Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan asset yang sangat penting karena tanah merupakan sumber
kehidupan, pada dasar nya tanah merupakan sumber utama dalam berproduksi
sehingga di Indonesia dalam hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak membuka
tanah, hak mengambil hasil hutan di atur oleh undang-undang pokok agrarian.
Permasalahan mengenai pertanahan bisa menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara orang dengan orang maupun orang dengan badan hukum .
Sengketa pertanahan ini muncul karena kebutuhan manusia akan tanah selalu
bertambah seiring dengan pertambahan penduduk . Hal tersebut melahirkan
paradigma bahwa kebutuhan akan tanah pertanian bagi petani pada saat ini
sangatlah mendesak . Sementara banyak tanah nganggur (terlantar) yang tidak
digarap adalah sebuah keniscayaan bagi petani yang tidak mempunyai tanah
garapan terutama pada tanah-tanah yang dikuasai oleh Perum Perhutani .

Petani lokal yang berdomisili di tepian hutan, memandang bahwa secara


tradisional yang ada di kawasan itu merupakan sumber penghidupan, cadangan
perluasan tanah garapan, dan sekaligus sebagai daerah food security. Bagi
penduduk lokal, gangguan ekologi yang datang dari luar hutan akan mengancam
kehidupan sosial dan ekonomi mereka . Sementara perusahaan pemegang hak
penguasaan hutan memandang bahwa kawasan hutan merupakan tanah yang
secara legal telah dikuasakan negara kepadanya untuk dikelola secara komersial
dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya . Persoalan sosial
tersebut yang menyebabkan konflik yang dapat mengancam harmonisasi sosial .1

Otoritas penguasaan dan pengelolaann sumber daya hutan diberikan kepada


Perum Perhutani berdasarkan Undang-undang No . 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (selanjutnya disebut UU Kehutanan), dimana Perum Perhutani
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah
Kementerian Kehutanan . Hak yang dimiliki Perum Perhutani atas sumber daya
1
Permadi, Iwan .2016. Perlindungan Hukum Terhadap Petani Penggarap Tanah Milik Perum
Perhutani
hutan adalah hak pengelolaan yang berasal dari hak menguasai negara melalui tiga
peran pokok, yaitu sebagai penguasa tanah hutan, perusahaan kehutanan (forest
enterprise) dan institusi konservasi hutan (forest conservation institution) .
Konsekuensi yuridis yang muncul adalah petani yang menggarap tanah (termasuk
memanfaatkan hasil hutan) seringkali menimbulkan konflik tanah kawasan hutan
di beberapa daerah3 . Salah satu contoh tanah yang nganggur (terlantar) tersebut
adalah tanah yang dikuasai oleh Perhutani dan dikerjakan atau digarap langsung
oleh Petani di Kabupaten Pati yang ijin menggarapnya ditolak oleh Perum
Perhutani . Para petani di Kabupaten Pati Jawa Tengah harus rela melakukan
perlawanan hanya untuk sebuah tanah garapan . Banyak petani di Indonesia
kekurangan tanah garapan . Sementara janji Presiden Jokowi akan memberikan
tanah garapan untuk petani belum dipenuhi dan masyarakat bawah khususnya
petani seperti di Kabupaten Pati harus memperjuangkan nasibnya berjuang untuk
memperoleh tanah garapan . Para petani tentu akan menagih janji Presiden yang
akan memberikan jutaan tanah garapan bagi petani yang belum punya tanah
garapan. Di Kabupaten Pati, banyak tanah nganggur (terlantar) yang dikuasai
Perum Perhutani KPH Pati yang bisa digarap oleh petani, namun realita yang
terjadi justru pihak Perhutani KPH Pati menjadi penyebab konflik dengan petani
sekitar hutan

