Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposisi penduduk lansia di negara maju maupun negara berkembang meningkat
dengan sangat pesat. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan angka fertilitas (kelahiran) dan
mortalitas (kematian), serta peningkatan angka harapan hidup (life expectancy), yang
mengubah struktur penduduk secara keseluruhan (Dunia, 2017). Di Indonesia, populasi lansia
pada tahun 2000 (17,2 juta) meningkat 3 kali lebih besar dari pada tahun 1970 (5,3 juta). Pada
tahun 2020, jumlah dan proporsi kelompok lansia di Indonesia diprediksi akan mencapai 28
juta jiwa dan 9,5% (Trihandini, 2007). Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa
2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun
2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan
UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%).
Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun
2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%).
Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi
lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi
lansia adalah 7,58%).
Besarnya populasi lansia di Indonesia dapat membawa dampak positif maupun negatif
pada masa yang akan datang. Kondisi ini akan memberikan dampat positif apabila penduduk
lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk
lansia akan menjadi beban apabila lansia memiliki masalah penurunan kesehatan yang
nantinya akan berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan. Meningkatnya populasi
lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan
kepada kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak
menjadi beban bagi masyarakat. Berbagai kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah
di antaranya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1) Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah dengan pelayanan
aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan melalui peningkatan upaya
penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan
untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum,
keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan
olahraga khusus; 4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan
administrasi pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada
sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket
perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket rekreasi, penyediaan tempat duduk
khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut
usia (Adi et all, 2013).
Selain kesehatan yang berkaitan dengan lansia, kondisi kesehatan wanita juga merupakan
salah satu hal yang cukup diperhatikan oleh pemerintah. Keikutsertaan Indonesia selaku
anggota PBB dalam menyetujui Deklarasi Millenium pada tahun 2000 memberi isyarat bahwa
Indonesia sudah membuka diri (bahkan memberikan komitmen) untuk mendukung gerakan
2

kesetaraan gender (gender equity). Komitmen ini tertuang secara umum dalam Millenium
Development Goals, tujuan ketiga tentang promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan
wanita dan juga tujuan kelima tentang perbaikan kesehatan ibu (United Nations 2005).
Kondisi kesehatan wanita di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan terutama pada remaja
wanita. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang mendata perempuan
berusia 10-54 tahun masih di dapatkan kehamilan pada usia yang dangat muda (<15 tahun)
meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%) terutama di pedesaan (0,03%).
Sedangkan kehamilan pada usia 15-19 tahun adalah 1,97% di ppedesaan lebih tinggi
disbanding perkotaan. Kehamilan pada remaja dapat memberikan dampak negative pada
kesehatan remaja dan bayinya serta dapat berdampak pada lingkungan sosial dan ekonomi.
Kehamilan pada remaja dapat memberikan resiko terjadinya kelahiran premature, berat badan
bayi lahir rendah (BBLR), pendarahan persalinan dan lain sebagainya yang dapat
meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi. persalinan pada ibu di bawah usia 20 tahun
memberikan dampak yang besar dalam peningkatan angka kematian neonatal, bayi, dan
balita. SKDI 2012 mendapatkan bahwa angka kematian neonatal, postneonatal, bayi, dan
balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan ibu usia
20-39 tahun. Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi termasuk indicator
Milleninum Development Goals (MDGs) yang harus diturunkan menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup (KH) pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan wanita
sangat berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan kesehatan nasional.
Indikator dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat yaitu perbaikan akses
pelayanan keshetan ibu, anak, remaja, usia reprosuksi, dan lanjut usia. Berdasarkan kondisi
yang terjadi di atas, angka kesehatan lansia dan angka kesehatan wanita masih belum cukup
untuk dikatakan memenuhi standar sehingga memerlukan perhatian yang lebih khusus baik
dari pemerintah baik dari kalangan masyarakat itu sendiri. Untuk mewujudkan hal tersebut
maka pendekatan kesehatan bagi lansia dan wanita masih sangat diperlukan demi menjudkan
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik guna meningkatkan pembangunan
kesehatan nasional di Indonesia.
3

