Anda di halaman 1dari 9

Case study Surveilans

Hari ke-1

Gempa bumi terjadi pada pukul 05:53 dengan besaran 5.9 Skala Richter. Epicenter,
dengan pusat gempa berada 33 kilometer di bawahnya, berada amat dekat dengan
pemukiman penduduk. Bangunan-bangunan pemukiman banyak mengalami
kerusakan, berat, sedang maupun ringan. Dengan segera terjadi cedera fisik mekanik
dan luka pada ratusan ribu penduduk. Banyak kematian langsung juga terjadi.
Kerusakan terjadi juga pada gedung-gedung pelayanan kesehatan di
sekitar epicenter maupun yang berjarak lebih jauh. Fasilitas dasar seperti listrik, air,
telekomunikasi dan transportasi amat terganggu. Penderita-penderita korban dibawa
dengan berbagai cara dan transportasi ke tempat-tempat pelayanan kesehatan. Tempat-
tempat pelayanan kesehatan baik yang masih utuh maupun dalam
bentuk makeshift (darurat) segera dibanjiri penderita dan mulai memberikan
pertolongan sedapat-dapatnya sesaat setelah kejadian. Prosedur pertolongan dilakukan
amat terbatas dengan jumlah tenaga penolong dan peralatan yang terbatas.

Sebagai reaksi atas goncangan dan rontokan bagian-bagian bangunan, perawat dan
penderita rawat inap rumah sakit pindah dari ruang perawatan ke halaman, selasar
dan ruang terbuka lain di rumah sakit. Penderita-penderita korban bencana yang
membanjir ke rumah sakit beserta keluarga dan pengantar mereka, para relawan, dan
petugas-petugas kesehatan yang bekerja dengan segera kian memenuhi ruangan,
halaman dan selasar di lantai bawah rumah sakit. Gerak dan kegiatan tindakan
pertolongan di rumah sakit jadi nampak kacau balau dan sulit dikatakan dilakukan
secara steril.

Bantuan dari luar wilayah bencana mulai berdatangan ke tempat-tempat pelayanan


kesehatan pada petang hari. Dengan jumlah penderita korban yang tinggi maka
tindakan pertolongan yang harus dilakukan amat meningkat. Penderita-penderita yang
mendapat cedera ringan yang sebenarnya tidak perlu dirawat di rumah sakit banyak
yang memilih untuk tetap tinggal di rumah sakit (karena telah kehilangan bangunan
rumah tinggalnya) beserta keluarga dan pengantarnya. Penderita-penderita yang telah
mendapat pertolongan dirawat pada tempat tidur atau tempat berbaring seadanya.
Keperluan badani seperti buang air kecil atau besar para penderita beserta keluarga
dan penunggu tak lagi dapat dilakukan dengan tertib seperti bila para penderita berada
dalam ruang perawatan yang normal.

Pertanyaan
1. Informasi apa saja yang perlu dikumpulkan sebagai data dasar untuk kebutuhan
surveillans dan bagaimana metode yang sebaiknya digunakan untuk mengumpulkan
informasi tersebut
2. Penyakit apa saja yang seharusnya berada dalam monitoring sistem surveilans
pasca bencana ini dan apa alasannya?

Hari ke-2

Kondisi darurat medik masih berlangsung. Penanganan penderita korban langsung


dari dampak bencana masih menjadi prioritas dengan jumlah korban yang banyak.
Pertolongan kedaruratan mulai membanjir dari berbagai sumber: masyarakat, badan
perbantuan dan unsur-unsur pemerintah. Bantuan meliputi hal yang dasar sekali:
pertolongan pertama akibat bencana dan pemenuhan kebutuhan fisik biologis seperti
makanan siap santap, minuman dan pelindung tubuh (tenda, selimut, matress). Di
berbagai tempat shelter temporer mulai banyak didirikan, akan tetapi berbagai fasilitas
pendukung untuk aktivitas sehari-hari (MCK, air bersih, dan dapur umum), masih
banyak yang belum tersedia. Kondisi-kondisi dari penyakit biasa mengalami
penurunan untuk dikeluhkan di tempat-tempat pelayanan kesehatan. Sejak sore hari
ke-1 retriage telah dilakukan. Pemantauan kondisi penderita yang dirawat seadanya
dilakukan.