Tanah yang dikuasai Perhutani KPH Pati misalnya, terdapat ratusan hektar
tanah yang nganggur dan tidak tergarap . Namun ironisnya petani harus bersaing
dengan para pemilik modal yang bisa dengan mudahnya menyewa tanah tersebut .
Akibatnya petani semakin termarjinalkan . Contoh lain adalah tentang kasus
sengketa tanah antara petani dan Perum Perhutani yang ada di Desa Genteng,
Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Mayoritas mata pencaharian
masyarakat Desa Genteng adalah bertani . Layaknya seorang petani untuk
meningkatkan perekonomiannya, maka tanah sangat dibutuhkan . Begitu juga
dengan petani di Desa Genteng, mereka juga butuh tanah untuk dikelola . Bukan
hanya

Tanah saja yang mereka butuhkan, modal, teknologi juga mereka butuhkan5 .
Sengketa tanah yang terjadi di Desa Genteng antara petani dan Perum Perhutani
terjadi karena pendudukan tanah yang dilakukan oleh petani di tanah Perhutani .
Masyarakat yang membutuhkan tanah memanfaatkan tanah dari Perhutani .
Sementara Perhutani ingin melakukan konservasi hutan agar sumber airnya tidak
kekeringan . Musyawarah yang dilakukan belum menemukan solusi sehingga
sengketa tanah tersebut diajukan pada Pemerintah Kabupaten Sumedang . Bagi
masyarakat petani Desa Genteng jaminan atas tanah tertuang dalam Undang-
Undang No . 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut
UU Pokok Agraria) . Undang-undang ini dibuat untuk mengatur mengenai hak-
hak pertanahan bagi masyarakat Indonesia secara menyeluruh . Di lain pihak UU
Kehutanan merupakan salah bentuk jaminan bagi Perhutani untuk melakukan
konservasi hutan . Hal ini membuat banyak petani Desa Genteng tergusur dari
tanah yang sedang dia kelola untuk menyambung hidup . Dari contoh-contoh
kasus sengketa diatas, maka perlu dipikirkan bagaimana bentuk perlindungan
hukum kepada petani yang menggarap tanah Negara yang dikuasai oleh pihak
Perhutani sebagai kepanjangan tangan Negara . Terlebih lagi tanah-tanah tersebut
tidak digarap oleh Perhutani bahkan terkesan ditelantarkan . Oleh karena itu, isu
hukum ini sangat menarik untuk diteliti dari sisi perlindungan hukum kepada
Petani yang menggarap tanah Negara yang dikuasi oleh Perhutani khususnya yang
ditelantarkan atau tidak digarap oleh Perhutani .2

Berkaitan dengan latar belakang tersebut maka penulis akan membatasi kajian
penulisan jurnal ini pada dua hal yakni untuk menganalisis mengapa petani tidak
diperbolehkan menggarap tanah negara yang dikuasi oleh Perhutani yang
mengakibatkan konflik dan bahkan ditelantarkan oleh Perhutani dan Bagaimana
bentuk perlindungan hukum terhadap Petani yang menggarap tanah negara yang
dikuasai oleh Perhutani agar tidak terjadi konflik horizontal lagi antara
masyarakat dan Perhutani . Penulisan jurnal ini didasarkan pada hasil penelitian
hukum normatif yang didukung dengan data empiric.

2
Nurjaya, I Nyoman. Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Menjamin Kemakmuran Rakyat.
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status kemitraan antara Perum Perhutani dengan Lembaga
msyarakat desa hukum?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap petani penggarap tanah
milik negara di Lembaga masyarakat Argo Mulyo desa hutan
wonosobo ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui status kemitraan antara perum perhutani dengan Lembaga
masyarakat desa hutan
2. Mengetahui perlindungan hukum terhadap petani penggarap tanah
milik negara di Lembaga masyarakat desa hutan wonosobo
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai perlindungan hukum petani
pesanggem terhadap kemitraan antara perhutani dengan Lembaga
masyarakat desa hutan argo mulyo di desa Tambi wonosobo
2. Manfaat praktis
Sebagai referensi kepada para pihak yang melakukan kerja sama
seperti pihak KPH perhutani dan lembaga masyarakat desa hutan
lainnya terutama yang berkaitan langsung dengan perlindungan hukum
terhadap petani pesanggem terkait kemitraan antara perhutani dengan
Lembaga masyarakat desa hutan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

