Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.5 Kloning (Transfer Inti)


Kloning ini adalah suatu proses reproduksi yang memiliki sifat aseksual
untuk menciptakan replika yang tepat bagi suatu organisme. Teknik kloning ini
akan menghasilkan suatu spesies baru yang dengan secara genetik sama seperti
dengan induknya yang biasanya ini dikerjakan di dalam sebuah laboratorium.
Spesies baru yang dihasilkan itu dikenal dengan istilah klon. Klon ini diciptakan
oleh suatu proses yang disebut dengan transfer inti sel somatik. Transfer inti sel
somatik ini adalah suatu proses yang mengacu pada transfer inti dari sel somatik
itu ke sel telur. Sel somatik ini ialah seluruh sel di tubuh kecuali kuman. Adapun
mekanismenya, inti sel somatik ini akan dihapus serta dimasukkkan ke dalam
telur yang tidak dibuahi yang memiliki inti yang telah atau sudah dihapus. Telur
dengan intinya itu kemudian akan tetap dijaga sampai kemudian menjadi embrio.
Embrio ini lalu akan ditempatkan di dalam ibu pengganti serta juga akan
berkembang di dalam ibu pengganti.

Transfer nukleus donor sel somatik mempunyai manfaat yang sangat besar
untuk riset dan implementasinya di bidang peternakan Adanya kecenderungan
tingkat keberhasilan produksi hewan kloning yang lahir dan hidup normal pada
berbagai spesies, membuka peluang dan harapan yang sangat besar bahwa
teknologi ini berpotensi bagi konservasi plasma nutfah dari berbagai spesies.
2.5.1 Kelebihan Kloning
Manfaat Kloning Hewan Menurut Rusda (2004), secara garis besar
manfaat kloning adalah sebagai berikut.

2.5.1.1 Untuk pengembangan ilmu pengetahuan Manfaat kloning terutama


dalam rangka pengembangan biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan
diferensiasi.

2.5.1.2 Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul Seperti telah


kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yangserupa tentu
saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba,
kambing dan lain-lain.
2.5.1.3 Untuk tujuan diagnostik dan terapi Sebagai contoh adalah mengkultur
sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk
menggantikan organ atau jaringan yang rusak.

2.5.2 Kekurangan Kloning

2.5.2.1 Individu yang dihasilkan dari teknik kloning sangat rentan terhadap
suatu penyakit belum sempurna masih terdapat banyak kekurangan, sehingga
tak jarang hewan ternak yang di kloning harus di eutanasia.
2.5.2.2 Teknik kloning mengacaukan hubungan antar dikarenakan teknik
kloning menghasilkan individu yang tidak memiliki sistem imunitas.
2.5.2.3 Teknik kloning akan menyebabkan spesies yang dihasilkan bersifat
monoton, karena DNA maupun sifat dan fisik hasil cloning persis dengan
induknya.
2.5.2.4 Individu yang dihasilkan dari teknik kloning cenderung memiliki masa
hidup yang sama dengan induknya, karena sel-selnya diperoleh dari induknya.

2.6 Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi buatan berasal dari kata artificial insemination (Inggris) yang


artinya pemasukan atau penyampaian sperma atau air mani (semen) ke dalam
saluran organ kelamin betina pada saat estrus atau berahi dengan menggunakan
alat-alat buatan manusia dan dilakukan oleh manusia. Sperma disini merupakan
hasil ejakulasi dari ternak jantan yang sehat dan telah dewasa. Penggunaan sperma
dapat dalam bentuk segar, sperma cair (sperma yang telah diencerkan), dan
sperma beku (sperna yang telah ditambah krioprotektan/gliserol dan dibekukan
dalam nitrogen cair pada suhu -196°C . Menggunakan metode dan alat khusus
yang disebut insemination gun.

Dalam pelaksanaan IB harus ada beberapa hal yang diperhatikan


diantaranya seleksi pejantan unggul, pemeliharaan pejantan unggul,
penampungan sperma, penilaian atau evaluasi sperma, pengenceran sperma,
penyimpanan sperma, pengangkutan sperma, bimbingan dan penyuluhan kepada
peternak, pelaksanaan inseminasi, catatan atau recording, dan evaluasi

inseminasinya.

2.6.1 Manfaat Inseminasi Buatan


Manfaat Inseminasi Buatan Toelihere (1993) mengemukakan beberapa manfaat
yang dapat diperoleh dari penggunaan IB yaitu :

2.6.1.1 Beberapa pejantan unggul malah telah menghasilkan 100.000 sampai


200.000 anak selama masa hidupnya
2.6.1.2 Menghemat biaya pemeliharaan pejantan;
2.6.1.3 IB memungkinkan peninggian potensi seleksi sebagai salah satu cara
perbaikan mutu ternak;
2.6.1.4 Mencegah penularan penyakit;

2.6.1.5 Memperpendek calving interval dan terjadi penurunan jumlah betina yang
kawin berulang

2.6.2 Kerugian Inseminasi Buatan

2.6.2.1 Apabila prosedur IB tidak dilakukan secara baik, akan mengakibatkan


efisiensi reproduksi yang rendah;
2.6.2.2 Kemungkinan besar IB dapat merupakan alat penyebar abnormalitas
genetik pada ternak;
2.6.2.3 Bisa menyebabkan terjadinya inbreeding apabila persediaan pejantan
unggul sangat terbatas, sehingga peternak tidak dapat memilih
pejantan yang dikehendaki;
2.6.2.4 IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau
abnormalitas saluran kelamin betina; kalaupun ada, jarang terjadi,
inseminasi intraurin pada sapi yang bunting dapat menyebabkan
abortus, IB tidak dapat digunakan dengan baik pada semua jenis
hewan

2.7 Transfer Embrio (TE)

Transfer embrio merupakan teknologi yang memungkinkan induk betina


unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan
melahirkan. Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting
hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting
berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak bila terjadi kembar.
Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya
berfungsi menghasilkan embrio untuk selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada
induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai
kemampuan untuk bunting. Biasanya percobaan dilakukan pada hewan sapi.