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana meningkatkan kesehatan pada kelompok wanita hamil dan lansia ?
1.2.2 Apakah tingkat kesehatan pada kelompok wanita hamil dan lansia mempengaruhi
pembangunan kesehatan nasional?
1.2.3 Apakah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pada kelompok
wanita hamil dan lansia?
1.2.4 Apa sajakah indikator yang perlu dicapai untuk peningkatan kesehatan wanita hamil
dan lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk meningkatkan kesehatan pada kelompok perempuan dan usia lanjut
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan kelompok perempuan dan usia lanjut
dalam pembangunan kesehatan nasional
1.3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pada perempuan
dan usia lanjut.
1.3.4 Untuk mengetahui indikator-indikator peningkatan kesehatan pada usia lanjut dan
perempuan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan informasi dan wawasan tentang pentingnya kesehatan perempuan dan
usia lanjut dalam pembangunan kesehatan nasional
1.4.2 Untuk mengedukasi kepada masyarakat khususnya perempuan dan lanjut usia tentang
peningkatan kesehatan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Masyarakat
Pemerintah Indonesia saat ini terus melakukan pengembangan di segala aspek
kehidupan manusia untuk mensejahterakan rakyat khususnya dalam bidang kesehatan
sebagaimana sudah diamanatkan dalam Millenium Develoment Goals (MDGs). MDGs
merupakan kesepakatan dari Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
di New York, Amerika Serikat (AS) yang dilaksanakan pada tanggal 6-8 september 2000
dengan tujuan untuk menciptakan dunia yang lebih sejahtera, adil serta damai. (Sihombing,
2013).
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita,
yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia.Program ini didukung oleh program
sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program
Indonesia Sejahtera.Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama
Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.(Menteri Kesehatan RI,
2016)
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai
dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019,
yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya
pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan
pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan,
obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan. Program Indonesia
Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma
sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional
(JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan
masyarakat.Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan
pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.Pelaksanaan JKN
dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan
biaya.Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.(Menteri
Kesehatan RI, 2016)
2.1.1 Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan Masyarakat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, peraturan kesehatan masyarakat didasarkan oleh :
5

- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4421 );
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negera Republik Indonesia Nomor 4456);
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005- 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
- Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
- Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 100);
- Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-1019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 3);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2269/Menkes/Per/XI/2011 tentang Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 755);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan
dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1318);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 967);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 825);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676);
6

- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan


Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 135);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 403);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1775);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1755);
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 761); (Menteri Kesehatan RI, 2016)
2.1.2 Indikator Kesehatan Masyarakat
a. Kelompok Indikator Kesehatan Reproduksi

1. Penggunaan alat kontrasepsi (MKJP)


Penggunaan alat kontrasepsi dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) yaitu sterilisasi pria, sterilisasi wanita, IUD/AKDR/Spiral, diafragma,
susuk/implant pada pasangan usia subur umur 15-49 tahun (Kemenkes, 2013).
2. Pemeriksaan Kehamilan (K4 : 1-1-2)
Frekuensi pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan minimal dilakukan 1
kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester
ketiga (Depkes, 2008c; Kemenkes, 2010b; & Kemenkes, 2010e).
b. Kelompok Indikator Pelayanan Kesehatan

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan


Proses persalinan dibantu tenaga kesehatan dan dilaksanakan di fasilitas
kesehatan dengan unit analisis balita. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter
kandungan, dokter umum, dan bidan. Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah RS
pemerintah, RS swasta, Rumah Bersalin, Klinik, Praktek Nakes, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, dan Polindes/ Poskesdes (Depkes, 2008c).
2. . Proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per penduduk
7

Proporsi desa dalam satu kabupaten yang memiliki kecukupan rasio jumlah
bidan per jumlah penduduk desa.Rasio jumlah bidan cukup jika dalam 1 desa memiliki
minimal 1 bidan per 1.000 penduduk (Kemenkes, 2010f).
3. Kepemilikan Jaminan Pelayanan Kesehatan
Penduduk yang memiliki minimal satu jenis jaminan pelayanan kesehatan.
Jenis jaminan yang dimaksud adalah Askes/JPK PNS/Veteran/Pensiun, JPK
Jamsostek, Asuransi Kesehatan Swasta, Tunjangan Kesehatan Perusahaan,
Jamkesmas, Jamkesda (Kemenkes, 2010d). d. Kelompok indikator perilakukesehatan
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik cukup adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau
sedang atau keduanya dalam seminggu berdasarkan kriteria WHO GPAQ (Global
Physical Activity Questionaire). Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang dilakukan
secara terus menerus minimal sepuluh menit selama minimal tiga hari dalam satu
minggu dengan total waktu beraktivitas >= 1500 MET minute. MET minute aktivitas
fisik berat adalah lamanya waktu (menit) melakukan aktivitas dalam satu minggu
dikalikan bobot sebesar 8 kalori. Aktivitas fisik sedang apabila melakukan aktivitas
fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima hari dengan total lamanya
beraktivitas 150 menit dalam satu minggu (WHO, 2012b).
c. Kelompok Indikator Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risikonya