Pertanyaan

1. Apa saja penyakit yang mungkin mulai muncul pada hari kedua?
2. Modifikasi apa saja yang harus dilakukan agar sistem surveillans dapat
mendukung kebutuhan informasi pasca bencana tersebut?
3. Bagaimanakah sistem yang digunakan untuk membuat mendapatkan informasi
dan membuat respons cepat apabila ada penyakit berpotensi KLB yang ditemukan di
lapangan?

Hari ke-3 sampai ke-8

Tindakan pertolongan medik darurat terhadap penderita korban masih dilakukan.


Penderita-penderita korban kecederaan yang masih ditemukan belum mendapat
pertolongan dibawa ke tempat pertolongan. Satuan-satuan perbantuan medik mulai
bekerja baik di tempat-tempat pelayanan kesehatan maupun tempat-tempat yang dapat
didirikan di atasnya klinik atau rumah sakit darurat.
Poliklinik di pusat-pusat kesehatan masyarakat tidak dapat menjalankan fungsi
pelayanan secara normal. Fungsi pencatatan dan pelaporan juga terganggu. Sementara
itu suatu upaya untuk mendaftar kasus-kasus penyakit yang ada mulai dilakukan.
Sebenarnya kesadaran atas keperluan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
secara frequent telah ada. Dalam hal ini justru terjadi perbedaan pendapat mengenai
penyakit apa saja yang harus dicatat dan dilaporkan tiap hari: semua penyakit, atau
penyakit tertentu dan penyakit tertentu yang mana saja.

Terlebih dengan jumlah titik pelayanan medik darurat yang meningkat di sisa-sisa
tempat pelayanan kesehatan dan di tempat-tempat penduduk bertinggal sementara,
pusat kesehatan masyarakat dan petugas-petugasnya tidak mampu meng-cover semua.
Sementara semua tempat pertolongan medik menggunakan cara pencatatan untuk
pelaporan sesuai dengan kebiasaan masing-masing.

FETP UGM bersama WHO dan dinas-dinas kesehatan provinsi dan kabupaten terlibat
dalam rancangan bersama maupun pelaksanaan surveilans sampai dengan analisisnya.

Sampai pada hari ke-7 daftar penyakit untuk dilakukan surveilans pascabencana belum
disepakati. Data penyakit yang dihimpun merupakan data penyakit seperti biasanya
yang dalam kondisi bencana menjadi beban berat karena jumlah penyakitnya yang
banyak.

Pada hari ke-8 pimpinan puskesmas belum sanggup untuk mulai menjalankan
sebagian tugasnya. Disadari keperluan mengetahui perkembangan penyakit di wilayah
kerja puskesmas dengan keberadaan berbagai satuan perbantuan medik, akan tetapi
untuk menghimpun data yang ada amat diperlukan tenaga perbantuan lagi.

Pertanyaan

1. Bagaimana metode yang digunakan untuk mengimplementasikan sistem


surveillans tersebut?
2. Sampai kapankah surveilans pascabencana ini sebaiknya diselenggarakan, apa
kriteria yang digunakan?

Hari ke-9 sampai ke-14

Usaha untuk menyepakati penyakit-penyakit untuk surveilans pasca bencana masih


dilakukan. Sebagian dari penyebabnya adalah perbedaan penafsiran akan kepentingan
data penyakit. Satu fihak menghendaki daftar penyakit lengkap, sedangkan di lain
fihak menghendaki daftar singkat yang oleh fihak lain dianggap akan tidak lengkap.
Juga adanya keinginan untuk menggunakan software tertentu. Sementara itu kasus
tetanus menunjukkan peningkatan yang mencolok.
Pertanyaan

1. Dapatkah dibuat daftar penyakit-penyakit khas akibat bencana-bencana jenis


tertentu?
    Demikian pula implikasinya bagi pelaksanaan surveilans, yang sebaiknya kita
    ketahui?

2. Analisis apa saja yang perlu dilakukan atas data surveilans?

Simpulan

Butir-butir penting dari surveilans yang menjadi alasan: apa manfaat surveilans
pascabencana, bagaimana surveilans disusun, bagaimana surveilans dijalankan, siapa
yang melaksanakan, apa kelengkapannya.

