Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN KONSTELASI POLITIK INTERNASIONAL DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP POLITIK HUKUM NASIONAL INDONESIA


DALAM PEMBERANTASAN TERORISME

Mardenis
Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang

Abstract

The problem of terrorism has now become one of the few global issues which are very much talked
about and greatly affect international relations. Actually, when the United States (U.S.) makes the
issue of terrorism as the main agenda of foreign policy (polugri) country and invite / pressing other
countries to support it, almost all world countries basically agree, agree. The problem then arises
when the execution was terrorism that will be the common enemy of mankind and must be fought
together it is terrorism by political interests, and ideology economi U.S.

Key words: Terrorism, global issue, US foreign policy, political, economy and ideology of US.

Abstrak

Masalah terorisme saat ini telah menjadi salah satu isu global yang sangat hangat dibicarakan dan
sangat mempengaruhi hubungan internasional. Sebenarnya ketika Amerika Serikat (AS) menjadikan
isu pemberantasan terorisme sebagai agenda utama kebijakan politik luar negerinya dan mengajak/
menekan negara-negara lain agar mendukungnya, negara- negara lain tersebut setuju- setuju saja.
Permasalahan baru muncul ketika dalam pelaksanaannya ternyata terorisme yang dijadikan gerakan
bersama negara- negara dunia untuk diperangi tersebut adalah terorisme menurut konsep dan
kepentingan politik, ekonomi dan ideologi AS.

Kata Kunci: Terrorisme, isu global, polugri AS, kepentingan politik, ekonomi dan ideologi AS.

Pendahuluan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku


Beberapa studi membuktikan bahwa hu- di Indonesia.
kum merupakan produk politik sehingga karak- Terlepas dari berbagai pendapat yang
ter isi setiap produk hukum akan sangat di ada, suatu kenyataan yang tidak dapat dipung-
tentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuat- kiri, bahwa pembentukan hukum di suatu ne-
an atau konfigurasi politik yang melahirkan- gara termasuk di Indonesia tidak dapat dilepas-
nya. Studi lain sebaliknya berpendapat bahwa kan dari pengaruh sistem politik yang berlaku,
hukum suatu bangsa sesungguhnya merupakan baik pengaruh sistem politik domestik, begitu
pencerminan kehidupan sosial budaya bangsa juga pengaruh dinamika dan perkembangan
dan masyarakat yang bersangkutan. konstelasi politik internasional.2
Pendapat yang disebut terakhir ini me- Berkaitan dengan perkembangan konste-
ngandung makna bahwa hukum yang dibentuk lasi politik internasional kontemporer, dengan
seharusnya sesuai dengan aspirasi dan kesadar- berakhirnya perang dingin sejak awal tahun
an hukum masyarakatnya.1 Untuk konteks Indo- 1990-an, telah mengantarkan dunia ke alam
nesia, maka produk hukum yang dibentuk harus hubungan internasional baru, dengan beberapa
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ciri perkembangan yang berbeda secara funda-

1 2
Lihat Umbu Lily Pekuali, “Memposisikan Hukum sebagai Lihat dan bandingkan dengan Atom Ginting Munthe,
Penyeimbang Kepentingan Masyarakat”, Jurnal Pro “Postur “Rasionalis” dalam Politik Luar Negeri Indonesia
Justitia, Vol. 26 No. 4 Oktober 2008, FH Unpar Pasca Suharto” Jurnal Hukum Pro Jusitia, Vol. 24 No. 3
Bandung, hlm 359-370. Juli 2006, hlm. 191-202.
162 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

mental dibandingkan dengan ketika masih ber- Peledakan bom Bali pada 12 Oktober 2002 yang
langsungnya perang dingin. menewaskan lebih kurang 185 jiwa dan menjadi
Beberapa perubahan besar yang terjadi alasan utama pemerintah untuk mengeluarkan
dapat disebutkan. Pertama, terjadinya per- undang-undang pemberantasan terorisme di
ubahan dalam tata hubungan internasional dari Indonesia, ditenggarai banyak kalangan sebagai
bipolar menjadi multipolar yang ditandai de- bahagian dari upaya konspirasi kekuatan politik
ngan tampilnya Amerika Serikat (AS) sebagai internasional dengan keuatan politik elit nasio-
Negara Adi daya satu-satunya bersama dengan nal tertentu untuk memojokkan kekuatan Islam
Negara-negara Barat lainnya yang bersumbu di Indonesia yang saat itu gencar menyuarakan
pada kekuatan-kekuatan politik ekonomi di pemberlakukan syariat Islam melalui jalur po-
Amerika Utara, Eropa dan Asia Timur; kedua, litik (parlemen).
meningkat derasnya era globalisasi dan inter- Sehubungan dengan ini, Adian Husaini5
dependensi antara berbagai masalah global da- menyatakan bahwa salah satu program yang ki-
lam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, ni dilakukan Barat adalah dengan melakukan
social, keamanan, lingkungan hidup dan yang proyek liberalisasi Islam besar-besaran di Indo-
terakhir terorisme; ketiga, mencuatnya masa- nesia dan dunia Islam lainnya, termasuk libera-
lah-masalah transnasional yang ditonjolkan lisasi dibidang regulasi nasionalnya.
oleh pihak Barat terutama AS, seperti masalah Sehubungan dengan semakin begitu kuat-
HAM, Demokrasi, Good governance, lingkungan nya pengaruh relasi politik internasional khu-
hidup dan terorisme; dan keempat, menguat- susnya AS dan sekutu-sekutunya terhadap ke-
nya peran actor non pemerintah termasuk NGO bijakan domestik khususnya Negara-negara
dalam percaturan internasional atau multi Berkembang termasuk Indonesia, maka semakin
track diplomasi dalam hubungan internacional.3 terasalah kebenaran pendapat Juwono Sudar-
Setelah perang dingin berakhir, Barat sono yang menegaskan bahwa “rumusan lama
memiliki pandangan dan kebijakan khusus ter- mengenai politik luar negeri adalah kepanjang-
hadap dunia Islam. Dimasa perang dingin, Ko- an dari kepentingan politik dalam negeri, sudah
munisme dianggap sebagai musuh utama, se- usang serta harus diganti dengan politik dalam
hingga seringkali Barat bergandengan tangan negeri adalah reaksi terhadap tantangan besar
dengan Islam menghadapi komunisme, serperti yang disebabkan perkembangan internasio-
yang terjadi di Afganistan. Tetapi, setelah nal.”6
Komunisme runtuh, Barat harus menetapkan Perjalanan sejarah pembentukan hukum
musuh baru, sebagai pengganti Komunisme. di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari pe-
Berkaitan dengan hal ini, para aktifis Neo-Kon- ngaruh dinamika konstelasi politik internasio-
servatif (Kelompok Kristen Fundamentalis, Ya- nal, yang mempengaruhi corak sistem hukum
hudi sayap kanan, politisi republik, dan ilmu- Indonesia. Pengaruh konstelasi politik inter-
wan Neo-Orientalis), berhasil menjalankan nasional yang dimaksud terutama adalah pe-
agenda internasional pasca perang dingin4. ngaruh kepentingan politik dan idiologi Negara
Islam dipandang sebagai ancaman poten- Adikuasa (AS) baik dalam proses pembentukan
sial bagi Barat, atau Islam dipandang sebagai undang-undang (di DPR), begitu juga dalam
isu politik potensial untuk meraih kekuasaan di penerapan dan penegakan hukum (hukum pida-
Barat, maka berbagai daya upaya dilakukan na formil dan materil) nya. Produk hukum yang
untuk ‘menjinakkan’ dan melemahkan Islam. dimaksud terutama produk hukum yang “ken-
tal” dengan muatan ideologis dan aspek inter-
3
Interim Report, Revitalisasi Proses Pembuatan Kebijak-
an Luar Negeri Indonesia Menghadapi Perkembangan
5
Internal dan Eksternal, Laporan Penelitian, Deparlu RI, Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia, Makalah
2002, hlm. 28 disampaikan dalam forum kerjasama Pondok Pesantren
4
Tentang strategi Barat dalam menghadapi Islam pasca Indonesia (BKSPPI), Bogor, 2 April 2006 hlm. 52.
6
perang dingin, lihat, Adrian Husaini, 2005, Wajah Juwono Sudarsono, dalam K.J. Holsty, 1987, Politik In-
Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi ternasional (Kerangka Analisa), Jakarta: Pedoman Ilmu
Sekular-Liberal, Jakarta: GIP. Jaya, hlm. v
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 163