1. Hipertensi
Ibu hamil preeklamsi yang diukur sistol dan diastolnya pada saat penelitian.
Hipertensi adalah jika tekanan darah sistol lebih besar sama dengan 150 mmHg atau
tekanan darah diastol lebih besar sama dengan 90 mmHg (National Institute of Health,
2004).
2. Diabetes Mellitus
Ibu hamil yang pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter. Ibu
yang terkena diabetes mellitus pada saat kehamilan anaknya lebih besar > 4 kg.
3. Gangguan Mental (Kesehatan jiwa)
Ibu hamil yang pernah mengalami gangguan kesehatan jiwa. Gangguan
kesehatan jiwa ditetapkan menggunakan metode SRQ-20. Kesehatan jiwa terganggu
jika mempunyai skor 6 ke atas (Lewis, G. H., Thomas, H. V., Cannon, M. & Jones, P.
B., 2001).
4. Kesehatan gigi dan mulut
Kesehatan gigi dan mulut ibu hamil yang mempunyai masalah dengan gigi
dan/ atau mulut dalam 12 bulan terakhir.
2.1.3 Pengaruh Kehamilan Pada Lanjut Usia
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan
waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat
perkembangan anatomis dan fisiologik sama. Penyebab kematian maternal dari faktor
reproduksi diantaranya adalah maternal age atau usia ibu. Dalam kurun reproduksi
8

sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun
sampai dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat
kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun
Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima
tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin
meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Begitu
juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil. Umur
ibu yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk
melahirkan bayi asfiksia. Primi tua adalah usia ibu yang melahirkan lebih dari 35
tahun. Pada wanita umur tersebut ada kecenderungan besar untuk terjadinya pre
eklamsi dan hipertensi yang dapat menyebabkan perdarahan dan persalinan terlalu
dini.

2.2 Ibu hamil


2.2.1 Keadaan Kesehatan Ibu Hamil di Indonesia
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator
Angka Kematian Ibu (AKI).AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh
di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, tetapi
juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya
terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun
kualitas
2.2.2 Angka Kematian Ibu
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat
semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera.
Angka kematian ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh
dari target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, meskipun
jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami
peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara lain oleh kualitas
pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak
sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu adalah
hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini dapat
diminimalkan apabila kualitas antenatal care dilaksanakan dengan baik.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat
antara lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita
diabetes, hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda < 20 tahun,
terlalu tua > 35 tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun, dan terlalu banyak
anaknya > 3 orang). Sebanyak 54,2 per 1000 perempuan di bawah usia 20
tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang melahirkan pada usia di
9

atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Masalah ini diperberat
dengan fakta masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat
muda (< 20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.
(Menteri Kesehatan RI, 2016)
Dalam rangka upaya percepatan penurunan AKI maka pada tahun 2012
Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and
Neonatal Survival (EMAS) yang diharapkan dapat menurunkan angka
kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi
dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu
Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan. Dasar pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total
kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut.
Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut
diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara
signifikan. (Kemenkes RI, 2017)
Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian neonatal melalui : 1) meningkatkan kualitas pelayanan emergensi
obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300
Puskesmas/Balkesmas PONED) dan 2) memperkuat sistem rujukan yang
efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit. (Kemenkes RI, 2017)
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan
bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi,
kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga
berencana. (Kemenkes RI, 2017)
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan
terdiri dari : (1) pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi
Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu
bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu nifas, (5) Puskesmas melaksanakan kelas
ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), dan (6) pelayanan kontrasepsi(Kemenkes RI, 2017)

Gambar 2.1. Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1991-2012


10

Pada gambar diatas diketahui berdasarkan data SDKI, selama periode tahun
1991-2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228
per 100.000 kelahiran hidup.Namun pada SDKI 2012 angka kematian ibu
kembali naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target
102 pada tahun 2015 diperkirakan sulit tercapai dimana angka tersebut
semakin jauh dari target MDGs 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Gambar 2.2 Penyebab Kematian Ibu Tahun 2010-2013

Gambar diatas dapat dilihat bahwa penyebab kematian ibu terbesar


adalah perdarahan sedangkan partus lama adalah penyebab kematian ibu
terendah. Yang dimaksud penyebab kematian ibu lain-lain adalah penyebab
kematian yang secara tidak langsung, seperti kondisi penyakit kanker, ginjal,
jantung, TB atau penyakit lain yang diderita ibu. Hal ini menuntut peran besar
rumah sakit dalam menangani kasus tersebut (infodatin, 2014)
Gambar 2.3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di
Indonesia Tahun 2004-2013
11

Gambar 2.4 Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil K1, K4, dan persalinan
oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia Tahun 2004-2013

Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat


dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4.Cakupan K1 adalah jumlah ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga
kesehatan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada
kurun waktu satu tahun.Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit
empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan
jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu
tahun.Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap
ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
ke tenaga kesehatan.
12

2.2.3 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin
agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas,
Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan
selama rentang usia kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan
menjadi trimester pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan
kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen pelayanan sebagai
berikut: 1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 2.
Pengukuran tekanan darah. 3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). 4.
Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri). 5. Penentuan status imunisasi
tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi. 6.
Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. 7.
Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ). 8. Pelaksanaan
temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk
keluarga berencana). 9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes
hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan
darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya). 10. Tatalaksana kasus.
Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu
hamil juga harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu minimal
satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal satu
kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua
kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan).
Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
terhadap ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.

2.3 Lansia
2.3.1 Definisi Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang


telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,
endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia
sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
13

Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia.
Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010)
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World
Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun
2.1.4 Kondisi Lansia di Indonesia
Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa
dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia
berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah
penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah penurunan kesehatan
yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan, penurunan
pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak adanya dukungan sosial dan
lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia.
Komposisi penduduk tua bertambah dengan pesat baik di negara maju
maupun negara berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan angka fertilitas
(kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka harapan hidup (life
expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara keseluruhan. Proses
terjadinya penuaan penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya:
peningkatan gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, hingga kemajuan tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi yang semakin baik. Secara global populasi lansia
diprediksi terus mengalami peningkatan.
Gambar 2.5 populasi lansia secara global
14

Sumber: UN, Departement of Economic and Social Affairs, Population Division


(2017). World Population Prospects, the 2017 Revision, custom data acquired via
website.
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia
tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun
2035 (48,19 juta).
Gambar 2.6 Piramida Penduduk Indonesia, Tahun 1971, 2000, 2017

Sumber : SP 1971, SP 2000 dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2017

Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat sekitar
dua kali lipat (1971-2017), yakni menjadi 8,97 persen (23,4 juta) di mana lansia
perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (9,47
persen banding 8,48 persen). Selain itu, lansia Indonesia didominasi oleh kelompok
umur 60-69 tahun (lansia muda) yang persentasenya mencapai 5,65 persen dari
15

penduduk Indonesia, sisanya diisi oleh kelompok umur 70-79 tahun (lansia madya)
dan 80+ (lansia tua). Pada tahun ini sudah ada lima provinsi yang memiliki struktur
penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10 persen, yaitu : DI
Yogyakarta (13,90 persen), Jawa Tengah (12,46 persen), Jawa Timur (12,16 persen),
Bali (10,79 persen) dan Sulawesi Barat (10,37 persen).

2.1.5 Angka Kejadian Penyakit Pada Lansia


Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat
proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada
usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga
rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia di
antaranya hipertensi, stroke,diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik.
Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia dan
hepatitis. Hasil Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit
Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, artris, stroke, Penyakit Paru Obstrukf
Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus (DM)
Gambar 2.7 Angka kejadian penyakit di Indonesia

Sumber: Riskesdas 2013, Kementerian Kesehatan


Angka kesakitan (morbidity rates) lansia adalah proporsi penduduk lansia yang
mengalami masalah kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu
bulan terakhir. Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan tergolong sebagai
indikator kesehatan negatif. Semakin rendah angka kesakitan, menunjukkan derajat
kesehatan penduduk yang semakin baik.

Gambar 2.8 Angka Kesakitan Penduduk Lansia, 2015-2017


16

Sumber : BPS, Susenas Kor 2015-2017


Secara geografis, angka kesakitan lansia bervariasi antar provinsi. Angka
kesakitan tertinggi yaitu di Provinsi Aceh dimana lebih dari sepertiga lansia sakit
dalam sebulan terakhir. Sedangkan provinsi dengan angka kesakitan terendah adalah
Maluku (20,49 persen).

Gambar 2.9 Angka Kesakitan Penduduk Lansia Menurut Provinsi, 2017

Sumber: BPS, Susenas Kor 2017


17

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Peningkatkan kesehatan pada kelompok wanita hamil dan lansia
Keberhasilan dari peningkatan kesehatan pada kelompok wanita hamil dan lansia
dalam pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kontinuitas antar upaya program dan
sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode
sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun
Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN). Dengan ditetapkannya RPJM 2015 – 2019, menteri kesehatan akan
membuat Renstra sesuai tahun tersebut. Dalam Renstra kementrian kesehatan 2015 – 2019
memuat program-program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan tahunan
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan.
Adapun strategi pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 meliputi 12 pokok strategi
berikut.
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja,dan Lanjut Usia
yang Berkualitas.
2. Mempercepat Perbaikan GiziMasyarakat.
3. Meningkatkan Pengendalian Penyakitdan Penyehatan Lingkungan.
4. Meningkatkan Akses Pelayanan KesehatanDasar yang Berkualitas.
5. Meningkatkan Akses Pelayanan KesehatanRujukan yang Berkualitas.
18

6. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan,Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat


Kesehatan.
7. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.
8. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran,dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan.
9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
10. Menguatkan Manajemen, Penelitiandan Pengembangan, serta Sistem Informasi
Kesehatan.
11. Memantapkan Pelaksanaan SistemJaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan
atau JKN
12. Mengembangkan dan MeningkatkanEfektivitas Pembiayaan Kesehatan.

Dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan sesuai


Rencana Strategis Tahun 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan
operasional, salah satunya dengan pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 akan
difokuskan pada empat area prioritas, yakni:
a. Penurunan Angka Kematian Ibudan Angka Kematian Bayi.
b. Perbaikan Gizi Masyarakat, khususnyauntuk Pengendalian PrevalensiBalita Pendek
(Stunting).
c. Pengendalian Penyakit Menular,khususnya Human ImmunodeficiencyVirus-Acquired
ImmunodeficiencySyndrome (HIV-AIDS), Tuberkulosis(TB), dan Malaria.
d. Pengendalian Penyakit tidakmenular, khususnya Hipertensi,Diabetes mellitus, Obesitas,
dan Kanker (khususnya Leher Rahimdan Payudara) dan Gangguan jiwa.

Penerapan dari paradigma sehat sendiri adalah sebagai bentuk upaya pencegahan dan
peningkatan kesehatan.Lalu, dengan layanan kesehatan yang baik seperti akses pelayanan
kesehatan yang aktif dan sesuai dengan peningkatan mutu pelayanan, dan optimalisasi sistem
rujukan. Kemudian menerapkan JKN untuk perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta
kendali mutu dan biaya. Untuk melaksanakan 3 pilar utama tersebut, kita harus melihat
gambaran dan keadaan kesehatan di Indonesia saat ini.
Gambaran yang terlihat pada angka Kematian Bayi dan Balita selama 5 tahun terakhir,
Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000 kelahiran,sementara untuk
Angka Kematian Paska Neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari15/1000 menjadi 13/1000
kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000
kelahiran hidup. Penyebab kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal
Death (IUFD), yaitu sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%.
Hal ini berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi
bayinya.

Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk
hamil dan melahirkan serta menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu
melindungi bayi dari infeksi.Untuk usia di atas neonatal sampai satutahun, penyebab utama
kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini berkaitan erat dengan perilaku
hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.
.
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari : (1)
pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur
dan ibu hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu nifas, (5)
Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), dan (6) pelayanan kontrasepsi
19

Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga
harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu minimal satu kali pada trimester
pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24
minggu sampai persalinan). Diharapkan, upaya tersebut akan membantu mengurangi AKI saat
persalinan dan menjaga agar bayi tetap sehat.

Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08
juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta).

Pengaruh kenaikan penduduk lansia ini terhadap sistem kesehatan adalah (1)
meningkatnya kebutuhan pelayanan sekunder dan tersier, (2) meningkatnya kebutuhan
pelayanan home care dan (3) meningkatnya biaya kesehatan. Konsekuensi logisnya adalah
pemerintah harus juga menyediakan fasilitas yang ramah lansia dan menyediakan fasilitas
untuk kaum disable mengingat tingginya proporsi disabilitas pada kelompok umur ini.
Kelompok sasaran strategic pada aspek upaya strategic:
Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat mencakup
pelayanan kesehatan bagi seluruh kelompok usia mengikuti siklus hidup sejak dari bayi
sampai anak, remaja, kelompok usia produktif, maternal, dan kelompok usia lanjut (Lansia),
yang dilakukan antara lain melalui:

1. Melaksanakan penyuluhan kesehatan, advokasi dan menggalang kemitraan dengan


berbagai pelaku pembangunan termasuk pemerintah daerah.
2. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan.
3. Meningkatkan jumlah dan kemampuan tenaga penyuluh kesehatan masyarakat/ dan
tenaga kesehatan lainnya dalam hal promosi kesehatan.
4. Mengembangkan metode dan teknologi promosi kesehatan yang sejalan dengan
perubahan dinamis masyarakat.