Rekomendasi

Bagaimana proses surveilans pascabencana dilakukan dengan baik agar kontribusinya


terhadap penanganan bencana menjadi sebaik-baiknya. Matriks luaran rekomendasi
bagi suatu wilayah dapat berujud seperti berikut ini: (Rekomendasi ditulis dalam sel di
bawah tiap jenis bencana, sebagai jawab atas permasalahan surveilans bencana).

Facilitator’s Pages
Facilitator’s Pages

Deskripsi

Tabletop exercise ini mengarahkan diskusi menuju gambaran "bagaimana surveilans


sesudah kejadian bencana sebaiknya dilakukan.?" Pengalaman menunjukkan bahwa
kondisi sesudah kejadian bencana memudahkan peningkatan kejadian penyakit.
Surveilans merupakan salah satu cara utama untuk mendeteksi secara dini kejadian
penyakit yang bisa menuju wabah, di samping kegunaan yang penting lainnya untuk
tindakan untuk mengatasi kejadian penyakit, perencanaan, dan evaluasi.

Tujuan

Sesudah menjalankan exercise ini peserta akan dapat menjawab permasalahan


surveilans pascabencana:
•  Penguasaan dasar penyusunan sistem surveilans pasca bencana sampai
     menghasilkan daftar penyakit untuk surveilans:

1. Memahami kondisi yang mendasari kepentingan surveilans penyakit sesudah


kejadian bencana;
2. Memahami bahwa pada saat bencana dapat terjadi penularan penyakit;
3. Menguraikan jenis-jenis penyakit yang dapat meningkat kejadiannya, dan
sebabnya, dalam kondisi sesudah bencana;
4. Membuat daftar penyakit untuk surveilans pascabencana atas dasar kelompok
penyebabnya;

•  Menyiapkan keperluan, kelengkapan, penyelenggaraan surveilans pasca bencana


     sampai mengakhirinya:

1. Membuat daftar keperluan bagi pelaksanaan surveilans pascabencana;


2. Menentukan bila surveilans pascabencana sebaiknya diakhiri;

•  Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam masa pasca bencana dan analisis yang
     tepat bagi data surveilans:

1. Mengetahui jenis masalah kesehatan dan jenis kesulitan penyelenggaraan


surveilans pascabencana menurut jenis-jenis bahaya yang menimbulkan bencana;
2. Menentukan cara analisis yang tepat terhadap data yang diperoleh dalam
surveilans pascabencana;

•  Simpulan, rekomendasi dan POA: Memberikan rekomendasi sesuai dengan


ancaman
     bahaya utama di wilayah kerjanya.

Hari ke-1

Gempa bumi terjadi pada pukul 05:53 dengan besaran 5.9 Skala Richter. Epicenter,
dengan pusat gempa berada 33 kilometer di bawahnya, berada amat dekat dengan
pemukiman penduduk. Bangunan-bangunan pemukiman banyak mengalami
kerusakan, berat, sedang maupun ringan. Dengan segera terjadi kecederaan fisik
mekanik dan perlukaan pada ratusan ribu penduduk. Banyak kematian langsung juga
terjadi. Kerusakan terjadi juga pada gedung-gedung pelayanan kesehatan di
sekitar epicenter maupun yang berjarak lebih jauh. Fasilitas dasar seperti listrik, air,
telekomunikasi dan transportasi amat terganggu. Penderita-penderita korban dibawa
dengan berbagai cara dan transportasi ke tempat-tempat pelayanan kesehatan. Tempat-
tempat pelayanan kesehatan baik yang masih utuh maupun dalam
bentuk makeshift (darurat) segera dibanjiri penderita dan mulai memberikan
pertolongan sedapat-dapatnya sesaat setelah kejadian. Prosedur pertolongan dilakukan
amat terbatas dengan jumlah tenaga penolong dan peralatan yang terbatas.

Sebagai reaksi atas goncangan dan rontokan bagian-bagian bangunan, perawat dan
penderita rawat inap rumah sakit pindah dari ruang perawatan ke halaman, selasar
dan ruang terbuka lain di rumah sakit. Penderita-penderita korban bencana yang
membanjir ke rumah sakit beserta keluarga dan pengantar mereka, para relawan, dan
petugas-petugas kesehatan yang bekerja dengan segera kian memenuhi ruangan,
halaman dan selasar di lantai bawah rumah sakit. Gerak dan kegiatan tindakan
pertolongan di rumah sakit jadi nampak kacau balau dan sulit dikatakan dilakukan
secara steril.