N Nama Peneliti Judul Penelitian Rumusan Simpulan Penelitian


O Masalah
1 Iwan Permadi Perlindungan Hukum .Konflik Petani tidak
Terhadap Petani Horizontal antara diperbolehkan
Penggarap Tanah Petani Penggarap menggarap tanah milik
Milik Perum Tanah dan Perum perhutani karena
Perhutani Perhutani dianggap oleh Perhutani
. Bentuk itu adalah Tanah
Alternatif Negara, padahal secara
Perlindungan hukum berdasarkan
Hukum terhadap Peraturan Pemerintah
Petani Penggarap Nomor 11 tahun 2010
Penertiban Dan
Pendayagunaan Tanah
Terlantar apabila tanah
yang dikuasai oleh
Perhutani tersebut
ditelantarkan maka akan
menjadi tanah Negara
bebas yang tidak
mempunyai alas hak .
Hal ini dianggap oleh
petani bahwa Perhutani
juga dianggap tidak
memiliki hak atas tanah
itu sehingga para petani
menggarap tanah
tersebut . Hal inilah
yang mengakibatkan
konflik yang harus
diselesaikan oleh
Negara yang dalam hal
ini diwakili oleh Badan
Pertanahan Nasional
harus menyelesaikan
masalah ini agar tidak
terjadi konflik yang
dapat mengakibatkan
korban jiwa dan materiil
. 2 . Bentuk
perlindungan hukum
terhadap Petani yang
menggarap tanah negara
yang dikuasai oleh
Perhutani adalah
melalui perlindungan
hukum preventif melalui
pemberian hak atas
tanah terhadap tanah
yang dikuasai oleh
Perhutani tersebut
tetapi ditelantarkan oleh
Perhutani . Tanah
tersebut diberikan
kepada petani melalui
program redistribusi
tanah . Sedangkan
bentuk perlindungan
hukum secara represif,
pihak-pihak yang
berkonflik dapat
dimediasi melalui jalur
non litigasi dengan cara
negoisasi agar pihak
petani dan perhutani
tidak berkonflik secara
horizontal lagi .
2. Dani Fittriya PENEGAKAN .Bagaimanakah .Pelaksanaan
Ulfah HUKUM upaya yang kewenangan polisi
TERHADAP dilakukan oleh hutan terhadap
PERLINDUNGAN polisi kehutanan perlindungan hutan di
HUTAN OLEH atau Perum Perhutani Unit I
POLISI HUTAN DI jagawana KPH Purwodadi
KPH PURWODADI Purwodadi dalam berdasarkan Undang-
KABUPATEN penanganan Undang
GROBOGAN pencurian hasil Nomor 41 Tahun 1999
hutan? Tentang Kehutanan dan
. Bagaimanakah Peraturan Pemerintah
langkah – langkah Nomor 28 Tahun 1985
yang diambil oleh Tentang Perlindungan
polisi kehutanan Hutan, Upaya-Upaya
atau jagawana yang
untuk melindungi di lakukan polisi hutan
hutan ? dalam pengamanan
. Kendala – hutan adalah bersifat
kendala apa saja preemtif,
yang dihadapi preventif dan
polisi kehutanan represif. .Langkah yang
atau diambil polisi hutan
jagawana dalam dalam mengamankan
proses hutan adalah
penanganan mengadakan kerjasama
pencurian hasil dengan masyarakat
hutan di KPH sekitar hutan yang
Purwodadi? disebut
dengan program PHBM
(Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat)
selain
itu dengan menunjuk
beberapa warga untuk di
jadikan informan
penting
bagi polisi hutan.
.Kendala-kendala yang
di hadapi polisi hutan
dalam pengamanan
hutan di
antara lain letak
geografis KPH
(Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Purwodadi
yang memanjang dari
timur ke barat,
kesadaran masyarakat
yang masih
kurang akan pentingnya
kelestarian hutan,
terbatasnya personil
polisi
hutan, Vonis dari
pengadilan yang kurang
membuat jera pelaku
tindak
pidana di bidang
kehutanan, ancaman
dari penjarah atau
pencuri kayu
maupun hasil hutan
bersama kelompok dan
backingnya terhadap
petugas
polisi hutan, sarana dan
prasarana yang kurang
memadai untuk
pengamanan hutan.