3.2 Pengaruh kesehatan kelompok wanita hamil dan lansia terhadap pembangunan
kesehatan nasional

Dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan sesuai


Rencana Strategis Tahun 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan
operasional, antara lain sebagai berikut.
1. Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 akan difokuskan pada empat area
prioritas, yakni:
a. Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
b. Perbaikan Gizi Masyarakat, khususnya untuk Pengendalian Prevalensi Balita
Pendek (Stunting).
c. Pengendalian Penyakit Menular, Prioritas Pembangunan Kesehatan Tahun 2015 –
2019 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga khususnya Human
20

Immunodeficiency Virus-Acquired ImmunodefIciency Syndrome (HIV-AIDS),


Tuberkulosis (TB), dan Malaria.
d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, khususnya Hipertensi,Diabetes mellitus,
Obesitas, dan Kanker (khususnya Leher Rahim dan Payudara) dan Gangguan
jiwa.
2. Peningkatan jangkauan sasaran terutama pada keluarga, tanpa mengabaikan pendekatan-
pendekatan lain yang selama ini sudah berhasil di laksanakan yaitu menjangkau sasaran
berbasis UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat), menjangkau sasaran berbasis UKS
(UsahaKesehatan Sekolah), menjangkau sasaran berbasis UKUK (Upaya Kesehatan Usia
Kerja), dan untuk sasaran kelompok usia lanjut dengan pendekatan Posbindu Usila.
Kelompok wanita hamil memiliki peran penting dalam pembangunan kesehatan
nasional karena indikator prioritas dalam pembangunan nasional di Indonesia adalah salah
satunya meningkatkan upaya kesehatan terhadap penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi(AKB) walaupun tidak disebutkan secara spesifik untuk kelompok
wanita hamil, akan tetapi dengan memperhatikan kelompok wanita hamil merupakan suatu
upaya penurunan AKI dan sangat berkorelasi. Mengingat pada tahu 2015 salah satu dari
keberhasilan MDG’s adalah penurunan Angka Kematian Ibu akan tetapi belum sepenuhnya
tercapai, sehingga pada RPJMN disebutkan untuk menurunkan AKI dan AKB merupakan
indikator prioritas.
Dari sisi pelayanan kesehatan sudah dapat dikatakan membaik. Kelompok wanita
hamil yang diperhatikan dari beberapa indikator seperti meningkatnya pemeriksaan
kehamilan, meningkatnya persalinan oleh tenaga kesehatan dan meningkatnya cakupan
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan
kesehatan nasional. Tetapi tidak hanya memperhatikan kelompok wanita hamil saja harus
disertai dengan upaya lainnya seperti pendekatan keluarga, memperhatikan kesinambungan
pelayanan (continuum of care) kesehatan ibu, anak, remaja, anemia ibu hamil, pemakaian
kontrasepsi, dan ASI ekslusif karena masih rendah, dan lain lain.
Sedangkan untuk tingkatan kelompok lansia atau kelompok usia lanjut yang juga
berpengaruh terhadap pembangunan nasional karena juga merupakan indikator yang
diperhatikan dan juga tantangan dalam upaya pambangunan kesehatan. Implikasi kenaikan
penduduk lansia ini terhadap sistem kesehatan adalah (1) meningkatnya kebutuhan pelayanan
sekunder dan tersier, (2) meningkatnya kebutuhan pelayanan home care dan (3) meningkatnya
biaya kesehatan. Konsekuensi logisnya adalah pemerintah harus juga menyediakan fasilitas
yang ramah lansia dan menyediakan fasilitas untuk kaum disable mengingat tingginya
proporsi disabilitas pada kelompok umur ini. Sehingga kelompok lansia juga perlu
diperhatikan.
3.3. Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pada wanita hamil dan
lansia
Tingkat kesehatan pada wanita hamil dapat dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Umur
Umur adalah hal yang sangat diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi. Angka-
angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan
21

