PENDAHULUAN
Tanah merupakan asset yang sangat penting karena tanah merupakan sumber
kehidupan, pada dasar nya tanah merupakan sumber utama dalam berproduksi
sehingga di Indonesia dalam hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak membuka
tanah, hak mengambil hasil hutan di atur oleh undang-undang pokok agrarian.
Permasalahan mengenai pertanahan bisa menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara orang dengan orang maupun orang dengan badan hukum .
Sengketa pertanahan ini muncul karena kebutuhan manusia akan tanah selalu
bertambah seiring dengan pertambahan penduduk . Hal tersebut melahirkan
paradigma bahwa kebutuhan akan tanah pertanian bagi petani pada saat ini
sangatlah mendesak . Sementara banyak tanah nganggur (terlantar) yang tidak
digarap adalah sebuah keniscayaan bagi petani yang tidak mempunyai tanah
garapan terutama pada tanah-tanah yang dikuasai oleh Perum Perhutani .
Tanah yang dikuasai Perhutani KPH Pati misalnya, terdapat ratusan hektar
tanah yang nganggur dan tidak tergarap . Namun ironisnya petani harus bersaing
dengan para pemilik modal yang bisa dengan mudahnya menyewa tanah tersebut .
Akibatnya petani semakin termarjinalkan . Contoh lain adalah tentang kasus
sengketa tanah antara petani dan Perum Perhutani yang ada di Desa Genteng,
Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Mayoritas mata pencaharian
masyarakat Desa Genteng adalah bertani . Layaknya seorang petani untuk
meningkatkan perekonomiannya, maka tanah sangat dibutuhkan . Begitu juga
dengan petani di Desa Genteng, mereka juga butuh tanah untuk dikelola . Bukan
hanya
Tanah saja yang mereka butuhkan, modal, teknologi juga mereka butuhkan5 .
Sengketa tanah yang terjadi di Desa Genteng antara petani dan Perum Perhutani
terjadi karena pendudukan tanah yang dilakukan oleh petani di tanah Perhutani .
Masyarakat yang membutuhkan tanah memanfaatkan tanah dari Perhutani .
Sementara Perhutani ingin melakukan konservasi hutan agar sumber airnya tidak
kekeringan . Musyawarah yang dilakukan belum menemukan solusi sehingga
sengketa tanah tersebut diajukan pada Pemerintah Kabupaten Sumedang . Bagi
masyarakat petani Desa Genteng jaminan atas tanah tertuang dalam Undang-
Undang No . 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut
UU Pokok Agraria) . Undang-undang ini dibuat untuk mengatur mengenai hak-
hak pertanahan bagi masyarakat Indonesia secara menyeluruh . Di lain pihak UU
Kehutanan merupakan salah bentuk jaminan bagi Perhutani untuk melakukan
konservasi hutan . Hal ini membuat banyak petani Desa Genteng tergusur dari
tanah yang sedang dia kelola untuk menyambung hidup . Dari contoh-contoh
kasus sengketa diatas, maka perlu dipikirkan bagaimana bentuk perlindungan
hukum kepada petani yang menggarap tanah Negara yang dikuasai oleh pihak
Perhutani sebagai kepanjangan tangan Negara . Terlebih lagi tanah-tanah tersebut
tidak digarap oleh Perhutani bahkan terkesan ditelantarkan . Oleh karena itu, isu
hukum ini sangat menarik untuk diteliti dari sisi perlindungan hukum kepada
Petani yang menggarap tanah Negara yang dikuasi oleh Perhutani khususnya yang
ditelantarkan atau tidak digarap oleh Perhutani .2
Berkaitan dengan latar belakang tersebut maka penulis akan membatasi kajian
penulisan jurnal ini pada dua hal yakni untuk menganalisis mengapa petani tidak
diperbolehkan menggarap tanah negara yang dikuasi oleh Perhutani yang
mengakibatkan konflik dan bahkan ditelantarkan oleh Perhutani dan Bagaimana
bentuk perlindungan hukum terhadap Petani yang menggarap tanah negara yang
dikuasai oleh Perhutani agar tidak terjadi konflik horizontal lagi antara
masyarakat dan Perhutani . Penulisan jurnal ini didasarkan pada hasil penelitian
hukum normatif yang didukung dengan data empiric.