Dari tabel penelitian terdahulu diatas, ada persamaan dan perbedaan


dengan penelitian penulis yaitu :
1. Persamaan penelitian terdahulu No. 1 dengan penulis ini adalah
tema penelitian yang diangkat yaitu perlindungan hukum bagi
petani. Perbedaan terletak pada permasalahan yang
melatarbelakangi penulisan. Penelitian ini membahas mengenai
perlindungan hukum terhadap petani pesanggem mengenai
kemitraan antara perhutani dengan lembaga masyarakat desa
hutan argo muyo di desa tambi wonosobo sedangkan pada
penelitian no 2 membahas mengenai Perlindungan Hukum
Terhadap Petani Penggarap Tanah Milik Perum Perhutani
2. Persamaan penelitian terdahulu No. 2 dengan penulis ini adalah
tema penelitian yang diangkat yaitu perlindungan lingkungan
hutan. Perbedaan terletak pada permasalahan yang
melatarbelakangi penulisan. Penelitian ini membahas mengenai
perlindungan hukum terhadap petani pesanggem mengenai
kemitraan antara perhutani dengan lembaga masyarakat desa
hutan argo muyo di desa tambi wonosobo sedangkan pada
penelitian no 2 membahas mengenai penegakan hukum terhadap
perlindungan hutan oleh polisi hutan di kph purwodadi
kabupaten grobogan.
B. LANDASAN TEORI
1. Tinjauan tentang Hutan
Secara umum, hutan adalah suatu tempat yang mempunyai
berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan yang lebat diantaranya adalah
pohon, rumput, semak, jamur, paku-pakuan, dan lain sebagainya yang
menempati daerah yang sangat luas.3
Fungsi hutan pada umumnya adalah sebagai tempat habitat hewan
ataupun tumbuhan, tempat daur ulang kembali zat karbon dioksida (carbon
dioxide sink), modulator arus hidrologika, dan tempat pelestarian tanah
terbaik serta hutan adalah salah satu unsur lingkungan hidup yang paling
penting.
Hutan sendiri tersebar di seluruh dunia dan hampir setiap negara
memilikinya. Apalagi setelah ditentukan bahwa setiap negara wajib untuk
ikut serta dalam menurunkan emisi gas buang.
Hutan bisa ditemukan hampir di setiap tempat. Baik itu di daerah
beriklim tropis sampai beriklim dingin, di dataran rendah sampai
pegunungan, dan di pulau yang kecil sampai benua yang besar.
Sedangkan kehutanan adalah sebagai sistem kepengurusan yang
ada hubungannya dengan masalah hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
yang terselenggara secara terstruktur untuk keberlangsungan kehidupan di
hutan. Jadi antara hutan dan juga kehutanan ada perbedaan dimana hutan
adalah sebuah tempat yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon di suatu
tempat yang cukup luas dengan berbagai unsur biotik dan anbiotik,
sebagai habitat alami hewan dan tumbuhan, dan salah satu aspek penting
penyusun lingkungan hidup. Sedangkan kehutanan adalah ilmu yang
membahas tentang berbagai hal berkaitan dengan hutan, baik itu
pembangunan hutan, pengelolaan hutan, pelestarian dan pengonservasian
hutan agar bisa digunakan secara berkelanjutan.

3
Soepomo . Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
2. Tinjauan tentang lembaga
lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau
organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk
membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerja
sama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan
bersama yang diinginkan. Sedangkan menurut Ostrom, kelembagaan
diidentikan dengan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai
oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan
yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan
institusi (institusional arragements dapat ditentukan oleh beberapa unsur-
unsur aturan operasional untuk mengatur pemanfaatan sumber daya,
aturan kolektif untuk menentukan menegakkan hukum atau aturan itu
sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan
kewenangan organisasi.4
Dari definisi para ahli tersebut Djogo Dkk, menyimpulkan dan
mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan
antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang
dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi
yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh
faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atauran
formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif
untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
3. Tinjauan tentang kemitraan
Kemitraan biasanya didefinisikan sebagai hubungan sukarela dan
bersifat kerja sama antara beberapa pihak, baik pemerintah maupun
swasta, yang semua orang didalamnya setuju untuk bekerja sama dlam
meraih tujuan bersama dan menunaikan kewajiban tertentu serta
menanggung resiko, tanggung jawab, sumber daya, kemampuan dan
keuntungan secara bersama sama. Kunci utama terlaksananya kemitraan
adalah dengan menerapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi seluruh
program-program dengan lembaga-lembaga terkait yang berpartisipasi

4
Haryanto.2010, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (Teori dan Aplikasi). PN AP2I
dalam kemitraan tersebut. Untuk membangun dan mempeluas akses
pendidikan masyarakat dan menjawab tantangan pengembangan
kemitraan, perlu diterapkan koordinasi, integrasi, dan singkronisasi
seluruh program, baik secara internal maupun lintas sectoral.5
Penggalangan kemitraan dan kerja sama yang baik dilakukan
dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga seluruh
program sampai ke masyarakat dan dapat dilaksanakan tanpa hambatan
berarti. Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun
yang bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali
dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu.
Aristoteles, seorang ahli pikir Yunani Kuno menyatakan dalam ajarannya,
bahwa manusia itu adalah zoon politicon, artinya bahwa manusia itu
sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan
sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Oleh
karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut
mahluk sosial. Adanya hubungan antarmanusia tersebut kemudian
melahirkan istilah kemitraan.

4. Tinjauan tentang Lembaga Masyarakat Desa Hukum (LMDH)


Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah
sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat
dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh
kelompok yang bersangkutan. Berdasarkan pada tipologinya, masyarakat
desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di
sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan
masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap hutan.6
Lembaga Masyarakat Desa Hutan Lembaga adalah wadah dimana
sekumpulan orang berinisiatif untuk memenuhi kebutuhan bersama, dan
yang berfungsi mengatur akan kebutuhan bersama tersebut dengan nilai
5
Soeaedy, Saleh. 2016. Kemitraan Antara KPH Perhutani dan LMDH Dalam Menjaga
Kelestarian Hutan (Studi pada Desa Jengglungharjo Kecamatan Tanggunggunung Kabupaten
Tulungagung).
6
Pambudiarto. (2008). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat
Desa. (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa
Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang). Tesis: IPB
dan aturan bersama. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah
satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada didalam
atau disekitar hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui
interaksi terhadap hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan
budaya.
Tujuan Pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Tujuan
pengembangan LMDH adalah: 1) untuk meningkatkan kemampuan
LMDH dalam pengelolaan lembaganya, 2) pengenalan pendekatan
partisipatif dalam rangka pengembangan lembaga, 3) memberikan
pandangan yang berbeda dan kritis dalam rangka pengembangan lembaga
masyarakat, dan 4) memberikan panduan sederhana namun bermutu dalam
rangka pengembangan lembaga masyarakat.7
Manfaat Pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
Manfaat pengembangan LMDH, yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan
adanya panduan dalam pengembangan LMDH, untuk menghasilkan
peningkatan kemampuan lembaga dalam pengelolaan lembaga secara
tunggal maupun kolektif, serta mendorong lembaga untuk memiliki
kekuatan dalam menghadapi dan berinteraksi dengan pihak luar, baik
dalam daya dukung maupun dalam daya saing (kemampuan
bernegosiasi).8

