur tidak memiliki akar, batang, dan daun (talus) (Harti, 2015). Jamur
mikroskopis merupakan jamur yang berukuran sangat kecil sehingga untuk melihat
struktur jamur ini secara jelas hanya dapat dilakukan dengan alat bantu berupa
mikroskop. (Darwis, 2011) Jamur mikroskopis terbagi ke dalam divisi Zygomycetes
dan divisi Deuteromycetes. Ciri khas Zygomycetes adalah reproduksi seksual
membentuk spora khusus yaitu zigospora. Kelompok kelas Zygomycetes memiliki
tiga jenis hifa, yaitu hifa yang menjalar dipermukaan substar disebut stolon, hifa
yang menembus ke dalam substrat seperti akar disebut rizoid, dan hifa yang
menjulang ke atas dan membentuk sporangium disebut sporangiosfor. Banyak fungi
berfilamen sejauh ini tidak diketahui memiliki tahap seksual. Ahli mikologi (ahli
biologi yang mempelajari fungi) biasanya menyebutkan fungi semacam itu ialah
Deuteromycetes (Rahma, 2018).

(Lita, 2018)
2.3. Reproduksi Jamur
Fungi atau sering disebut dengan jamur merupakan organisme eukaryotik,
berspora, tidak berklorofil, bereproduksi secara seksual dan aseksual (Darwis, 2011).
Reproduksi secaea aseksual yang membentuk sel tunggal. Spora seksual adalah hasil
rekombinasi dari dua sel. Kebanyakan jamur yang mencemari udara dalam ruangan
berasal dari reproduksi aseksual, dengan adaptasi terhadap lingkungan yang berubah
menjadi hifa yang menyatu. Tahap aseksual dengan cepat menghasilkan spora yang
menjadi koloni jamur. Pada tahap seksual terjadi ketika kondisinya menguntungkan,
dan menghasilkan spora yang lebih tahan lama dan dapat menyebar dengan jarak
yang sangat jauh (Izzah, 2015).
Jamur makroskopis dapat berkembang biak secara kawin (seksual) da secara
tidak kawin (aseksual). Reproduksi seksual dicirikan oleh adanya peleburan dua inti
dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami,dan meiosis. Plasmogami
merupakan peleburan protoplasma antara dua sel yang serasi. Selanjutnya inti dari ke
dua sel akan mengalami kariogami. Kariogami merupakan peleburan antara kedua
inti sel yang akan menghasilkan inti diploid (2n). Pada proses meiosis, inti yang telah
melebur menjadi inti diploid dan mengalami pembelahan dan intinya yang diploid
tereduksi menjadi haploid (n) (Rahma, 2018). Reproduksi aseksual jamur
makroskopis lebih sering terjadi karena dapat terjadi berulang-ulang dalam satu
musim. Reproduksi aseksual jamur dengan cara fragmentasi dan spora. Fragmentasi
adalah pembentukan individu baru dari tiap fragmen atau bagian dari bentuk somatik
jamur (Achmad dkk, 2011).

(Linda, 2014)
III. METODE

3.1 Alat dan Bahan


1) Handphone/Laptop
2) Buku Laporan Sementara
3) Alat Tulis
4) Gambar Referensi Rhizopus sp.
5) Gambar Referensi Aspergillus sp.
6) Gambar Referensi Saccharomyces sp.
7) Gambar Referensi Pleurotus ostreatus
8) Gambar Referensi Volvariella volvacea
3.2 Cara Kerja
1) Alat dan bahan disiapkan.
2) Bahan diamati.
3) Hasil pengamatan didokumentasikan dan ditulis dibuku laporan sementara.
IV. HASIL PENGAMATAN
N Nama Gambar Referensi Gambar Pribadi Keterangan
o Species
1 Rhizopus 1. Sporangium
sp. 2. Spores
3. Columella
4.
Sporangiofor
5. Stolon
6. Foot cells
7. Rhizoid

(Budiyanto, 2011) (Dokumentasi pribadi,


2020)

2 Aspergillu 1. Hifa
s sp. 2. Konidiofor
3. Vesicula
4. Metule
5. Fialid
6. Konidia

(Ading,2012) (Dokumentasi pribadi,


2020)
3 Saccharo 1.Tunas
myces sp. 2.Leher
pembelahan

(Pandani, 2018) (Dokumentasi pribadi,


2020)
4 Pleurotus 1. Pileus
ostreatus 2. Stipe

3. Rhizoid

(Isroi, 2011)
(Dokumentasi pribadi,
2020)
5 Volvariella 1. Pileus
volvacea
2. Kulit
Tudung

