Anda di halaman 1dari 5

LAMPIRAN DISKUSI

KELOMPOK 3
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

1. Pertanyaan (Meyda Aulia): Izin bertanya tentang faktor-faktor yang


mempengaruhi perkembangan anak usia dini tadi disebutkan salah satu
faktornya adalah faktor pola asuh orang tua yang ingin saya tanyakan adalah
jika pola asuh orang tua tersebut mengasuh dengan tegas namun tanpa
sengaja jika anak melakukan kesalahan ada sedikit kekerasan di dalamnya
menurut kalian apa pengaruhnya terhadap anak yang diasuh didalam pola
asuh tersebut?

Jawaban (Nor Irna Arliyati): Pola asuh orangtua memang sangat penting
bagi perkembangan anak usia dini misalkan dalam pola asuh itu ada
kekerasan yang diberikan orang tua kepada anaknya maka kemungkinan anak
tersebut akan menjadi bandel karena seharusnya pada usia-usia seperti ini
anak-anak itu harus diperlakukan seperti raja jadi kita sebisa mungkin
menuruti apa apa yang menjadi keinginan selama hal itu tidak
membahayakan bagi si anak anak-anak dalam masa ini sangat wajar untuk
melakukan kesalahan, sikap kita seharusnya ia mengarahkan dengan penuh
kasih sayang kepada hal yang benar tanpa adanya unsur kekerasan, sebisa
mungkin jangan sampai membuat si anak menangis karena dari yang saya
pernah dengar kalau anak-anak pada usia ini diperlakukan dengan kekerasan
maka ia akan tumbuh menjadi anak yang bandel.

2. Pertanyaan (Yulia Citra Chartika Sary): Apa saja bentuk pengembangan


sikap yang menyeluruh pada anak usia dini sebagai individu yang sedang
berkembang?

Jawaban (Rahayu Ningsih): Dalam masa perkembangan, anak diharapkan


dapat menguasaikan kemampuan sebagai berikut agar dapat berkembang
dengan baik. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan.
Anak pada masa ini senang sekali bermain, untuk itu diperlukan
keterampilan-keterampilan fisik seperti menangkap, melempar, menendang
bola, berenang, atau mengendarai sepeda.

Pengembangan sikap yang menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai individu


yang sedang berkembang. Pada masa ini anak dituntut untuk mengenal dan
dapat memelihara kepentingan dan kesejahteraan dirinya. Dapat memelihara
kesehatan dan keselamatan diri, menyayangi diri, senang berolah raga serta
berekreasi untuk menjaga kesehatan dirinya. Jadi, anak diharapkan mampu
merawat dirinya sendiri.

Belajar berkawan dengan teman sebaya. Pada masa ini anak dituntut untuk
mampu bergaul, bekerjasama dan membina hubungan baik dengan teman
sebaya, saling menolong dan membentuk kepribadian sosial.

Belajar menguasai keterampilan-keterampilan intelektual dasar yaitu


membaca, menulis dan berhitung. Untuk melaksanakan tugasnya di sekolah
dan perkembangan belajarnya lebih lanjut, anak pada awal masa ini belajar
menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

Pengembangan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.


Agar dapat menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai dengan tuntutan dari
lingkungannya, anak dituntut telah memiliki konsep yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga anak mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya

Pengembangan moral, nilai dan hati nurani. Pada masa ini anak dituntut telah
mampu menghargai perbuatan yang sesuai dengan moral dan dapat
melakukan kontrol terhadap perilakunya sesuai dengan moral.

Memiliki kemerdekaan pribadi. Secara berangsur-angsur pada masa ini anak


dituntut memiliki kemerdekaan pribadi. Anak mampu memilih,
merencanakan, dan melakukan pekerjaan atau kegiatan tanpa tergantung pada
orang tua atau orang dewasa lain.
3. Pertanyaan (Syahrini Mukerji): Bagaimana cara kita menyikapi anak yang
cerdasnya melebihi umur?

Jawaban (Nuril Hilma): Berikut cara mendidik anak yang memiliki


kemampuan melebihi usianya:

1. Kenali kemampuannya dan cari guru yang tepat

Pelajaran pertama yang bisa dipetik adalah anak jenius tetap membutuhkan
guru untuk membantu mereka mencapai potensi terbaik. Peneliti
mengungkapkan meski anak-anak tersebut memiliki kecerdasan intelektual
tinggi tetap ada kemungkinan mereka melakukan kesalahan.
Lalu, orangtua dan guru juga perlu memberikan semangat pada anak-anak
agar mereka lebih optimis. Bila mereka menyadari kecerdasan anak mereka
adalah 'gift' dari Tuhan, orangtua seharusnya tidak berhenti memberikan
semangat bahwa anak perlu belajar lebih keras lagi. Anak-anak jenius ini
sebaiknya mengembangkan dirinya sampai tahu sejauh mana batas
kecerdasan intelektual mereka.
Studi ini juga mendapati peran guru dan orangtua sangat besar dalam
membantu anak mengembangkan kecerdasan yang dimiliki. Dengan
dukungan tersebut, anak bisa berkembang luar biasa sesuai keingininan
mereka. Nantinya, kemampuan anak jenius ini bisa jadi bekal luar biasa
bekerja sebagai insinyur, arsitek, atau dokter.

