Anda di halaman 1dari 10

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT, DASAR NEGARA

DAN IDENTITAS NASIONAL


A. PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT
1) PENGERTIAN
Secara etimologi, Filsafat berasal dari kata Pjilosophia, philo: cinta, sophia:
kebijakan kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Dalam arti umum filsafat berarti ilmu
yang paling umum serta mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan
kebijakan (D. Runes dalam Syahrial Syarbaini, 2011:18). Jadi berfilsafat berarti
berpikir secara mendalam mengenai eksistensi sesuatu.
Menurut Prof. Darji Darmodiharjo : Filsafat sebagai pemikiran dalam
usahanya mencari kebijakan dan kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai akar-
akarnya radikal (radik-akal), teratur (sistematis) dan menyeluruh (universal).
2) OBJEK FILSAFAT
- Objek Materia : Mengenai segala sesuatu yang ada dan mungkin, dianggap dan
diyakini ada seperti manusia, dunia, Tuhan.
- Objek Forma : Untuk mengerti segala sesuatu yang ada sedalam-dalamnya,
hakikatnya.
3) CABANG / BIDANG FILSAFAT
Kegiatan berfikir bagi manusia merupakan hal yang paling mendasar dalam
seluruh aktivitas kehidupannya sehingga seluruh bidang kehidupan manusia
menjadi media untuk berfikirnya manusia. Namun demikian bidang penyelidikan
filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Aspek ontologi: Ilmu yang menyelidiki hakekat keberadaan sesuatu
(Aristoteles, dalam Syahrial S, 2011:22). Ontologi adalah ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Artinya ontologi
menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib. Jadi ontologi meliputi penyelidikan
tentang makna keberadaan, sumber ada, dan hakikat ada, yang pada akhirnya
bagi yang beriman adalah Causa Prima yaitu Tuhan YME.
2. Aspek Epistemologi: Cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode dan validitas ilmu pengetahuan (Runes, dalam Syahrial S, 2011:23).
Jadi aspek ini berkaitan dengan bagaimana proses sesuatu itu ada, mengapa
ada.
3. Aspek Aksiologi: Istilah Yunani kuno yang artinya nilai,manfaat. Dalam
pengertian modern, aksiologi berarti teori nilai yakni sesuatu yang diinginkan
atau disukai, atau yang baik, bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria,
dan kedudukan metafisika suatu nilai.
4) TUJUAN DAN KEGUNAAN FILSAFAT
- Tujuan Teoritis : berusaha untuk mencapai kenyataan, atau untuk mencapai hal
yang nyata.
- Tujuan Praktis : dari filsafat yang teoritis diperoleh pedoman hidup, guna
dipraktikkan dan dijadikan pedoman dalam praktik kehidupan.
- Kegunaan Filsafat : memberikan ketekunan dan dinamika dalam mencari
kebenaran, arti dan makna hidup.
5) PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT BANGSA INDONESIA
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers
Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998).
Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau
pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya
dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil,
bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat
(Kristen), dan Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telah mengalami
Indonesianisasi. Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya
Indonesia dan selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir
Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat
Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak
hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau
weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik di dunia maupun di akhirat (Salam, 1988:23-24).
6) KEFILSAFATAN PANCASILA
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, seperti diuraikan di bawah ini :
1. Dasar Ontologis
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila
itu benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas.
Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah
yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya.
Dengan kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas
identitas dan entitas Pancasila secara filosofis.
Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia
menjadi dasar adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan,
2002:72).
2. Dasar Epistemologis
Epistemologi Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila.
Pancasila itu lahir sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan
dialami masyarakat bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan.
Diharapkan Pancasila menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan
hidup yang dihadapi oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa Pancasila merupakan pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai
dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan.
3. Dasar Aksiologis
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,
karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan
nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar
belakangnya.
Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu
bernilai dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu
bernilai sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan.
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau
instrumental.
7) RUMUSAN KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pancasila yang berisi lima sila, merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan sila-
sila Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal.
Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwa sila-sila Pancasila
memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yang ada di atas menjadi landasan sila
yang ada di bawahnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila kedua melandasi
sila ketiga, sila ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat melandasi sila
kelima. Pengertian matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan
hubungan hirarkis sila-sila Pancasila menurut urut-urutan luas (kwantitas) dan
juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Dengan demikian, diperoleh pengertian
bahwa menurut urut-urutannya, setiap sila merupakan pengkhususan dari sila-
sila yang ada dimukanya. Dalam susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhanan
yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan
dan keadilan sosial.
2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi.
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam
hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam kerangka hubungan
hirarkis piramidal seperti di atas. Dalam rumusan ini, tiap-tiap sila mengandung
empat sila lainnya atau dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapan
hubungan kesatuan keseluruhan sila-sila Pancasila yang dipersatukan dengan
rumusan hirarkis piramidal tersebut, berikut disampaikan kesatuan sila-sila
Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
a) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
b) Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
c) Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan YME,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
d) Sila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
e) Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro,1975: 43-44).
3. Majemuk Tunggal Yang Bersifat Organis
Majemuk tunggal artinya terdiri dari 5 sila, namun merupakan kesatuan yang
bulat dan utuh. Setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan yang lain agar
maknanya tidak berubah. Satu kesatuan organis maksudnya masing-masing sila
mempunyai kedudukan yang mutlak, sila yang satu menentukan keberadaan sila
yang lainnya
8) SIFAT KESEIMBANGAN PANCASILA
1. Keseimbangan Konsensus Nasional
Dalam proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara, terjadi perdebatan-
perdebatan akibat perbedaan pendapat dan cita-cita dlam mendirikan negara
merdeka, khususnya antara golongan agama yaitu Islam dan golongan kebangsaaan
atau nasionalis. Golongan Islam pada waktu itu memperjuangkan pembentukan
negara Islam, yaitu negara yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam, tetapi golongan
kebangsaaan atau nasionalis menolaknya karena menginginkan suatu negar sekuler,
yaitu negara yang tidak berurusan dengan agama. Pancasila diusulkan sebagai jalan
tengah yang mempertemukan kedua ide atau pendapat itu, dan akhirnya semua
pihak menerimanya. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia merupakan suatu konsensus bersama dan merupakan perjanjian
luhur yang harus dipegang teguh untuk mencegah perpecahan, ketegangan, dan
konflik sosial, dan untuk memelihara persatuan dan perdamaian antar golongan.