5. Tinjauan tentang Kesatuan Pengelola Hutan

KPH sebagai kawasan hutan yang dikelola sebagai unit produksi serat atau
sumberdaya diperbaharui lainnya. FAO (2000), mendefinisikan Kesatuan
Pengelolaan Hutan sebagai sebuah wilayah yang tutupan lahannya didominasi
oleh hutan dan mempunyai batas yang jelas, dan dikelola untuk memenuhi
serangkaian tujuan yang ditetapkan secara eksplisit sesuai dengan rencana
pengelolaan hutan jangka panjang. Ontario Ministry of Natural Resources
(2003), mendefiniskan KPH sebagai kawasan hutan yang batas-batasnya

7
Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 1837/KPTS/DIR/1996 tentang Penetapan
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan.
8
PemKab. Wonosobo (2006). Pengelolaan Sumber Daya Hutan Lestari Secara Partisipatif dan
Terintegrasi di Kabupaten Wonosobo
dipetakan, dikelola oleh badan pengelola tunggal untuk seperangkat tujuan
yang jelas yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan multi tahun yang
mandiri.

Senada dengan hal tersebut ITTO (2003), mendefinisikan KPH sebagai


kawasan hutan yang dikelola dengan seperangkat tujuan dan sesuai dengan
rencana pengelolaan jangka panjang. World Bank (2013), tidak hanya
menekankan pengelolaan jangka panjang dalam pengelolaan hutan oleh KPH,
tetapi juga pengelolaan jangka pendek, serta konsultasi dengan kelompok
masyarakat, pemegang ijin dan para pemangku kepentingan lainnya.
Implementasi kegiatan-kegiatan di KPH harus melibatkan masyarakat lokal
secara partisipatif dan menangani isu-isu sosial dan konflik, termasuk konflik
tenurial, akses terhadap sumberdaya hutan dan hak adat. Handadhari (2014),
mendefinisikan Kesatuan Pengelolaan Hutan diartikan sebagai manajemen
kawasan hutan berasaskan kelestarian hutan dan sekaligus kelestarian
usaha/ekonomi.

Kementerian Kehutanan mendefinisikan Kesatuan Pengelolaan Hutan


sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya
yang dapat dikelola secara efisien dan lestari1. Filosofi dibangunnya KPH
sebenarnya adalah pengelolaan hutan di tingkat tapak, karena munculnya
permasalahan kehutanan ditenggarai akibat ketiadaan pengelola di tingkat
tapak, sehingga dibaca oleh masyarakat sebagai kawasan open acces. Untuk
menghadirkan pengelolaan hutan di tingkat tapak diperlukan unit pengelolaan
yang efektif dan efisien.9

9
Syahyuti. (n.d). Tinjauan Sosiologis terhadap Konsep Kelembagaan dan Upaya Membangun
Rumusan yang lebih Operasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
C. Kerangka Pemikiran

Petani lokal yang berdomisili di


tepian hutan, memandang bahwa secara
tradisional yang ada di kawasan itu
merupakan sumber penghidupan,
cadangan perluasan tanah garapan, dan
Peraturan Perundang-undangan :
sekaligus sebagai daerah food security.
Bagi penduduk lokal, gangguan ekologi
1. Undang-Undang No . 5 Tahun 1960
tentang Pokok-Pokok Agraria
yang datang dari luar hutan akan 2. Undang-undang No . 41 Tahun 1999
mengancam kehidupan sosial dan tentang Kehutanan
ekonomi mereka . Sementara perusahaan 3. PP No. 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan .
pemegang hak penguasaan hutan
4. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
memandang bahwa kawasan hutan pasal 1313
merupakan tanah yang secara legal telah
dikuasakan negara kepadanya untuk
dikelola secara komersial dengan tujuan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status kemitraan Landasan teori :
antara Perum Perhutani dengan a. Tinjauan tentang Hutan
Lembaga msyarakat desa b. Tinjauan tentang Lembaga
hukum? c. Tinjauan tentang Kemitraan
2. Bagaimana perlindungan hukum d. Tinjauan tentang Lembaga
terhadap petani penggarap tanah masyarakat desa hutan
milik negara di Lembaga e. Tinjauan tentang Kesatuan
masyarakat Argo Mulyo desa pengelola hutan
hutan wonosobo ?