hubungan dengan umur dan juga biasanya semakin bertambah umur seseorang maka
pengetahuan akan status kesehatan ibu hamil akan luas (Noto atmodjo, 2003).
2. Pendidikan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu factor yang penting dalam tumbuh
kembang anak karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana
menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya. Seseorang yang
berpendidikan akan berbeda tingkah lakunya dengan orang yang hanya berpendidikan
dasar. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat sangat berpengaruh
juga terhadap peningkatan derajat kesehatan, oleh karena sikap masyarakat terbuka
dengan hal-hal atau motivasi baru (Noto atmodjo, 2003).
3. Psikologis
Pada peristiwa kehamilan merupakan suatu rentang waktu, dimana tidak hanya terjadi
perubahan fisiologis, tetapi juga terjadi perubahan psikologis yang memerlukan
penyesuaian emosi, pola berpfikir dan berperilaku yang berlanjut hingga lahir bayi.
Untuk alasan ini sehingga kehamilan harus dipandang sebagai proses panjang yang
mempunyai efek tidak hanya pada ibu tetapi juga keluarganya. Pada asuhan kehamilan
tidak hanya aspek fisik saja tetapi juga aspek psikologis atau jiwa (Kusmiyati, 2008).
4. Pengetahuan
pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitf merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya sikap seseorang (Noto atmodjo, 2003).
5. Gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa kehamilan, karena
faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu hamil selama hamil serta
guna pertumbuhan dan perkembangan janin. Hubungan antara gizi ibu hamil dengan
faktor ekonomi, sosial, atau keadaan lain yang meningkatkan kebutuhan gizi ibu hamil
dengan penyakit infeksi tertentu termasuk juga persiapan fisik untuk masa persalinan.
Kebutuhan ibu hamil secara garis besar adalah asam folat, energi, protein, zat besi
(Fe), kalsium, pemberian supleman vitamin D terutam pada kelompok beresiko
penyakit seksual (IMS) dan dinegara dengan musim dinggin yang panjang dan
pemberian yodium pada daerah yang endemik kretinisme (Kusmiyati, 2008).
6. Aktivitas
22

Seorang wanita hamil boleh mengerjakan aktivitas sehari-hari asal hal tersebut tidak
memberikan gangguan rasa tidak enak. Bagi wanita pekerja ia boleh tetap masuk
kantor sampai menjelang partus. Menurut analisa profesional bahwa maksud
pekerjaan atau aktivitas bagi ibu hamil bukan hanya pekerjaan keluar rumah atau
institusi tertentu, tetapi juga pekerjaan atau aktivitas sebagai ibu rumah tangga
didalam rumah, termasuk pepkerjaan sehari-hari didalam rumah dan juga mengasuh
anak. Sering ada rekomendasi untuk mengurangi aktivitas pada ibu hamil dengan
riwayat melahirkan BBLR, namun hal itu tidak terbukti efektif.
Selain faktor-faktor diatas yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan wanita
hamil, ada beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pada
lansia, sebagai berikut:
1. Sosial
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan atau sadar
akan kematian, penyakit kronis dan ketidak mampuan dalam melakukan aktifitas
fisiknya. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, dari segi ekonomi
akibat dari pemberhentian jabatan atau pensiun juga dapat mempengaruhi kesehatan
lansia. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko lansia untuk mengalami disabilitas dan
kematian lebih awal. Dukungan sosial yang tidak cukup, sangat erat hubungannya
dengan peningkatan kematian, kesakitan dan depresi juga kesehatan dan kesejahteraan
secara keseluruhan.
Lansia yang tidak mendapatkan dukungan social yang cukup 1,5 kali lebih besar
kemungkinan untuk mengalami kematian pada tiga tahun kedepan dari pada mereka
yang mendapatkan dukungan sosial yang cukup. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan
sosial yang tinggi, memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan
dihargi. Lansia dengan dukungan sosial yang tinggi merasa bahwa orang lain peduli
dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal itu dapat mengarahkan individu
kepada gaya hidup yang sehat.

2. Ekonomi
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi kesehatan lansia. Pada lansia secara
umum yang memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain,
sedangkan lansia yang tidak memiliki pendapatan akan menggantungkan hidupnya
pada anak atau saudaranya. Lansia yang tidak memiliki cukup pendapatan
meningkatkan resiko untuk menjadi sakit dan disabilitas.
23

Banyak lansia yang tinggal sendiri dan tidak mempunyai cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat mempengaruhi mereka untuk
membeli makanan yang bergizi, rumah yang layak, dan pelayanan kesehatan. Lansia
yang sangat rentan adalah yang tidak mempunyai asset, sedikit atau tidak ada
tabungan, tidak ada pensiun dan tidak dapat membayar keamanan atau merupakan
bagian dari keluarga yang sedikit atau pendapatan yang rendah.
3. Lingkungan
Perhatian spesifik harus diberikan pada lansia yang hidup dan tinggal di
pedesaan dimana pola penyakit dapat berbeda tergantung pada kondisi lingkungan dan
keterbatasan ketersediaan pelayanan pendukung. Urbanisasi dan migrasi untuk
mencari pekerjaan membuat lansia semakin terisolasi di pedesaan dengan keterbatasan
bahkan ketiadaan akses untuk pelayanan kesehatan.
Akses dan ketersediaan transportasi umum dibutuhkan baik di kota maupun di
pedesaan sehingga orang dengan segala usia dapat berpartisipasi secara penuh di
keluarga dan kehidupan masyarakat. Ini sangat penting untuk lansia yang memiliki
masalah mobilitas. Resiko-resiko pada lingkungan fisik menyebabkan kelemahan dan
cidera yang menyakitkan di antara lanjut usia. Cidera dari jatuh, terbakar, kecelakaan
lalu lintas adalah yang paling sering. Air yang bersih, udara yang bersih dan makanan
yang aman terutama sangat penting untuk sebagian besar kelompok usia rentan dan
mereka yang mempunyai penyakit kronisdan system kekebalan yang menurun. (WHO,
2002)