Jadi keseimbangan pertama dalam Pancasila adalah sebagai konsensus


bersama yang mempertemukan antara ide golongan Islam di satu pihak dan ide
golongan nasionalis di lain pihak untuk menegakkan negara Pancasila yang dapat
disebut sebagai negara Theis Demokratis, dan oleh karena itu dapat menyatukan
seluruh rakyat Indonesia.

2. Keseimbangan Sistem Kemasyarakatan


Sistem kemasyarakatan Indonesia pada dasarnya adalah menyeimbangkan
antara sifat individu dan sifat sosial, yang keduanya merupakan sifat kodrat manusia.
Mementingkan salah satu sifat kodrat akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Suatu masyarakat jika hanya mementingkan sifat
individu yang berlebih-lebihan akan mewujudkan sistem masyarakat yang
individualis atau liberalis yang selalu menonjolkan hak-hak individu mengabaikan hak
bersama, sehingga sering timbul juga hak individu yang dapat menguasai hajat hidup
orang banyak.
Sebaliknya jika suatu masyarakat hanya mementingkan sifat sosial saja
mengabaikan sifat individu, mewujudkan sistem masyarakat yang kolektif atau
komunis, tidak mengakui hak individu , yang adalah hak bersama sehingga hak
pribadi diabaikan, yang secara berlebih-lebihan menonjolkan masyarakat dan
seolah-olah menelan individu.
Masyarakat Indonesia selalu menyeimbangkan dua sifat kodrat tersebut yang
ajarannya terkandung dalam ajaran Pancasila, sehingga Pancasila merupakan ajaran
keseimbangan hidup dalam bermasyarakat dan berbangsa. Jadi sebagai
keseimbangan kedua, Pancasila adalah menyeimbangkan sifat individu dan sifat
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga
Pancasila merupakan titik perimbangan yang dapat mempertemukan aliran
individualisme dan aliran kolektivisme untuk menegakkan negara modern yang
menempuh jalan tengah dengan aliran monodualisme atau disebut Negara
Monodualis atau juga disebut negara berfaham integralistik
3. Keseimbangan Sistem Kenegaraan
Pancasila merupakan sintesis antara dasar-dasar kenegaraan modern
tentang sistem demokrasi dengan tradisi lama kehidupan bangsa Indonesia yaitu
sistem musyawarah mufakat, untuk menegakkan negara modern. Atau dapat
dikatakan juga sintesis antara ide-ide besar dunia dengan ide-ide asli Indonesia. Jadi
merupakan paham dialektik kenegaraan, yang bertitik tolak dari paham bangsa yang
hidup bersama dalam kekeluargaan bangsa-bangsa, sehingga terbuka untuk
pemikiran baru yang tetap berlandaskan Pancasila, dan negaranya disebut juga
Negara Dialektik, yaitu selalu menyesuaikan dengan pola pemikiran bangsa
Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara yang berlandaskan Pancasila.
Keseimbangan ketiga ini menunjukkan juga bahwa Pancasila adalah terbuka untuk
penafsiran baru yang berasaskan kodrat manusia.
B. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pancasila sebagai dasar negara RI berarti Pancasila itu dijadikan dasar dalam
berdirinya NKRI dan mengatur penyelenggaraan pemerintah negara. Pancasila dalam
pengertian ini sering disebut dengan dasar falsafah negara (dasar filsafat negara atau
philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Rumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara RI yang sah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat :
“... maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Selanjutnya Pancasila sebagaimana yang termasuk dalam Pembukaan UUD
1945 tersebut dituangkan dalam wujud berbagai aturan-aturan dasar/pokok seperti
yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya, yang
kemudian dijabarkan dalam peraturan pelaksanaannya yaitu berbagai instrumen