2
Nurjaya, I Nyoman. Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Menjamin Kemakmuran Rakyat.
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status kemitraan antara Perum Perhutani dengan Lembaga
msyarakat desa hukum?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap petani penggarap tanah
milik negara di Lembaga masyarakat Argo Mulyo desa hutan
wonosobo ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui status kemitraan antara perum perhutani dengan Lembaga
masyarakat desa hutan
2. Mengetahui perlindungan hukum terhadap petani penggarap tanah
milik negara di Lembaga masyarakat desa hutan wonosobo
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai perlindungan hukum petani
pesanggem terhadap kemitraan antara perhutani dengan Lembaga
masyarakat desa hutan argo mulyo di desa Tambi wonosobo
2. Manfaat praktis
Sebagai referensi kepada para pihak yang melakukan kerja sama
seperti pihak KPH perhutani dan lembaga masyarakat desa hutan
lainnya terutama yang berkaitan langsung dengan perlindungan hukum
terhadap petani pesanggem terkait kemitraan antara perhutani dengan
Lembaga masyarakat desa hutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU
3
Soepomo . Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
2. Tinjauan tentang lembaga
lembaga adalah aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau
organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk
membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerja
sama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan
bersama yang diinginkan. Sedangkan menurut Ostrom, kelembagaan
diidentikan dengan aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai
oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan
yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan
institusi (institusional arragements dapat ditentukan oleh beberapa unsur-
unsur aturan operasional untuk mengatur pemanfaatan sumber daya,
aturan kolektif untuk menentukan menegakkan hukum atau aturan itu
sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan
kewenangan organisasi.4
Dari definisi para ahli tersebut Djogo Dkk, menyimpulkan dan
mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan
antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang
dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi
yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh
faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atauran
formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif
untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
3. Tinjauan tentang kemitraan
Kemitraan biasanya didefinisikan sebagai hubungan sukarela dan
bersifat kerja sama antara beberapa pihak, baik pemerintah maupun
swasta, yang semua orang didalamnya setuju untuk bekerja sama dlam
meraih tujuan bersama dan menunaikan kewajiban tertentu serta
menanggung resiko, tanggung jawab, sumber daya, kemampuan dan
keuntungan secara bersama sama. Kunci utama terlaksananya kemitraan
adalah dengan menerapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi seluruh
program-program dengan lembaga-lembaga terkait yang berpartisipasi
4
Haryanto.2010, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (Teori dan Aplikasi). PN AP2I
dalam kemitraan tersebut. Untuk membangun dan mempeluas akses
pendidikan masyarakat dan menjawab tantangan pengembangan
kemitraan, perlu diterapkan koordinasi, integrasi, dan singkronisasi
seluruh program, baik secara internal maupun lintas sectoral.5
Penggalangan kemitraan dan kerja sama yang baik dilakukan
dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga seluruh
program sampai ke masyarakat dan dapat dilaksanakan tanpa hambatan
berarti. Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun
yang bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali
dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu.
Aristoteles, seorang ahli pikir Yunani Kuno menyatakan dalam ajarannya,
bahwa manusia itu adalah zoon politicon, artinya bahwa manusia itu
sebagai mahluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan
sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Oleh
karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut
mahluk sosial. Adanya hubungan antarmanusia tersebut kemudian
melahirkan istilah kemitraan.
KPH sebagai kawasan hutan yang dikelola sebagai unit produksi serat atau
sumberdaya diperbaharui lainnya. FAO (2000), mendefinisikan Kesatuan
Pengelolaan Hutan sebagai sebuah wilayah yang tutupan lahannya didominasi
oleh hutan dan mempunyai batas yang jelas, dan dikelola untuk memenuhi
serangkaian tujuan yang ditetapkan secara eksplisit sesuai dengan rencana
pengelolaan hutan jangka panjang. Ontario Ministry of Natural Resources
(2003), mendefiniskan KPH sebagai kawasan hutan yang batas-batasnya
7
Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 1837/KPTS/DIR/1996 tentang Penetapan
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan.
8
PemKab. Wonosobo (2006). Pengelolaan Sumber Daya Hutan Lestari Secara Partisipatif dan
Terintegrasi di Kabupaten Wonosobo
dipetakan, dikelola oleh badan pengelola tunggal untuk seperangkat tujuan
yang jelas yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan multi tahun yang
mandiri.
9
Syahyuti. (n.d). Tinjauan Sosiologis terhadap Konsep Kelembagaan dan Upaya Membangun
Rumusan yang lebih Operasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
C. Kerangka Pemikiran
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status kemitraan Landasan teori :
antara Perum Perhutani dengan a. Tinjauan tentang Hutan
Lembaga msyarakat desa b. Tinjauan tentang Lembaga
hukum? c. Tinjauan tentang Kemitraan
2. Bagaimana perlindungan hukum d. Tinjauan tentang Lembaga
terhadap petani penggarap tanah masyarakat desa hutan
milik negara di Lembaga e. Tinjauan tentang Kesatuan
masyarakat Argo Mulyo desa pengelola hutan
hutan wonosobo ?
Kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian kepustakaan
dalam rangka memperoleh bahan hukum untuk dianalisa. Penelitian
yuridis normatif adalah tipe penelitian yang sering digunakan dalam
bidang hukum yang merupakan tipe penelitian tersendiri yang berbeda
dengan tipe penelitian empiris maupun tipe penelitian dalam bidang ilmu
lainnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statute
Approach, karena penelitian ini meneliti peraturan perundangundangan,
terutama substansi yang berkaitan dengan pelestarian sumber mata air
sikopyah. Selain itu digunakan pula Conceptual Approach yakni
pendekatan yang didasarkan pada konsep, doktrin, dan kebiasaan-
kebiasaan dalam praktek. Pendekatan terakhir yang digunakan adalah
Comparative Approach, yakni perbandingan dengan pengaturan mengenai
pelestarian sumber mata air di daerah lain10. Penelitian yuridis empiris
yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat
disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum
yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. 11
Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap
keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan
maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta- fakta dan data yang
dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju
kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah12
B. Spesifikasi Data
Spesifikasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
10
Zainudin Ali. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. hlm. 105
11
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm15
12
Ibid. Hlm.16
bertujuan untuk melukiskan (menggambarkan) sesuatu permasalahan
didaerah tertentu atau pada saat tertentu. Peneliti berusaha
mengungkapkan fakta selengkap-lengkapnya dan apa adanya. Menurut
Nazir metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.13
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga masyarakat desa hutan argo
mulyo desa tambi wonosobo dan perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
D. Sumber Data
Jenis sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
data sekunder dengan menggunakan bahan hukum :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang mengikuti secara
yuridis peraturan hukum yang meliputi :
1. Undang-Undang No . 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
2. Undang-undang No . 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3. PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan .
4. Kitab Undang Undang Hukum Perdata pasal 1313
2. Bahan Hukum Sekunder
Suteki dan Galang Taufan, 2018, Metode Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan Praktik),
13
1. Observasi
2. Wawancara
14
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitafif Kualitatis dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2014), hlm,
209.
F. Metode Penyajian Data
Data peneleitian yang diperoleh akan di sajikan dalam bentuk teks
deskriptif naratif yang tersusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan
yang utuh yang didului dengan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, analisis
data, hasil penelitian, serta diakhiri dengan kesimpulan.
Mathew, Miles dan Michel Huberman,Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang Metode-
15