Anda di halaman 1dari 9

10.

3 Sumber-sumber Penerimaan Daerah

Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan satu daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan Jain lain pendapatan, sedangkan pembiayaannya bisa bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pembicaraan selanjutnya meliputi masing-masing
komponen dari pendapatan daerah dan sumber pembiayaan daerah yang berasal dari
pinjaman, karena sumber pembiayaan lainnya sudah dianggap cukup jelas.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah sah
(yang meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan
komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah). Dalam upaya meningkatkan PAD,
pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan tentang pendapatan yang
menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan
impor/ekspor, sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Ketentuan mengenai pajak
daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Dana Perimbangan. Dana perimbangan terdiri atas: (i) dana bagi hasil, (ii) dana alokasi
umum, dan (iii) dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggaran
dalam APBN.
(i). Dana Bagi Hasil. Dana ini bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi
hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi antara
pusat, provinsi dan kabupaten/kota sebagai pada Tabel 10.1. Sedangkan dana bagi hasil
dari sumber daya alam yang berasal dari:kehutanan, pertambanganumum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangarn gas bumi, dan pertambangan panas bumi
dibagi sebagai pada Tabel 10.2.

Tabel 10.1: Pembagian Dana Bagi Hasil dari Pajak Antar Pemerintahan
Keterangan Pusat Provinsi Kab/Kota
Pemerintahan PBB (-9% bea pemungutan) 9% 16,2% 64,8%
10% dari bagian pemerintahan Pusat - - 65%¹)
35%²)
Penerimaan BPHTB 20% 16% 64%
20% dari pemerintahan Pusat - - Rata¹)
Penerimaan Pph Ps 25, Ps 29, dan Psl 21 80% 8% 12%
(dilaksanakan tiap triwulan)

1. Dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota.


2. Dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun
selumnya mencapai / melebihi rencana penerimaan sektor tertentu.
3. BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Suber: UU No. 33 pasal 12 dan 13.

Tabel 10.2 Pembagian Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam antar Pemerintahan

Keterangan Pusat Provinsi Kab/Kota

Dana Bagi Hasil dari Kehutanan - - -


- luran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) 20% 16% 64%
- Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 20% 16% 32%
32% Rata
- Dana Reboisasi 60% - 40%

Dana Bagi Hasil dari Pertamb. Umum - - -


- Penerimaan iuran tetap 20% 16% 64%
- Royalti 20% 16% 32%
32% lain
Dana Bagi Hasil Perikanan:
- Penerimaan Pungutan Pengusahaan 20% - 80%
- Penerimaan Pungutan Hasil

0,5%
Dana Bagi Hasil Pertamb. Minyak Bumi 6% penghasil
(setelah dikurangi pajak) 84,5% 3% 6% lainnya

0,5%
Dana Bagi Hasil Pertam. Gas Bumi 12% penghasil
(setelah dikurangi pajak) 69,5% 6% 12% lainnya

Dana Bagi Hasil Pertambangan Panas Bumi 20% 16% 32% penghasil
32% lainnya
 Provinsi, Kab/Kota berarti provinsi atau kabupaten/kota penghasil.
1) Rata untuk semua kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
2) Untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional.
3) Untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.
4) Untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dibagi rata
5) Dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupater/kota di seluril 31 Indonesia.
6) Dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (0,1% di pr 0,2% di
kabupaten/kota penghasil, dan 0,2 % di kabupater/kota lain di pin bersangkutan).
7) Tidak lebih dari 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APN
tahun berjalan, sedangkan kalau melebihi 130% penyalurannya dilakukan melale
mekanisme APBN Perubahan. Pelanggaran akan dikenakan sanksi administras berupa
pemotongan atas penyaluran dana bagi hasil sektor minyak bumi dan gas bumi.

Tabel 10.3 berikut menunjukkan jumlah dana bagi hasil untuk seluruh kabupaten/kota dan
seluruh provinsi di Indonesia. Dana bagi hasil dari pajak baik di tingkat kabupaten/kota maupun
di tingkat provinsi selalu mengalami kenaikan dan lebih besar dari dana bagi hasil dari sumber
daya alam. Secara keseluruhan dana dari sumber ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun
sekitar 1 sampai 6 persen.

Tahel 10.3: Dana Bagi Hasil di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008

1. Seluruh Kabupaten/Kota (2+3) 41.149 41.807 43.628


2. Dana Bagi Hasil dari Pajak 22.441 21.908 25.628
3. Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam 18.708 19.899 18.171
4. Seluruh Provinsi (5+6) 19.063 19.259 21.067
5. Dana Bagi Hasil dari Pajak 10.281 12.613 13.567
6. Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam 8.782 6.646 7.500
7. Dana Bagi Hasil Indonesia (1+4) 60.212 61.066 64..695
8. Kenaikan per tahun untuk Indonesia - 1,42% 5,94%

(ii). Dana Alokasi Umum. ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam
negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah
ini adalah untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota. jumlah DAU yang diterima oleh
satu daerah (provinsi, kabupaten/kota) adalah apa yang disebut celah fiskal dan alokasi dasar.
Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal Jumlah DAU keseluruhan Dasar untuk menentukan berapa
dikurangi dengan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji
Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk,
luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita, dan
indeks pembangunan manusia. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah
yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.

Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/ kota ditetapkan berdasarkan rasio
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU atas dasar celah fiskal untuk satu
daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan
dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan
antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah
provinsi. Perhitungan yang sama berlaku juga untuk daerah kabupaten/kota.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol (kebutuhan fiskalnya kapasitas
fiskalnya) menerima DAU sebesar alokasi dasar. nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi
nilai celah fiskal. Daerah memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau
lebih besar dari alokasi dasar tidak Daerah yang memiliki yang menerima DAU.

Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal dihitung dengan memakai data yang diperoleh dari
lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintan yang berwenang menerbitkan data
yang dapa dipertanggungjawabkan. formula dan penghitungan DAU dengan memperhat
pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupalen dan kota ditetapkan dengan
Keputusan Presiden dan disalurkan setiap bulan sebelum bulan bersingkuten masing-masing
sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan. Data DAU untuk seluruh
provinsi dan seluruh kabupaten/kota disajikan pada tabel berikut:

Tabel 10.4: DAU Provinsi dan Kabupaten/kota di Indonesia, 2006- 08 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008

Seluruh Provinsi 14.571 16.478 17.825


Seluruh Kabupaten/Kota 128.898 148.956 158.758
Jumlah seluruh DAU (Indonesia) 143.469 165.434 176.583
Kenaikan untuk Indonesia - 15,31% 6,75%

Jumlah DAU yang diterima oleh kabupaten/kota sekitar 9 kali lipat dibandingkan dengan
yang diterima oleh semua provinsi. Salah satu sebab adalah jumlah kabupaten/kota jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah provinsi di Indonesia. Sayang sekali tidak ada informasi
mengenai DAU yang diterima oleh masing- masing provinsi dan kabupaten/kota.

(iii). Dana Alokasi Khusus(DAK). DAK dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan
setiap tahun dalam APBNuntukmendanaikegiatankhusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Pemerintah pusat menetapkan kriteria
DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khusus
ditetapkan dengan emperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah.
oleh kementerian negara/departemen teknis. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana
pendamping sekurang-kurangnya persen) dari alokasi DAK. Dana pendamping tersebut
dianggarkan dalam APBD. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan
menyediakan dana pendamping. Dana DAK yang diterima oleh provinsi dan kabupaten/kota di
Indonesia tahun 2006-2008 adalah sebagai pada Tabel 10.5 berikut:

Tabel 10.5: DAK Provinsi dan Kabupaten di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008

Seluruh Provinsi 20 775 1.491


Seluruh Kabupaten/Kota 11.773 16.976 20.407
Jumlah seluruh DAU (Indonesia) 11.793 17.751 21.898
Kenaikan untuk Indonesia - 50,52% 23,36%

Jumlah DAK yang diterima oleh kabupaten/kota hampir 600 kali lipat (2006), 22 kali lipat
(2007), dan 14 kali lipat (2008) dibandingkan dengan jumlah DAK yang diterima oleh semua
provinsi untuk tahun yang sama. Salah satu sebab adalah jumlah kabupaten/kota jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah provinsi di Indonesia. Beberapa penulis mengatakan
bahwa banyak provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mengusahakan DAK. DAK secara
keseluruhan, yakni untuk seluruh provinsi dan untuk seluruh kabupaten/kota mengalami
kenaikan tiap tahun, Sayang sekali tidak ada informasi mengenai DAK yang diterima oleh
masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
3. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat.
Pendapatan tidak mengikat. Hibah kepada daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan
melalui pemerintah pusat. Hibah dituangkan dalam satu naskah perjanjian antara pemerintah
daerah dan pemberi hibah Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara
pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dar dalam negeri maupun luar negeri
diatur dengan Peraturan 3. Lain-lain Pendapatan. hibah merupakan bantuan yang Pemerintah.

Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak
yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat
digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden.
Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis
solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh pemerintah
setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Data berikut ini menunjukkan bahwa
pendapatan lain-lain yang sah di tingkat kabupaten mengalami penurunan sekitar 2 persen; ini
mungkin menunjukkan jumlah keadaan memerlukan dana darurat seperti misalnya gempa
bumi, banjir dan lain-lainnya berkurang di tahun 2008 dibandingkan dengan kejadian yang sama
di tahun 2007.

Tabel 10.6: Dana Lain-lain yang Sah di Indonesia, 2006-2008 (miliar Rp)

Keterangan 2006 2007 2008

Seluruh Provinsi 5.166 6.314 7.316


Seluruh Kabupaten/Kota 2.693 20.125 18.602
Indonesia (jumlah) 7.859 26.439 25.918
Pertumbuhan untuk Indonesia - 236,42% -1,97%

10.4 Pinjaman Daerah

Pengertian dan batasan pinjaman. Pinjaman daerah adalah Semua transaksi yang
mengakibatkan pemerintah daerah menerima pihak lain sehingga pemerintah daerah tersebut
dibebani kewajiban Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman atau
menerima manfaat yang bernilai uang dari uang sejumlah unruk membayar kembali.
Pemerintah pusat yang dalam hal ini Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
memperhatikan hal-hal berikut:

 keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional


 tidak melebih 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik nasional, Bruto tahun
bersangkutan.