perundang-undangan sebagai hukum tertulis dan dalam wujud konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan sebagai hukum dasar tidak tertulis.
Sebagai dasar negara maka pancasila mempunyai sifat imperative, atau
bersifat mengikat, artinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh
dikesampingkan atau dilanggar, sedangkan jika melanggar dapat berakibat hukum
dikenakan suatu sanksi.
Kelima prinsip dasar Pancasila itu menunjukan ide-ide fundamental mengenai
manusia dan seluruh realitas, yang diyakini kebenarannya oleh bangsa indonesia dan
bersumber pada watak dan kebudayaan bangsa Indonesia. Yang menurut Rownald
Dworkin (dalam buku Law’s Empire) disebut implied philosophy, yaitu gambaran
implisit “manusia dan masyarakat” yang melandasi berdirinya negara Republik
Indonesia. Ini merupakan refleksi para founding fathers atas nama bangsa Indonesia
(Gunawan Setiardja, 1999 : 11).
Pancasila sebagai dasar negara adalah Pancasila dijadikan atau merupakan
dasar berdirinya NKRI. Jadi sejak disyahkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945,
maka NKRI berdiri diatas kelima sila Pancasila, oleh karena itu Pancasila adalah dasar
sekaligus tujuan yang harus dicapai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL


Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri
nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa
yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011: 66).
Identitas berasal dari bahasa Inggris Identity , yang berarti ciri-ciri, tanda-
tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain. Dalam terminologi antropology, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, kelompok
sendiri, komunitas sendiri atau negara sendiri. Sedangkan kata nasional
menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk yang berasal dari kata nation yang
berarti bangsa yang telah mengidentikkan diri dalam kehidupan bernegara dan
menegara atau secara singkat dapat dikatakan sebagai suatu bangsa yang telah
menegara. Istilah identitas nasional melahirkan tindakan kelompok (coolective
action) yang diberi atribut nasional.
Secara umum identitas bangsa Indonesia adalah identitas fundamental,
instrumental dan alamiah. Identitas Fundamental: falsafah bangsa, dasar negara dan
ideologi negara Pancasila, identitas instrumental: UUD 1945, tata perundangan,
lambang negara, bendera, lagu kebangsaan dan identitas alamiah: negara kepulauan
pluralisme dalam suku, agama, bahasa, adat dan bahasa.
Pancasila sebagai identitas Nasional saat ini perlu dihidupkan kembali, yang
pada gilirannya harus diarahkan juga pada pembinaan dan pengembangan moral,
sedemikan rupa sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah dalam
upaya mengatasi krisis dan disintegrasi bangsa yang cenderung sudah menyentuh ke
semua segi dan sendi kehidupan.
UNSUR – UNSUR PEMBENTUK IDENTITAS YAITU :
1. Suku bangsa : adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia
terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300
dialeg bangsa.
2. Agama : bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama
yan tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui
sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman
Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
3. Kebudayaan : adalah  pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya
adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif
digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk
bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsur pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa
dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur
ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

Anda mungkin juga menyukai