nasionalnya. Dalam tulisan ini penulis sengaja negara hukum yang demokratis?; dan ketiga,
memilih satu contoh produk hukum sebagai sejauh manakah perkembangan konstelasi poli-
objek pembahasan yakni: Undang-undang No- tik internasional berimplikasi terhadap politik
mor 15 dan 16 Tahun 2003 dan Perppu Nomor 2 hukum nasional Indonesia dalam pemberantas-
Tahun 2002 mengenai Pemberantasan Teroris- an terorisme?
me.
Argumen yang dipakai dalam penentuan Pembahasan
produk hukum di atas adalah dengan anggapan Politik Hukum Pemberantasan Terorisme di
sebagai berikut. Pertama, jenis produk hukum Indonesia
tersebut jika dilihat dari sudut pohon ilmiah Serangan atas gedung WTC dan gedung
hukum, termasuk dalam lingkup hukum pidana Pentagon AS oleh para teroris tanggal 11 Sep-
dan tata negara yang kental dengan aspek po- tember 2001, telah mendorong pemerintah AS
litisnya, terutama politik internasional. Kedua, dan negara-negara Barat lainnya untuk mem-
produk hukum tersebut substansinya berkaitan perbaharui Undang-undang (UU) Anti Terorisme
erat dengan isu penting, yang saat ini me- mereka dengan tujuan untuk memperluas dan
rupakan bagian dari isu global (the global issue) memperkuat kewenangan aparat negara ma-
yang sangat mempengaruhi hubungan inter- sing-masing dalam melakukan penyelidikan,
nasional kontemporer. Ketiga, dalam proses penyidikan, dan serangkaian tindakan koersif
pembentukan dan penegakkan produk hukum lainnya yang dipandang perlu untuk kesuksesan
ini diwarnai oleh hal-hal yang bersifat kontro- kampanye perang melawan terorisme (war on
versial, seperti diberlakukannya azas “retro- terrorism).7
aktif” terhadap tertuduh pelaku bom Bali yang Sementara itu, terhadap dunia inter-
kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi nasional salah satu isu penting yang sering di
(Putusan MK No. 013/PUU-I/2003 tanggal 22 Ju- kemukakan AS dan negara sekutunya dalam
li 2004). Penangkapan, penahanan, dan vonis kampanye anti teroris (war on terorrism) nya
terhadap terpidana Abu Bakar Baasyir yang juga adalah nilai kemanusiaan. AS menganggap bah-
terkesan kuat ada intervensi/tekanan asing, be- wa serangan 11 September 2001 yang telah me-
gitu juga proses penangkapan terhadap ter- luluh-lantakkan gedung kebanggaan warga AS,
sangka teroris Abu Dudjana yang juga kental WTC dan gedung pertahanan AS Pentagon, me-
dengan dugaan pelanggaran HAM oleh aparat rupakan serangan terhadap kemanusiaan yang
kepolisian. mengancam peradaban dunia. Dengan demiki-
Berkenaan dengan itu maka tulisan ini an, tragedi 11 September 2001 merupakan tra-
menggunakan pra anggapan bahwa perkem- gedi kemanusiaan tidak hanya bagi AS tapi juga
bangan konstelasi politik Internasional mem- bagi seluruh peradaban umat manusia. Dalam
berikan implikasi yang cukup besar (signifikan) pidatonya pada tanggal 11 Oktober 2001, Pre-
terhadap pembentukan dan penegakkan un- siden Bush menyatakan, “....serangan ini ter-
dang-undang pemberantasan terorisme di Indo- jadi di Amerika, tapi menyerang jantung dan
nesia. jiwa peradaban dunia.8
Berdasarkan uraian pada bagian pen-
dahuluan di atas, penulis mencoba merumus-
kan serta mengidentifikasi masalahnya sebagai 7
Lihat dan bandingkan dengan tulisan Sukawarsini Dje-
lantik, “Terorisme dan Keamanan Nasional”, Jurnal
berikut. Pertama, apakah politik hukum nasio-
Ilmu Hubungan Internasional Vol. 1 No. 1 Centre for
nal Indonesia dalam pemberantasan terorisme International Studies, Unpar, Bandung.
8
Jaringan Teroris, Deparlu AS, dalam Farid Wadjdi,
telah sesuai dengan prinsip-prinsip negara hu- “Kebencian Barat Terhadap Gerakan Islam Idiologis”,
kum berdasarkan Pancasila dan UUD-1945?; Wahyu Press, Jakarta, 2003, hlm. 28. Baca juga Merlina
Lim, “Islamic Radicalism and Anti-Americanism in
kedua, bagaimanakah perkembangan konstelasi Indonesia, The Role of the Internet”, Policy Study No.
politik internasional dalam pemberantasan te- 18, 2005. Baca juga Ethan Bueno de Mesqueta, “The
Quality of Terror”, American Journal of Political
rorisme dewasa ini dikaitkan dengan asas-asas Science, 2005, Midwest Political Science Association.
164 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

Berdasarkan cara berpikir demikian, AS karan terhadap tersangka dan penaseat hukum-
kemudian secara sistematis membangun opini nya atas seluruh pengetahuan pembuktian
internasional bahwa kampanye anti terorisme terhadapnya. RUU tesebut sangat meningkat-
yang dipeloporinya merupakan upaya membela kan kewenangan polisi untuk melakukan peng-
kemanusiaan. Berdasarkan ini pulalah AS me- awasan, sementara secara dramatis meningkat-
legitimasi aksinya keseluruh dunia, seperti me- kan prerogatif pemerintah untuk menahan
nyerang ke Afghanistan dan invasi ke Irak, (suppress) informasi mengenai kegiatan-
mengelompokkan group atau orang tertentu se- kegiatannya.10
bagai teroris, menangkap, membekukan aset Sementara di Prancis, juga telah dilaku-
dan tindakan lain yang dianggap penting oleh kan reformasi terhadap UU Anti Terorismenya.
AS, termasuk menekan negara-negara lain (khu- UU Prancis yang baru memperluas kekuasaan
susnya Negara-negara berkembang, temasuk polisi untuk menggeledah benda-benda pribadi
Indonesia) agar menyesuaikan regulasi nasional- (private property), termasuk mobil dan men-
nya dengan kepentingan AS dalam memerangi dukung keselamatan di tempat-tempat publik,
terorisme dan melindungi nilai-nilai kemanusia- seperti pusat-pusat perbelanjaan, fasilitas olah
an tersebut. Jika negara yang “bandel”, tidak raga, bandara, dan pelabuhan-pelabuhan.11
mendukung kepentingan AS tersebut, termasuk Upaya untuk memperbaharui UU Anti Te-
tidak mau menyamakan regulasi nasionalnya rorisme yang mengarahkan pada penguatan dan
dengan kemauan AS, maka dikategorikan se- pelaksanaan kekuasaan atau wewenang aparat
bagai negara yang mendukung terorisme yang penegak hukum, juga dilakukan di negara-ne-
otomatis menjadi musuh AS (“He who is not gara sekutu AS lainnya seperti Australia, Ing-
with us is against us”), seperti Iran, Irak, Su- gris, dan lain-lain. Pada hal sesuai dengan
riah, Libanon, dan lain-lain.9 prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi ya-
Sebagai “respon” terhadap tekanan AS ng dipahami secara universal oleh masyarakat
tersebut, banyak negara-negara kemudian internasional, upaya untuk memperbaharui UU
memperbaharui UU Anti Terorismenya sesuai Anti Terorisme dengan cara memperluas kewe-
dengan kemauan dan kepentingan AS. Di Ka- nangan aparat penegak hukum can intelijen
nada, pemerintah yang di kendalikan oleh par- dan mengintervensi hak-hak pribadi (privacy)
tai Liberal mengajukan RUU yang dimaksudkan merupakan tindakan yang bertendensi sebagai
untuk mereformasi UU Anti Terorismenya. RUU sebuah kemunduran (set back) bagi kebebasan
(Bill C-36) menetapkan suatu aturan baru ten- sipil yang merupakan bagian penting dari hak-
tang tindak pidana terorisme yang untuk mem- hak asasi manusia (HAM) seyogianya dilindungi
berantasnya negara akan mempunyai kekuasaan oleh negara/bangsa beradab (Civilized Na-
yang khusus untuk melakukan investigasi dari tion).8
penuntutan. Termasuk dalam kekuasaan yang Setelah tragedi 11 September 2001 yang
khusus itu adalah penahanan preventif (preven- menimpa gedung WTC dan gedung Pertahanan
tive detention), hak untuk mengurung (in- Pentagon, AS tanggal 12 Oktober 2002, teroris
carcevate) orang-orang atas dasar semata kembali beraksi di Indonesia tepatnya di Le-
karena adanya kecurigaan, bahwa mereka akan gian, Kuta, Bali yang menewaskan lebih dari
melakukan kejahatan, kekuasaan baru diberi- 180 orang, dan yang luka-luka mencapai lebih
kan kepada polisi untuk memaksa kesaksian 300 orang.
dari orang yang mereka percaya mempunyai
informasi yang berkaitan dengan investigasi
10
Moch. Faisal Salam, idem, hlm. 180-181
terorisme, peradilan tertutup (close trial) dan 11
Ibid
penuntutan atas persetujuan hakim, penging- 8
Lihat dan bandingkan dengan tulisan Anak Agung Banyu
Perwita, “Penegakan HAM dan Politik Luar Negeri
Indonesia”, Jurnal Hukum Pro Jusitita, Vol. 24 No. 2
9
Lihat, Bagas Hapsoro, dalam Hubungan Internasional : April 2006, hlm. 112-120; Mike Fell, “Is Human Security
Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia, Deparlu RI, Our Main Concern in the 21st?”, Journal of Security
2004, hlm. 197 Sector Management, Vol. 4 No. 3, September 2006.
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 165

Hanya 3 hari setelah tragedi 12 Oktober dasarkan pada komitmen nasional dan inter-
di Legian, Bali, Dewan Keamanan PBB pada nasional dengan membentuk peraturan perun-
tanggal 15 Oktober 2002 mengeluarkan sebuah dang-undangan nasional yang mengacu pada
resokesi baru No. 1438 yang isinya selain me- konvensi internasional dan peraturan perun-
ngecam terorisme, juga berisi permintaan agar dang-undangan nasional yang berkaitan dengan
seluruh 15 negara anggota Dewan Keamanan terorisme.
PBB membantu Indonesia untuk menyeret para Berdasarkan uraian serta salah satu kon-
pelaku, pengorganisasi dan sponsor serangan sideran sebagaimana disebutkan di atas serta
teror di Bali ke pengadilan.12 fakta bahwa sekitar dua minggu pasca tragedi
Seluruh 15 anggota DK PBB secara bulat 11 September 2001, presiden Indonesia, Mega-
menyatakan setuju dalam voting untuk resolusi wati, melakukan kunjungan resmi ke AS, di
1438, yang menggambarkan bahwa serangan peroleh gambaran bahwa kelahiran Undang-
teroris di Bali sebagai sebuah ancaman bagi undang Pemberantasan Terorisme di Indonesia
perdamaian dan keamanan internasional. Reso- disamping sebagai reaksi terhadap situasi da-
lusi tersebut juga mengingatkan kewajiban lam negeri khususnya terkait dengan tragedi
seluruh anggota PBB untuk bekerja sama me- Bom di Bali, tetapi juga sulit dilepaskan dari
merangi terorisme. Sebelum mengeluarkan re- bayang-bayang tekanan dan kepentingan inter-
solusi 1438 tersebut, PBB telah terlebih dahulu nasional, terutama AS.
berkonsultasi dengan Indonesia. Dalam per- Asumsi ini semakin diperkuat oleh fakta
nyataannya, DK PBB tidak hanya prihatin de- bahwa secara substantif kedua undang-undang
ngan jumlah korban yang kehilangan jiwa tersebut mengandung banyak pasal kontro-
tetapi juga akan dampak tragedi Bali pada versial yang isinya sejalan dengan Undang-
ekonomi Indonesia.13 undang Anti Terorisme AS (UU Patriot) yang
Akhirnya, menanggapi Resolusi DK PBB intinya memberikan kekuasaan luas kepada
Nomor 1438, pemerintah Indonesia pada tang- aparat penegak hukum dan intelijen dalam
gal 18 Oktober 2002 telah mengeluarkan dua mengintervensi hak-hak pribadi (privacy) ma-
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-un- syarakat. Kesan ini semakin dipekuat oleh fakta
dang (PERPPU) Republik Indonesia. Pertama, lain dimana detasemen khusus (densus) 88 Anti
Perppu Nomor 1 Tahun 2002, tentang Pembe- Terorisme Polri pelatihannya dilaksanakan di AS
rantasan Tindak Pidana Terorisme yang tidak atas biaya AS dan oleh instruktur-instruktur AS.
berlaku surut; dan kedua, Perppu Nomor 2 Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pe-
Tahun 2002, tentang Pemberlakuan. Perpu No- ngetahuan Indonesia (LIPI), Indra Samego, me-
mor 1 Tahun 2002, tentang Pemberantasan Tin- nyatakan bahwa pemberlakuan UU Nomor 15
dak Pidana Terorisme Pada peristiwa Peledakan Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pi-
Bom di Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang dana Terorisme, sangat tendensius dan diskri-
berlaku surut. minatif terhadap umat Islam. Ini sama halnya
Kedua Perppu di atas, mulai berlaku pada Indonesia menari dengan gendang orang lain.14
18 Oktober 2002, dan selanjutnya tanggal 4 Ap- Kedua Perppu tersebut dari awal kehadirannya
ril 2003 disahkan sebagai Undang-undang RI memang merupakan peraturan perundangan
Nomor 15 dan 16 Tahun 2003 tentang Pembe- yang cukup kontroversial dan mengundang pro-
rantasan Tindak Pidana Terorisme. kontra dari berbagai kalangan masyarakat.
Salah satu pertimbangan yang dimuat Perppu ini jelas melanggar azas retroaktif
dalam konsideran kedua peraturan tersebut (azas tidak boleh berlaku surat) yang me-
adalah bahwa pemberantasan terorisme di rupakan salah satu azas penting dalam ilmu
hukum dan diterima sebagai kebenaran univer-
12
Hadi Setia Tunggal, 2003, Peraturan Perundang-undang-
an tentang Terorisme, Jakarta: Harvarindo, hlm. 111
sal oleh masyarakat internsional serta secara
13
Ibid. Lihat dan bandingkan dengan tulisan Ozler
Alesina, dan Swagel, “Political Instability and Economic
14
Growth”, Journal of Economic Growth, Vol. 1, 1996. Harian Republika, Kamis, 2 Maret 2006
166 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

eksplisit dilindungi, keberadaannya dalam UUD- Tingkat penolakan dan resistensi masya-
1945 (pasal 28). Hal ini berarti bahwa sejak rakat terhadap kehadiran Perppu Pemberan-
awalnya Perppu tersebut dapat dikatakan tasan Terorisme semakin meluas ketika Perppu
memang telah lahir cacat. Karena itu pula, No. 1 Tahun 2002 dan No. 2 Tahun 2002 me-
ketika Perppu Pemberantasan Terorisme masih ngenai pemberantasan terorisme tersebut di
wacana, banyak kalangan anggota DPR yang bahas di DPR-RI untuk disahkan. Dalam rapat
menolak kehadirannya. Mutamminul ‘Ula, ang- paripurna pengesahan Perppu No. 1 Tahun 2002
gota DPR-RI dari Fraksi Keadilan, menyatakan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teror-
bahwa rencana pemerintah mengeluarkan Perp- isme menjadi undang-undang, tanggal 6 Maret
pu Anti Terorisme sebagai reaksi terhadap si- 2003, sejumlah anggota DPR dari Fraksi Refor-
tuasi di dalam negeri khususnya terkait dengan masi dan Fraksi Danlatul Ummah melakukan
tragedi bom di Bali, merupakan cerminan bah- aksi walk out dari sidang.
wa pemerintah kurang jernih di dalam melihat Hartono Mardjono – juru bicara Fraksi
sebuah persoalan. Pemerintah seharusnya me- Perserikatan Danlatul Ummah – mengemukakan
lihat ke dalam bahwa berbagai aksi teroris di bahwa, ”perppu tidak memiliki landasan yang
dalam negeri yang selama ini membuat situasi sah bahkan dapat dikatakan inkonstitusional.
menjadi kacau dan mengganggu keamanan na- Karena itu, batal demi hukum”.17 Dalam sidang
sional sesungguhnya lebih sebagai akibat dari paripurna pengesahan Perppu menjadi UU
lemahnya sistem pertahanan dan keamanan Pemberantasan Terorisme tersebut, Hartono
negara, khususnya badan intelijen.15 Marjono juga mempertanyakan landasan kons-
Nutamminul, di samping menolak ke- titusional dari pembuatan perppu tersebut yang
hadiran Perppu Anti Terorisme ini juga mem- menurutnya tidak sesuai dengan pasal 22 UUD-
pertanyakan aspek legalitas dari Perppu. Se- 1945. Menurutnya, dalam enam butiran konsi-
bagaimana diketahui, pembentukan Perppu deran perpu bersebut, tidak ada satu klausul
mengacu pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD pun yang menyatakan bahwa negara dalam
1945 yang menyebutkan, “Dalam hal ihwal ke- keadaan ganting yang memaksa, sebagaimana
gentingan yang memaksa, Presiden berhak me- depersyaratkan oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945
netapkan peraturan pemerintah sebagai peng- “Kata-kata genting yang memaksa harus
ganti undang-undang”. Dalam hal ini, Nutam- dicantumkan”, tegasnya.18
minul menegaskan Fraksi lainnya yang juga menolak pe-
“....ditinjau dari segi apapun situasi dan ngesahan Perppu Nomor 1 dan 2 Tahun 2002
kondisi di dalam negeri saat ni belum tentan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
dapat dikaterorikan sebagai keadaan menjadi undang-undang adalah Fraksi Refor-
yang genting dan memaksa sebagaimana
dimaksud UUD-1945. Kondisi memaksa masi. Dalam pendapat akhir fraksi ini, ditegas-
adalah kondisi di mana penyelenggaraan kan bahwa unsur prasyarat pembentukan perp-
pemerintahan mengalami krisis yang pu yaitu “hal ikhwal kegentingan yang memak-
amat membahayakan. Kejadian bom di sa” tidak terpenuhi dalam pembentukan perppu
Bali berikut dampak yang ditimbulkan di atas, yang nyata-nyata tidak dicantumkan
tidak bisa ditafsirkan sebagai kondisi
yang memaksa itu. Kenyataannya proses dalam konsideran perppu.19 Selanjutnya Fraksi
penyelenggaraan pemerintahan masih Reformasi juga memberikan catatan bahwa
berjalan seperti biasa dan kehidupan proses dan mekanisme pengundangan perppu
warga masyarakat Indonesia, khususnya saat itu juga tidak sesuai dengan ketentuan
Bali berjalan normal-normal saja”.16 Tata Tertib DPR-RI, yang Pasal 31 (1) nya ber-
bunyi “Terhadap pembahasan dan penyelesaian
17
Ibid, hlm. 30
15 18
Nutammimul ‘Úla, dalam ‘Risalah Perjuangan Dakwah Ibid, hlm. 30-31
19
Perlemen’, PT. Era Adicitra Intermedia, Solo, 2004, Pendapat Akhir Fraksi Reformasi DPR-RI disampaikan
hlm. 28 pada siding tanggal 6 Maret 2003, Sumber, Biro Per-
16
Ibid. sidangan DPR-RI, 2003, hlm. 3
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 167

perppu berlaku ketentuan sebagaimana dimak- K.J.Holsty menyatakan bahwa kebanyak-


sud dalam Pasal 120, 121 dan 122 dengan mem- an studi politik internasional (World Politics)
perhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi merupakan studi mengenai kebijakan politik
rancangan undang-undang yang berasal dari luar negeri, dimana kebijakan ini didefinisikan
pemerintah. Sehubungan dengan hal ini, Fraksi sebagai keputusan-keputusan yang merumuskan
Reformasi mencatat dan berpendapat, sejak tujuan menentukan preseden, atau melakukan
perppu disampaikan oleh presiden ke DPR, tindakan-tindakan tertentu, dan tindakan yang
lembaga ini belum pernah memenuhi prosedur diambil untuk mengimplementasikan keputus-
pembahasan sebagaimana dimaksud dalam tata an-keputusan itu. Studi-studi ini memusatkan
tertib tersebut.20 perhatian pada usaha-usaha menggambarkan
Fraksi Kebangkitan Bangsa, kendatipun tindakan dan elemen-elemen kekuasaan ne-
untuk menghindari kekosongan hukum akhirnya gara-negara besar.22
menyatakan setuju terhadap pengesahan perp- Berdasarkan pengertian-pengertian di
pu No. 1 dan 2 Tahun 2002 tentang Pemberan- atas diperoleh gambaran bahwa politik inter-
tasan Tindak Pidana Terorisme menjadi un- nasional pada dasarnya merupakan kebijakan
dang-undang, tetapi fraksi ini memberikan per- politik luar negeri negara-negara besar dalam
setujuannya dengan disertai catatan-catatan memperjuangkan kepentingan nasional negara
kritis, antara lain agar Pemerintah mengguna- masing-masing yang dalam perwujudannya
kan UU tentang Penetapan Perppu menjadi dapat berbentuk konflik, kompetisi, kerjasama
Undang-undang ini secara bertanggung jawab, dan akomodasi. Dengan demikian dapat juga di
tidak melampaui batas kewenangannya, dan tegaskan bahwa jika saat ini negara besar yang
tidak membuat penafsiran implementasinya memiliki kekuatan hegemoni terhadap negara-
hanya menurut kehendak dan kepentingan negara lain adalah negara Amerika Serikat (AS)
politik pemerintah serta tidak menjadikannya dengan negara-negara sekutu Baratnya seperti
sebagai alat kekuasaan untuk menghadapi pi- Inggris, Jerman, Prancis dan lain-lain, maka
hak-pihak yang bersikap kritis kepada pe- politik internasional kontemporer pada dasar-
merintah.21. nya merupakan kebijakan politik luar negeri AS
Kontroversi atas perppu No. 1 dan 2 Ta- dan negara-negara sekutunya dalam tatanan
hun 2002 yang kemudian disahkan menjadi UU hubungan internasional.
No. 15 dan 16 Tahun 2003 tentang Pemberan- Setelah perang dingin berakhir, Barat
tasan Terorisme semakin lengkap menjadi so- memiliki pandangan dan kebijakan khusus ter-
rotan publik setelah keluarnya Putusan MK No. hadap dunia Islam. Dimasa perang dingin, Ko-
13/PUU-I/2003 tanggal 22 Juli 2004 yang mem- munisme dianggap sebagai musuh utama, se-
batalkan Pemberlakuan Surut UU No. 15 Tahun hingga seringkali Barat bergandengan tangan
2003 untuk kasus Bom Bali yang oleh banyak dengan Islam menghadapi komunisme, serperti
kalangan dinilai sebagai keputusan yang sangat yang terjadi di Afganistan. Tetapi, setelah Ko-
progresif dan positif dalam upaya mewujudkan munisme runtuh, Barat harus menetapkan msuh
negara hukum yang berkeadilan, sekaligus juga baru. Musuh baru itu adalah Islam dan Convi-
merupakan langkah berani untuk menunjukkan sionis23. Kendatipun secara formal yang di
kemandirian MK sebagai “the guardian of sebut-sebut Barat sebagai musuh setelah tum-
constitution” di Indonesia. bangnya Komunisme adalah Islam dan Convi-

Perkembangan Konstelasi Politik Inter- 22


K.J. Holsty, Internasional Politics, A Frame Work for
Amalysis ( Terj. Oleh Efin Sudrajat, dkk ), Pedoman
nasional dalam kaitannya dengan Pemberan- Ilmu Jaya, Jakarta, 1987, hlm. 28
tasan Terorisme dewasa ini. 23
Teori ini diintrodusir oleh Samuel P. Huntington dalam
artikelnya yang dimuat dalam “Foreign Affair” vol . 72
no. 3, Summer 1993, hlm. 22-49. Dalam artikel
20
Pendapat Akhir Fraksi Reformasi, idem, hlm. 4 tersebut, Huntington mengemukakan teorinya tentang
21
Pendapat Akhir Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR-RI, “the clash of civilization”, yakni benturan peradaban
sumber : Biro Persidangan DPR-RI, 2003, hlm. 7 antara Barat vs Islam dan Convisionis.
168 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

sionis, tetapi dalam realitanya yang sering baik politik, ekonomi maupun ideloginya dan
menjadi sasaran serangan anarkisme Barat hal itu bertentangan dengan kenyataan. Sebab
adalah Dunia Islam, antara lain dengan me- merujuk kepada pengertian terorisme yang di
manfaatkan isu perang melawan terorisme (war ungkap dalam Undang-undang anti terorisme
on terrorism). AS, terorisme berkaitan dengan pengunaan
Oleh karena Islam dipandang sebagai kekuatan (force) dalam mencapai tujuan politik
ancaman potensial untuk meraih kekuasaan di internasional.
Barat, maka berbagai daya upaya dilakukan Kalau pengertian di atas dipakai secara
Barat untuk “menjinakkan” dan melemahkan konsisten sebagai referensi tentang terorisme,
Islam. Menurut Adian Husaini,24 salah satu pro- maka AS lah yang sebetulnya merupakan “gem-
gram yang kini dilakukan Barat adalah dengan bong teroris” (the real terrorism). Karena AS
melaksanakan proyek liberalisasi Islam besar- lah Negara yang senantiasa menggunakan ke-
besaran di Indonesia dan dunia Islam lainnya, kerasan apabila kepentingan politiknya (me-
termasuk liberalisasi di bidang regulasi na- rasa) terancam.
sionalnya. Aksi kekerasan (militer) AS itu selalu di
Ambisi AS untuk melemahkan Dunia Is- lakukan atas dasar kepntingan ideologi Kapital-
lam, kemudian mendapatkan momentumnya isme, baikdalam bidang ekonomi, HAM, maupun
dengan tragedi 11 September 2001. Sejak peris- demokrasi. Tahun 1945, AS lah yang mengguna-
tiwa tragis tersebut, AS telah melakukan per- kan kekuatan bom atom untuk pertama kalinya
ubahan drastis dalam polugrinya dari strategi di Hirosima dan Nagasaki (Jepang). Di Vietnam,
pembendungan (containment) dan penangkalan AS jugalah yang menjatuhkan bom Napalm dan
(deterrence) menjadi serangan dini (pre emp- Agent Orange yang membunuh ratusan orang
tive attack/strike) dan intervensi defensif (de- dan merusak tanah di sana. Demikian juga
fensive intervension). Penggunaan konsep pre- tindakan AS di Kuba, menyerbu Granada, Af-
emptive strike (serangan dini) merupakan stra- ghanistan, Irak, melibatkan diri dalam perang
tegi keamanan AS paling kontroversial sepan- Arab-Israel dan dalam pembantaian Israel ter-
jang sejarah polugrinya menghadapi ancaman hadap rakyat Palestina. Semuanya jelas di-
terorisme internasional. Berdasarkan strategi dasarkan atas (kepentingan) ideologi Kapital-
pre-emptive strike ini pulalah AS melegitimasi isme.
aksinya ke berbagai belahan dunia, antara lain Berdasarkan uraian di atas tergambar
ke Irak dan Afghanistan, serta mengancam ne- jelas bahwa sampai saat ini pengertian dan
gara-negara lainnya agar menyesuaikan regulasi klasifikasi terorisme sangat bias kepentingan,
nasionalnya dengan kepentingan AS dalam me- terutama kepentingan politik dan ideologi
merangi terorisme internasional. negara-negara Barat, terutama AS. Ketidak
AS sebagai negara yang pertama kali me- jelasan pengertian dan klasifiklasi mengenai
ndeklarasikan ”war on terrorism” (perang me- terorisme ini, membuat banyak pihak skeptis
lawan terorime), sangat jelas secara tidak kon- terhadap kebijakan internasional memerangi
sisten AS dalam menggunakan istilah terorisme terorisme.9
telah menimbulkan kesan bahwa apa yang di Secara teoritis, ada dua pandangan yang
sebut dengan perang melawan terorisme oleh sangat berbeda secara fundamental dalam me-
AS sesunguhnya merupakan perang melawan
9
Biasnya klasifikasi dan pengertian serta upaya
pihak-pihak yang mengancam kepentingan AS,
mengklaim apa dan siapakah teroris itu diperparah
dengan penguasaan media massa oleh kelompok yang
24
Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia, makalah mayoritas pro status quo, sehingga pandangan yang
disampaikan pada Forum Kerja Sama Pondok Pesantren jernih sulit untuk didapatkan. Lihat pengaruh media
Indonesia (BKS-PPI) di Bogor, 2 April 2006, hlm. 52. pada terorisme ini di Atom Ginting Munthe, “Terorisme:
Lihat juga Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Gejala Kriminal Media Mutakhir”, Jurnal Hukum Pro
Syihab, “Sumpah Usamah”, Majalah Islam Sabili, No. 12 Jusitia, Vol. 25 No. 1 Januari 2007, hlm. 1-8; Sukawar-
Tahun X, 2 Januari 2003/29 Syawal 1423; Sidney Jones, sini Djelantik, “Terorisme dan Media Massa”, Jurnal
“Sayap Garis Keras itu Bernama Thoifah Muqatilah”, Hubungan Internasional, PACIS Unpar Bandung, Vol. 1
Majalah Tempo Eisi 17-23 Oktober 2005, hlm. 60-63. No. 1.
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 169

lihat kegiatan terorisme saat ini, yaitu: per- menghukum para pelakunya setimpal dengan
tama, pandangan yang melihat terorisme se- tindak pidana (terorisme) yang dilakukannya.
bagai kegaiatan yang bersifat politik, baik Mengacu pada deskripsi diatas dapatlah
memilki latar belakang politik, bertujuan po- dikatakan bahwa kebijakan internasional dalam
litik, maupun kegaiatan yang disponsori oleh penanggulangan dan pemberantasan terorisme
kepentingan politik. Pandangan lain, adalah saat ini cenderung berorientasi pada pandangan
yang melihat kegiatan terorisme sebagai ke- kedua, yakni lebih melihat aksi terorisme se-
giatan kriminal yang merugikan dan mem- bagai kegiatan kriminal yang harus ditumpas
bahayakan kehidupan dan perdamaian bangsa- secara represif tanpa memberikan perhatian
bangsa25. Kedua pandangan yang berbeda se- yang memadai pada upaya mengurangi atau
cara fundamental tersebut sudah barang tentu, menghilangkan akar masalahnya. Pemilihan ter-
juga membawa pewrbedaan (pandangan) me- minology “perang” (war on terrorism) oleh AS
ngenai cara-cara pemberantasannya. dan Negara-negara sekutunya sebagai pelopor
Pandangan yang pertama sering disampai- utama pemberantasan terorisme internasional
kan dengan justifikasi bahwa untuk mencegah merupakan salah satu bukti tidak terbantahkan
dan memberantas kegiatan terorisme perlu di- terhadap kecenderungan tersebut. Maksudnya,
ungkapkan akar dari masalah terorisme. Panda- dalam logika “perang” maka penggunaan semua
ngan kedua, sering disampaikan dengan justifi- bentuk kekerasan dan penghancuran (kalau
kasi “perlindungan global umat manusia” (glo- perlu tanpa batas) adalah sesuatu yang lazim
bal protection for humankind). Kedua, pan- dan dibolehkan, sebagaimana perlakuan AS ter-
dangan tersebut akan mempengaruhi pula se- hadap penghuni penjara Guantanamo (Kuba)
cara fundamental setiap undang-undang yang dan Abu Ghuraib (Irak).
kan digunakan guna mencegah dan memberan- Jika kita pelajari berbagai konvensi inter-
tas tindak pidana terorisme. nasional dan resolusi DK serta MU PBB tentang
Pandangan yang pertama sudah tentu terorisme, maka nampak jelas bahwa kesemua
tidak akan setuju dengan undang-undang yang regulasi internasional tentang pemberantasan
bersifat represif karena masalah ketidak adilan terorisme saat ini semuanya mengarah pada
yang merupakan akar masalah terorisme tidak pandangan yang melihat kegiatan terorisme
mungkin dapat diselesaikan hanya dengan me- sebagai kegiatan kriminal (murni) yang harus
nangkap, menahan, menuntut, memenjarakan ditumpas secara represif dan tidak satu pun
atau mengeksekusi mati pelaknya, melainkan dari konvensi dan resolusi DK serta MU PBB
yang harus diutamakan adalah langkah-langkah tersebut yang memberikan penekanan pada
yang bersifat preventif. Langkah ini antara lain perlunya Negara-negara anggota PBB terutama
misalnya, mengurangi atau menghilangkan ke- Negara-negara maju untuk bekerjasama me-
senjangan atau ketidak adilann global dalam ngurangi dan menghilangkan akar dari masalah
arti yang seluas-luasnya. Berbeda dengan pan- terorisme, yakni ketidak adilan dan kesenjang-
dangan pertama, pandangan kedua justru ber- an global dalam arti yang seluas-luasnya. Kon-
pendapat bahwa masalah terorisme harus di disi ini muncul sebenarnya tidak terlalu sulit
hadapi dengan pencegahan yang bersifat pre- dipahami, karena sebagaimana diketahui bahwa
emptif dan secara langsung menuntut dan sebagian besar dari regulasi internasional
tersebut lahir atas usul dan tekanan AS sebagai
salah salh satu pemilik hak veto di DK PBB,
25
Moch. Faisal Salam, Motivasi Tindakan Terorisme, Man- sekaligus sebagai Negara penyumbang terbesar
dar Maju, Bandung, 2005, hlm.129. Lihat juga Kent
Layne Oots and Thomas C. Wiegele, “Terrorist and Vic-
keuangan PBB. Berdasarkan realita ini, maka
tim: Psychiatric and Physiological Approaches from a tidaklah mengherankan jika hampir semua
Social Science Perspective”, Terrorism: An Internatio-
nal Journal, Vol. 8 No. 1, 1985; Political Terrorist: Da-
regulasi internasional mengenai penanggulang-
nger of Diagnosis and an Alternative to the Phycho- an terorisme substansinya sangat diwarnai oleh
pathology Model”, International Journal of Law and
Psychiatry, Vol. 8 No. 3, 1986.
pandangan dan kepentingan (politik, ekonomi
170 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

dan ideologi) AS dalam pemberantasan terror- nya menyiapkan koalisi internasional guna
isme internasional. memerangi terorisme. Dia bahkan menyatakan
Setelah berbagai konvensi dan resolusi DK bahwa perang itu akan menjadi perang salib
serta MU PBB mengenai pemberantasan terror- (grusade) pertama di abad ke 21.27
isme lahir, DK PBB sebagai badan eksekutor Sekalipun belakangan Bush telah men-
PBB, kebijakan dan berbagai aksinya juga sa- cabut pernyataannya tersebut dengan meng-
ngat bias dengan kepentingan AS yang sangat klaim bahwa hal itu hanya sekedar salah ucap
diskriminatif dalam kebijakan polugrinya ter- secara tidak sengaja dan yang ia maksudkan
utama ketika berhadapan dengan kepentingan sebenarnya adalah memerangi terorisme,
Negara sekutu (dekat)nya, yakni Israel. Akibat- setidaknya ucapannya itu mencerminkan sikap
nya berbagai regulasi dan kebijakan internasio- Barat (khususnya AS) yang sangat memusuhi
nal mengenai penanggulangan terosrime, oleh Islam.
Negara-negara berkembang khususnya Negara- Bagi Indonesia yang mayoritas penduduk-
negara Islam dan Negara yang penduduknya nya beragama Islam, dua pernyataan di atas
mayoritas beragama Islam dirasakan sangat yang menggambarkan kebijakan polugri AS
diskriminatif dan tendensius terhadap umat dan paska serangan 11 September 2001 benar-benar
dunia Islam. menempatkan pemerintah Indonesia pada posisi
sangat sulit.
Implikasi Perkembangan Konstelasi Politik In- Sebenarnya, jika sekedar memerangi te-
ternasional terhadap Politik Hukum Nasional rorisme, ada atau tidak ada tekanan AS Indo-
Indonesia dalam pemberantasan Terorisme. nesia tetap akan mendukungnya. Namun per-
Pembahasan pada bagian sebelumnya masalahannya muncul ketika Indonesia di
mengenai perkembangan konstelasi politik in- hadapkan pada kenyataan bahwa terorisme
ternasional kontemporer, khususnya paska yang “wajib” diperangi bersama itu adalah
serangan 11 September 2001 yang telah me- terorisme menurut konsep dan terminologi AS,
luluh lantakkan gedung kebanggaan warga AS, yakni setiap aksi teror yang merugikan kepen-
WTC dan sebagian gedung pertahanan AS Pen- tingan AS dan negara sekutunya, terutama
tagon, telah menjelaskan bahwa salah satu sekutu dekat AS, Israel.
cirinya adalah munculnya hegemoni AS yang Bagi masyarakat dan pemimpin negara-
dalam kebijakan polugrinya telah menjadikan negara Barat logikanya sederhana saja, yakni
perang melawan terorisme (war on terrorism) yang mereka vonis pelaku serangan 11 Sep-
sebagai prioritas utama. tember 2001 adalah Usamah bin Laden dengan
Untuk mewujudkan kebijakan polugrinya Al-Qaedahnya. Usamah bin Laden beragama
itu, pemerintah AS menggunakan semua sumber Islam, karena itu Islam adalah agama teroris.
daya yang dimilikinya baik ekonomi, politik dan Tragedi bom Bali 12 Oktober 2002, me-
militer serta mengelompokkan negara lain da- ngingatkan orang pada kasus peledakan WTC
lam dua pilihan sulit yakni, bersama AS me- pasa 11 September 2001. Jika kasus WTC me-
merangi terorisme atau jika tidak akan ber- nampilkan Al-Qaeda sebagai tertuduh dan
hadapan dengan AS untuk dihancurkan (“you membuat AS leluasa memberangus rezim Talib-
are against us if you are not with us”).26 an Afghanistan, diikuti dengan kampanye anti-
Lebih dari itu, bahkan beberapa saat pas- terorisme internasional yang tendensinya me-
ka serangan 11 September 2001, Presiden AS ngarah pada pelumpuhan gerakan-gerakan
saat itu (George W. Bush) mengeluarkan per- Islam (ideologis) di manca negara, maka kasus
nyataan yang sangar provokatif tentang perlu- bom Bali menampilkan Jama’ah Islamiah se-
bagai tertuduh dan membuat AS leluasa mene-
26
Lihat Bagas Hapsono, dalam “Catatan Tentang Tulisan
27
Colin L. Powel; “A Strategyof Partnership”, Hubungan Lihat, Lathifah Ibrahim Khadhar dalam, “Ketika Barat
Internsional: Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia, Menfitnah Islam”, Gema Insani Press, Jakarta, 2005,
Gramedia Pustka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 197. hlm. 128.
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 171

kan Indonesia agar menangkapi atau setidak- sendiri kesaksiannya di rubrik Resonansi Harian
nya mencurigai kelompok-kelompk Islam yang Umum Republika,28ketika ia diminta langsung
anti AS dan pro Syari’at Islam serta sesegeranya oleh Dubes AS di Jakarta Ralph L Boyce agar
menyesuaikan regulasi nasionalnya dengan ke- melobi Ketua MA dan Kapolri supaya Abu bakar
pentingan AS dalam kampanyenya memerangi Ba’asyir tetap ditahan sebelum pemilu dilang-
terorisme internasional. sungkan. Untuk kepentingan itu pihak Dubes
Muncul dugaan, bom Bali adalah sebuah menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan.
rekayasa yang melibatkan kekuatan internasio- Kedua, Fred Burks, mantan penterjemah
nal dalam hal ini AS dengan tujuan mendapat- pertemuan presiden George Bush dan presiden
kan pembenaran (justifikasi) aras tuduhan yang Megawati di Gedung Putih sepekan setelah
sebelumnya sering dilontarkan pihak asing serangan WTC melansir sendiri kesakisiannya di
(sekutu AS) bahwa Indonesia adalah sarang Washington Post.29 Kesaksiannya itu ia ungkap-
teroris. Dugaan itu bukan tanpa alasan. Sampai kan kembali ketika ia tampil menjadi saksi ade
setahun paska tragedi 11 September 2001, pe- charge (meringankan) dalam persidangan kasus
merintah Indonesia dinilai tidak pernah mem- Abubakar Ba’asyir. Dalam pengakuannya, ia
berikan sinyal yang jelas dan tegas terhadap menyebut adanya negosiasi tingkat tinggi, di
kampanye antiterorisme yang dipelopori AS. mana AS meminta Indonesia menyerahkan Abu
Bahkan Wakil Presiden RI Hamzah Haz Bakar Ba’asyir ke tahanan Amerika.30 Tetapi
saat itu dianggap “pasang badan” dengan terus Presiden Megawati menolak permintaan ter-
melakukan “counter opini”. Hamzah Haz dalam sebut. Fred Burk juga mengungkapkan bahwa
berbagai kesempatan bahkan menyatakan bah- tiga pekan sebelum bom Bali, ada pertemuan
wa di Indonesia tidak ada teroris. Hamzah Haz rahasia di rumah Megawati jalan Teuku Umar
bahkan kemudian “mengakrabi” tokoh-tokoh yang dihadiri oleh Ralp L Boyce, dubes AS untuk
Islam yang dicurigai AS sebagai “fundamen- Indonesia, Karen Brooks (Direktur Asia National
talis” seperti Ja’far Umar Thalib (Laskar Ji- Security Council), seorang perempuan agen CIA
had), Habib Riziq Shihab (Front Pembela Islam), yang diperkenalkan sebagai asisten khusus
dan Abubakar Ba’asyir (Majelis Mujahidin Indo- Bush, dan Burks sendiri. Dalam pertemuan itu si
nesia). Berdasarkan logika ini, maka peledakan agen CIA berkata bahwa pemerintah AS minta
bom Bali 12 Oktober 2002 merupakan salah satu agar Abubakar Ba’asyir di-render (diserahkan
upaya AS mementahkan “pembelaan” Hamzah secara rahasia) kepada AS karea terkait dengan
Haz. jaringan Al-Qaeda.
Benar atau tidaknya dugaan di atas, agak- Megawati menolak, dengan alasan kalau
nya sejarahlah nantinya yang akan menjawab. dia menyerahkan Abubakar Ba’asyir ke Amerika
Tetapi, yang pasti ledakan bom Bali merupakan akan timbul instabilitas politik dan agama yang
salah satu pendorong dan alasan utama pe- tidak akan sanggup ia tanggung. Namun si agen
merintah RI mengeluarkan Perppu Antiteror- CIA itu justru mengancam: “jika Ba’asyir tidak
isme yang saat ini telah resmi menjadi Undang- diserahkan ke Amerika sebelum Konferensi
undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberan- APEC (enam minggu setelah pertemuan itu) ma-
tasan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. ka “situasi akan semakin sulit”. Pertemuan pun
Intervensi dan tekanan AS terhadap ke- bubar, tapi tiga pekan kemudian bom Bali pun
bijakan politik (politik hukum) pemerintah meledak.
Indonesia dalam pemberantasan terorisme Ketiga, Pemerintah AS pernah mengutus
semakin nampak jelas dalam penegakan hukum Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Tom Ridge
terhadap (mantan) terpidana kasus terorisme, pada 10 Maret 2004 untuk menekan Presiden
Abubakar Ba’asyir. Selama proses persidangan-
28
Republika, edisi 13 April 2004.
nya, AS telah melakukan berbagai manufer, 29
Washington Post, edisi 9 Desember 2004.
antara lain; pertama, mantan Ketua Umum PP 30
Lihat, Fred Burk, “Saya tak Takut diburu Pemerintah
Amerika”, harian Padang Ekspres, edisi Sabtu, 15 Janu-
Muhammadiyah Prof. Syafii Maarif menulis ari 2005.
172 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

Megawati, Menko Polkam SBY, dan Kapolri Jen- (kelompok Islam) turut terkena dampak isu te-
deral Da’i Bakhtiar agar tetap menahan Ba’a- rorisme. Bahkan, kampanye perburuan ter-
syir setelah bebas dari Rutan Salemba. Hasil- hadap terorisme yang sebenarnya merupakan
nya ribuan polisi HPH mengambil paksa Ba’a- agenda politk AS, dijadikan pula agenda politik.
syir pada hari Jum’at 30 April 2004 pukul 06.55 pemerintah Megawati yang nota bene dari
setelah sebelumnya sempat bentrok dengan kelompok nasionalis-sekuler.
para aktifis MMI dan beberapa Ormas Islam lain Berdasarkan logika ini, maka tidak ayal
sejak pukul 05.00 bakda sholat Subuh. Keem- kalau ada komentar kritis yang mengatakan
pat, sehari setelah keluarnya keputusan MA bahwa jelas sekali terdapat pertemuan kepen-
yang membebaskan Ba’asyir dari tuduhan te- tingan antara kekuatan politik domestik Indo-
roris, pemerintah AS dan Australia langsung be- nesia (nasionalis-sekuler) dengan AS untuk me-
reaksi keras atas putusan MA tersebut. nyudutkan kelompok Islam. Karena itu, agenda
Berdasarkan fakta sebagaimana terung- terorisme AS dijalankan pula oleh pemerintah-
kap di atas, jelaslah bahwa politik hukum an Megawati, nyaris tanpa reserve. Sasarannya
nasional Indonesia dalam pemberantasan te- sama, melemahkan kekuatan (politik) kelompok
rorisme sulit dilepaskan dari bayang-bayang Islam Indonesia.31
perkembangan konstelasi politik internasional, Untuk lebih jelasnya mengenai pertarung-
terutama perkembangan konstelasi politik in- an kepentingan elit politik domestik antara
ternasional paska serangan 11 September 2001 fraksi nasionalis-sekuler dengan fraksi nasio-
terhadap WTC yang ditandai dengan dijadikan- nalis-religius tersebut, Kontras32 menggambar-
nya peraang terhadap terorisme sebagai kannya melalui skema sebagai berikut :
prioritas utama kebijakan polugri AS sampai
saat ini. Skema
Berdasarkan fakta yang ada paling tidak Peta Aktual Pertarungan Elit Politik
kita juga bisa melihat bahwa secara politis, Fraksi Nasional
penangkapan dan penahanan Ba’asyir dengan Organisasi
tuduhan teroris memiliki tujuan ganda. Per- Organisasi
Nasionalis
tama, menunjukkan kepada AS bahwa pemerin-
Islam Moderat
tah RI serius memerangi terorisme, sekaligus
untuk menunjukkan “kepatuhan” Indonesia atas
R
“order”nya. E
Kedua, menjustifikasi diberlakukannya L
Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pida- A
S
na Terorisme dan Perppu No. 2 Tahun 2002 ten-
I
tang Pemberlakuan Perppu No. 1 Tahun 2002
pada peledakan bom Bali 12 Oktober 2002, TNI Faksi Agama
yang sekaligus bisa digunakan untuk membidik Kelompok-kelompok
kalangan aktifis Islam yang selama ini didefi- Fundamentalis
nisikan sebagai tokoh radikal dan anarkis. Ka-
langan yang dituding “radikal” tersebut tidak Berdasarkan skema di atas, tergambar
lain adalah orang-orang seperti Abubakar Ba’a- bahwa masing-masing faksi membangun aliansi
syir yang (memang) anti AS dan pro syari’at dengan berbagai kelompok dan pada tingkatan
Islam serta mereka yang didefinisikan agen-
31
Komentar kritis mengenai hal ini pernah dikemukakan
agen AS dan PBB sebagai “anggota jaringan te- oleh cendekiawan Muslim, Alm. Nurcholis Madjid, yang
roris” Jama’ah Islamiyah atau Al-Qaidah. melontarkan teori kemungkinan adanya “konspirasi
asing dan domestik” yang sama-sama membidik kelom-
Konstelasi politik Indonesia yang diwarnai pok Islam.
dinamika benturan kepentingan antara kelom- 32
Lihat, Kontras, dalam “Analisis Kasus Peledakan Bom
Bali: Mengapa “teror” Terjadi?”, Imparsial, Jakarta,
pok nasionalis-sekuler dan nasionalis-religius 2005, hlm. 40.
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 173

tertentu terdapat kelompok yang sama yang keyakinan dan paham politik yang dianut
menjadi target aliansi. Kelompok nasionalis- oleh Amerika Serikat dan sekutunya”.34
sekuler dalam praktek pada umumnya sangat
Berdasarkan uraian dan pandangan-pan-
pragmatis dalam membangun aliansi dengan
dangan di atas dapat dikatakan bahwa politik
fraksi manapun asal tujuan (politik) mereka
hukum pemerintah Indonesia dalam pemberan-
tercapai, termasuk membangun aliansi dengan
tasan terorisme sulit dilepaskan dari pengaruh
kekuatan asing yang kebetulan sama-sama me-
tekanan negara-negara asing, terutama pe-
miliki agenda politik yang sama dengan me-
ngaruh tekanan pemerintah AS dan sekutunya.
reka.
Bahkan, peledakan bom Bali, 12 Nopember
Sebaliknya kelompok nasionalis-religius
2002 yang menyebabkan kurang lebih 190 orang
memiliki kecenderungan melakukan aliansi de-
korban tewas tanpa ada seorangpun warga AS
ngan semua kelompok agama, termasuk dengan
yang jadi korban ,dan telah dijadikan sebagai
kelompok fundamentalis sekalipun dan kondisi
alasan utama pemerintah RI mengeluarkan
inilah yang sering dijadikan “sasaran tembak”
Perppu Antiterorisme, juga sulit dilepaskan dari
oleh kelompok nasionalis-sekuler untuk dijadi-
bau konspirasi AS untuk menampilkan bukti
kan isu politik dalam menggaet kekuatan asing
adanya jaringan teroris internasional di Indo-
(Barat) untuk melakukan aliansi buat meme-
nesia.
nangkan pertarungan dengan melemahkan ke-
kuatan kelompok Islam.
Penutup
Kesan kuat bahwa politik hukum nasional
Simpulan
Indonesia dalam pemberantasan terorisme ter-
Sebagai bagian akhir dari tulisan ini, pe-
implikasi oleh perkembangan konstelasi politik
nulis ingin mengemukakan beberapa simpulan.
internasional kontemporer juga diamini oleh
Pertama, politik hukum nasional Indonesia da-
Daniel S. Lev, seorang warga AS pengamat se-
lam pemberantasan terorisme belum sesuai
nior dari Washington University yang juga pe-
dengan prinsip-prinsip negara hukum yang
merhati hukum dan politik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD-1945, karena
menyatakan bahwa:
kurang menghormati nilai-nilai dan lembaga-
“Gerakan anti terorisme di Indonesia me-
lembaga agama, kurang menghormati dan me-
rupakan desakan Negara-negara Barat termasuk
lindungi hak-hak asasi manusia, berpotensi me-
AS dan Australia. Namun, pemerintah Indonesia
ngancam integrasi bangsa, kurang menghormati
hendaknya tidak begitu saja menuruti desakan
nilai-nilai demokrasi dan kurang memenuhi rasa
itu. Pemerintah Indonesia jangan mengorban-
keadilan rakyat dan bangsa Indoenesia.
kan kepentingan nasional jangka panjang dalam
Kedua, perkembangan konstelasi politik
berbagai program pembangunannya demi
internasional dalam kaitannya dengan pem-
kepentingan jangka pendek AS”.33
berantasan terorisme dewasa ini sangat di do-
Pendapat yang kurang lebih juga senada
minasi oleh kepentringan politik, ekonomi dan
dengan pandangan Daniel S. Lev di atas di-
ideologi AS, baik dalam regulasinya dalam ber-
kemukakan oleh Munawarman, mantan direktur
bagai konvensi internasional, resolusi DK dan
LBH Jakarta, yang menyatakan:
MU PBB, begitu juga dalam penerapan dan pe-
“Perlu pula kami sampaikan dalam
kesempatan ini, bahwa apa yang ada negakan hukumnya. Kondisi ini dirasakan tidak
dibalik “perang terhadap terorisme” (war sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum
on terrorism) ini sesungguhnya adalah yang demokratis, karena sering menggunakan
perang terhadap keyakinan dan paham standar ganda, tidak menghormati hak-hak asa-
politik yang bertentangan dengan si terdakwa serta tidak menghormati asas pra-

34
Terpetik dalam “Pengadilan Rekayasa Ustad Abubakar
33
Harian Republika, edisi 11 Nopember 2002. Ba’asyir”, op. cit, hlm. XI.
174 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

duga tidak bersalah dan asas persamaan di sus-kasus terorisme sebagaimana dulu pernah
depan hukum. dijanjikan oleh pemerintah sewaktu UU Teroris-
Ketiga, perkembangan konstelasi politik me masih dalam bentuk Perppu, sehingga
internasional berimplikasi cukup signifikan ter- politik hukum nasional Indonesia dalam pem-
hadap politik hukum nasional Indonesia dalam berantasan terorisme lebih memenuhi rasa
pemberantasan terorisme, baik dalam proses keadilan sosial.
pembentukannya begitu juga dalam proses Ketiga, agar politik hukum nasional Indo-
penerapan dan penegakan hukumnya. Kelahiran nesia dalam pemberantasan terorisme ke depan
UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberan- dapat lebih memenuhi prinsip-prisip negara
tasan Tindak Pidana Terorisme, selain kurang hukum berdasarkan Pancasila dan UUD-1945,
memiliki landasan filosofis dan yuridis yang maka perlu upaya lebih serius dalam pening-
kuat, penerapannya juga cenderung sangat dis- katan profesionalisme dan integritas baik apa-
kriminatif dan tendensius terhadap umat Islam. rat pembentuk hukum (DPR-RI), begitu juga
aparat penegak hukum (kepolisian, aparat ke-
Saran jaksaan dan pengadilan). Khusus berkaitan
Beberapa saran yang dapat diberikan dengan lembaga Densus 88 Antiteror, perlu
berdasar pada permasalahan yang diajukan dilakukan pembenahan organisasi terutama
antara lain. Pertama, agar politik hukum inter- pada aspek ideologi komandan dan petugas
nasional dalam pemberantasan terorisme lebih lapangan, bahwa terorisme tidak ada kaitannya
sesuai dan sejalan dengan asas-asas negara dengan ajaran agama manapun.
hukum yang demokratis, maka disarankan agar Keempat, disarankan kepada peneliti lain
pemerintah Indonesia mendesak lembaga-lem- agar melakukan kajian mengenai relasi dan
baga internasional yang berkompeten untuk implikasi perkembangan konstelasi politik inter-
sesegeranya menetapkan rumusan terorisme se- nasional terhadap produk-produk hukum nasio-
cara jelas dan seobjektif mungkin, serta men- nal Indonesia lainnya, terutama produk hukum
desak lembaga internasional agar menekan pe- nasional yang memiliki muatan ideologi dan
merintah AS untuk meninggalkan kebijakan po- aspek internasional yang kuat, seperti UU PMA,
lugri standar ganda (double standard) terutama UU BUMN, UU Migas, UU Pornografi serta UU
di Timur Tengah yang diyakini banyak kalangan Mineral dan Batubara (UU Minerba)
merupakan akar dari berbagai aksi terorisme
internasional. Daftar Pustaka
Pemerintah Indonesia juga disarankan Alesina, Ozler dan Swagel. “Political Instability
agar menggunakan semua sumber daya yang and Economic Growth” Journal of Econo-
dimilikinya untuk memperjuangkan duduknya mic Growth, Vol. 1, 1996;
salah satu negara Islam atau negara berpen- Djelantik, Sukawarsini. “Terorisme dan Keama-
duduk mayoritas Muslim sebagai anggota tetap nan Nasional”. Jurnal Ilmu Hubungan
DK-PBB mewakili dunia Islam, sehingga struktur Internasional, Vol. 1 No. 1 Centre for In-
ternational Studies. Bandung: Unpar;
komposisi anggota tetap DK-PBB pemilik hak
veto di lembaga eksekutor PBB tersebut dapat -------. “Terorisme dan Media Massa”. Jurnal
Hubungan Internasional, Vol. 1 No. 1.
menampakkan wajah yang lebih representaif
Bandung: PACIS Unpar;
dan demokratis.
Fell, Mike. “Is Human Security Our Main Con-
Kedua, perlu segera dilakukan amande- cern in the 21st?”. Journal of Security
men terhadap beberapa pasal dalam UU No. 15 Sector Management, Vol. 4 No. 3, Sep-
Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pi- tember 2006;
dana Terorisme, terutama berkaitan dengan Hapsono, Bagas. 2004. “Catatan Tentang Tuli-
pemberian kewenangan sangat luas kepada san Colin L. Powel; “A Strategyof Part-
lembaga-lembaga non-judisial untuk ikut serta nership”, Hubungan Internsional: Percik-
dalam proses penyidikan dan penyelidikan ka-
Perkembangan Politik Internasional dan Implikasinya … 175

an Pemikiran Diplomat Indonesia. Jakar- Munthe, Atom Ginting. “Postur “Rasionalis” da-
ta: Gramedia Pustaka Utama; lam Politik Luar Negeri Indonesia Pasca
Hapsoro, Bagas. 2004. Hubungan Internasional: Suharto”. Jurnal Hukum Pro Jusitia, Vol.
Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia 24 No. 3 Juli 2006;
Jakarta: Deparlu RI; Munthe, Atom Ginting. “Terorisme: Gejala Kri-
Holsty, K.J. 1987. Politik Internasional (Kerang- minal Media Mutakhir”. Jurnal Hukum Pro
ka Analisa). Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya; Jusitia, Vol. 25 No. 1 Januari 2007;
Husaini, Adrian. Liberalisasi Islam di Indonesia. Oots, Kent Layne and Thomas C. Wiegele. “Po-
Makalah disampaikan dalam forum ker- litical Terrorist: Danger of Diagnosis and
jasama Pondok Pesantren Indonesia (BK- an Alternative to the Phycho-pathology
SPPI). Bogor, 2 April 2006; Model”. International Journal of Law and
Psychiatry, Vol. 8 No. 3, 1986;
-------. 2005. Wajah Peradaban Barat: Dari He-
gemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Li- Oots, Kent Layne and Thomas C. Wiegele. “Ter-
beral. Jakarta: GIP; rorist and Victim: Psychiatric and Physi-
cological Approaches from a Social Scien-
Interim Report. Revitalisasi Proses Pembuatan ce Perspective”. Terrorism: An Interna-
Kebijak-an Luar Negeri Indonesia Meng- tional Journal, Vol. 8 No. 1, 1985;
hadapi Perkembangan Internal dan Eks-
ternal. Laporan Penelitian, Deparlu RI, Pekuali, Umbu Lily. “Memposisikan Hukum se-
2002; bagai Penyeimbang Kepentingan Masyara-
kat”. Jurnal Pro Justitia, Vol. 26 No. 4
Jones, Sidney. “Sayap Garis Keras itu Bernama Oktober 2008. FH Unpar Bandung;
Thoifah Muqatilah”. Majalah Tempo Eisi
17-23 Oktober 2005; Perwita, Anak Agung Banyu. “Penegakan HAM
dan Politik Luar Negeri Indonesia”. Jurnal
Khadhar, Lathifah Ibrahim. 2005. Ketika Barat Hukum Pro Jusitita, Vol. 24 No. 2 April
Menfitnah Islam. Jakarta: Gema Insani 2006;
Press;
Salam, Moch. Faisal. 2005. Motivasi Tindakan
Kontras. 2005. “Analisis Kasus Peledakan Bom Terorisme, Bandung: Mandar Maju;
Bali: Mengapa “teror” Terjadi?”. Jakar-
ta: Imparsial; Syihab, Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein.
“Sumpah Usamah”. Majalah Islam Sabili,
Lim, Merlina. “Islamic Radicalism and Anti- No. 12 Tahun X, 2 Januari 2003/29 Sya-
Americanism in Indonesia, The Role of wal 1423;
the Internet”. Policy Study, No. 18, 2005;
Wadjdi, Farid. 2003. Kebencian Barat Terhadap
Mesqueta, Ethan Bueno de. “The Quality of Gerakan Islam Idiologis. Jakarta: Wahyu
Terror”. American Journal of Political Press.
Science 2005;

Anda mungkin juga menyukai