Penentuan batas maksimum tersebut dilakukan selambat- lambatnya bulan Agustus untuk
tahun anggaran berikutnya, dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah
tidat dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar neger dan pelanggaran
terhadapnya dikenakan sanksi administrat berupa penundaan dan/atau pemotongan atas
penyaluran dana perimbangan oleh Menteri Keuangan.

Sumber pinjaman. Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat.

Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam negeri atau
dari luar negeri. Pinjaman pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar negeri dapat
dinyatakan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian penerusan
pinjaman kepada pemerintah daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah yang
bersangkutan. Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah daerah lainnya, lembaga
keuangan bank dan bukan bank dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan ke dua belah
pihak, sedangkan yang bersumber dan masyarakat berupa obligasi daerah diterbitkan melalui
pas modal.

Jangka Waktu dan Penggunaan Pinjaman. Pinjaman daerah mungkin berupa:

1. Pinjaman jangka pendek, yang merupakan pinjaman dalam jangka waktu kurang atau
sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun
anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek ini hanya dapat dipergunakan
untuk menutup kekurangan arus kas dan dapat dilaksanakan tanpa minta persetujuan
DPRD.
2. Pinjaman jangka menengah, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang
tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini
dipergunakan ahik membiayai penyediaan layanan umum yang tidak penerimaan dan
harus mendapatkan menghasilkan persetujuan DPRD sebelumnya.
3. Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban nembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, hunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya
sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini
dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan dan
harus mendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.

Persyaratan Pinjaman. Pemerintah daerah yang ingin endapatkan pinjaman harus


memperhatikan beberapa ketentuan dan persyaratan, yakni:

1. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah, serta pinjaman dari pihak lain tidak
boleh dipakai sebagai jaminan;
2. Pemerintah daerah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang berasal dari pernerintah pusat.
3. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun
sebelumnya;
4. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pirjaman ditetapkan oleh
pemerintah pusat; dan Obligasi daerah. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi
daerah dalam mata uang rupiah di pasar modal domestik yang nilai nominalnya pada
saat jatuh tempo sama dengan nilai nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang
dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek
tersebut dapat dijadikan jaminan untuk obligasi daerah yang akan dikeluarkan.
Pemerintah pusat tidak menjamin obligasi daerah.

Prosedur dan pengelolaan penerbitan obligasi daerah. Penerbitan obligasi daerah ditetapkan
dengan peraturan daerah, di ditentukan bahwa kepala daerah terlebih dahulu harus
mendapatkan persetujuan DPRD dan dari pemerintah pusat. Persetujuan tersebut hanya
diberikan atas nilai bersih maksimal obligasi daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan
APBD. Nilai tersebut hanS telah meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang
timbul sebagai akibat penerbitan obligasi daerah dimaksud.

Penerbitan obligasi daerah wajib mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar


modal, yang antara lain harus mencantumkan :

a. nilai nominal;
b. tanggal jatuh tempo;
c. tanggal pembayaran bunga;
d. tingkat bunga (kupon);
e. frekuensi pembayaran bunga;
f. cara perhitungan pembayaran bunga;
g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi daera sebelum jatuh tempo; dan
h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh kepala daerah yang sekurang-kurangnya
meliputi:

a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan


pengendalian risiko;
b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah
c. penerbitan obligasi daerah;
d. penjualan obligasi daerah melalui lelang
e. pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo.
f. pelunasan pada saat jatuh tempo; dan
g. pertanggungjawaban.

Hasil penjualan obligasi daerah dan peruntukannya. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan
obligasi daerah untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Penerimaan dari investasi sektor publik yang dibiayai
melalui obligasi daerah digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok obligasi
daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas daerah. Dana untuk membayar bunga dan pokok
pinjaman disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut.
Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan dana yang disediakan, Kepala
Daerah melakukan pembayaran dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada
DPRD dalam pembahasan Perubahan APBD.

Pelaporan dan Sanksi. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan
dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan dan pemerintah daerah wajib melaporkan
posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah pusat setiap semester
dalam tahun anggaran berjalan. Kalau aporan tersebut tidak dibuat, pemerintah pusat dapat
menunda penyaluran dana perimbangan yang menjadi hak pemerintah daerah yang
bersangkutan. Sedangkan kalau pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar
pinjamannya kepada pemerintah pusat, kewajiban membayar pinjaman tersebut
diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi
hak pemerintah daerah yang bersangkutan. Ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10.5 Dana Dekonsentrasi

Pengertian. Dekonsentrasi berbeda dengan desentralisasi. Dekonsentrasi menyangkut


pelimpahan dan bukannya penyeraha kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah

Anda mungkin juga menyukai