2.7.1 Proses dan


Tata Cara

Prinsip dasar dari transfer embrio meliputi beberapa perlakuan dengan


menggunakan teknik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchronization
(Sinkronisasi Birahi), artificial insemination (Inseminasi Buatan), embrio / eggs
recovery (Pengumpulan atau pemanenan embrio) dan embrio / eggs transfer
(Pemindahan embrio) (Assem dan El, 2005). Sebelum dilakukan transfer,
dilakukan produksi embrio. Menurut Wall et al (2009) produksi embrio terdiri
dari 2 cara yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro.

2.7.1.1 Produksi Embrio in Vivo

Mengambil atau memanen embrio yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi
betina donor (penghasil embrio), kemudian dipindahkan pada sapi betina yang
lain (betina resipien) untuk disimpan dalam keadaan beku (freeze embryo). Untuk
memperbanyak embrio yang dipanen, maka pada sapi-sapi betina donor biasanya
dilakukan teknik superovulasi, yaitu suatu perlakuan menggunakan hormon untuk
memperoleh lebih banyak sel telur (ovum) pada setiap periode tertentu. Sehingga
seekor sapi betina donor yang telah di-superovulasi dan kemudian dilakukan
inseminasi (memasukkan sel benih jantan pada uterus menggunakan alat tertentu),
akan menghasilkan banyak embrio untuk dipanen.

2.7.1.2 Produksi Embrio in Vitro

Sel telur didapatkan dengan cara mengambil sel-sel telur yang terdapat pada
indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong di rumah potong
hewan. Setelah diperoleh banyak sel telur, kemudian dilakukan pencucian dengan
larutan khusus, selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih baik dan
ditempatkan dalam cawan petri.

2.7.2 Manfaat Transfer Embrio


2.7.2.1. Meningkatkan mutu genetik ternak.
2.7.2.2 Mempercepat peningkatan produksi ternak.
2.7.2.3 Berpotensi mencegah terjangkitnya penyakit hewan menular yang
ditularkan lewat kelamin.

2.7.2.4 Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.

2.8 Vaksin Yang Efektif Terhadap Penyakit

Salah satu jenis penyakit viral yang menular dan sangat merugikan bagi
peternak unggas adalah Newcastle Disease (ND). Penyakit ini sangat berbahaya
dan sewaktu-waktu dapat menyerang ternak unggas. ND merupakan masalah
besar bagi dunia peternakan karena penyakit ini dapat menimbulkan angka
kematian yang sangat tinggi mencapai 100% dan waktu penyebarannya yang
sangat cepat (Tabbu, 2000).

Pencegahan penyakit virus yang efektif pada hewan adalah menjalankan


program manajemen yang ketat berupa program vaksinasi. Vaksinasi merupakan
usaha yang paling efektif untuk melindungi ternak. Beberapa faktor penting yang
harus diperhatikan dalam vaksinasi adalah metode vaksin, jadwal vaksin, waktu
pemberian vaksinasi, cara penyimpanan vaksin, jenis kelamin, dosis vaksin
(Yudhie, 2010), serta status imunologi ternak (Arzey, 2007). Dosis vaksin sangat
berpengaruh terhadap kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit. Roy et al.
(2000) telah membuktikan dengan melakukan vaksinasi terhadap ayam yang
berumur 59 hari dengan vaksin ND, kemudian terhadap kelompok ayam tersebut
ditantang (Challenge) dengan virus ND galur ganas asal itik . Hasil program
vaksinasi tersebut menunjukkan bahwa vaksin ND protektif 100%. Sementara itu,
pada kelompok ayam yang tidak divaksin, tidak satupun yang masih hidup setelah
ditantang . Dengan demikian, program vaksinasi sangatlah efektif untuk
pencegahan penyakit tetelo yang disebabkan olen virus ND asal itik.

Daftar Pustaka

Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi dan Kerbau.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Ciptadi, Gatot. 2007. Pemanfaatan Teknologi Kloning Hewan Untuk Konservasi


Sumber Genetik Ternak Lokal Melalui Realisasi Bank Sel Somatis. Malang :
Universitas Brawijaya. Diakses dari
https://ternaktropika.ub.ac.id/index.php/tropika/article/view/138 diakses pada
tanggal 12 September 2020

Wahjuningsih, Sri. dkk. 2019. Teknologi Reproduksi Ternak. Malang : UB Press.


Diakses dari https://books.google.co.id/books?
id=LcTRDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r
&cad=0#v=onepage&q&f=false diakses pada tanggal 12 September 2020

Pratama, Lutfhi. dkk. 2016. Pengaruh Dosis Vaksin Newcastle Disease Inaktif
pada Itik Betina Terhadap Jumlah Sel Darah Putih Dan Titier Antibodi.
https://media.neliti.com/media/publications/233214-pengaruh-dosis-vaksin-
newcastle-disease-ac4b6c69.pdf diakses pada tanggal 12 September 2020

Anda mungkin juga menyukai