Kesimpulan
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian kepustakaan
dalam rangka memperoleh bahan hukum untuk dianalisa. Penelitian
yuridis normatif adalah tipe penelitian yang sering digunakan dalam
bidang hukum yang merupakan tipe penelitian tersendiri yang berbeda
dengan tipe penelitian empiris maupun tipe penelitian dalam bidang ilmu
lainnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statute
Approach, karena penelitian ini meneliti peraturan perundangundangan,
terutama substansi yang berkaitan dengan pelestarian sumber mata air
sikopyah. Selain itu digunakan pula Conceptual Approach yakni
pendekatan yang didasarkan pada konsep, doktrin, dan kebiasaan-
kebiasaan dalam praktek. Pendekatan terakhir yang digunakan adalah
Comparative Approach, yakni perbandingan dengan pengaturan mengenai
pelestarian sumber mata air di daerah lain10. Penelitian yuridis empiris
yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat
disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum
yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. 11
Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap
keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan
maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta- fakta dan data yang
dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju
kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah12
B. Spesifikasi Data
Spesifikasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

10
Zainudin Ali. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. hlm. 105
11
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm15
12
Ibid. Hlm.16
bertujuan untuk melukiskan (menggambarkan) sesuatu permasalahan
didaerah tertentu atau pada saat tertentu. Peneliti berusaha
mengungkapkan fakta selengkap-lengkapnya dan apa adanya. Menurut
Nazir metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.13
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga masyarakat desa hutan argo
mulyo desa tambi wonosobo dan perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
D. Sumber Data
Jenis sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
data sekunder dengan menggunakan bahan hukum :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang mengikuti secara
yuridis peraturan hukum yang meliputi :
1. Undang-Undang No . 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
2. Undang-undang No . 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3. PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan .
4. Kitab Undang Undang Hukum Perdata pasal 1313
2. Bahan Hukum Sekunder

bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan-


bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa
literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

3. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencangkup
bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, seperti : Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Suteki dan Galang Taufan, 2018, Metode Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik),
13

Depok: Rajawali Pres, Hlm 133


E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode untuk


mengumpulkan data. Adapun metode tersebut adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai


ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuisioner selalu berkomunikasi dengan orang,
maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam lain.14

Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi langsung


pada untuk mengamati obyek penelitian secara langsung dan lebih
mendalam guna mendapatkan informasi.

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data


apanila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.

Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi


yang menyangkut karakteristik atau sifat permasalahan dari obyek
penelitian.

14
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitafif Kualitatis dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2014), hlm,
209.
F. Metode Penyajian Data
Data peneleitian yang diperoleh akan di sajikan dalam bentuk teks
deskriptif naratif yang tersusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan
yang utuh yang didului dengan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, analisis
data, hasil penelitian, serta diakhiri dengan kesimpulan.

G. Metode Analisis Data


Analisis data adalah proses penyusunan data agar data tersebut
dapat ditafsirkan. Dalam hal ini, analisis yang digunakan adalah analisis
data kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka
secara langsung. Dengan demikian maka setelah data sekunder berupa
dokumen diperoleh lengkap, selanjutnya dianalisis dengan peraturan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.15

Mathew, Miles dan Michel Huberman,Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang Metode-
15

metode Baru, (Jakarta : UI Pres,2009) hlm. 102

Anda mungkin juga menyukai