AUTISME
3 Juli 2020
2. Klasifikasi
2.1 Pada kondisi autis ringan, autis masih menunjukan adanya
kontak mata walaupun tidak berlangsung lama dan anak
autis dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukan ekpresi-ekspresi muka, dalam
berkomunikasi dua arah meskipun terjadi hanya sesekali.
2.2 Pada kondisi autis sedang, menunjukan sedikit kontak mata
namun tidak memberikan respon ketika namanya di
panggil. Dan tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti
diri sendiri, acuh, gangguan motorik yang sterotip
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
di kendalikan.
2.3 Pada kondisi autis berat, menunjukan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Memukulkan kepala
ketembok secara berulang dan terus menerus tanpa henti.
Dan ketika orangtua mencegah anak tidak merespon, tetap
melakukannya.
3. Etiologi
3.1 Penyebab autisme belum dapat di pastikan. Diyakini bahwa
gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan 0-4 bulan.
Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
3.2 Di temukan 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
pada lobus parietalis otaknya yang menyebabkan anak cuek
terhadap lingkungannya. Dan kelainan juga di temukan
pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI
dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris
daya ingat berfikir, belajar, berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi
gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Asesmen/ pengkajian 1. Pengkajian
keperawatan 1.1 Identitas klien : nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk rs, nomer
regiatrasi, dan diagnosa medis
1.2 Riwayat kesehatan sekarang: kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak bisa. Ada kedekatan
dengan benda tertentu dan dipegang dan selalu dibawa kemana-
mama saat ia pergi, bila senang mainan tidak mau mainan
lainnya, sterotip,
1.3 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan) :
sering terpapar zat toksik, seperti timbal, dan Cidera otak
1.4 Riwayat kesehatan keluarga : tanyakan adakah keluarga dengan
sakit yang sama, adakah riwayat sakit bawaan atau turunan.
1.5 Status Perkembangan Anak : kurang merespon orang lain, sulit
fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh, kesulitan
dalam belajar, kesulitan menggunakan ekpresi nonverbal,
keterbatasan kognitif.
1.6 Pemeriksaan fisik : anak tertarik pada sentuhan/menyentuh,
terdapat ekolalia, sulit fokus, peka terhadap bau, tertarik pada
suara tapi bukan makna benda tersebut.
1.7 Psikososial : menarik diri dan tidak responsif, memilili sikap
menolak perubahan secara ekstrem, keterikatan yang tidak pada
tempatnya dengan objek, perilaku menstimulasi diri, pola tidur
tidak teratur, permainan sterotip, perilaku destruktif terhadap
diri sendiri dan orang lain, tantrum yang sering, peka terhadap
suara-suara yg lembut bukan pada suara pembicaraan,
kemampuan bertutur kata menurun, menolak konsumsi
makanan yang tidak halus.
Informasi dan edukasi 1. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara lebih baik
2. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
3. Terapi perilaku : anak autis seringkali prustasi. Teman-teman
seringkali tidak memahami mereka. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untum memperbaiki perilakunya
Daftar Pustaka Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1.
Jakarta: Salemba Medika