3. Lamella

3. Annula

4. Sterm
(Intan, 2011) (Dokumentasi pribadi,
2020) 5. Volva

6. Misellia
V. PEMBAHASAN
Praktikum Biologi Dasar II Acara V tentang Diversitas Jamur bertujuan untuk
Mahasiswa dapat membedakan berbagai jenis jamur yang terdapat di sekitar kita
berdasarkan morfologinya. Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 27 April 2020 secara
daring (online) melalui aplikasi Microsoft Teams dan Kulon Undip. Alat dan bahan yang
dibutuhkan meliputi laporan sementara, Hp/Laptop, alat tulis, Gambar Referensi Rhizopus
sp., gambar Referensi Aspergillus sp., gambar Referensi Saccharomyces sp., gambar
Referensi Pleurotus ostreatus, dan gambar Referensi Volvariella volvacea. Cara kerjanya
adalah bahan diamati dan ditulis di laporan sementara, serta didokumentasikan.
5.1. Rhizopus sp.
Jamur Rhizopus sp. merupakan salah satu jamur yang termasuk dalam filum
Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp. termasuk dalam klasifikasi tersebut
dikarenakan memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Hal
ini disampaikan oleh Haryanto (2016) Rhizopus sp.adalah genus jamur benang yang
termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp. mempunyai ciri khas yaitu
memiliki hifa yang membentuk Rhizoid untuk menempel ke substrat.
Ciri-ciri yang umum yang dimiliki oleh Rizhopus sp. adalah terdiri dari benang
hifa bercabang membentuk miselium, hifa tak bersekat, dan hifa atau sekat antar hifa
ditemukan pada saat sel reproduksi terbentuk. Hal ini merujuk pada pendapat
Hidayatullah (2018) bahwa ciri morfologi Rhizopus sp. adalah terdiri dari benang
hifa bercabang membentuk miselium, hifa tidak bersekat, dan hifa atau sekat antar
hifa ditemukan pada saat sel reproduksi terbentuk.Rhisopus sp. memiliki ciri khas,
yaitu memiliki hifa coenositik. Hal ini disampaikan oleh Haryanto(2016) Rhizopus sp.
mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk Rhizoid untuk menempel
ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau
bersekat.
Jamur ini memiliki bagian bagian tubuh, antara lain sporangium, spores,
columella, sporangiophore, axis/stolon, foot cell, dan rhizoid. Hal ini disampaikan
oleh Synystsya dkk (2009) Morfologi Rhzopus Sp. mempunyai koloni abu- abu
kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam
kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari
1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter.Sporangia globosa yang pada saat
masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mikro
meter.Klamidosporabanyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan
berisi granula, hifa, sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip
atau silindris dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro
meter. Menurut Haryanto (2016) Miselium dari Rhizopus sp. yang juga disebut stolon
menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif.
Rhizopus sp. bereproduksi secara aseksual dan memproduksi sporangifor
bertangkai. Hal ini diperjelas oleh Santoso (2013). Jamur Rhizopus sp. bereproduksi
dengan cara aseksual dan memproduksi sporangifor bertangkai. Sporangifornya
berpisah dari hifa dengan hifa yang lainnya oleh sebuah dinding seperti septa.
Menurut Hidayatullah (2018) Spesies Rhizopus sp. dapat tumbuh pada suhu optimum
yaitu 35oC dengan suhu minimum 5-7oC dan suhu maksimum pertumbuhannya yaitu
35-44oC.
Fajar dkk (2015) menyampaikan bahwa Fungi ini dapat memfermentasi
substrat lain, memproduksi enzim, dan mengolah limbah. Salah satu enzim yang
diproduksi tersebut adalah dari golongan protease. Haryanto (2016) juga
menambahkan bahwa Rhizopus sp. merupakan jamur yang banyak menghasilkan
enzim amylase ekstraseluler dalam keadaan aerob. Enzim tersebut dihasilkan untuk
memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga dapat
diserap oleh sel dan dapat digunakan untuk pertumbuhan.
5.2. Aspergillus sp.
Aspergillus sp. merupakan jamur yang termasuk dalam class Ascomycetes.
Hal ini sesuai dengan klasifikasi dalam Karya tulis ilmiah Syaifuddin (2017) yang
menyebutkan bahwa Aspergillus sp. termasuk dalam class Ascomycetes ordo
Eurotiales. Salah satu ciri yang menyebabkan jamur ini termasuk dalam class
Ascomycetes adalah hifanya yang bersepta dan bercabang. Hal ini disampaikan oleh
Hidayatullah (2018) Ciri-ciri jamur Aspergillus sp. secara mikroskopis yaitu memiliki
hifa bersepta dan bercabang.
Secara umum jamur Aspergillus sp. memiliki ciri ciri yaitu tangkai-tangkai
panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya besar. Hal ini disampaikan oleh
Atika (2019) .Aspergillus memiliki tangkai-tangkai panjang (conidiophores) yang
mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Secara khususnya jamur Aspergillus ini
memiliki ciri ciri diantaranya adalah membentuk koloni berkelompok, mempunyai
hifa bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium bercabang. Syaifuddin (2017)
menyampaikan bahwa Aspergillus mempunyai hifa selebar 2,5-8 mikrometer,
bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium bercabang, sedangkan hifa yang
muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya berkelompok, konidiofora
berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung hifa muncul sebuah
gelembung, pada sterigma muncul konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip
bentuk untaian mutiara, konidium-konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua,
hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur.
Bagian bagian tubuh pada Aspergillus, antara lain hifa, conidiophore, vesicula,
metula, fialid, dan konidia. Hal ini disampaikan oleh Syaifuddin (2017) pada sterigma
muncul konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara,
konidium-konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau) yang memberi
warna tertentu pada jamur. Atika (2019) menyampaikan bahwa .Aspergillus memiliki
tangkai-tangkai panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar
(vesicle). Di dalam kepala ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai
panjang spora. Aspergillus sp. bereproduksi secara aseksual dengan membentuk spora
kecil. Spora ini dihasilkan oleh kepala konidia yang dimiliki oleh Aspergillus. Hal ini
disampaikan oleh Payon (2019) Jamur berkembangbiak dengan membentuk spora
kecil yang dapat dengan mudah tumbuh di udara. Kepala konidia atau tubuh
menghasilkan spora.
Aspergillus sp. hidup di alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah tropis dengan
kelembaban yang tinggi. Jamur ini memiliki habitat asli di dalam tanah. Hal ini
diperjelas oleh Atika (2019) Aspergillus sp terdapat di alam sebagai saprofit,tumbuh
di daerah tropik dengan kelembapan yang tinggi,Aspergillus mampu memproduksi
mitotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya.Habitat asli
Aspergillus dalam tanah,kondisi yang menguntungkan meliputi kadar air yang tinggi
(setidaknya 7%) dan suhu tinggi. Jamur Aspergillus sp. dapat digunakan secara
komersil dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan beberapa enzim
seperti selulase, amilase, pektinase, dan amiloglukosidase. Hal ini disampaikan oleh
Mahmuda (2016) Aspergillus sp. dapat digunakan secara komersil dalam produksi
asam sitrat, asam glukonat, dan pembuatan beberapa enzim seperti selulase, amilase,
pektinase, dan amiloglukosidase.
5.3. Saccharomyces sp.
Saccharomyces sp. termasuk jamur ascomycota karena memiliki askus dan
jamur ini dapat hidup baik secara saprofit maupun parasit. Hal ini disampaikan oleh
Ristiyani (2018) Divisi Ascomycota dikenal juga sebagai jamur kantung atau sac
fungi, penamaan ini dikarenakan adanya askus pada jamur yang digolongkan ke divisi
ini. Jamur dari divisi Ascomycota dapat ditemukan pada berbagai habitat baik hidup
dalam tanah (hypogean) dan juga hidup pada sisa-sisa binatang (coprofil), jamur ini
dapat hidup baik sebagai parasit maupun saprofit
Jamur ini memiliki ciri morfologi, yaitu tubuhnya terdiri dari tunas dan leher
pembelahan. Ciri khususnya yaitu memiliki askus (sebuah kantung) yang berperan
dalam proses reproduksinya. Salah satu organ tubuh jamur ini yang khas yaitu adanya
glubola lipid yang berfungsi sebagai tempat menyimpan lemak dimana jamur ini
hanya memiliki sedikit kandungan lemak. Hal ini sesuai dengan Kustyawati (2013)
bahwa salah satu jenis Saccharomyces yaitu, Saccharomyces cerevisiae diketahui
sebagai khamir penghasil enzim ekstraseluler. Selain itu, jamur ini tidak berflagel dan
dapat melepaskan CO2 dengan cepat. Biasanya pada beberapa spesies terdapat koloni
yang berwarna putih kekuningan dengan tepi yang circular. Selain itu,
Saccharomyces juga memiliki ciri seperti mampu tumbuh dengan cepat pada suatu
substrat, mudah dibiakkan dalam jumlah besar dan mampu disimpan untuk jangka
waktu yang lama.
Saccharomyces bereproduksi secara vegetative dengan cara pertunasan
multilateral. Hal disampaikan oleh Zely (2014) bahwa Saccharomyces cerevisiae
berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell". Reproduksinya dapat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi
pertumbuhan sel. Saccharomycestumbuh di berbagai wilayah dengan suhu sekitar 30 0
karena memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap panas.
Saccharomyces bermanfaat dalam proses fermentasi. Hal diperjelas oleh
pendapat Thontowi (2010) bahwa Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir
uniseluler yang tersebar luas di alam dan merupakan galur potensial penghasil β-
glukan, karena sebagian besar dinding selnya tersusun atas β-glukan. Mikrobia ini
bersifat nonpatogenik dan nontoksik, sehingga sejak dahulu banyak digunakan dalam
berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti, asam laktat, dan alcohol.
5.4. Pleurotus ostreatus
Pleurotus ostreatus termasuk dalam jamur class basidiomycota karena tumbuh
sebagai saprofit, tetapi ada pula kelompok yang hidup bersimbiosis membentuk
ektomikoriza. Selain itu, kelas ini memiliki ciri ciri miselium bercabang, serta adanya
hifa dengan lubang melintang. Hal ini diperjelas oleh pendapat Amin dkk (2019)
Basidiomycetes biasanya saprofit, tetapi ada pula beberapa grup penting yang hidup
simbiosis seperti membentuk ektomikoriza. Ciri-ciri dari kelas ini adalah terdapat
miselium bercabang, adanya sekat pada hifa dengan lubang yang melintang seperti
halnya pada Ascomycetes. Hifa anastome bebas, fusi vegetatif masuk miselium
menjadi jaringan tiga dimensi.
Jamur ini memiliki ciri dengan bagian bawah tudung terdapat bilah adanya
spora. Sedangkan ciri khususnya yaitu memiliki tangkai lunak yang banyak yang
biasa disebut dengan stipe. Salah satu organ tubuh jamur ini adalah adanya stipe yang
berfungsi untuk menyanggah tudung agar tetap tegak mengarah ke atas. Hal ini sesuai
dengan Kustyawati (2017)bahwa jamur tiram merupakan jamur pangan yang berasal
dari kelompok Basidiomicytes, disebut jamur tiram karena tudungnya berbentuk
lingkaran seperti cangkang tiram.Warna tudung beragam mulai dari putih, putih
kekuningan, kuning, abuabu, abu koceklatan, bahkan ada yang berwarna merah dan
biru.Permukaan tudungnya sedikit licin namun tidak lengket, berdiameter antara 3
sampai 15 centimeter. Tubuh buah memiliki batang yang berada di pinggir. Jamur
tiram tumbuh secara berkelompok dan berjejal.Tubuh jamur tiram terdiri dari
tangkai/stipe dan tudung/pileus. Ukuran tudungnya besar dengan diameter 5-12 cm.
Saat masih mudh bentuknya cembung, setelah tua akan mekar membentuk corong
yang dangkal atau berbentuk seperti kulit kerang
Pleurotus ostreatus memiliki habitat pada kayu lapuk dan daratan. Hal ini
sesuai dengan Fatmawati (2017) bahwa Jamur tiram umumnya dapat tumbuh di
berbagai media, baik yang secara alami (batang pohon berkayu) maupun media lain,
seperti serbuk kayu, jerami padi, alang - alang, ampas tebu, kulit kacang, dan bahan
media lainnya. Jamur ini bereproduksi secara seksual. Selain itu, jamur ini juga
bermanfaat sebagai bahan pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Praja (2017) bahwa
jamur ini bereproduksi dengan cara melepaskan spora yang dihasilkan secara seksual
dan aseksual. Reproduksi seksual ini menghasilkan keturunan dengan
keanekaragaman genetik yang lebih besar. Jamur ini dapat membantu meringankan
berbagai penyakit seperti kolesterol.
5.5. Volvariella volvacea
Volvariella volvacea termasuk kelompok jamur basidiomycota karena tumbuh
sebagai saprofit, tetapi ada pula kelompok yang hidup bersimbiosis membentuk
ektomikoriza. Selain itu, kelas ini memiliki ciri ciri miselium bercabang, serta adanya
hifa dengan lubang melintang. Hal ini diperjelas oleh pendapat Amin dkk (2019)
Basidiomycetes biasanya saprofit, tetapi ada pula beberapa grup penting yang hidup
simbiosis seperti membentuk ektomikoriza. Ciri-ciri dari kelas ini adalah terdapat
miselium bercabang, adanya sekat pada hifa dengan lubang yang melintang seperti
halnya pada Ascomycetes. Hifa anastome bebas, fusi vegetatif masuk miselium
menjadi jaringan tiga dimensi.
Jamur ini memiliki ciri umum berupa tersusun dari hifa halus yang
membentuk misellium. Sedangkan ciri khususnya tudung ditumbuhi dengan universal
veil reminants. Salah satu organ yang cukup berperan adalah volva. Volva merupakan
pembungkus jamur ini pada saat masih muda dan akan turun ke bawah dan menjadi
sisa pembungkus. Hal ini sesuai dengan Yuliawati (2011) bahwa jamur merupakan
organisme yang berinti, mempunyai spora, tidak memiliki klorofil, berupa sel atau
benang-benang bercabang (miselium). Karena tidak berklorofil jamur tidak dapat
melakukan fotosintesis, sehingga jamur mengambil makanan dari organisme lain yang
telah mati. Sesuai dengan Riduwan (2013) bahwa jamur mendapat makanan dalam
bentuk selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati. Bahan-bahan tersebut
diperoleh dari jerami yang merupakan media utama dan juga media yang umum
digunakan dalam budidaya jamur merang. Penyerapan nutrisi jamur merang akan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan syarat tumbuh yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya
Volvariella volvacea hidup di daerah munjungan jerami maupun pada kayu
lapuk. Jamur ini berkembang biak dengan aseksual menggunakan sporanya. Hal ini
sesuai dengan Sinaga (2015) bahwa siklus hidup jamur merang diawali dari spora
(Basidiospora) yang kemudian berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-
benang halus. Hifa ini akan terus berkembang ke seluruh bagian media tumbuh.
Setelah fase ini terbentuklah gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan
bahwa tubuh buah jamur mulai terbentuk, kemudian mulai membesar yang disebut
stadia kancing kecil (small button) kemudian terus berkembang sampai stadia kancing
(button) dan stadia telur (egg), stadia ini ditunjukan dengan membesarnya tangkai dan
tudung. Kemudian masuk stadia perpanjangan (elongation). Stadia terkhir dari siklus
jamur ini adalah stadia dewasa tubuh buah. Jamur merang dapat tumbuh dengan
optimal pada kondisi suhu dan kelembapan yang sesuai, yakni sekitar 30 0 C – 350 C.
Biasanya jamur ini digunakan sebagai bahan pangan dengan berbagai macam olahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliawati (2016) bahwa jamur ini bermanfaat untuk
bahan pangan dan dapat meredakan penyakit jantung.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka dapat disimpulkanbahwa jamur
dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Rhizopus sp. merupakan jamur uniseluler
yang terdiri dari hifa bercabang. Aspergillus sp. merupakan jamur multiseluler yang
memiliki hifa bersekat. Saccharomyces sp. merupakan jamur uniseluler yang selnya
berbentuk bundar serta memiliki tunas. Jamur tiram merupakan jamur makroskopis yang
memiliki tudung setengah lingkaran dan biasanya berwarna putih. Jamur merang
merupakan jamur makroskopis yang berwarna cokltas keabu abuan dan memiliki volva
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk. 2011. Panduan Lengkap Jamur,Jakarta: Penebar Swadaya.
Alex, M. 2011. Untung Besar Budidaya Jamur. Yogyakarta
Amin, Nurdin. dkk. 2019. Jamur Basidiomycota Di Kawasan Wisata Alam Pucok Krueng
Raba Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biostik, 7(2) :155-162
Atika, Farisa Novi. 2019. IDENTIFIKASI Rhizopus sp dan Aspergillus sp PADA TEMPE
YANG TERSIMPAN DALAM SUHU RUANG (Studi di Laboratorium Mikrobiologi
STIKes ICMe Jombang). Diploma thesis, STIKes ICMe : Jombang.
Darwis, W. dkk., 2011. Inventarisasi Jamur yang Dapat di Konsumsi dan Beracun yang
Terdapat di Hutan dan Sekitar Desa Tanjung Kemuning Kaur Bengkulu. Jurnal
Ilmiah, Vol. 07, No. 02
Darwis, W. dkk. 2011. .Determinasi Jamur Lycoperdales yang Terdapat di Desa Pajar Bulan
Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma Bengkulu. Jurnal Ilmiah, 7(1)
Fajar, D. dkk. 2015. Jamur Makroskopis dan Mikroskopis. Bandung : UIN Sunan Gunung
Djati
Harti, A. S. 2015 Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta: Cv. Andi Offset.
Haryanto, I. R. 2016. Pengaruh Isolat Fusarium sp. dan Rhizopus sp. Pada
Berbagai Teknik Inokulasi Terhadap Pembentukan Kemedangan Pada
Tanaman Gaharu. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jember :
Jember.
Hidayatullah, Taufik. 2018. Identifikasi Jamur Rhizopus sp. dan Aspergillus sp.
Pada Roti Bakar Sebelum dan Sesudah Dibakar Yang Dijual Di Alun-
Alun Jombang. Jombang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Izzah, N. 2015. Kualitas Udara Pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan
Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat Di Daerah Tangerang Selatan
Dengan Parameter Jamur. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta
Kustyawati, M. E., Sari, M., & Haryati, T. (2013). Efek fermentasi dengan Saccharomyces
cerevisiae terhadap karakteristik biokimia tapioka. Agritech, 33(3), 281-287.
Mahmuda, Nurul. 2016. Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Oleh Aspergillus
sp. (VTMI) dan Pestalotiopis sp. (VM9) Sebagai Media Tumbuh PST Saccharomyces
cerevisiae. Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember : Jember
Payon, N. D. B. 2019. Identifikasi Jamur Aspergillus sp. Pada Sambal Pecel Yang Dijual Di
Pasar Oeba Kota Kupang Tahun 2019. Kupang : Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang
Praja, R. N., & Yudhana, A. (2017). Isolasi Dan Identifikasi Aspergillus Spp pada Paru-Paru
Ayam Kampung Yang Dijual di Pasar Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 1(1), 6-
11.
Rahma, Khairini. 2018. Karakteristik Jamur Makroskopis Di Perkebunan Kelapa Sawit
Kecamatan Meureubo Aceh Barat Sebagai Materi Pendukung Pembelajaran Kingdom
Fungi Di SMA Negeri 1 Meureubo. Skrips. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry : Banda Aceh
Riduwan, Muhammad., D. Hariyono, dan M. Nawawi. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Jamur
Merang (Volvariella volvacea) pada Berbagai Sistem Penebaran Bibit dan Ketebalan
Media. Jurnal Produksi Tanaman (I) : 76.
Ristiyani, Enti. 2018. Keanekaragaman Jenis Jamur Makroskopis Ascomycota Pada Hutan
Penelitian dan Pendidikan Universitas Jambi Di Hutan Harapan Kabupaten
Batanghari Sebagai Bahan Pengayaan Praktikum Mikologi. Jambi : Universitas
Jambi
Sinaga, Meity Suradji. 2015. Budidaya Jamur Merang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syaifuddin, A. N. 2017. Identifikasi Jamur Aspergillus sp. Pada Roti Tawar Berdasarkan
Masa Sebelum dan Sesudah Kadaluarsa. Jombang : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan.
Synytsya, A., Kateřina M., Alla S., Ivan J., Jiří S., Vladimír E., Eliška K., Jana
Č.2009.Glucans from fruit bodies of cultivated mushrooms Pleurotus ostreatus and
Pleurotus eryngii: Structure and potential prebiotic activity Carb Polymers, Vol 76,
Issue 4, 16 May 2009: p.548- 556
Thontowi, A., & Kusmiati, N. S. (2010). Produksi β-Glukan Saccharomyces cerevisiae dalam
Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda pada Air-Lift
Wahyudi, A. E. dkk. 2012. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Hutan Rawa Gambut Desa
Teluk Bakung Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya. Jurnal
Protobiont, Vol. 1, No. 1
Yuliawati, Tetty. 2016. Pasti Untung dari Budidaya Jamur. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Zely, F. D., Sumpono, S., & Candra, I. N. (2014). Pengaruh Waktu dan Kadar
Saccharomyces cerevisiae Terhadap Produksi Etanol dari Serabut Kelapa pada
Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan dengan Enzim Selulase (Doctoral
dissertation, Universitas Bengkulu).

Anda mungkin juga menyukai