3.4 Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome) dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:
1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010),
346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup. 3.
Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.
4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
• Khususnya untuk wanita hamil, yakni :
1. Meningkatnya pemeriksaan kehamilan

2. Meningkatnya persalinan oleh tenaga kesehatan


24

3. Meningkatnya cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan


4. Meningkatnya pengetahuan tentang tanda-tanda persalinan dan gejala yang
ditimbulkan
5. dan lain lain

•Sedangkan untuk kelompok lansia, yaitu :


1. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier terpenuhi
2. Meningkatnya pemahaman dalam upaya kuratif dan rehabilitatif pada kalangan
lansia
3. Meningkatnya fasilitas untuk kaum disable pada kelompok umur lanjut (lansia)
4. dan lain lain
25

BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Wanita hamil dan lansia merupakan salah satu tolak ukur yang manjadi keberhasilan
dari rancangan pembangunan nasional jangka panjang bidang kesehatan. Hal ini dapat
diketahui bersama melalui program program kerja dan yang dirancang dan
dilaksanakan terutama pada ketetapan kebijakan operasional renstra periode 2015 –
2019 oleh pemerintah khususnya kepada ibu hamil dan lansia. Kelompok wanita hamil
memiliki peran penting dalam pembangunan kesehatan nasional karena indikator
prioritas dalam pembangunan nasional di Indonesia adalah salah satunya
meningkatkan upaya kesehatan. Sedangkan pada tingkatan kelompok lansia atau
kelompok usia lanjut yang juga berpengaruh terhadap pembangunan nasional karena
juga merupakan indikator yang diperhatikan dan juga tantangan dalam upaya
pambangunan kesehatan..

4. 2 Saran
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun mengenai
pemabahasan makalah dalam kesimpulan diatas
26

DAFTAR PUSTAKA

 Databoks (2019) ‘Jumlah Penduduk Indonesia 2019 Mencapai 267 Juta Jiwa’,
Dkatadata.co.id,p.1.Availableat:https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/0
4/jumlah-penduduk-indonesia-2019-mencapai-267-juta-jiwa.

 Kemenkes RI, 2018 (2017) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017, Ministry of
Health Indonesia. doi: 10.1002/qj.

 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) ‘Mother’s Day: Situasi Kesehatan


Ibu’, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

 Menteri Kesehatan RI (2016) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2016’.

 Sihombing, L. (2013) ‘PENCAPAIAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS


( MDGs ) DI INDONESIA MELALUI KERJASAMA INTERNASIONAL’, 4, pp.
129–156.

 Terada, M. et al. (1982) INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT,


Journal of Chromatography A. doi: 10.1016/S0021-9673(00)83235-5.

 Statistik Penduduk Lanjut Usia 2017, Badan Pusat Statistik

 Prawirohardjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

 Kristiyanasari, W. 2010.Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.Yogyakarta : Nuha


Medika

 Analisis Lansia Di Indonesia, Kementrian Kesehatan RI Pusat Data Dan Informasi

 Dunia, D. I. (2017) ‘SituasiLansia Di Indonesia Tahun 2017 Indonesia


GambarStrukturUmurPenduduk Indonesia Tahun 2017’. Jakarta:
KementrianKesehatan

 Trihandini, I. (2007) ‘LanjutUsia di Indonesia’.Biostatistikdankependudukan.


JurnalKesehatanMasyarakat Nasional Vol. 1, No. 5. 19 Juni 2019.

 Turana, Yuda. Santika, Adi.Abikusno, Nugroho.2013.


GambaranKesehatanLanjutUsia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data
danInformasiKementerianKesehatan RI
27

 United Nations. 2005. The Millenium Development Goals Report 2005. New York:
United Nations.

 Kemenkes RI. 2013. RisetKesehatanDasar, RISKESDAS. Jakarta:


BalitbangKemenkes RI.

 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02.02/MENKES/52/2015 tentang


Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019

 Kementerian Kesehatan RI 2016 “Buku Program Indonesia Sehat dengan


Pendekatan Keluarga”

 KementerianPerencanaa Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan


Nasional 2014tentang RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH
NASIONAL(RPJMN)2015-2019

 Kusmiyati. (2008). Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitra Mya

 Notoadmojo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta


Notoadmojo, Soekijo, 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai