Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

BIODIVERSITAS HEWAN

ACARA PRAKTIKUM KE: II


“FILUM PLATYHELMINTHES, NEMATODA DAN ANNELIDA”

Nama : Ermita Khusniyatul Alawiyah


NIM : 24020118120050
Kelompok : 03
Hari, tanggal : Selasa, 31 Maret 2020
Asisten : Jihan Afifah

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020

LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 31 Maret 2020

Mengetahui,

Asisten Praktikan

Jihan Afifah Ermita Khusniyatul Alawiyah


24020117140083 24020118120050
ACARA II
FILUM PLATYHELMINTHES, NEMATODA, DAN ANNELIDA

1. Tujuan
1.1 Mampu mengenal ciri‐ciri umum dan khusus Filum Platyhelminthes, Nematoda, dan
Annelida yang penting untuk mengidentifikasi
1.2 Mampu mengenal beberapa jenis anggota filum tersebut

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Platyhelminthes

Gambar 2.1 Platyhelminthes


(Suryadin, 2011)

Platyhelminthes ini berasal dari bahasa Yunani “Platy” memiliki arti pipih serta
“helminthes” artinya adalah cacing. Platyhelminthes ini ialah cacing berbentuk halus dan
juga pipih, tripoblastik (memiliki 3 lapisan embrionik) serta juga aselomata (tidak
mempunyai rongga tubuh). Cacing ini terdapat pada air tawar, air laut dan juga di tanah
yang lembab. Cacing trematoda serta cacing pita ini ialah contoh cacing pipih yang memiliki
sifat parasit pada manusia serta hewan. Penyakit yang bisa atau dapat ditimbulkan oleh
kedua cacing ini ialah Taeniasis serta Trematodiasis. Platyhelminthes adalah kelompok
cacing yang tubuhnya berbentuk pipih. Secara bahasa platyhelminthes berasal dari dua kata
bahasa yunani , yaitu “Platy” yang artinya pipih dan “helmin” yang artinya cacing.
Platyheminthes biasanya hidup bebas di laut atau di air tawar, adapula yang hidupnya
parasit. Cacing ini kebanyakan bersifat hemafrodit, yaitu memiliki dua kelamin, jantan dan
betina, dalam satu tubuh. Namun demikian mereka tetap melakukan perkawinan antara 2
individu. Platyhelmintes tidak memiliki sistem pernapasan dan sistem peredaran darah.
Sistem pencernaannya tidak sempurna, karena mereka belum mempunyai anus (Suryadin,
2011).

2.2 Nematoda

Gambar 2.2 Nematoda

(Hartini,2017)

Nematoda atau cacing bulat, berbeda secara keseluruhan dari platyhelminthes dan
nemertines. Nematode dikenal dengan kulit ari tebal kasar di sisi luarnya dan didalamnya
ada tekanan hidrostatik yang tinggi. Mereka terlihat sama dan memberikan tekanan. Sulit
untuk melihat bagaimana bentuk lain dapat dijaga, karena ada sekitar satu juta spesies.
Pilum ini ada dimana-mana: nematoda hidup bebas di laut, air tawar dan habitat darat juga
parasit pada hewan dan tumbuhan. Nematoda adalah cacing silinder, melingkar dengan
belahan menyilang dan jarak panjangnya dari 200 µ sampai 40 cm (pada Ascaris, parasit
dalam usus manusia) dan 9 meter pada parasit dalam paus. Cacing ini triploblastik, tanapa
segmen dan terututup , kulit ari yang fleksibel tapi liat, dibawahnya hanya ada lapisan otot
melintang. Tidak ada sistem darah atau sirkulasi lainnya. Rongga tubuhnya tidak
mempunyai garis dalam mesoderm dan itu bukan coelom; itu diperoleh secara langsung dari
blastocoel. Terdiri dari banyak tabung untuk sistem reproduksi dan juga saluran cerna, yang
terbuka di setiap ujung cacing (Hartini, 2017).
2.3 Annelida

Gambar 2.3 Annelida

(Rudi, 2013)

Annelida adalah kelompok hewan dengan bentuk tubuh seperti susunan cincin, gelang-
gelang atau ruas-ruas. Istilah kata Annelida berasal dari bahasa Yunani dari kata annulus
yang berarti cincin, dan oidos yang berarti bentuk. Annelida adalah cacing dengan tubuh
bersegmen, tripoblastik dengan rongga tubuh sejati (hewan selomata) dan bernapas melalui
kulitnya. Terdapat sekitar 15.000 spesies annelida dengan panjang tubuh mulai dari 1 mm-3
m. Filum Annelida hidup di air tawar, air laut, dan di tanah. Umumnya annelida hidup
secara bebas, meskipun ada yang bersifat parasit. Annelida berarti “cincin” kecil dan tubuh
bersegmen yang mirip dengan serangkaian cincin yang menyatu merupakan ciri khas cacing
filum Annelida. Terdapat sekitar 15.000 spesies filum Annelida, yang panjangnya berkisar
antara kurang darti 1 mm sampai 3 m pada cacing tanah Australia. Anggota filum Annelida
hidup di laut , dan sebagian habitat air tawar, dan tanah lembab, kita dapat menjelaskan
anatomi filum Annelida menggunakan anggota filum yang terkenal, yaitu cacing tanah
(Rudi, 2013).
III. Metode
3.1 Alat
3.1.1 Alat tulis
3.1.2 Buku laporan Sementara
3.1.3 Buku panduan praktikum
3.1.4 Kamera Hp

3.2 Bahan
3.2.1 Planaria Sp.
3.2.2 Fasciola hepatica
3.2.3 Taenia saginata
3.2.4 Ascaris lumbricoides
3.2.5 Ancylostoma duodenale
3.2.6 Wuchereria bancrofti
3.2.7 Nereis Sp.
3.2.8 Lumbricus terrestris
3.2.9 Tubifex Sp.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Alat dan bahan disiapkan
3.3.2 Bahan dari referensi google diamati dengan teliti
3.3.3 Klasifikasi dari bahan di tulis di buku laporan sementara
3.3.4 Morfologi dari bahan di gambar dan disebutkan bagian-bagiannya
3.3.5 Ciri-ciri dari bahan di sebutkan dan di catat
3.3.6 Tabel dibuat dengan karakteristik filum Platyhelminthes, Nematoda, dan Annelida
IV. Hasil Pengamatan

N Nama + Gambar Tangan Gambar Referensi Keterangan Gambar


O
1. Ovarium
1. Planaria Sp.
2. Kantung kuning
telur
3. Testis
4. Saluran sperma
5. Faring
6. Reseptakel seminalis
7. Penis
8. Lubang genital
(Dok. Pribadi, 2020) (Haris, 2013)

2. Fasciola hepatica 1. Mulut


2. Bintil hisap anterior
3. Yolk glands
4. Anus
5. Uterus
6. Intestinum

(Dok. Pribadi, 2020) (Aswan, 2017)


3. Taenia saginata 1. Kepala
2. Sukcer / alat hisap
3. Leher
4. Proglotid
5. Kait
6. Hookos

(Dok. Pribadi, 2020) (Suharyanto, 2018)

4. Ascaris lumbricoides 1. Mulut


2. Anterior
3. Posterior

(Dok. Pribadi, 2020) (Mukayat, 2011)

5. Ancylostoma duodenale 1. Buccal capsule


2. Intestine
3. Testis
4. Seminal vesicle
5. Ejaculatory duct
6. Spicule
7. Cloacal aperture
8. Copulatory bursa
9. Vulva
10.Ovijector
(Dok. Pribadi, 2020) (Yusminah, 2012) 11.Uterus
12.Ovary
6. Wuchereria bancrofti 1. Body sheath
2. Oral stylet
3. Nerve ring
4. Excretory pore
5. Bladder
6. Renette cell
7. Somatic cells
8. Subcuticular cells of
epidermis
9. Interior mass
(Dok. Pribadi, 2020) (Hari, 2013) 10.4 large cells
11.Anal pore
12.Tail

7. Nereis Sp. 1. Tentakel


2. Bintik mata
3. Meta meri
4. Anus
5. Setae
6. Parapodium
7. Notopodium
8. Neuropodium

8. Lumbricus terrestris 1. Kutikula


2. Intestinum
3. Epidermis
4. Alat eksretori
5. Pseudosole
6. Prestomium
7. Gonophor (betina)
8. Gonopkor (jantan)
9. Saluran sperma
10. Intestinum
11. Clitellum
9. Tubifex Sp. 1. Segmen
2. Setae

V. Pembahasan

Praktikum Biodiversitas Hewan Acara II yang berjudul “Filum Platyhelminthes,


Nematoda dan Annelida” dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Maret 2020. Tujuan dari
praktikum ini adalah mampu mengenal ciri‐ciri umum dan khusus Filum Platyhelminthes,
Nematoda, dan Annelida yang penting untuk mengidentifikasi serta mampu mengenal
beberapa jenis anggota filum tersebut Alat yang digunakan adalah alat tulis, buku laporan
sementara, buku panduan praktikum, dan kamera hp. Bahan yang digunakan yaitu Planaria
Sp., Fasciola hepatica, Taenia saginata, Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale,
Wuchereria bancrofti, Nereis Sp., Lumbricus terrestris, dan Tubifex Sp. Cara kerja dari
praktikum ini yaitu Alat dan bahan disiapkan. Bahan dari referensi google diamati dengan
teliti. Klasifikasi dari bahan di tulis di buku laporan sementara. Morfologi dari bahan di
gambar dan disebutkan bagian-bagiannya. Ciri-ciri dari bahan di sebutkan dan di catat. Tabel
dibuat dengan karakteristik filum Platyhelminthes, Nematoda, dan Annelida.

5.1 Platyhelminthes

Platyhelminthes merupakan kelompok cacing dengan tubuh yang berbentuk pipih.


Platyhelmintes ini berasal dari dua kata bahasa yunani , yaitu “Platy” yang artinya pipih
dan “helmin” yang artinya cacing. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryadin (2011)
bahwa Platihelminthes adalah kelompok cacing yang tubuhnya berbentuk pipih. Secara
bahasa platyhelminthes berasal dari dua kata bahasa yunani , yaitu “Platy” yang artinya
pipih dan “helmin” yang artinya cacing. Platyheminthes biasanya hidup bebas di laut atau
di air tawar, adapula yang hidupnya parasit. Cacing ini kebanyakan bersifat hemafrodit,
yaitu memiliki dua kelamin, jantan dan betina, dalam satu tubuh. Namun demikian
mereka tetap melakukan perkawinan antara 2 individu. Platyhelmintes tidak memiliki
sistem pernapasan dan sistem peredaran darah. Sistem pencernaannya tidak sempurna,
karena mereka belum mempunyai anus.

5.1.1 Planari Sp.

Planaria Sp. termasuk kelompok hewan platyhelminthes karena memiliki bentuk


tubuh pipih. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryadin (2011) yang menyatakan
bahwa Planaria Sp. merupakan hewan golongan Platyhelminthes karena mempunyai
ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih (dorvoventral), bilateral simetri dan tidak
bersegmen. Ciri- ciri umum Planaria sp. yaitu memiliki dua sistem kelamin, tubuh
tidak bersegmen, sistem pencernaan makanan tidak sempuma, bereproduksi secara
seksual dan aseksual. Ciri khusus Planaria sp. yaitu tubuhnya tidak memiliki rangka,
sistem pernafasan, dan sistem peredaran darah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hamid (2012) yang menyatakan bahwa ciri-ciri dari Planaria sp. yaitu bentuk tubuh
pipih (dorvoventral), bilateral simetri dan tidak bersegmen, pada bagian kepala
terdapat bagian yang mirip dengan telingan (auricle) yang dipenuhi reseptor kimia,
bergerak dengan silia yang terdapat pada epidermis tubuhnya, memiliki sistem saraf
tangga tali, memiliki mata, reproduksi secara seksual dan aseksual, memiliki daya
regenerasi yang tinggi, serta merupakan organisme hermafrodit.

Bagian tubuh dari Planaria sp. yaitu terdiri dari ovarium, kantung kuning telur,
testis, saluran sperma, faring, reseptakel seminalis, penis, dan lubang genital yang
memiliki fungsi masing-masing. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwono (2014)
yang menyatakan bahwa bagian tubuh dari Planaria sp. meliputi eye spot sebagai
organ penglihatan, otak sebagai pusat koordinasi, mulut untuk memakan makanan,
protonefrida sebagai pembuang limbah bernitrogen, rongga gastrovaskuler sebagai
organ pencernaan, faring sebagai saluran alat pencernaan, dan ventral nerve cord
sebagai pendukung neuron. Reproduksi dari Planaria Sp. yaitu secara seksual dan
aseksual. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan melintang atau membujur.
Selanjutnya. setiap belahan tubuh beregenerasi membentuk individu baru yang utuh.
Planaria sp. bereproduksi seksual dengan cara dua planaria saling menempel di
bagian ventral dan kemudian mengadakan kopulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hamid (2012) Reproduksi Planaria sp. terjadi melalui dua moda, yaitu reproduksi
aseksual (transverse fission) dan reproduksi seksual dengan pembentukan gamet
Pada reproduksi seksualnya, Planaria sp. dikenal sebagai hewan hermafrodit.
Individu Planaria sp. yang bereproduksi secara seksual (sexual strain) mampu
membentuk organ reproduksi yang berkembang pasca masa embrional, sedangkan
individu yang bereproduksi secara aseksual (asexual strain) gagal membentuk organ
reproduksi sehingga mutlak bereproduksi melalui pembelahan transversal.
Fragmentasi merupakan proses reproduksi aseksual pada Planaria sp., dengan
membelah diri secara transversal, masing-masing belahan mengembangkan bagian-
bagian yang hilang dan berkembang menjadi satu organisme utuh. Meskipun jumlah
individu yang dihasilkan dengan reproduksi aseksual itu sangat besar, tetapi proses
ini mempunyai batasan yang serius, yaitu bahwa tiap turunan identik dengan
induknya.

Planaria sp. memiliki siklus hidup dengan regenerasi yang cepat, yang
mempunyai sistem ekskresi dari sel-sel api (Flame Cell), dan bersifat hermafradit.
Hal inisesuai dengan pendapat Warsito (2017) yang menyatakan bahwa
Platyhelminthes terkenal akan kemampuan regenerasinya. Pada Planaria sp.
misalnya, eksperimen menunjukkan ketika individu dipotong menjadi dua bagian
atau lebih, potongan-potongan itu dapat menjadi individu baru. Habitat dari Planaria
sp. yaitu hidup bebas di air tawar sebagai konsumen. Hewan ini juga hidup di bawah
daun tumbuhan air dan di batu-batu sebagai organisme saprofit. Hal ini sesuai
dengan pendapat Warsito (2017) yang menyatakan bahwa Planaria sp. umumnya
dapat ditemukan di habitat akuatik yang tidak tercemar dengan arus yang mengalir
serta hidup bawah bebatuan yang terhindar dari sinar matahari. Planaria sp. hidup
bebas di perairan yang dingin, jernih dan mengalir dengan arus yang tidak deras dan
terlindung oleh sinar matahari.

Planaria sp. dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Planaria sp. ini juga
mempunyai peranan yang dimanfaatkan yakni sebagai makanan ikan. Selain itu,
Planaria sp dapat digunakan sebagai indikator perairan yang tidak tercemar oleh
limbah. Planaria sp. bukan termasuk parasite karena spesies ini tidak merugikan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hamid (2013) yang menyatakan bahwa umumnya
platyhelminthes ini adalah suatu cacing yang merugikan disebabkan cacing ini
bersifat parasit pada manusia serta hewan, namun terdapat dari spesies
platyhelminthes (cacing pipih) oini yang tidak merugikan manusia maupun hewan
yakni Planaria sp. Planaria sp ini mempunyai peranan yang dimanfaatkan yakni
sebagai makanan ikan.

5.1.2 Fasciola hepatica

Fasciola hepatica termasuk ke dalam filum Platyhelminthes dengan kelas


trematoda. Hal ini dikarenakan memiliki alat hisap dan hidup sebagai parasit. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syamsuri (2017) yang menyatakan bahwa Fasciola hepatica
adalah kelompok platyhelminthes yang mempunyai alat hisap serta alat kait untuk
dapat menempelkan diri pada inangnya. Fasciola hepatica ini adalah platyhelminthes
yang hidupnya itu sebagai parasit. Tubuh bagian luarnya itu ditutupi oleh kutikula
yang memiliki fungsi agar tubuhnya itu tidak tercerna oleh sel tubuh inangya. Hewan
jenis ini tidak mempunyai silia pada permukaan luar tubuh. Makanannya ini ialah
cairan atau juga jaringan tubuh inangnya. Dinding tubuhnya ini mempunyai otot dan
saraf.

Ciri umum dari Fasciola hepatica yaitu berbentuk simetri bilateral, sebagai
parasit, dan memiliki sistem saraf tangga tali. Ciri khusus dari Fasciola hepatica
yaitu tubuhnya tidak memiliki rangka, sistem pernafasan, dan sistem peredaran
darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsuri (2017) yang menyatakan bahwa ciri-
ciri dari Fasciola hepatica yaitu hidup sebagai parasit (ektoparasit atau endoparasit)
pada hewan dan manusia. Disebut cacing isap karena memiliki dua alat pengisap di
bagian ventral tubuhnya yang dilengkapi dengan alat pelekat. Makanannya berupa
jaringan atau cairan tubuh hewan. Memiliki alat indra berupa bintik mata yang
terletak di bagian punggung pada tahap larva dan agak di bagian depan pada tahap
dewasa. Alat-alat pencencernaan terdiri atas mulut, faring berotot, esofagus yang
pendek dan usus pendek yang bercabang dua. Alat ekskresi berupa sel api. Sistem
saraf berupa sistem saraf tangga tali yang tersusun atas ganglia rangkap dekat
esofagus, dua saraf dorsal (punggung), dan macam-macam serabut saraf.

Bagian tubuh dari Fasciola hepatica yaitu terdiri dari mulut, bintil hisap anterior,
yolk glands, anus, uterus, dan intestinum yang mempunyai fungsi masing-masing.
Hal ini sesuai dengan pendapat Wartini (2017) bahwa Fasciola hepatica memiliki
mulut untuk memakan makanan, bintil hisap sebagai penghisap yang berada di
bagian depan Fasciola hepatica, yolk gland sebagai penghasil telur, anus sebagai
saluran pembuangan, uterus sebagai rahim dan intestinum sebagai usus yang
meyerap sisa-sisa makanan yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Sistem reproduksi
dari Fasciola hepatica yaitu secara seksual dan aseksual. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syamsuri (2017) yang menyatakan bahwa Fasciola hepatica bereproduksi
secara aseksual serta seksual. Secara aseksual, proses dari reproduksi ini terjadi
dengan secara fragmentasi sedangkan untuk seksual terjadi dengan peleburan gamet
jantan serta betina. Pada dasarnya cacing ini memiliki sifat hemafrodit yaitu di dalam
1 tubuh terdapat 2 alat kelamin (jantan sertabetina). Telur yang dihasilkan memiliki
sifat mikroskopis. Fertilisasi ini terjadi dengan secara internal, baik itu sendiri atau
fertilisasi silang. Fase seksual: di inang utama (saat cacing hati dewasa). Fase
aseksual: di inang perantara (tubuh siput) dengan membelah diri terjadi saat larva.
Larvanya berubah 3 kali di tubuh siput Lymnea.

Siklus hidup dari Fasciola hepatica yaitu telur (bersama feses), larva bersilia
(mirasidium),siput air (lymnea auricularis atau lymnea javanica), sporokista, redia,
serkaria, keluar dari tubuh siput, menempel pada rumput/tanaman air, membentuk
kista (metaserkaria), dimakan domba (hepatica)/sapi (gigantica),usus, hati ,sampai
dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Strimer (2010) yang menyatakan bahwa
Telur Fasciola hepatica menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium.
Mirasidium akan berenang di air tetapi tidak lebih dari 24 jam. Mirasidium ini harus
menemukan inang sementara, yaitu siput air tawar (Lymnaea javanica). Jika tidak
menemukan siput air tawar, mirasidium mati. Dalam waktu dua minggu larva
mirasidium berkembang menjadi sporokist. Dalam tubuh siput, sporokist secara
partenogenesis berkembang menjadi larva lain yaitu disebut redia. Setiap satu
sporokist akan menjadi 3 - 8 redia. Setelah delapan hari, redia berubah menjad
serkaria dengan ekor yang membulat. Pada waktu menempel di rumput air, larva
serkaria melepaskan ekor yang dinamakan metaserkaria. Jika rumput dimakan oleh
hewan ternak, ke usus halus hewan ternak. Larva ini menembus dinding usus dan
bersama aliran darah dapat sampai ke hati hewan ternak untuk beberapa minggu.
Setelah dari hati, larva menuju saluran enmpedu dan menjadi dewasa. Cacing dewasa
dalam saluran empedu akan bertelur. Telur tersebut keluar melalui usus.

Habitat dari Fasciola hepatica yaitu pada inangnya yang umumnya ditemukan di
dalam hati hewan dan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Wartini (2017) yang
menyatakan bahwa Fasciola hepatica hidup di tubuh organisme hidup dan
mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Fasciola hepatica dewasa pada
umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah
vertebrata, ternak, ikan, dan manusia. Fasciola hepatica berlindung di dalam tubuh
inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula. Permukaan
tubuhnya tidak memiliki silia.

Manfaat dari Fasciola hepatica yaitu belum ditemukan secara pasti karena
umumnya cacing ini merugikan disebabkan cacing ini bersifat parasit pada manusia
serta hewan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wartini (2017)yang menyatakan bahwa
Fasciola hepatica ini lebih banyak memberikan dampak kerugian bagi manusia
maupun juga hewan. Pada saat manusia mengkonsumsinya, dampaknya tersebut
dapat merugikan manusia disebabkan karna terinfeksi cacing yang bisa atau dapat
menyebabkan masalah-masalah bagi kesehatan manusia. Fasciola hepatica hidup
sebagai parasit pada hewan dan manusia, misalnya pada hati kambing, domba, dan
sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsuri (2017) yang menyatakan bahwa
Fasciola hepatica bertubuh pipih dengan panjang sekitar 30 mm yang hidup sebagai
parasit (ektoparasit atau endoparasit) pada hewan dan manusia. Memiliki alat
pengisap di bagian tengah. Sapi atau kambing yang terinfeksi cacing hati tidak segera
mati dan dapat menularkan ke sapi atau kambing lain yang sehat.

5.1.3 Taenia saginata


Taenia saginata termasuk ke dalam filum Platyhelminthes kelas cestoda dimana
tubuhnya bersegmen. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryadin (2011) yang
menyatakan bahwa Taenia saginata termasuk golongan filum Platyhelminthes dan
termasuk kelas cestoda dengan Tubuh cacing pita yang beruas-ruas, bersegmen dan
tidak bersilia, tetapi permukaan tubuhnya dilapisi kutikula. Ciri umum Taenia
saginata yaitu hidup sebagai parasit, mempunyai mulut, memiliki alat penghisap, dan
tubuh bersegmen. Ciri khususnya yaitu tidak memiliki saluran pernafasan, tanpa anus
dan tanpa saluran pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryadin (2011) yang
menyatakan bahwa ciri-ciri Taenia saginata yaitu panjang bisa mencapai 8 meter,
hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa, berwarna putih pucat.
Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen. Taenia saginata bisa hidup
sampai 25 tahun di dalam usus inangnya. Jumlah telur lebih darilebih dari 100.000 di
setiap segmen.

Bagian tubuh dari Taenia saginata yaitu kepala, sukcer, leher, proglotid, kait, dan
hookos yang mempunyai fungsi masing-masing. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suryadin (2011) yang menyatakan bahwa Tubuh Taenia saginata terdiri dari
rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut Proglottid. Proglotid yang
matang menjadi alat reproduksinya. Kepala disebut Skoleks dan memiliki sucker
sebagai alat hisap, yang memiliki kait (Rostelum) terbuat dari kitin yang berfungsi
mengaitkan tubuhnya itu pada usus inang. Memiliki hookos didekat kepala sebagai
pengait. Pembentukan segmen (segmentasi) pada cacing pita disebut Strobilasi.
Reproduksi dari Taenia saginata yatu secara seksual dan aseksual. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bintaryanto (2011) yang menyatakan bahwa sistem reproduksi
Taenia saginata bisa atau dapat terjadi dengan secara aseksual serta seksual. Secara
aseksual, proses dari reproduksi ini terjadi dengan secara fragmentasi sedangkan
untuk seksual terjadi dengan peleburan gamet jantan serta betina. Pada dasarnya
cacing ini memiliki sifat hemafrodit yaitu di dalam 1 tubuh terdapat 2 alat kelamin
(jantan sertabetina). Telur yang dihasilkan memiliki sifat mikroskopis. Fertilisasi ini
terjadi dengan secara internal, baik itu sendiri atau fertilisasi silang.
Siklus hidup dari Taenia saginata yaitu dimuali dari Proglotid (bersama feces)
mencemari makanan babi,usus babi (telur menetas jadi hexacan) masukaliran darah
menuju otot/daging (sistiserkus) dimaka manusia masuk uss manusia (sistiserkus
pecah skolex menempel di dinding usus) sampai dewasa dimanusia keluar bersama
feses. Hal ini sesuai dengan pendapat Aminah (2018) yang menyatakan bahwa
Taenia saginata memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang
tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya.
Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang
dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur
menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa
saluranpencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan
menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi
berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang,
enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing.
Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga
mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan.

Habitat dari Taenia saginata yaitu umumnya hidup di bagian usus halus manusia.
Hal ini sesuai dengan pendapat Aminah (2018 yang menyatakan bahwa Taenia
saginata dewasa hidup dan menghuni di bagian bagian usus halus manusia. Taenia
saginata dewasa dapat hidup di dalam tubuh manusia dari 5 sampai dengan 20 tahun,
bahkan lebih. Manfaat dari Taenia saginata belum ditemukan karena umumnya
cacing ini merugikan disebabkan cacing ini bersifat parasit pada manusia serta
hewan. Hal ini sesuai dengan pendapat Aminah (2018) yang menyatakan bahwa
Taenia saginata ini lebih banyak memberikan dampak kerugian bagi manusia
maupun juga hewan. Pada saat manusia mengkonsumsinya, dampaknya tersebut
dapat merugikan manusia disebabkan karna terinfeksi cacing yang bisa atau dapat
menyebabkan masalah-masalah bagi kesehatan manusia.

Taenia saginata hidup sebagai parasit baik pada hewan maupun manusia. Taenia
saginata menginfeksi sapi dan kerbau serta manusia, dengan inang sementaranya
adalah sapi dan kerbau serta beberapa hewan mamalia lainnya, sedangkan inang
utamanya adalah manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Aminah (2018) yang
menyatakan bahwa cacing pita Taenia saginata dikenal sebagai parasit usus pada
manusia (inang utama) menyebabkan Taeniasis (cacingan) dan Sistiserkosis pada
sapi dan kerbau (inang sementara).

5.2 Nematoda

Nematoda disebut juga dengan cacing bulat. Nematoda berbentuk silinder


memiliki kulit ari tebal dan kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartini (2017) bahwa
nematoda atau cacing bulat, berbeda secara keseluruhan dari platyhelminthes dan
nemertines. Nematode dikenal dengan kulit ari tebal kasar di sisi luarnya dan
didalamnya ada tekanan hidrostatik yang tinggi. Mereka terlihat sama dan memberikan
tekanan. Sulit untuk melihat bagaimana bentuk lain dapat dijaga, karena ada sekitar satu
juta spesies. Pilum ini ada dimana-mana: nematoda hidup bebas di laut, air tawar dan
habitat darat juga parasit pada hewan dan tumbuhan. Nematoda adalah cacing silinder,
melingkar dengan belahan menyilang dan jarak panjangnya dari 200 µ sampai 40 cm
(pada Ascaris, parasit dalam usus manusia) dan 9 meter pada parasit dalam paus.

5.2.1 Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides termasuk dalam filum Nematelminthes, masuk


dalam kelas Nematoda karena hidup sebagai parasit, memiliki tubuhnya bilateral
simetris, tidak bersegmen dan memiliki rongga tubuh semu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hartini (2017) yang menyatakan bahwa Ascaris lumbricoides termasuk
dalam filum Nematelminthes yang berupa hewan cacing yang mempunyai tubuh
bulat panjang dengan ujung yang runcing dan memiliki rongga pada tubuhnya
walaupun rongga tersebut bukan rongga tubuh sejati. Ciri-ciri umum Ascaris
lumbricoides yaitu sebagai parasit, pada jantan diujung posterior ada 2 tonjolan
duri penis dan ada lekukan, pada betina tidak terdapat lekukan dan adanya vulva.
Ciri khusus Ascaris lumbricoides yaitu memiliki sistem saraf cincin. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hartini (2017) yang menyatakan bahwa Ciri-ciri dari Ascaris
lumbricoides yaitu berupa bertubuh bulat panjang dan runcing pada kedua ujung
tubuhnya. Ukuran cacing betina lebih besar dari cacing jantan. Tubuhnya terdiri
dari tiga lapisan utama (Tripoblastik). Serta memiliki sistem pencernaan
sempurna, Sistem saraf cincin. Ciri khususnya yaitu tubuhnya bilateral simetris,
tidak bersegmen dan memiliki rongga tubuh semu. Sistem ekskresi sederhana,
tetapi belum memiliki sistem pernapasan (respirasi) dan sistem sirkulasi
(peredaran darah).

Bagian- bagian tubuh dari Ascaris lumbricoides adalah garis lateral,


mulut, spikula, anterior dan posteror. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad
(2013) bahwa bagian tubuh Ascaris lumbricoides yaitu garis lateral sebagai garis
memanjang dalam tubuh Ascaris lumbricoides, Mulut berfungsi untuk memakan
makanan, spikula untuk memperkuat tubuh Ascaris lumbricoides, anterior adalah
tubuh bagian depan, sedamgkan posterior adalah tubuh bagian belakang. Ascaris
lumbricoides bereproduksi secara seksual. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad
(2013) yang menyatakan bahwa Ascaris lumbricoides melakukan reproduksi
secara seksual. Mereka termasuk makhluk hidup yang bersifat gonokoris (organ
kelamin jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda), artinya setiap
individu hanya memiliki satu organ kelamin utama, jantan atau betina. Fertilisasi
terjadi di dalam tubuh. Kemudian akan menghasilkan sel telur yang sangat banyak
(mencapai ribuan perharinya). Apabila lingkungan tempat telur ini berkembang
tidak menguntungkan, maka mereka akan berubah menjadi struktur seperti kista.

Siklus hidup Ascaris lumbricoides yaitu dari fase diagnosis, fase infektif
sampai menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ferdian (2015) yang menyatakan
bahwa siklus Ascaris lumbricoides dimulai dari cacing dewasa yang bertelur
dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus, sehingga tahap ini
disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian
telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi
dikeluarkan dan mengalami pematangan. Selanjutnya setelah telur matang disebut
fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan Telur yang tertelan akan
menetas di usus halus Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus
halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru. Di
dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran
pernafasan dan akhirnya tertelan. Di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.

Habitat Ascaris lumbricoides yaitu biasanya ditemukan di usus halus


manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad (2013) yang menyatakan bahwa
Ascaris lumbricus dewasa hidup pada usus halus manusia dengan panjang 20-40
cm, dan diameter 0,5 cm. Manfaat dari Ascaris lumbricoides belum ditemukan
karena umumnya cacing ini merugikan disebabkan cacing ini bersifat parasit pada
manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Ferdian (2015) yang menyatakan bahwa
pada umumnya Nematoda merugikan karena hidup parasit dan mengakibatkan
penyakit pada manusia dan menjadi parasit pada tumbuhan, dampaknya tersebut
dapat merugikan manusia disebabkan karna terinfeksi cacing yang bisa atau dapat
menyebabkan masalah-masalah bagi kesehatan manusia. Ascaris lumbricoides
(cacing usus) yang menjadi parasit pada manusia dan menyebabkan penyakit. Hal
ini sesuai dengan pendapat Ferdian (2015) yang menyatakan bahwa Ascaris
lumbricoides termasuk parasit dalam tubuh manusia dari jenis roundworms.
Cacing ini seringnya berada pada lingkungan yang tidak bersih dan tinggal di
wilayah yang beriklim hangat. Panjang cacing Ascaris lumbricoides dewasa yang
berkembang biak di usus manusia bisa lebih dari 30 cm. Itu sebabnya, cacing
gelang besar ini dapat dilihat dengan mata telanjang.

5.2.2 Ancylostoma duodenale

Ancylostoma duodenale termasuk dalam filum Nematelminthes yang masuk


dalam Nematoda yang memiliki segmen-segmen dan dengan bentuk tubuh yang
silindris. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartini (2017) yang menyatakan bahwa
Ancylostoma duodenale termasuk dalam filum Nematoda karena memiliki tubuh
silinder dengan ujung meruncing. Ciri umum dari Ancylostoma duodenale yaitu
memiliki ukuran tubuh 1-1,5 cm, pada bagian anterior terdapat mulut yang
dilengkapi dengan alat kait, mulut mempunyai dua pasang gigi, menyerupai huruf
c. Ciri khususnya yaitu Ancylostoma duodenale ini tidak mempunyai organ
pernapasan yang special. Hal ini sesuai dengan pendapat Nyamin (2015) yang
menyatakan bahwa Ancylostoma duodenale hidup sebagai parasite, bentuk tubuh
silindris, memiliki ukuran tubuh 1-1,5 cm.

Bagian tubuh Ancylostoma duodenale yaitu buccal capsule, intestine, testis,


seminal vesicle, ejaculatory duct, spicule, cloacal aperture, copulatory bursa,
vulva, ovijector, uterus, dan ovary yang memiliki fungsi masing-masing. Hal ini
sesuai dengan pendapat Angga (2010) yang menyatakan bahwa Ancylostoma
duodenale memiliki bagian tubuh yaitu intestine untuk menyerap air, testis
sebagai penghasil sperma, baccal capsule terletak pada bagian anterior, semiral
vesicle sebagai tempat penyimpanan, sicula sebagai penguat dinding lunak,
eaculatory duct sebagai penyimpan spermatozoa, ovary sebagi penghasil telur,
uterus sebgai rahim, vulva sebagai pelindung organ vital betina, cloacal aperture
sebagai saluran pembuangan, dan coplatory bursa sebagai penyimpan sperma.
Ancylostoma duodenale bereproduksi secara generatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nyamin (2015) yang menyatakan bahwa reproduksi Ancylostoma
duodenale yaitu secara generative. Pada umumnya diesis atau gonokoris, yaitu
organ kelamin jantan dan betina terdapat pada individu yang berbeda. Fertilisasi
terjadi secara internal di namatoda jantan dan betina dalam tubuh cacing betina.
Telur yang sudah dibuahi memiliki cangkang yang tebal dan keras.

Siklus hidup Ancylostoma duodenale yaitu berawal dari telur berembrio


keluar bersama feces manusia yang dapat bertahan beberapa minggu. Bila
termakan bersama makanan / minuman akan menetas dalam usus menembus
dinding usus melewati hati, arteri pulmonalis, jantung, paru–paru, trakea dan
tertelan ke sistem pencernakan masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi cacing
dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Angga (2010) yang menyatakan bahwa
Ancylostoma duodenale hhidup di usus manusia menghasilkan telur, dan keluar
bersama feces menjadi larva rabditiform, selama 1-2 hari berganti kulit menjadi
larva filariform yang siap menginfeksi dan masuk menembus pori–pori kulit.
Selanjutnya mengikuti aliran darah menuju jantung, paru–paru, trakea,
kerongkongan, dan masuk ke lambung. Perkembangan menjadi dewasa di usus
halus. Cacing ini dapat menyebabkan anemia.
Habitat Ancylostoma duodenale ditemukan di alam, di laut, air tawar,
maupun tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nyamin (2015) yang menyatakan
bahwa Ancylostoma duodenale banyak hidup bebas di alam dan memiliki daerah
penyebaran yang sangat luas, mulai dari daerah kutub yang dingin hingga daerah
tropis yang panas, dari padang pasir hingga laut yang dalam. Nematoda dapat
ditemukan di laut, air payau, air tawar, maupun tanah. yang hidup bebas
memakan sampah organik, kotoran hewan, bangkai, tanaman yang membusuk,
jamur, ganggang, dan hewan kecil lainnya.

Manfaat dari Ancylostoma duodenale belum ditemukan karena umumnya


cacing ini merupakan benalu pada manusia dan menimbulkan berbagai penyakit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nyamin (2015) yang menyatakan bahwa pada
umumnya Nematoda merugikan karena hidup parasit dan mengakibatkan penyakit
pada manusia dan menjadi parasit pada tumbuhan, dampaknya tersebut dapat
merugikan manusia disebabkan karna terinfeksi cacing yang bisa atau dapat
menyebabkan masalah-masalah bagi kesehatan manusia. Ancylostoma duodenale
hidup parasit pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nyamin (2015) yang menyatakan bahwa Ancylostoma duodenale yang
hidup parasit pada manusia dapat ditemukan di berbagai organ, misalnya usus
halus, anus, pembuluh limfa, pembuluh darah, paru-paru, jantung, dan mata.
Cacing tambang parasit dalam usus manusia dengan panjang tubuhnya 1-1,5 cm.

5.2.3 Wucheria brancofti

Wuchereria bancrofti termasuk dalam anggota Nemathelminthes, hal ini


karena mereka tidak memiliki tulang belakang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sri
(2011) bahwa Wucheria bancrofti disebut juga cacing filaria adalah kelas dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum
Nemathelminthes. Ciri umum dari Wucheria bancrofti yaitu Wuchereria bancrofti
memiliki tubuh memanjang, cacing dewasa kecil seperti benang dan berwarna
kuning. Ciri khusus dari cacing ini mikrofilarianya bersarung pucat (pewarnaan
haematotoxylin), lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya,
inti halus dan teratur, tidak ada tambahan dan kutikulanya halus. Hal ini sesuai
denga pendapat Sri (2011) bahwa cacing dewasa berntuknya kecil, mirip benang
dan berwarna putih kekuningan. Cacing dewasa ditemukan dalam kelenjar dan
saluran limfe. panjang tubuh 230-300 µm dan lebar 7,5-10 µm. Sedangkan ciri
khusus Cacing ini yaitu mempunyai sheath (sarung) dengan ujung anterior
tumpul membulat dan posterior meruncing. Cacing ini berwarna putih kekuningan
dengan bentuk seperti benang dan mempunyai lapisan kutikula yang halus.
Ukuran cacing betina lebih panjang dibandingkan ukuran cacing jantan.

Bagian tubuh dari Wucheria brancofti yaitu oral stylet, nerve ring, excretory
pore, anal pore, excretory cell, posterior V spot, G cell, Body sheath, somatic cell
dan cepatic spase. Bagian tersebut memiliki fungsi masing-masing. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suharti ( 2016) bahwa bagian tubuh dari Wucheria brancofti
adalah oral stylet sebagai organ anatomi yang keras dan tebal, nerve ring sebagai
pengendali sistem motorik, excretory pore sebagai pori pengeluaran, anal pore
sebagai saluran pengeluaran, excretory cell sebagai sel ekskretori, Posterior v-spot
sebagai v spot yang terletak di bagian belakang, G cell berfugsi mengeluarkan
kelenjar gstrin, body sheath adalah selubung tubuh, somatic cell sebagai sel
somatik atau sel tubuh, sedangkan sepatic spase adalah sebagai kkebalan tubuh.

Daur hidup Wucheria bancrofti adalah hidup pada pembuluh limfa


Mikrofilaria masuk ke dalam saluran limfa dan menjadi dewasa. Cacing betina
dan cacing jatan melakukan kopulasi kemudian cacing gravid mengeluarkan larva
mikrofilaria. Larva tersebut hidup di pembuluh darah dan di pembuluh limfa. Saat
nyamuk menghisap darah manusia, mikrofilaria masuk ke tubuh nyamuk dan
berkembang sampai larva stadium 3. Larva tersebut kemudian siap ditularkan ke
manusia lain`. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharti (2016) bahwa cacing ini
hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat
menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa,
cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing
berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di
dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit.
Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat
menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk,
kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk.
Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya

Reproduksi dari Wucheria brancrofti adalah umumnya bereproduksi secara


seksual, dan ada pula secara aseksual. Hal ini sesuai dengan pendapat Aslan
(2016) bahwa Wucheria brancofti bereproduksi dengan cara seksual dan
aseksual. Secara seksual, pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur
kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut
mikrofilaria. Sedangkan secara aseksual dengan cara membelah diri. Habitat dari
Wucheria brancofti yaitu dalam pembuluh darah manusia. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suharti (2016) bahwa Wucheria brancofti hidup pada pembuluh limfa di
kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki
menjadi membengkak.

Manfaat dari Wucheria brancofti yaitu menjadikan masyarakat lebih


menjaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Agung (2013) bahwa adanya
penyakit yang di sebabkan oleh cacing Wucheria brancofti menjadikan
masyarakata lebih dadar dalam menjaga kebersihan, baik kesehatan diri maupun
lingkungan. Wuceria brancofti termasuk dalam parasit, mereka menjadikan
manusia sebagai inangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharti (2016) bahwa
cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya,
dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak dan
menyebabkan penyakit kaki gajah

5.3 Annelida

Annelida adalah cacing yang memiliki tubuh seperti cincin. Cacing ini memiliki
tubuh bersegmen-segmen dan memilki ruas. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudi
(2013) bahwa annelida adalah kelompok hewan dengan bentuk tubuh seperti susunan
cincin, gelang-gelang atau ruas-ruas. Istilah kata Annelida berasal dari bahasa Yunani
dari kata annulus yang berarti cincin, dan oidos yang berarti bentuk. Annelida adalah
cacing dengan tubuh bersegmen, tripoblastik dengan rongga tubuh sejati (hewan
selomata) dan bernapas melalui kulitnya. Terdapat sekitar 15.000 spesies annelida
dengan panjang tubuh mulai dari 1 mm-3 m. Filum Annelida hidup di air tawar, air laut,
dan di tanah. Umumnya annelida hidup secara bebas, meskipun ada yang bersifat
parasit.

5.3.1 Nereis sp.

Nereis sp. termasuk dalam kelompok annelida karena Nereis sp memiliki


tubuh bersegmen. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudi ( 2013) bahwa Nereis sp
ikut dalam kelompok annelida. Annelida yang sering juga di sebut Annulata
adalah cacing yang bersigmen, hidup dalam air tawar, air laut, dan di darat. Ciri
Umum Nereis sp yaitu tubuhnya bersegmen dan berukuran sekitar 5cm . ciri
khusus dari Nereis sp yaitu terdapat parapodia dan memiliki sedikit seta. Hal ini
sesuai dengan pendapat Adun (2013) bahwa ciri umum dari Nereis sp yaitu
bentuknya memanjang dan berukuran 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm.
Sedangkan ciri khusus dari Nereis sp yaitu Pada tiap sisi lateral ruas tubuhnya
kecuali kepala dan bagian ujung posterior, terdapat sepasang parapodia dengan
sejumlah besar setae yang terdiri atas notopodium dan neuropodium, masing-
masing disangga oleh sebuah batang khitin yang disebut acicula. Pada
notopodium terdapat cirrus dorsal dan pada neuropodium terdapat cirrus ventral.
Bentuk parapodia dan setae pada setaip jenis tidak sama. Pada prostomium
terdapat mata, antena dan sepasang palp.

Bagian tubuh Nereis sp terdiri dari tentakel, bintik mata, mata meri, anus,
setae, parapodium, notopodium, dan neuropodium. Bagian-bagian tersebut
memiliki fungsi masing-masing. Hal ini sesuai dengan pendapat Adun (2013)
bahwa bagian tubuh dari Nereis sp antara lain Prostomium berfungsi untuk makan
dan menghancurkan serasah, bintik mata berfungsi sebagai alat penglihatan, anus
sebagai tempat kelurnya sisa-sisa metabolisme tubuh, somit disebut juga sebagai
ruas-ruas, seta berfungsi sebagai pembatas antar ruas, parapodia berfungsi sebagai
alat gerak, dan anal segmen sebagai segmen terakir. Daur hidup dari Nereis sp
yaitu gamet yang telah matang akan berenang bebs amenjadi cacing pelagis dan
akan mati dengan sendirnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Brotowidjoyo (2011)
bahwa Nereis sp pembuhannya terjadi di laut. Pada dasarnya hampir semua
menghasilkan gamit, namun pada beberapa jenis hanya beberapa ruas saja. Pada
beberapa jenis cacing dengan gamit yang telah matang akan berenang menjadi
cacing pelagis, setelah tubuhnya koyok-koyok dan gamit berhamburan di air laut
maka cacing tersebut mati, pembuahan terjadi di air laut.

