Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)

AUTISME

NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN


03 1/4

Rs. Universitas Islam As-


Syafi’iyah TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH
Direktur Utama Rs. Universitas Islam As-
Syafi’iyah

3 Juli 2020

Ns. Ellisa dwi putri, S.Kep


Panduan asuhan keperawatan Autisme Pada Anak adalah panduan untuk
Pengertian memberikan asuhan keperawatan pada anak yang memiliki kebutuhan
khusus dengan gangguan perkembangan.
Definisi Operasional 1. Autisme
Anak dengan berkubutuhan khusus dan Gangguan perkembangan
pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri.
Gangguan perkembangan fungsi otak bersifat pervasive (inco) yaitu
meliputi gangguan kognitif , bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi sosial sehingga anak autisme mempunyai dunia
sendiri.

2. Klasifikasi
2.1 Pada kondisi autis ringan, autis masih menunjukan adanya
kontak mata walaupun tidak berlangsung lama dan anak
autis dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukan ekpresi-ekspresi muka, dalam
berkomunikasi dua arah meskipun terjadi hanya sesekali.
2.2 Pada kondisi autis sedang, menunjukan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya di
panggil. Dan tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti
diri sendiri, acuh, gangguan motorik yang sterotip
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
di kendalikan.
2.3 Pada kondisi autis berat, menunjukan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Memukulkan kepala
ketembok secara berulang dan terus menerus tanpa henti.
Dan ketika orangtua mencegah anak tidak merespon, tetap
melakukannya.
3. Etiologi
3.1 Penyebab autisme belum dapat di pastikan. Diyakini bahwa
gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan 0-4 bulan.
Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
3.2 Di temukan 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
pada lobus parietalis otaknya yang menyebabkan anak cuek
terhadap lingkungannya. Dan kelainan juga di temukan
pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI
dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris
daya ingat berfikir, belajar, berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi
gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Asesmen/ pengkajian 1. Pengkajian
keperawatan 1.1 Identitas klien : nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk rs, nomer
regiatrasi, dan diagnosa medis
1.2 Riwayat kesehatan sekarang: kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak bisa. Ada kedekatan
dengan benda tertentu dan dipegang dan selalu dibawa kemana-
mama saat ia pergi, bila senang mainan tidak mau mainan
lainnya, sterotip,
1.3 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan) :
sering terpapar zat toksik, seperti timbal, dan Cidera otak
1.4 Riwayat kesehatan keluarga : tanyakan adakah keluarga dengan
sakit yang sama, adakah riwayat sakit bawaan atau turunan.
1.5 Status Perkembangan Anak : kurang merespon orang lain, sulit
fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh, kesulitan
dalam belajar, kesulitan menggunakan ekpresi nonverbal,
keterbatasan kognitif.
1.6 Pemeriksaan fisik : anak tertarik pada sentuhan/menyentuh,
terdapat ekolalia, sulit fokus, peka terhadap bau, tertarik pada
suara tapi bukan makna benda tersebut.
1.7 Psikososial : menarik diri dan tidak responsif, memilili sikap
menolak perubahan secara ekstrem, keterikatan yang tidak pada
tempatnya dengan objek, perilaku menstimulasi diri, pola tidur
tidak teratur, permainan sterotip, perilaku destruktif terhadap
diri sendiri dan orang lain, tantrum yang sering, peka terhadap
suara-suara yg lembut bukan pada suara pembicaraan,
kemampuan bertutur kata menurun, menolak konsumsi
makanan yang tidak halus.

Diagnosa Keperawatan 1. Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.


2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya
tugas perkembangan.

Kriteria Evaluasi / 1. Risiko mutilasi diri


Nursing Outcome Rasa gelisah di pertahankan pada tingkat anak merasa tidak
memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri, anak mulai interaksi
antara diri dan perawat apabila merasa cemas
2. Gangguan komunikasi verbal
Anak mulai mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti
oleh orang lain, pesan-pesan nonverbal anak sesuai dengan
pengungkapan verbal, anak mulai berinteraksi verbal dan nonverbal
dengan orang lain
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan
Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain, anak
menggunakan kontak mata, sifat responsif pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain,
anak tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya
tugas perkembangan.
Anak mampu membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan
bagian-bagian dari tubuh orang lain, anak menceritakan
kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan
menghentikan ekolalia dan ekopraksia.

Tindakan Keperawatan 1. Risiko mutilasi


a. Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman,
lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku
merusak diri.
b. Kaji dan tentukan penyebab perilaku-perilaku mutilatif
sebagai respon terhadap kecemasan
c. Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat
anak memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk
mencegah menarik-narik rambut, pemberian bantal yang
sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-
gerakan histeris
d. Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu-waktu
meningkatnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
2. Gangguan Komunikasi verbal
a. Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami
tindakan-tindakan dan komunikasi anak
b. Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai
kepuasan pola komunikasi terbentuk
c. Gunakan teknik validasi konsensual dan klarifikasi untuk
menguraikan kode pola komunikasi
d. Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk
menyampaikan ekpresi-ekpresi nonverbal yang benar
dengan menggunakan contoh
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan
a. Jalin hubungan satu-satu dengan anak untuk meningkatkan
kepercayaan
b. Berikan benda-benda yang dikenal (misal mainan kesukaan)
untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distres
c. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan
ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
d. Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak
mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan
sentuhan, senyuman dan pelukan
e. Dengan kehadiran anda beri dukungan pada anak yang
berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang
lain di lingkungannya.
4. Gangguan identitas diri
a. Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah
selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian
dan makan
b. Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian
tubuhnya
c. Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap,
menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-
perbedaan antara anak dengan perawat. Berhati-hati dengan
sentuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
d. Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian
dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan
lukisan serta gambar-gambar dari anak.

Evaluasi 1. Anak mendemontrasikan perilaku-perilaku alternativ (mulai


interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respon terhadap
kecemasan
2. Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsif dan kontak mata dalam
waktu yang telah di tentukan
3. Anak akan mendemontrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsif pada wajah
4. Anak akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang
telah ditentukan

Informasi dan edukasi 1. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara lebih baik
2. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
3. Terapi perilaku : anak autis seringkali prustasi. Teman-teman
seringkali tidak memahami mereka. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untum memperbaiki perilakunya

Daftar Pustaka Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1.
Jakarta: Salemba Medika

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

ELLISA DWI PUTRI / 2720170060

Anda mungkin juga menyukai