2. Anak tidak membutuhkan pendidikan berjenjang

Anak yang jenius memiliki kemampuan melibihi anak seusianya sehingga


membutuhkan sekolah atau kelas akselerasi, sebab pendidikan yang
berjenjang itu dapat menghambat kemampuannya

3. Beri contoh baik

Anak yang jenius lebih cepat meniru perlakuan disekitarnya, jadi kita harus
memberi contoh baik untuk mengarahkannya ke arah yang baik pula sehingga
kemampuannya dapat berguna untuh hal baik pula. Sekian terima kasih.
4. Pertanyaan (Barsinah): Menurut saya penyajian materinya bagus dan mudah
di pahami. Tapi saya izin bertanya kenapa pada relatif sosial yang primitif,
kehidupan si anak belum dapat dipisahkan dengan lingkungan. Apakah ada
faktor lain yang menonjol selain dari faktor sifat egoisantris naif ?
Mohon maaf jika ada salah kata, sekian wassalamualaikum wr wb.
Jawaban (Noor Niki Hidayati): Izin menjawab menjawab pertanyaan dari
Barsinah. Kenapa kehidupan (individual) anak belum dapat dipisahkan
dengan lingkungan sosialnya?
Ringkasnya kehidupan individual dan kehidupan sosial belum terpisahkan
oleh anak. Anak cuma bisa membangun dunianya dan melihat peristiwa yang
sesuai dengan khayalan (fantasi) dan keinginannya. Hal ini disebabkan anak
belum memahami kedudukan dirinya dalam suatu lingkungan tertentu. Dalam
diri anak belum tumbuh pemahaman akan adanya orang lain dan benda-benda
lain yang berbeda dengan dirinya atau fantasinya. Hal ini berkatian dengan
egoisantris naif yaitu anak memandang dunia luar dengan pandangannya
sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh
perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Maka anak belum mampu
memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu
menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain. Oleh karena itulah muncul
relasi sosial yang masih sangat simpel dan primitif.
Menurut saya faktor yang berkaitan dengan relasi sosial yang primitif yaitu
egoisantris naif saja yang paling menonjol.
Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam jawaban saya. Wassalamu'alaikum
wr wb.
5. Pertanyaan (Noor Rafi'a Rahmie, kelas A-2): Menurut saya penyajian dan
penyampaian materi sangat bagus. Dan saya izin bertanya untuk kolompok 3.
Kebanyakan orang tua cenderung memasukkan anaknya dibawah usia 7
tahun bahkan ada kasus dimana anak pada usia 5 tahun sudah dimasukkan ke
SD. Perkembangan anak sangat berbeda dengan seusianya yang belum
bersekolah bahkan lebih mampu berkembang diusianya. Namun setelah masa
remaja si anak cenderung lebih dewasa sebelum waktunya. Nah menurut
kalian faktor apa yang mempengaruhi anak tersebut apakah baik untuk
perkembangannya? Kalau tidak apakah ada cara untuk meminimalisir kasus
tersebut mengingat kita nanti akan menjadi calon orang tua dari anak-anak
kita. Terima kasih
Jawaban (Restu Oktaviani): Anak yang 'kecepatan' sekolah cenderung tidak
bagus. Dikarenakan, walaupun anak sudah mampu menguasai pelajaran-
pelajaran dasar tetapi jika dimasukkan sekolah pada umur di bawah 7 tahun
maka anak akan kehilangan masa bermainnya. Faktor yang memengaruhi
tentu saja lingkungan, mulai dari keluarga hingga masyarakat. Kebanyakan
orang tua merasa gengsi terhadap tetangga dan orang sekitar jika anaknya
sekolah pada umur 7 tahun, merasa ketuaan. Tetapi, dengan hal ini anak
kehilangan kesempatan bermain. Apakah baik? Menurutku tidak. Anak
memasuki bangku SMP lebih cepat, tentunya anak akan menghadapi
lingkungan yang berbeda, tidak ada lagi suasana bermain seperti di SD. Anak
bisa saja shock menghadapi hal ini. Imbasnya, anak jadi berleha-leha ketika
di SMP, tidak mau belajar, maunya bersenang-senang saja menikmati masa
bermain di SDnya yang tertunda. Dan tak jarang, anak yang masa SDnya
cermelang, berprestasi, tapi setelah di SMP melempem.
Cara meminimalkan hal ini adalah kita sebagai orang tua harus memahami
anak yang masih ingin bermain, jika anak merasa sudah mampu untuk masuk
ke SD tetapi umur belum mencukupi akan lebih baik anak tetap berada di
PAUD-nya atau tidak bersekolah dulu. Jangan merenggut masa bermain anak
hanya karena keinginan kita. Menurut saya seperti itu, jika ada yangg kurang
jelas bisa ditanyakan kembali.

Anda mungkin juga menyukai