Nereis sp bereproduksi dengan dua cara yaitu seksual melalui terbentuknya


gamet. Sedangkan aseksual terjadi dengan cara terbentuknya tunas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Adun (2013) bahwa Reproduksi pada Cacing laut (Nereis sp.),
terjadi baik secara aseksul maupun seksual. Reproduksi seksual terjadi dengan
cara pertunasan dan pembelahan, namun kebanyakan hanya melakukan
reproduksi secara seksual saja dan biasanya pada dioecious. Pada dasarnya
hampir semua menghasilkan gamit, namun pada beberapa jenis hanya beberapa
ruas saja. Pada beberapa jenis cacing dengan gamit yang telah matang akan
berenang menjadi cacing pelagis, setelah tubuhnya koyok-koyok dan gamit
berhamburan di air laut maka cacing tersebut mati, pembuahan terjadi di luar
tubuh, yaitu di lautan.

Habitat dari Cacing laut (Nereis sp.) yaitu banyak ditemui di pantai dan
tempat yang berlumpur. Hal ini sesuia dengan pendapat Brotowidjoyo (2011)
bahwa Nereis sp banyak ditemui di pantai, sangat banyak terdapat pada pantai
cadas, paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir. Beberapa jenis
hidup di bawah batu, dalam lubang lumpur dan liang di dalam batu karang, dan
ada juga yang terdapat pada air tawar sampai 60 km dari laut, seperti di Bogor.
Nereis sp sering dimanfaatkan sebagai pakan bagi ika-ikan di tambak. Hal ini
sesuai pendapat Adun (2013) bahwa Cacing Nereis sp merupakan makanan alami
yang baik bagi udang windu (Peneaeus monodon) di tambak, menjadikan warna
udang lebih cemerlang sehingga menigkatkan mutu dan nilai jual udang tersebut.

5.3.2 Lumbricus terestris

Lumbricus terestris termasuk dalam kelompok annelida, karena tubuh dari


lumbricus terestris ini bersegemen dan memanjang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rudi (2013) bahwa annelida memiliki ciri-ciri tubuhnya bersegmen
sepeti susunan cincin, tubuhnya bulat memanjang dan simetri bilateral. Ciri-ciri
umum dari Lumbricus terestris adalah memiliki ruas-ruas tubuh, sietri bilateral.
Sedangkan ciri khususnya yaitu habitatnya di semua jenis tanah, ukuran cacing
dewasa sekitar 150 mm dengan sampai dengan diameter 5 mm dan memiliki
jumlah somit 200 buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurrohman (2015) bahwa
ciri umum cacing tanah (Lumbricus terresteris) memiliki bentuk tubuh simetri
bilateral, panjang silindris, membulat didepan, menumpul dibagian ekornya.
Sedangkan ciri khusus Cacing tanah dewasa dapat mencapai 150 mm panjang 3
sampai 5 mm lebar. Tubuh bersegmen-segmen, warna tubuh cacing berwarna
coklat gelap yaitu tubuhnya sekitar cacing dewasa dapat di katakan sama bentuk
dan ukurannya, kecuali bagian anterior dan poterior Setengah dari ruas ujung
paling anterior merupakan prostomium , yang adakalanya memanjang seperti
belali. Jumlah ruas atau somit pada cacing dewasa antara 115-200 buah, ruas
pertama adalah prostomium yang mengandung mulut, dan ruas terakhir terdapat
anus.

Bagian tubuh dari Lumbricus terestris yaitu kutikula, intestinum, epidermis,


alat eskretori, pseudosole, prostomium, gonophore, gonopkor, saluran sperma, dan
clitellum. Bagian tersebut memiliki fungsi masing-masing. Hal ini sesuai dengan
pendapat Effendi (2013) bahwa Lumbricus terestris memiliki bagian antara lain
organ reproduksi jantan dan betina sebagai alat reproduksi, mulut sebagai organ
untuk memakan makanan, fesikula berperan penting dalam sistem reproduksi.
Kutikula berfungsi sebagai lapisan pelindung. Alat ekskresi berupa jantung dan
anus, prostomium berfungsi umtuk makan dan menghancurkan serasah.
Intestinum sebagai alat pencernaa. Klitellum sebagai alat kopulasi. Sedangkan
esofagus sebagai saluran penghubung.

Daur hidup dan repdoduksi cacing tanah yaitu Cacing tanah adalah
hermafroditmereka menghasilkan 100.000 cacing dalam setahun. Hal ini seuai
dengan penedpat Nurrohman (2015) bahwa cacing adalah hermaprodit dengan alat
kelamin jantan dan betina pada bagian ventral atau ventro lateral. Cacing dewasa
kelamin ditandai dengan adanya klitelium (seperti cincin atau pelana berwarna
muda mencolok melingkari tubuh sepanjang segmen tertentu) pada umur 2,5
bulan. Untuk menghasilkan telur fertil, cacing harus mencari pasangan dansalng
menukar sperma yang akan membuahi sel telur. Pembuahan akan terjadi dalam
masing-masing lubang kelamin betina. Setelah pembuahan, sepanjang permukaan
klitelium akan mengeluarkan lendir yang akan mengeras dan bergerak ke
belakang terdorong oleh gerak maju cacing. Pada saat melewati lubang kelamin
betina, telur-telur yang sudh dibuahi akan masuk ke dalam selubung kokon
tersebut. Kokon yang diletakkan pada kondisi lingkungan yang cocok akan
menetas dalam 14-21 hari. Jumlah telur dalam kokon beragam, biasanya lebih
dari 10butir. Tergantung spesies, cacing dewasa mampu menghasilkan lebih dari
2 kokon setiap 5-10 hari. Perhitungan kasar menunjukkan setiap 100 cacing
dewasa dalam kurun waktu satu tahun dapat menghasilkan 100.000 cacing

Cacing tanah (L. terestris) habitatnya di semua jenis tanah dan di air. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suwigyo (2017) bahwa cacing tanah kebanyakan
terdapat di air tawar, beberapa di air tawar , di laut, air payau dan darat. Jenis
akuatik umumnya terdapat pada daerah dangkal yang kurang dari 1 m, beberapa
membuat lubang dalam lumpur, atau sebagai aufwuchus pada tumbuhan air yang
tenggelam, adapula yang membuat selubung menetap atau yang dapat dibawa-
bawa. Lumbricus terestris bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tumbuhan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suwigyo (2017) bahwa Dalam bidang pertanian,
cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dalam
struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh
tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan menigkatkan populasi
mikroba yang menguntungkan tanaman. Selan itu juga cacing tanah dapat
digunakan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan protein, lemak dan
mineralnya yang tinggi. Cacing juga merupakan sumber protein yang berpotensi
untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi
atau ayam, Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan
bahan baku pembuat lipstik.

5.3.3 Tubifex sp
Tubifex sp termasuk dalam kelompok annelida karena tubuhnya yang
bersegmen, ramping dan memanjang. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudi ( 2013)
bahwa annelida memiliki ciri-ciri yaitu tubuhnya bersegmen, bersifat tripoblastik,
simetri bilateral dan metameri. Ciri umum dari Tubix sp adalah warna tubuhnya
yang kemerah-merahan, bersegmen dan memiliki simetri bilateral. Sedangkan ciri
khusus bahwa cacing ini termasuk jenis benthos dan hidup perairan tawar,
berlumpur yang mengandung bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ardiyansyah (2014) bahwa ciri umum dari Tubifex sp adalah koloninya merah
yang melambai-lambai karena warna tubuhnya kemerah-merahan, sehingga sering
juga disebut dengan cacing rambut. Sedsangkan ciri khusus Cacing ini adalah
termasuk alah satu jenis benthos yang hidup di dasar perairan tawar daerah tropis
dan subtropis, tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai saluran pencernaan,
termasuk kelompok Nematoda. Cacing sutera hidup diperairan tawar yang jernih
dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan
mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bagian-bagian organik
yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan tersebut.