Bantuan dari luar wilayah bencana mulai berdatangan ke tempat-tempat pelayanan


kesehatan pada petang hari. Dengan jumlah penderita korban yang tinggi maka
tindakan pertolongan yang harus dilakukan amat meningkat. Penderita-penderita yang
mendapat cedera ringan yang sebenarnya tidak perlu dirawat di rumah sakit banyak
yang memilih untuk tetap tinggal di rumah sakit (karena telah kehilangan bangunan
rumah tinggalnya) beserta keluarga dan pengantarnya. Penderita-penderita yang telah
mendapat pertolongan dirawat pada tempat tidur atau tempat berbaring seadanya.
Keperluan badani seperti buang air kecil atau besar para penderita beserta keluarga
dan penunggu tak lagi dapat dilakukan dengan tertib seperti bila para penderita berada
dalam ruang perawatan yang normal.

Pertanyaan

1. Informasi apa saja yang perlu dikumpulkan sebagai data dasar untuk kebutuhan
surveillans dan bagaimana metode yang sebaiknya digunakan untuk mengumpulkan
informasi tersebut?
2. Penyakit apa saja yang seharusnya berada dalam monitoring sistem surveilans
pasca bencana ini dan apa alasannya?

Kondisi kecederaan penderita sebagai akibat langsung bencana: luka, cedera yang
memerlukan pembedahan, cedera yang memerlukan perawatan dengan posisi dan
perawatan khusus untuk mencegah komplikasi. Mutu tindakan pertolongan
kedokteran yang dilakukan: pemenuhan standard operating procedure tindakan,
ketersediaan obat, bahan dan alat serta kondisi petugas medik dan paramedik. Kondisi
lingkungan fisik tempat pertolongan dan perawatan: sterilkah?

Hari ke-2

Kondisi darurat medik masih berlangsung. Penanganan penderita korban langsung


dari dampak bencana masih menjadi prioritas dengan jumlah korban yang banyak.
Pertolongan kedaruratan mulai membanjir dari berbagai sumber: masyarakat, badan
perbantuan dan unsur-unsur pemerintah. Bantuan meliputi hal yang dasar sekali:
pertolongan pertama pada akibat bencana dan pemenuhan kebutuhan fisik biologis
seperti makanan siap santap, minuman dan pelindung tubuh (tenda, selimut, matress  ).
Di berbagai tempat shelter temporer mulai banyak didirikan, akan tetapi berbagai
fasilitas pendukung untuk aktivitas sehari-hari (MCK, air bersih, dan dapur umum),
masih banyak yang belum tersedia. Kondisi-kondisi dari penyakit biasa mengalami
penurunan untuk dikeluhkan di tempat-tempat pelayanan kesehatan. Sejak sore hari
ke-1 retriage telah dilakukan. Pemantauan kondisi penderita yang dirawat seadanya
dilakukan.

Pertanyaan

1. Apa saja penyakit yang mungkin mulai muncul pada hari kedua?
2. Modifikasi apa saja yang harus dilakukan agar sistem surveillant dapat
mendukung kebutuhan informasi pasca bencana tersebut?
(misal: definisi kasus, jenis data, format pelaporan, sumber data, alur data, SDM,
periodisitas pelaporan, dll)
3. Bagaimanakah sistem yang digunakan untuk membuat mendapatkan informasi
dan membuat respons cepat apabila ada penyakit berpotensi KLB yang ditemukan di
lapangan?

Hari ke-3 sampai ke-8

Tindakan pertolongan medik darurat terhadap penderita korban masih dilakukan.


Penderita-penderita korban kecederaan yang masih ditemukan belum mendapat
pertolongan dibawa ke tempat pertolongan. Satuan-satuan perbantuan medik mulai
bekerja baik di tempat-tempat pelayanan kesehatan maupun tempat-tempat yang dapat
didirikan di atasnya klinik atau rumah sakit darurat.