Bagian tubuh dari tubifex sp yaitu silia, segmen, seta, septum, alimentory
canal, dan prostomium. Masing-masing memiliki fungsi yang mendukung bagi
Tubifex sp. Hal ini sesuai degan pendapat Chumaidi dan surapto (2016) bahwa
bagian tubuh Tubifex sp yaitu silia sebagai alt gerak, segmen berfungsi untuk
membentuk kokon, seta sebagai pemisah, septum sebagai pemisah bagian satu
dengan yang lain, alimentory canal sebagai pemanjangan tubuh dari mulut ke anus
dan prostomium untuk makan dan menghancurkan seresah. Siklus hidup Tubifex
sp hidupnya singkat yaitu 50-57 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah
(2014) bahwa Tubifex sp mempunyai siklus hidup yang relatif singkat yaitu 50 –
57 hari. Induk Tubifex sp dapat menghasilkan kokon setelah berumur 40 – 45
hari.Sementara proses perkembangan embrio didalam kokon berlangsung selama
10 – 12 hari. Reproduksi Tubifex sp yaitu dengan seksual dan aseksual. Dengan
seksual yaitu dengan adanya gamet jantan dan betina, sedangkan secara aseksual
dengan cara membelah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2014) bahwa
organisme ini mempunyai 2 alat kelamin.Telur Tubifex sp dihasilkan oleh cacing
yang mengalami kematangan kelamin betina dan dibuahi oleh cacing lain yang
mengalami kematangan sel kelamin jantan.Pembuahan menghasilkan kokon.
Kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur yang berukuran panjang kira-
kira 1,0 mm dan garis tengahnya 0,7 mm.Kokon ini dibentuk oleh kelenjar
epidermis dari salah satu segmen tubuh cacing yang disebut klitelum.Telur yang
ada didalam tubuh mengalami pembelahan,selanjutnya berkembang membentuk
segmen-segmen.Setelah beberapa hari embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari
kokon.Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar antara 4 – 5 buah.

Habitat dari Tubifex sp yaitu hidup di air tawar yang berlumpur. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2014) bahwa Cacing sutera hidup diperairan
tawar yang jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah
berlumpur dan mengandung bahan organik. Manfaat dari Tubifex sp yaitu sebagai
pakan bagi peternak ikan, dan biasanya di jual pada pengepul untuk dijadikan
produksi bahan pakan ayam, ikan dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mederlay (2018) bahwa Cacing Tubifex sp sering digunakan sebagai makanan
hidup untuk ikan, terutama ikan tropis dan spesies air tawar tertentu lainnya.
Mereka telah menjadi makanan populer untuk perdagangan akuarium hampir
sejak awal, dan mengumpulkan mereka dari saluran pembuangan terbuka untuk
tujuan ini cukup umum sampai saat ini. Sebagian besar sekarang diperoleh secara
komersial dari limbah pembenihan ikan, atau dari peternakan cacing profesional.
Cacing rambut merupakan salah satu alternatif pakan alami yang dapat dipilih
untuk memberi makan ikan yang dipelihara, terutama pada saat fase larva hingga
benih ataupun untuk ikan hias, karena memiliki kandungan nutrisi yang baik dan
cenderung seimbang dan sangat bagus untuk pertumbuhan ikan.
VI. Kesimpulan

6.1 Ciri yang dimiliki dari Plathyhelminthes adalah Memiliki tubuh yang pipih, simetris, dan
tidak bersegmen, Mempunyai satu lubang mulut tanpa dubur, Hidup sebagai parasit,
mempunyai alat hisap akan tetapi juga ada yang hidup bebas. Ciri dari Nematoda yaitu
memiliki bentuk bulat pajang ( gilik )atau mirip dengan benang, hewan tripoblastik dan
pseudoselomata ( berongga tubuh semu ), dan hidup bebas dengan memakan sampah
organik, kotoran hewan, tanaman yang membusuk , ganggang, jamur dan hewan kecil
lainnya. Sedangkan ciri dari Annelida yaitu emiliki tubuh bersegmen (beruas-ruas yang
mirip dengan cincin) dan memiliki otot, bersifat tripoblastik selomata, simetri bilateral,
dan metameri, mempunyai sistem pencernaan sempurna (mulut, kerongkongan, perut
otot, tembolok, usus, dan anus) dan tubuh dilapisi dengan kutikula tipis dan lembab.

6.2 Anggota dari Filum Plathyhelmintes yaitu Planaria sp, Fasiola hepatica, Taenia
saginata. Anggota filum Nematoda yaitu Ascaris lumbricoides, Ancylostoma
duodenale, dan Wucheria brancofti . Sedangkan anggota Annelida yaitu Nereis sp,
Lumbricus terrestris, dan Tubifex sp.

DAFTAR PUSTAKA

Adun, Rusyana. 2013. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta.

Agung, A. 2013. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.

Ahmad, Yunardi. 2013. Telur Cacing Ascaris lumbricoides pada Kotoran dan Kuku Anak.
Jurnal Kesehatan. Vol 2 (3): 23-25.

Aminah, Siti. 2018. Invertebrata. Yogyakarta: kanisius.

Angga, F. 2010. Infekasi Ancylostoma duodenale pada Kucing Rumah. Jakarta: Erlangga.
Ardiansyah. 2014. Pengaruh Pengkayaan Bekatul dan Ampas Tahu Dengan Kotoran Burung
Puyuh yang Di Fermentasi Dengan Ekstrak Limbah Sayur Terhadap Biomassa dan
Kandungan Nutrisi Cacing Sutera (Tubifex sp.). Jurnal of Aquaculture Management
and Technology. Vol 5 (1): 35-44.

Aslan, P. 2017. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Kendari: Universitas Haluoleo Press.

Bintaryanto, B. 2011. Pemanfaatan Campuran Limbah Padat (Sludge) Pabrik kertas dan Kompos
Sebagai Media Kultur Teanea saginata. Jurnal of Chemistry. Vol 2 (1): 7

Brotowidjoyo, A. 2011. Biologi. Surabaya: Gramedia.

Chumaidi dan Suprapto.2016. Populasi Tubifex sp. di Dalam Media Campuran Kotoran Ayam
dan Lumpur Kolam. Jurnal Biologi. Vol .5 (2): 6 – 11.

Effendi, M. 2013. Beternek Cacing Sutera Cara Modern. Jakarta: Penebar Sawadaya.

Ferdian. 2015. Kebersihan dan Kesehatan. Yogyakarta: UGM Press.

Hamid, M. 2012. Biologi Invertebrata. Malang: UMM Press.

Hartini. 2017. Biodiveritas hewan. Jakarta: UI Press.

Mederlay, Frenkyn. 2018. Culture and Harvesting Technique for Tubifex. Journal Aquaculture.
Vol 42: 303 – 315.

Nurrohman. 2015. Biologi. Surakarta: UNS Press.

Nyamin, A. 2015. Invertebrata. Yogyakarta: Kanisius.

Rudi, A. 2013. Annelida. Semarang: UNNES Press.

Sri, Puji. 2011. Biodiversitas Hewan. Jakarta: Gramedia.

Strimer, K. 2010. The resittance of Tubificids worms to three common pollutans. Journal
Hidrobiologi. Vol 3(4): 193 – 205.

Suharti. 2016. Keanekaragaman Hewan Invertebrata. Malang: UB Press.

Surapto. 2016. Zoologi. Yogyakarta: UGM Press.

Suryadin, M. 2011. Platyhelminthes. Jakarta: Penebar Swadaya.


Suwigyo. 2017. Ivertebrata Air. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suwono, Hadi. 2014. Biologi Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Syamsuri. 2017. Invertebrata. Malang: UNM Press.

Warsito. 2017. Pintar Biologi. Surabaya: Yoshiko Surabaya.

Wartini. 2017. Parasitologi Kedokteran. Bandung: CV.Yrama Widya.

Anda mungkin juga menyukai