Poliklinik di pusat-pusat kesehatan masyarakat tidak dapat menjalankan fungsi


pelayanan secara normal. Fungsi pencatatan dan pelaporan juga terganggu. Sementara
itu, suatu upaya untuk mendaftar kasus-kasus penyakit yang ada mulai dilakukan.
Sebenarnya kesadaran atas keperluan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
secara frequent telah ada. Dalam hal ini, justru terjadi perbedaan pendapat mengenai
penyakit apa saja yang harus dicatat dan dilaporkan tiap hari: semua penyakit, atau
penyakit tertentu dan penyakit tertentu yang mana saja.

Terlebih dengan jumlah titik pelayanan medik darurat yang meningkat di sisa-sisa
tempat pelayanan kesehatan dan di tempat-tempat penduduk bertinggal sementara,
pusat kesehatan masyarakat dan petugas-petugasnya tidak mampu meng-cover semua.
Sementara semua tempat pertolongan medik menggunakan cara pencatatan untuk
pelaporan sesuai dengan kebiasaan masing-masing.
FETP UGM bersama WHO dan dinas-dinas kesehatan provinsi dan kabupaten terlibat
dalam rancangan bersama maupun pelaksanaan surveilans sampai dengan analisisnya.

Sampai pada hari ke-7 daftar penyakit untuk dilakukan surveilans pascabencana belum
disepakati. Data penyakit yang dihimpun merupakan data penyakit seperti biasanya
yang dalam kondisi bencana menjadi beban berat karena jumlah penyakitnya yang
banyak.

Pada hari ke-8 pimpinan puskesmas belum sanggup untuk mulai menjalankan
sebagian tugasnya. Disadari keperluan mengetahui perkembangan penyakit di wilayah
kerja puskesmas dengan keberadaan berbagai satuan perbantuan medik, akan tetapi
untuk menghimpun data yang ada amat diperlukan tenaga perbantuan lagi.

Pertanyaan

1. Bagaimana metode yang digunakan untuk mengimplementasikan sistem


surveillans tersebut?
(misalnya: bagaimana mengkoordinasikan semua pihak yang terkait, bagaimana
berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang memberikan asistensi teknis, bagaimana
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem tersebut)
2. Sampai kapankah surveilans pascabencana ini sebaiknya diselenggarakan, apa
kriteria yang digunakan?
(Surveilans pascabencana diakhiri ketika masa inkubasi penyakit yang terpanjang sejak
saat bencana telah terlampaui dan tak ada lagi penderita baru. Ada yang mengatakan
surveilans perlu dilakukan dua kali masa inkubasi penyakit yang terpanjang.)

Hari ke-9 sampai ke-14

Usaha untuk menyepakati penyakit-penyakit untuk surveilans pasca bencana masih


dilakukan. Sebagian dari penyebabnya adalah perbedaan penafsiran akan kepentingan
data penyakit. Satu fihak menghendaki daftar penyakit lengkap, sedangkan di lain
fihak menghendaki daftar singkat yang oleh fihak lain dianggap akan tidak lengkap.
Juga adanya keinginan untuk menggunakan software tertentu. Sementara itu kasus
tetanus menunjukkan peningkatan yang mencolok.

Pertanyaan

1. Dapatkah dibuat daftar penyakit-penyakit khas akibat bencana-bencana jenis


tertentu? Demikian pula implikasinya bagi pelaksanaan surveilans, yang sebaiknya kita
2. Analisis apa saja yang perlu dilakukan atas data surveilans?
(Tergantung dari kesepakatan pada awal surveilans pascabencana. Data bisa meliputi
sisi masalah kesehatan. Ini bisa juga meliputi faktor risiko tertentu. Bila hanya meliputi
data penyakit atau masalah kesehatan maka analisis penyakit menurut tempat dan
waktu bisa dilakukan. Apabila faktor risiko juga dimasukkan dalam surveilans maka
risiko relatif atau odds ratio kejadian penyakit dapat disajikan)

Kesimpulan:

Butir-butir penting dari surveilans yang menjadi alasan: apa manfaat surveilans
pascabencana, bagaimana surveilans disusun, bagaimana surveilans dijalankan, siapa
yang melaksanakan, apa kelengkapannya.

Anda mungkin juga menyukai